HOME

05 Maret, 2022

Studi Kasus Hadis : Hadis tentang Ilmu yang Tersembunyi

 1.      Telaah Hadis tentang Ilmu yang Tersembunyi

رواه سفيان بن عيينة عن ابن جريج عن عطاء عن أبي هريرة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إن من العلم كهيئة المكنون لا يعلمه إلا العلماء بالله فإذا نطقوا به لا ينكره إلا أهل الغرة بالله.   

Diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dari Juraij dari ‘Ata’ dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW. bersabda: “Sesungguhnya terdapat bagian dari ilmu yang tersembunyi, hanya para ulama Allah yang mengetahuinya, maka apabila mereka membicarakannya, hanya orang-orang yang lalai akan Allah yang mengingkarinya”.

            Abu Abdurrahman al-Sulaimi meriwayatkan hadis tersebut dalam kitab al-Arbain fi al-Tasawwuf, sanadnya ia dapatkan dari Hamid Al-Harwi bersambung ke Nasr bin Muhammad bin al-Harith, lalu Abd al-Salam bin Salih kemudian barulah sampai pada sang muara Sufyan bin ‘Uyainah.[1] Kesemua rantai sanad di atas terhubung dengan lambang periwayatan haddathana, kecuali rantai terakhir yang menghubungkan antara Abd al-Salam bin Salih dan Sufyan bin Uyainah, menggunakan lafal ‘an. Dalam istilah muhadisin, haddathana yang berarti telah diriwayatkan kepada kami, memiliki otoritas lebih tinggi dibandingkan lafal ‘an. Lafal pertama memuat kabar bentuk transmisi yang jelas, sedang lafal kedua meskipun berpotensi memiliki makna yang sama, akan tetapi tetap saja ia mengandung bentuk transmisi yang samar. Tak elak bila yang pertama dinilai lebih actual dalam menyampaikan fakta.

             Selain itu al-Dailamy juga meriwayatkan hadis tersebut dalam Musnadnya, Musnad al-Firdaus. Sanad yang digunakan berbeda dengan al-Sulaimi. Hadis yang diriwayatkannya memakai jalur sanad Abu Abd al-Rahman. Meskipun, pada akhirnya al-Mundhiri melemahkannya dan al-‘Iraqi dalam kita Takhrij Ahadith al-Ihya’ turut mengamini hal tersebut.[2]

            Dalam buku al-Targhib, al-Tibby memaparkan sanad hadis di atas dengan jalur al-Qadi Abu Bakar Ahmad bin al-Hasan, berlanjut ke Abu Ali Hamid bin Muhammad al-Rifa al-Harwy, lalu Nasr bin Ahmad al-Bauzijani. Semuanya menggunakan lafal anba’ana, kemudian dilanjutkan ke Abd al-Salam bin Salih dengan lafal transmisi haddathana, barulah bersambung ke perawi pokok yakni Sufyan bin Uyainah sampai akhir. Sedang golongan lainnya juga meriwayatkan hadis tersebut melalui jalur sanad Abi Salt Abd al-Salam bin Salih al-Harwy. Sementara, Abd al-Salam al-Harwy dikenal perawi yang lemah kapabelitasnya. Mau tak mau, hal ini berakibat pada kelemahan otoritas hadis yang diriwayatkan.[3]

            Ditambah lagi, penulis pribadi tidak menemukan hadis ini dalam kutub al-sittah, 6 kitab monumental dan muktabar dalam bidang hadis. akan tetapi terdapat riwayat senada dengan hadis tersebut dalam kitab ‘Awarif Al-Ma‘arif. “Ia adalah rahasia-rahasia Allah, yang ditampakkan kepada para wali yang amanah dan insan-insan yang mulia tanpa adanya proses belajar. Dan ia adalah bagian dari sekian rahasia yang tak tersentuh tabirnya kecuali orang-orang yang khusus”.[4]

