BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Quran adalah
firman Allah yang bermukjizat disampaikan kepada Nabi dan Rasul terakhir yaitu
Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril secara mutawatir yang apabila kita
membacanya dinilai ibadah, yang dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri oleh
surat al-Nas. Dari definisi tadi, telah disepakati di kalangan ulama
bahwa Allah menurunkan al-Quran
agar menjadi pegangan bagi umat dan menjadi petunjuk bagi (manusia). Dan agar menjadi suatu tanda atas
kebenaran Nabi Muhammad dan menjadi cahaya yang memancar atas kenabiannya dan
kerasulannya dan sebagai
dalil yang selalu tegak sampai hari akhir. Kita selaku umat Islam berkewajiban
untuk mempelajari al-Quran, karena al-Quran merupakan pedoman bagi kehidupan
kita di dunia dan diakhirat.
Al-Quran adalah kitab suci agama Islam berisi tuntunan-tuntunan
bagi umat manusia untuk mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat, lahir dan batin. Segala
sesuatu yang diperlukan untuk
terwujudnya kebahagiaan tersebut dijelaskan dalam berbagai ketentuan dan tuntunan tertentu, seperti
dengan berakidah yang benar, dan tata cara hidup yang baik dalam masyarakat.
Dalam menerangkan
unsur-unsur kebahagiaan tersebut, al-Quran adakalanya memakai cara langsung dan
adakalanya menggunakan cara tidak langsung yaitu dengan memakai kisah-kisah.
Karena pentingnya kedudukan kisah dalam kehidupan manusia itulah, maka al-Quran
memakai kisah-kisah, baik untuk menerangkan orang-orang yang hidup pada masa
sebelumnya maupun untuk memudahkan persoalan-persoalan abstrak agar dapat
diterima fikiran dengan mudah.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian Qashah al-Quran?
2. Apa macam-macam Qashah al-Quran?
3. Apa
faedah Qashah al-Quran?
4. Apa
hikmah pengulangan Qashah dalam al-Quran?
5. Apa
perbedaan kisah dalam al-Quran dengan lainnya?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui
makna Qashah al-Quran secara terperinci beserta dalilnya
2. Untuk mengetahui
macam-macam Qashah al-Quran
3. Untuk mengetahui
faedah dan manfaat Qashah al-Quran
4. Untuk mengetahui
hikmah pengulangan QASHAHdalam al-Quran
5. Untuk mengetahui
perbedaan kisah dalam al-Quran dengan lainnya
Baca artikel lain yang berkaitan;
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN QASHAH AL-QURAN
Secara etimologi kata Qashah jamak dari Qishah, artinya kisah, cerita, berita atau keadaan, atau mengikuti athar (jejak)[1]. Dalam al-Quran, kata Qashah mempunyai dua arti. Qashah yang berarti jejak terdapat dalam surat al-Kahfi ayat 64:
tA$s% y7Ï9ºs $tB $¨Zä. Æ÷ö7tR 4 #£s?ö$$sù #n?tã $yJÏdÍ$rO#uä $TÁ|Ás% ÇÏÍÈ
“Musa berkata: Itulah
(tempat) yang kita cari. Lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula.”[2]
Sedangkan Qashah yang berarti cerita-cerita yang dituturkan (kisah) terdapat dalam surat Ali-Imran ayat 62:
¨bÎ) #x»yd uqßgs9 ßÈ|Ás)ø9$# ,ysø9$# 4 $tBur ô`ÏB >m»s9Î) wÎ) ª!$# 4 cÎ)ur ©!$# uqßgs9 âÍyèø9$# ÞOÅ3ysø9$# ÇÏËÈ
“ Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar ….”.[3]
Secara terminologi, Qashah
al-Quran adalah kisah-kisah di dalam al-Quran yang menceritakan keadaan
umat-umat terdahulu dan Nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang terjadi masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang[4].
Kisah-kisah dalam al-Quran merupakan kisah paling benar sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah SWT:
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا
“Dan siapakah orang yang lebih
benar perkataannya dari pada Allah.?”
(QS.al-Nisa’:87).[5]
Hal ini, karena
kesesuaiannya dengan realitas sangatlah sempurna. Kisah al-Quran juga merupakan sebaik-baik kisah
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ
“Kami menceritakan
kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-Quran ini kepadamu.”
(QS.Yusuf : 3).[6]
Hal ini, karena ia
mencakup tingkatan kesempurnaan paling tinggi dalam capaian balaghah dan
keagungan maknanya. Kisah al-Quran juga merupakan kisah paling bermanfaat sebagaimana disebutkan dalam firman
Allah SWT:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ
“Sesungguhnya pada
kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal.” (QS.Yusuf :111).[7]
Hal ini, karena
pengaruhnya terhadap perbaikan hati, perbuatan dan akhlak amat kuat.
B.
MACAM-MACAM QASHAH AL-QURAN
Dalam al-Quran terdapat bermacam-macam kisah, ada yang menceritakan para nabi dan umat-umat terdahulu dan ada yang mengisahkan berbagai macam peristiwa dan keadaan dari masa lampau, masa kini ataupun masa yang akan datang. Berikut pengelompokannya:
Ditinjau dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam al-Quran menurut Abdul Djalal ada tiga macam[8]:
1. Kisah hal-hal gaib[9] pada masa lalu yaitu kisah yang
menceritakan kejadian-kejadian gaib yang sudah tidak bisa ditangkap panca
indera yang terjadinya di masa lampau. Contohnya:
· Kisah tentang dialog Malaikat dengan Tuhannya mengenai
penciptaan khalifah bumi, sebagaimana dijelaskan dalam (QS. al-Baqarah: 30-34).
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ (#qä9$s% y7oY»ysö6ß w zNù=Ïæ !$uZs9 wÎ) $tB !$oYtFôJ¯=tã ( y7¨RÎ) |MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOÅ3ptø:$# ÇÌËÈ tA$s% ãPy$t«¯»t Nßg÷¥Î;/Rr& öNÎhͬ!$oÿôr'Î/ ( !$£Jn=sù Nèdr't6/Rr& öNÎhͬ!$oÿôr'Î/ tA$s% öNs9r& @è%r& öNä3©9 þÎoTÎ) ãNn=ôãr& |=øxî ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ãNn=÷ær&ur $tB tbrßö7è? $tBur öNçFYä. tbqãKçFõ3s? ÇÌÌÈ øÎ)ur $oYù=è% Ïps3Í´¯»n=uKù=Ï9 (#rßàfó$# tPyKy (#ÿrßyf|¡sù HwÎ) }§Î=ö/Î) 4n1r& uy9õ3tFó$#ur tb%x.ur z`ÏB úïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÌÍÈ
30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
2. Kisah hal-hal gaib pada masa
kini yaitu kisah yang menerangkan hal-hal gaib pada masa sekarang (meski sudah ada
sejak dulu dan masih akan tetap ada sampai masa yang akan datang) dan
yang menyingkap rahasia
orang-orang munafik. Contohnya Kisah tentang
kehidupan makhluk-makhluk gaib seperti setan, jin atau iblis, (Qs. al-A’raf: 13-14) :
tA$s% ñÝÎ7÷d$$sù $pk÷]ÏB $yJsù ãbqä3t y7s9 br& t¬6s3tFs? $pkÏù ólã÷z$$sù y7¨RÎ) z`ÏB tûïÌÉó»¢Á9$# ÇÊÌÈ tA$s% þÎTöÏàRr& 4n<Î) ÏQöqt tbqèWyèö7ã ÇÊÍÈ
Ayat 13.“Allah berfirman: ‘Turunlah kamu dari surga itu, karna kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri didalamnya maka keluarlah sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina’. Ayat 14. Iblis menjawab: ‘Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan”.[11]
3. Kisah terjadi pada masa yang
akan datang yaitu kisah-kisah yang menceritakan peristiwa-peristiwa yang akan
datang yang belum terjadi pada waktu turunnya al-Quran, kemudian peristiwa itu
betul-betul terjadi (pada masa sekarang peristiwa tersebut telah terjadi). Contohnya:
· Kisah tentang akan datangnya hari kiamat, seperti
dijelaskan dalam al-Quran Surat
al-Qari’ah, Surat al-Zalzalah
dan lainnya.
· Kisah tentang Abu Lahab kelak
di akhirat, seperti dijelaskan dalam al-Quran Surat al-Lahab.
Ditinjau
dari segi materi
Jika ditinjau dari segi yang diceritakan, menurut Manna al Qattan kisah Al-Quran terbagi menjadi tiga macam[12]:
1. Kisah para nabi, mukjizat
mereka, fase-fase dakwah mereka, dan penentang serta pengikut mereka, seperti
kisah Nabi
Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad dan lain-lain.