            Begitu juga yang dikatakan oleh Abu Sa‘id al-Kharraz, ia berpendapat bahwa bagi golongan manusia yang telah mencapai tingkatan arif, mereka mempunyai lumbung tersendiri yang mana mampu memuat dan menyimpan berbagai ilmu yang berbau aneh dan pengetahuan yang ajaib. Mereka memperbincangkannya melalui lisan yang abadi dan menjabarkannya dengan retorika azali,[5] serta ia merupakan bagian dari ilmu yang samar.[6]

            Ditambah lagi dengan adanya hadis Nabi SAW lainnya yang masih senada dengan hadis tentang ilmu yang tersembunyi. Berisikan sebagai berikut: “Allah SWT. Berkata: “Hai ulama, sesungguhnya ilmuKu takkan kuberikan padamu kecuali karena pengetahuanKu atas dirimu, bangkitlah sesungguhnya aku telah mengampuni kalian”. Diriwayatkan oleh Ibn ‘Adiy melalui Wathilah bin al-Asqa marfu’ (bersambung hingga Rasulullah SAW) dan dihukumi munkar oleh sebagian ulama. Namun, masih terdapat jalur sanad yang lain melalui Ibn ‘Adiy dari Abu Musa al-‘Ash‘aryn marfu’. Jua termaktub dalam al-Lali’i seperti yang dikatakan al-Shaukani, bahwa para perawi dalam periwayatan hadis ini dinilai berkapabelitas dan terpercaya (‘adil dan dabit) serta hadis ini masih memiliki beberapa jalur sanad yang lain.[7]

2.         Perspektif Ibn ‘Arabi tentang Ilmu yang Tersembunyi

            Dalam pandangan Ibn Arabi, hadis tersebut merupakan hadis sahih melalui kashaf menurut ahlinya. Benar adanya, bila terdapat sebagian ilmu yang bersifat tersembunyi. Namun, pada hakikatnya ilmu tersebut tidak tersembunyi secara mutlak. Karena apabila hal itu terjadi, maka tidak akan ada ulama satu pun yang mengetahui tentang eksistensi ilmu tersebut dan perkara tersebut hanya Allah lah yang tahu. Akan tetapi sekali lagi, pada kenyataannya Allah menganugrahi dan mewarisi ilmu tersebut kepada manusia, meskipun hanya kepada insan-insan tertentu. Dengan demikian ilmu tersebut tetaplah tersembunyi, meskipun tidak seutuhnya.[8]

            Sebagaimana yang kita ketahui, pengetahuan insan akan Tuhannya akan membuatnya mewarisi segala ilmu-ilmu yang Allah berikan dan diajarkan padanya. Tak ayal, ilmu-ilmu ini hanya akan diberikan kepada komunitas manusia tertentu saja, bukan bersifat umum. Karena tidak bersifat umum inilah, maka setiap individu yang tergolong dalam komunitas khusus ini diperkenankan untuk tidak memperbincangkan perkara ini di depan khalayak ramai. Mengapa? sebab kembali kepada hal pertama tadi, bahwa hanya insan-insan tertentu yang memperoleh anugerah tersebut, juga hanya mereka yang mengerti sepenuhnya tentang perkara di dalamnya. Maka apabila diperbincangkan di khalayak ramai di mana kapabelitas akal dan kualitas iman manusia berbeda-beda, tak pelak akan menimbulkan perseteruan dan pengingkaran dari golongan orang-orang yang merasa lebih tahu akan Tuhannya, namun pada kenyataannya lalai.[9]

            Dan jika suatu saat, timbul padanya sebuah rasa pemaksaan ataupun layaknya seperti perintah, yang ia dapatkan melalui penerawangan spritualnya atau kashaf, namun tidak sesuai dengan pilihannya, maka ketika ia kerjakan dan menimbulkan pertentangan, manusia yang terkhusus itu tidaklah bersalah. Juga tidak melanggar apa yang ada. Karena sejatinya, ia hanya mengerjakan perkara yang ia ketahui saja, tidak lebih. Dengan demikian, tindakan yang ia perbuat tidaklah membahayakannya, bahkan Allah pun mengampuninya.[10]