2. Kisah
orang-orang yang belum tentu nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu, misalnya kisah Lukman Hakim, Qarun, Talut,
Ashabul Kahfi, Ashabus Sabti dan lain-lain.
3. Peristiwa dan kejadian dizaman
Rasulullah SAW,
misalnya perang Hunain dan Tabuk dalam surat al-Taubah, perang Uhud dan Badar
dalam surat Ali Imran, Isra Mi’raj dan lain-lain.
Sedangkan menurut A. Hanafi, kisah-kisah dalam al-Quran
pada garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian :[13]
1. Kisah Sejarah yaitu kisah yang berkisah tentang
tokoh-tokoh sejarah, seperti para nabi dan rasul. Kisah-kisah sejarah dalam al-Quran
adalah kisah-kisah yang bersifat kesusastraan dan sekaligus bersifat sejarah.
Karena al-Quran mengambil bahan-bahan kisahnya dari peristiwa-peristiwa sejarah
dan kejadian-kejadiannya. Oleh karena itu, dalam memahami peristiwa dan
pengurutannya menggunakan logika fikiran dan yang menguasai kisah itu
menggunakan logika perasaan. Contoh kisah kaum ‘Ad[14] dalam
surat al-Qamar ayat 18-20 :
ôMt/¤x. ×%tæ y#øs3sù
tb%x. Î1#xtã
ÍäçRur
ÇÊÑÈ !$¯RÎ) $uZù=yör& öNÍkön=tã
$\tÍ
#Z|À÷|À Îû ÏQöqt
<§øtwU
9hÏJtGó¡B ÇÊÒÈ äíÍ\s? }¨$¨Z9$# öNåk¨Xr(x. ã$yfôãr& 9@øwU 9Ïès)YB ÇËÉÈ
“Kaum “adpun telah mendustakan (pula) maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-Ku. Sesungguhnya kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus-menerus yang menggelimpangan manusia seakan-akan mereka pohon kurma yang tumbang. Maka betapakah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku”.[15]
Ketika kita memperhatikan kisah tersebut, kita mengetahui bahwa al-Quran tidak menuturkannya dengan rinci. Seperti keadaan kaum ‘Ad sebelum mendustakan ajaran Allah atau keadaan rumah-rumah mereka. al-Quran hanya menjelaskan apa yang telah terjadi kepada mereka dalam suatu gambaran yang menakutkan.
2. Kisah
Perumpamaan yaitu kisah
yang diadakan sebagai perumpamaan yang terdapat dalam al-Quran dan ini adalah
kisah yang bersifat kesusastraan murni. Perempamaan merupakan salah satu cara yang baik untuk
menyatakan fikiran dalam kesusastraan Arab, peristiwa-peristiwa yang
disebutkan hanya dimaksudkan untuk menerangkan dan memperjelas suatu
pengertian, peristiwa itu hanya perlu benar-benar terjadi melainkan cukup
berupa perkiraan dan khayal semata[16]. Mengenai cara menyatakan fikiran dengan kisah
perumpamaan tersebut. A. Hanafi menyatakan bahwa al-Quran sering menggambarkan
fikiran dengan bentuk tanya jawab atau dengan cara cerita, karena cara demikian
berisi kejelasan dan pengaruh yang kuat[17].
3. Kisah Asatir[18] yaitu
kisah yang didasarkan sesuatu asatir. Pada umumnya kisah semacam ini dimaksudkan
untuk mewujudkan tujuan-tujuan ilmiah atau menafsirkan gejala-gejala yang ada
atau menguraikan suatu persoalan yang sukar diterima akal. A. Hanafi menyatakan
bahwa dalam membawakan cerita-cerita al-Quran kadang memakai ungkapan yang
dipakai oleh pendengarnya atau oleh orang-orang yang sedang diceritakan oleh
kisah itu, meskipun ungkapan-ungkapan itu tidak benar[19]. Misalnya dalam surat
al-Baqarah : 275 bahwa mereka yang memakan harta riba tidak akan bangun (pada
hari kiamat) kecuali seperti bangunnya orang yang kemasukan setan lantaran
(tekanan) penyakit gila.
úïÏ%©!$# tbqè=à2ù't (#4qt/Ìh9$# w tbqãBqà)t wÎ) $yJx. ãPqà)t Ï%©!$# çmäܬ6ytFt ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºs öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur y$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkÏù crà$Î#»yz ÇËÐÎÈ
“Orang-orang yang makan (mengambil)
riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil
riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya”.[20]
C.
FAEDAH QASHAH AL-QURAN
Allah
menetapkan bahwa dalam kisah orang-orang tedahulu tedapat hikmah dan pelajaran
yang bagi orang-orang yang berakal, serta yang mampu merenungi kisah-kisah itu,
menemukan hikmah dan nasihat yang ada di dalamnya, serta menggali pelajaran dan petunjuk hidup dari
kisah-kisah tersebut. Allah juga memerintahkan kita untuk bertadabbur terhadapnya,
mnyuruh untuk
meneladani kisah orang-rang yang sholeh dan mushlih, serta mengambil metode
mereka dalam berdakwah dalam posisi kita sebagai makhluk dan kholifah di muka bumi ini. Diantara hikmah yang dapat
kita ambil dari kajian kisah-kisah dalam al-Quran seperti yang disebutkan oleh
Ahmad Syadali dalam bukunya antara lain sebagai berikut[21]:
- Menjelaskan asas-asas dan dasar-dasar
dakwah agama Allah dan menerangkan pokok pokok syari’at yang diajarkan
oleh para Nabi.
- Meneguhkan hati
Rosulullah SAW dan umatnya dalam mengamalkan agama Allah (Islam), serta
menguatkan kepercayaan para mukmin tentang datangnya pertolongan Allah dan kehancuran
orang-orang yang sesat.
- Menyibak kebohongan para Ahli Kitab dengan
hujjah yang membenarkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan,
dan menentang mereka tentang isi kitab mereka sendiri sebelum kitab
tersebut diubah dan diganti seperti firman Allah:
* @ä. ÏQ$yè©Ü9$# tb$2 yxÏm ûÓÍ_t6Ïj9 @ÏäÂuó Î) wÎ) $tB tP§ym ã@ÏäÂuó Î) 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR `ÏB È@ö6s% br& tA¨t\è? èp1uöqG9$# 3 ö@è% (#qè?ù'sù Ïp1uöqG9$$Î/ !$ydqè=ø?$$sù bÎ) öNçGZä. úüÏ%Ï»|¹ ÇÒÌÈ
“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: “(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), Maka bawalah Taurat itu, lalu Bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar”. (QS. Ali Imran: 93).[22]
4. Lebih meresapkan pendengaran dan memantapkan
keyakinan dalam jiwa para pendengarnya, karena kisah-kisah itu merupakan salah
satu dari bentuk peradaban.
- Untuk memperlihatkan mukjizat al-Quran dan
kebenaran Rasul di dalam dakwah dan pemberitaannya mengenai umat-umat yang
dahulu ataupun keterangan-keterangan beliau.
- Memperlihatkan para Nabi dahulu dan
kitab-kitabnya, serta mengabadikan nama baik dan jasa-jasanya.
- Menunjukkan kebenaran al-Quran dan
kebenaran kisah-kisahnya, karena segala yang dijelaskan Allah dalam al-Quran
adalah benar.
- Menanamkan pendidikan akhlaqul karimah dan mempraktekkannya, karena kisah-kisah yang baik itu dapat meresap dalam hati nurani dengan mudah dan baik.
D.
HIKMAH PENGULANGAN QASHAH
DALAM AL-QURAN
Menurut Manna’ Khalil al-Qattan dalam Mabahith fi ‘Ulum al-Quran menyebutkan, di antara hikmah
diulang-ulangnya kisah dalam al-Quran adalah[23]:
1. Menjelaskan ke-balaghah-an al-Quran.
Sebab di antara keistimewaan balaghah adalah mengungkapkan sebuah makna dalam
berbagai macam bentuk yang berbeda. Dan kisah yang berulang itu dikemukakan di
setiap tempat dengan uslub yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Serta dituangkan dalam pola yang berlainan pula, sehingga tidak membuat orang
merasa bosan karenanya, bahkan dapat menambah ke dalam jiwanya makna-makna baru
yang tidak didapatkan saat membacanya di tempat lain.
2. Menunjukkan kehebatan mukjizat al-Quran. Sebab
mengemukakan sesuatu makna dalam berbagai bentuk susunan kalimat di mana salah
satu bentuk pun tidak dapat ditandingi oleh sastrawan Arab, merupakan tantangan
dahsyat dan bukti bahwa al-Quran itu datang dari Allah.
3. Memberikan perhatian besar terhadap kisah
tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa. Hal ini
karena pengulangan merupakan salah satu cara pengukuhan dan indikasi betapa
besarnya perhatian.