            Tak salah bila dikatakan ilmu yang bersifat tersembunyi ini diketahui secara individual dan tak bisa diwariskan. Lain halnya dengan ilmu yang didapat dari hasil olah pikir. Ilmu tersebut masih bisa untuk dipindahkan, diwariskan kepada generasi selanjutnya yang berkompeten. Masih dapat diwariskan karena terdapat dalil-dalil, atau bukti-bukti secara logis, sehingga dapat diterima rasio dengan mudah. Sedang ilmu yang khusus itu tidak demikian. Ilmu tersebut didapat tanpa ada proses berpikir. Ia seperti anugerah yang tidak bisa ditolak, dan mampu diterima walau tanpa dalil apapun seketika.[11]

            Tak heran, bila sebagian dari komunitas mereka mengatakan bahwa ilmu itu di luar dari daya otak, jauh dari rasionalitas yang sangat tinggi. Statement mereka bersandar pada kalam ilahi yang menyinggung tentang kisah Nabi Khidir AS. “ Telah kami ajarkan padanya ilmu dari sisi kami”.[12] Dan firman Allah di surat al-Rahman “Mengajarinya al-Bayan”.[13] Dari kata-kata ‘allamahu (mengajarinya) diambillah benang merah bahwa ilmu ini didapatkan melalui pengajaran, yang berasal dari Allah langsung kepada hambaNya tanpa perantara melainkan melalui penyingkapan spiritual. Telah kita ketahui bersama bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, bukanlah hal yang aneh bila ia mengajari hambaNya segala sesuatu di berbagai urusan, karena Ia bertindak sesuai dengan kehendakNya. Ada ilmu yang mampu dicerna rasio manusia, adapula yang tidak, namun tak mustahil bila terjadi. Terkadang, adapula yang sama sekali tidak bisa dicapai akal dan mustahil untuk terjadi. Karena kita semua tahu, di sana ada kawasan yang tidak bisa disentuh oleh otak. Tak pelak bila disebut jauh dari hasil olah pikir manusia.

            Dengan demikian, maklum adanya bila ilmu-ilmu yang dianggap tersembunyi tersebut tidak bisa dikupas secara nyata. Karena ia seperti ilmu tentang rasa, yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Baca Juga Artikel yang lainya :

Daftar Pustaka

‘Asqalani (al), Ibn Hajar. Sharh Nukhbah Nuzhah al-Nazar fi TaudihI Nukhbat al-Fikr. Kairo: Dar al-                Basair, 2011.

Bukhari (al), Muhammad bin Ismail Abu Abdillah. Sahih Bukhari. tahkik Muhammad Zahir bin Nasir                 al-Nasir. t.tp: Dar Tauq al-Najah, 1422 H.

Dhahabi (al), Shams al-Din Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad. Siyar A‘lam al-Nubala’. Kairo: Dar             Al-Hadith, 2006.

Ghamary (al), Abu al-Yasar Abd al-Aziz bin Al-Siddiq. al-Qaul al-Asad fi Bayani Hali Hadith Ra’aitu                 Rabbi fi Surati Shab Amrad, Amman: Dar Imam Nawawi, 2009.

Ghazali (al), Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. Ihya’ ‘Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Ma‘rifah,                     t.th.

_________. Risalah al-Imam al-Ghazali. Kairo: Maktabah Tauifiqiyyah, t.th.

Ghurab, Mahmud Mahmud. al-Hadith fi Sharh al-Hadith min Kalam al-Syaikh al-Akbar Muhyidin Ibn             Arabi. t.tp, 2007.

_________. al-Tariq ila Allah –al-Syaikh wa al-Murid- min Kalam al-Syaikh al-Akbar Muhyidin Ibn                 ‘Arabi. t.tp, t.th.

Hajjaj, Muslim bin. Sahih Muslim. tahkik Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi. Beirut: Dar Ihya’ Turath,                 t.th.

Hanbal, Ahmad bin. Musnad Ahmad. Tahkik Shu‘aib al-Arnaut. Beirut: Muassasah al-Risalah, 2001.