4. Perbedaan tujuan dari tiap pengulangan. Maka sebagian dari
makna-maknanya diterangkan di satu tempat, karena hanya itulah yang diperlukan.
Sedangkan makna-makna lain-nya dikemukakan di tempat yang lain, sesuai dengan
tuntutan keadaan.
E.
PERBEDAAN
KISAH DALAM AL QURAN DENGAN YANG LAINNYA
Kisah-kisah al-Quran memiliki karakteristik yang berbeda dengan
kisah atau cerita pada umumnya. Karena
kisah yang dituturkan dalam al-Quran secara kualitatif memiliki
keunggulan dan karakter yang paling bagus dibandingkan dengan cerita-cerita yang muncul dikalangan
manusia secara umum. Di antara karakteristik dan keistimewaan kisah dalam al-Quran
adalah[24]:
1. Kisah-kisah al-Quran berupa peristiwa nyata
yang benar-benar terjadi. Kisah al-Quran
bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan kitab-kitab terdahulu
dan menjelaskan sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Al-Quran memberikan kisah yang tepat meskipun suatu peristiwa tersebut telah
terjadi dalam kurun berabad-abad yang lalu. Misalnya dalam kisah ‘Ad dan Tsamud
serta kehancuran kota Irom. Dimana pada tahun 1980 ditemukan bukti sejarah
secara arkeologi di kawasan Hisn al-ghurab dekat kota Aden di Yaman tentang adanya
kota yang dinamakan “Tsamud, Ad,
dan Irom”. Begitu pula tentang kisah tenggelam dan diselamatkannya badan
Fir’aun, dimana pada bulan Juni 1975, ahli bedah Prancis, Maurice Bucaille
setelah meneliti mumi Fir’aun ditemukan bahwa Fir’aun meninggal di laut dengan
adanya bekas-bekas garam yang memenuhi sekujur tubuhnya. Kenyataan dan
kebenaran kisah ini sekaligus dapat dipergunakan sebagai media bagi peserta
didik agar selalu berkata jujur dan benar. Kebohongan dan kepalsuan dalam hidup
haruslah dihindari agar dalam kehidupan benar mendapat Ridha Allah SWT.
2. Kisah-kisah al-Quran sejalan dalam kehidupan
manusia Meskipun al-Quran merupakan kalam Allah, kisah-kisah yang dituturkannya
tidak terlepas dari kehidupan manusia. Karena itu, manusia dengan cepat mampu
memahami isyarat tersebut. Kesesuaian ini memberikan indikasi bahwa kehidupan
ini sudah selayaknya mengikuti pedoman dan petunjuk dari alQur’an jika ingin
mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat.
3.
Kisah-kisah al-Quran tidak sama dengan ilmu sejarah. Al-Quran
memiliki karakteristik yang berbeda dengan sejarah yang ditulis para sejarawan.
Al-Quran tidak hanya membincangkan sejarah secara umum, tetapi merupakan kisah
pilihan yang mampu menguatkan keimanan. Dan didalam kisah-kisah terdapat
pelajaran yang dapat diambil oleh orang-orang berakal.
4. Al-Quran banyak mengandung kisah-kisah yang
diungkapkan secara berulang kali di beberapa tempat. Sebuah kisah terkadang
berulang kali disebutkan dalam Al-Quran dan di kemukakan dalam berbagai bentuk
yang berbeda. Demikian pula terkadang dikemukakan secara ringkas dan
kadang-kadang secara panjang lebar, dan sebagainya.
F.
REALITAS KISAH DALAM
AL QURAN
Secara dogmatis, kisah dalam al-Quran adalah suatu kisah yang benar, dan periwayatannya mengenai peristiwa-peristiwa itu adalah jujur dan betul. Ini karena Allahlah yang menceritakan kisah itu dan benar-benar menyaksikan. Ia juga telah mentakdirkan, peristiwa-peristiwa itu terjadi menurut pengetahuan, kehendak takdir-Nya. Sebagaimana firman Allah, bahwa kisah itu tidak mungkin mengalami kebatilan (kesalahan) dan keraguan[25]. Disamping kisah dalam al-Quran adalah benar, Allah memberikan penilaian juga sebagai kisah terbaik[26]. Walaupun kisah dalam al-Quran disebut sebagai kisah yang pasti benar dan terbaik, Allah juga menyuruh kita untuk menyelidiki peristiwa-peristiwa atas kisah-kisah, Allah juga menyuruh kita untuk menyelidiki peristiwa-peristiwa atas kisah-kisah al-Quran[27]. Lebih lanjut menurut M. Baqir Ash Shadr, bahwa al-Quran mendesak manusia agar secara tuntas memeriksa peristiwa-peristiwa sejarah dan merenungkannya, agar menemukan hukum alam dan kecenderungan-kecenderungan serta norma-norma sejarah[28]. Hal ini juga seperti yang diungkapkan oleh Syeikh Muhammad Al Ghazali, bahwa kisah dalam al-Quran pada prinsipnya memuat asas-asas pendidikan, tidak hanya pendidikan psikologi tetapi juga aspek rasio. Rasio manusia terbatas dari berbagai bentuk keterpasungan warisan lama yang menyesatkan. Oleh karena itu, memahami kisah dalam al-Quran perlu penelitian lebih dalam.[29]
Dengan demikian sebenarnya kisah-kisah al-Quran sangat realistis, asal saja mampu menempatkan pendekatan yang sesuai untuk memahami kisah antara logika perasaan yang menguasai kisah itu dan logika fikiran dalam memilih peristiwa-peristiwa dan pengurutannya. Berkaitan dengan hal ini, menurut Shalah al Khalidy bahwa rasionalitas Islam adalah Rasionalitas Ilmiah Ghaibiyah bukan Rasionalitas Materialistik yang mengingkari adanya yang gaib. Seorang muslim sejati adalah orang yang beriman bahwa al-Quran adalah Kalamullah dan suci dari pemberian artistik yang tidak memperhatikan sejarah. Kisah Qurani tidak lain adalah hakikat dan fakta sejarah yang dituangkan dalam untaian kata-kata indah dan pilihan serta dalam uslub yang mempesona.[30]
Lebih lanjut, untuk menghindari kesalahpahaman memahami kisah
dalam al-Quran berikut akan penulis uraikan beberapa prinsip sebagai manhaj
untuk mencermati kisah dalam al-Quran. Dalam hal ini, penulis mengutip pendapat
Shalah Al Khalidy, pertama, ia
termasuk gaib dimasa lampau, kedua, kita
tidak hadir ditengah-tengah mereka, ketiga,
tidak mengetahui mereka kecuali Allah, keempat,
janganlah kita menanyakan tentang orang-orang terdahulu kepada seorangpun
kepada ahli kitab, kelima, jangan
kita mengikuti apa yang kita tidak mengetahui pengetahuan tentangnya, keenam, jika datang kepada kita seorang
fasik membawa berita maka kita harus memeriksa dulu[31].
Bukti sejarah yang
dapat kita lihat sampai sekarang dan masih tetap eksis adalah adalah baitullah
Ka’bah serta runtutan ritual ibadah Haji yang dilaksanakan di Mekkah, yang
kebanyakan diambil dari kisah nabi Ibrahim dan keluarganya. Selain itu, sudah
banyak video-video yang memperlihatakan kepada kita peninggalan dari para Nabi
terdahulu, seperti penayangan “Jejak Rosul” yang dapat kita saksikan di setiap
bulan Ramadhan, serta bukti-bukti arkeolog lain yang telah banyak ditemukan.[32]
Fakta lain, Melalui studi yang mendalam, diantaranya kisahnya dapat ditelusuri akar sejarahnya, misalnya situs-situs sejarah bangsa Iran yang di identifikasikan sebagai bangsa ‘Ad dalam kisah al-Quran, al-Mu’tafikat yang di identifikasikan sebagai kota-kota palin, Sodom dan Gomorah yang merupakan kota-kota wilayah Nabi Luth. Kemudian berdasarkan penemuan-penemuan modern, mummi Ramses II di sinyalir sebagai Fir’aun yang dikisahkan dalam al-Quran. Disamping itu memang terdapat kisah-kisah yang tampaknya sulit untuk di deteksi sisi historisnya, misalnya peristiwa Isra’ Mi’raj dan kisah Ratu Saba.[33]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Secara etimologi kata Qashah jamak dari Qishah artinya kisah,
cerita, berita atau keadaan, atau
mengikuti atsar (jejak). Dan secara terminologi, Qashah Al-Quran adalah kisah-kisah di dalam Al-Quran yang menceritakan
keadaan umat-umat terdahulu dan Nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang
terjadi masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang.
2. Adapun kisah tersebut
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
· Dilihat Dari Segi Waktu, terdiri dari kisah hal gaib yang
terjadi pada masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang.