Hasani (al), Abdullah bin Muhammad bin al-Siddiq al-Ghamary. al-Fawaid al-Maqsudah fi bayan al-                Ahadith al-Shadhah al-Mardudah. Amman: Dar Imam Nawawi, 2007.

Jami (al), Nuruddin Abdurrahman. Nafahat al-Ins min Hadrat al-Quds. tahkik Muhammad Adib al-                    Jadir. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003.

________. Naqd al-Nusus Sharh Naqsh al-Fusus. t.tp, 1375.

Jum’ah, ‘Ali. Mada Hujjiyah al-Ru’ya ‘inda al-Usuliyin. Kairo: Dar al-Risalah, 2004.

Jurjani (al), Sayyid Sharif Ali bin Muhammad. al-Ta‘rifat. Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1983.

Kurdi (al), Muhammad Najm al-Din. al-Dalail al-‘A<liyah : As’ilah wa al-Ajwibah fi al-Tasawwuf wa             al-Tariqat al-Sadat al-Naqshabandiyah. Kairo: Maktabah Kurdiyah, 2008.

Maghribi (al), Ahmad bin Muhammad bin Al-Siddiq al-Hasani al-Ghamary. ‘Awatif al-Lataif min                     Ahadith ‘Awarif al-Ma’arif. Arab Saudi: Maktabah Makkiyah, 2001.

Murakibi (al), ‘Abdurrahman bin Muhammad. Qadiyyat al-Takwil fi al-Fikr al-Islamy. Kairo: Dar al-                Tiba‘ah al-Muhammadiyah, 1987.

Qutb, ‘Abd al-Fattah Ahmad. Al-Ilham wa Dalalatuhu ‘ala al-Ahkam; Dirasat Usuliyah. Kairo:                         Muassasah Qurtuba, 2005.

Sahruradi (al), Abi Hafs Umar bin Muhammad bin Abdillah. ‘Awarif al-Ma‘arif. Arab Saudi: Maktabah             Makkiyah, 2001.

Shah, Muhammad Aunul Abid. ‘An Al-Ahaadith allati Sahhat Kashfan ‘inda Al-Sufiyah. t.tp, 2012.

Sindi (al), al-‘Allamah. Fath al-Wadud bi Sharh Sunan Abi Dawud.  tahkik. Najm al-Din al-Kurdi.                     Kairo: Maktabah Kurdiyah, 2008.

Sumbulah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadis. Malang: UIN Maliki Press, 2010.

Tabarani. Musnad al-Shammiyin li al-Tabarani. tahkik Hamdi bin ‘Abd al-Majid al-Salafi. Beirut :                     Muassasah al-Risalah, 1984.

Zahwu, Muhammad Muhammad. al-Hadith wa al-Muhaddithun. t.tp: Dar al-Fikr al-Arabi, t.th.



[1] Ahmad bin Muhammad bin Al-Siddiq al-Hasani al-Ghamary al-Maghribi, ‘Awatif al-Lataif min Ahadith ‘Awarif al-Ma’arif, (Arab Saudi: Maktabah Makkiyah, 2001), 764.

[2] Lihat Jami’ al-Ahadith, bab Inna al-Muashadadah ma‘a Hamzah, Juz 9, no. 8481, 308.

[3] al-Ghamary al Maghribi, ‘Awatif al-Lataif, 764.

[4] Abi Hafs Umar bin Muhammad bin Abdillah al-Sahruradi, ‘Awarif al-Ma‘arif, (Arab Saudi: Maktabah Makkiyah, 2001), 893.

[5] Maksud dari lisan abadi dan retorika azali tak lain adalah isyarat bahwa mereka berbicara dengan bantuan Allah.

[6] Ibid., 893.

[7] Ibid., 893.

[8] Mahmud Mahmud Ghurab, al-Hadith fi Sharh al-Hadith min Kalam al-Syeikh al-Akbar Muhyidin Ibn Arabi, (t.tp, 2007), 23.

[9] Ibid., 24.

[10] Ibid., 24.

[11] Ibid., 24.

[12] al-Qur’an, 18:65.

[13] al-Qur’an, 55:4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...