· Dilihat Dari Materi, terdiri dari kisah pada Nabi dan
Rasul, kisah tentang peristiwa yang terjadi masa lampau yang tidak dapat
dipastikan kenabiannya, dan kisah yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa
yang terjadi di masa Rasulullah SAW.
3. Di antara faedah yang dapat kita ambil dari kajian kisah-kisah dalam al-Qur’an antara lain sebagai berikut:
- Menjelaskan asas-asas dan dasar-dasar dakwah agama Allah dan menerangkan pokok pokok syari’at yang diajarkan oleh para Nabi.
- Meneguhkan Hati Rasulullah SAW dan umatnya dalam mengamalkan agama Allah (Islam), serta menguatkan kepercayaan para mukmin tentang datangnya pertolongan Allah dan kehancuran orang-orang yang sesat.
- Menyibak kebohongan para Ahli Kitab dengan hujjah yang membenarkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menentang mereka tentang isi kitab mereka sendiri sebelum kitab tersebut diubah dan diganti.
- Lebih meresapkan pendengaran dan memantapkan keyakinan dalam jiwa para pendengarnya, karena kisah-kisah itu merupakan salah satu dari bentuk peradaban.
- Untuk memperlihatkan mukjizat al-Qur’an dan kebenaran Rasul di dalam dakwah dan pemberitaannya mengenai umat-umat yang dahulu ataupun keterangan-keterangan beliau
- Memperlihatkan para Nabi dahulu dan kitab-kitabnya, serta mengabadikan nama baik dan jasa-jasanya.
- Menunjukkan kebenaran al-Qur’an dan kebenaran kisah-kisahnya, karena segala yang dijelaskan Allah dalam al-Qur’an adalah benar.
- Menanamkan pendidikan akhlaqul karimah dan mempraktekkannya, karena kisah-kisah yang baik itu dapat meresap dalam hati nurani dengan mudah dan baik.
4. Di antara
hikmah diulang-ulangnya kisah dalam Al-Qur’an adalah Menjelaskan ke-balaghah-an
Al-Qur’an,
Menunjukkan kehebatan mukjizat Al-Qur’an, Memberikan
perhatian besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa,
Perbedaan tujuan yang karena kisah itu diungkapkan.
5. Perbedaan kisah al quran
dengan yang lainnya adalah karakteristik kisah Al-Qur’an
yaitu kisah-kisahnya berupa peristiwa nyata yang
benar-benar terjadi, Kisah-kisah
Al-Qur’an sejalan dalam kehidupan manusia, Kisah-kisah al-Qur’an tidak sama
dengan ilmu sejarah, Kisah Al-Quran sering diulang-ulang.
6. Kisah-kisah yang ada dalam
al-Qur’an adalah kisah yang paling benar, baik dan mempunyai banyak manfaat
bagi kehidupan umat manusia. Adapun manfaatnya antara lain sebagai peringatan,
penjelasan tentang keadilan, karunia Allah SWT kepada umat-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
DEPAG RI. Alqur’an Dan Terjemahnya. Semarang: CV.Asy-Syifa’,
1992.
Djalal, Abdul. Ulumul Quran.
Surabaya: Dunia Ilmu, 2000.
Ghazali(al), Syeikh Muhammad. Kayfa
Nata’amal Ma’al Quran. Bandung: Mizan, 1996.
Hanafi, A. Segi-segi
Kesusastraan Pada Kisah-kisah Al Qur’an. Jakarta: Pustaka Al Husna, 1984.
Khalidy(al), Shalah. Ma’a his
Sabiqiin fil Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Munawir, Ahmad Warson. Kamus
Al Munawir Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Nadvi, Sayid Muzzafaruddin. A Geographical History of The Quran.
t.t, Pustaka Firdaus, 1997.
Qattan(al), Manna. Mabahits Fi Ulumil Quran. Beirut:
Muassasah Ar Risalah, 1993.
Rofi’i, Ahmad Syadali dan Ahmad. Ulumul Qur’an II. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997.
Shadr(al), M. Baqir. Trends
of History in Quran. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993.
Shihab, Quraish. Mukjizat Al
Quran : Tinjauan dari aspek kebahasan, isyarat
ilahiyan dan pemberitaan gaib. Bandung: Mizan, 1997.
[1] Ahmad
Syadali, Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), 27.
[2]
DEPAG RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Semarang: CV.Asy-Syifa’, 1992),
454.
[3]
Ibid, 85.
[4]
Manna al Qattan, Mabahits Fi Ulumil Quran,
(Beirut: Muassasah Ar Risalah, 1993), 306. juga disebutkan Abdul Djalal, Ulumul Quran, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), 294.
[5]
DEPAG RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, 133.
[6]
Ibid, 348.
[7]
Ibid, 366.
[8]
Abdul Djalal, Ulumul Quran, 296-300.
[9]
Gaib adalah sesuatu yang tidak diketahui, tidak nyata atau tersembunyi. Gaib
itu ada dua, yaitu gaib nisbi (ia gaib bagi seseorang tetapi bagi lainnya
tidak, atau pada waktu tertentu gaib tetapi pada waktu yang lain tidak lagi)
dan gaib mutlak (tidak dapat diketahui selama manusia berada dia atas pentas
bumi ini, atau tidak akan mampu diketahuinya sama sekali yaitu Allah) (lebih
lanjut lihat Quraish Shihab, Mukjizat Al
Quran : Tinjauan dari aspek kebahasan, isyarat
ilahiyan dan pemberitaan gaib, (Bandung: Mizan, 1997), bab VIII tentang
pemberitaan gaib al Quran).
[10]
DEPAG RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, 13-14.
[11]
Ibid, 222.
[12]
Manna Al Qattan, Mabahits Fi Ulumil Quran, 306.
[13]
A. Hanafi, Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah-kisah Al
Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1984), 25.
[14]
Berdasarkan pembuktian para sejarawan Arab yang menyatakan ‘Ad sebagai putra
Uz, putra Aram, putra Nuh, maka kaum
‘Ad hidup sebelum ± 3000 SM. Al Quran juga menyebutkan kaum ‘Ad sebagai penerus
kaum Nuh ( Al A’raf : 69), kaum ‘Ad dibagian terbaik dari Arabia, yaitu Yaman
dan Hadramaut, tersebar dari pantai teluk Persia sampai perbatasan Mesopotamia
{lebih lanjut lihat Sayid Muzzafaruddin Nadvi, A Geographical History of The Quran, (t.t: Pustaka Firdaus, 1997),
96-97.
[15]
DEPAG RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, 880.
[16]
Kisah perumpamaan pada al-Quran merupakan salah satu pengungkapan dalam bahasa
Arab yaitu bahasa yang digunakan al-Quran. Disamping itu, perumpamaan lebih
besar pengaruhnya dan kesannya terhadap jiwa daripada kalau mengemukakan suatu
pikiran dalam bentuk yang sebenarnya.
[17] Misalnya firman Allah : “Yaitu pada hari kami berkata
:”Neraka jahanam apakah engkau sudah penuh sesak ?”. dan neraka menjawab :
“Apakah masih ada tambahan ? “ (Qof :30). Ini tidak bisa diartikan secara lugu
atau harfiyah, bukan Allah benar-benar bertanya kepada neraka jahanam tetapi
hanya gambaran (perumpamaan) tentang luasnya neraka jahanam tidak pernah penuh
sesak dan menerima orang jahat bagaimanapun banyaknya. (lihat
A. Hanafi, Segi-segi Kesusastraan …,
39).
[18] Asatir berasal dari bahasa Arab, jamak
dari satara, yang berarti hikayat, cerita yang tidak ada asal usulnya.
{lihat A.W. Munawwir, Kamus Al Munawwir, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), 631.
[19]
A. Hanafi, Segi-segi Kesusatraan…, 43.
[20]DEPAG
RI, Alqur’an Dan Terjemahannya, 69.
[21] Ahmad
Syadali , Ahmad
Rofi’i, Ulumul Qur’an II, 27.
[22]
DEPAG RI, AlQur’an Dan Terjemahnya, 91.
[23]
Manna Al Qattan, Mabahits Fi Ulumil
Quran, 306.
[24] Muhammad bin S{alih al-‘Uthaimin, Ushuul
Fi at-Tafsiir, (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1978), 48-51.
[25]
Lihat Surat Ali Imran :62
[26] Lihat Surat
Yusuf : 10
[27] Lihat Surat
Muhammad : 10
[28]
M. Baqir Ash Shadr, Trends of History in Quran,
(Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993), 87.
[29]
Syeikh Muhammad Al Ghazali, Kayfa Nata’amal Ma’al Quran, (Bandung: Mizan, 1996), 68.
[30]Shalah Al Khalidy, Ma’a his Sabiqiin fil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999),
36-40.
[31]Ibid,
41-46
[32]
M. Baqir Ash Shadr, Trends of History in Quran, 93.
[33] Ibid, 94.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar