HOME

Tampilkan postingan dengan label BERITA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BERITA. Tampilkan semua postingan

12 Februari, 2022

Gejala Kejiwaan Manusia


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Ditinjau dari asal katanya, psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa, dan Ligos yang berarti ilmu.Jadi secara istilah, psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Tetapi dalam sejarah perkembangannya, kemudian arti psikologi menjadi ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Ini di sebabkan karena jiwa yang mengandung arti yang abstrak itu sukar untuk di pelajari secara objektif. Kecuali itu, keadaan jiwa seseorang melatarbelakangi timbulnya hampir setiap tingkah laku. Beragamnya pendapat para ahli psikologi tentang pengertian dari psikologi, sehingga bisa di simpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan perbuatan individu dimana individu tersebut tidak dapat di lepaskan dari lingkungannya

Psikologi diakui sebagai ilmu mandiri pada akhir abad ke-19. Selama dua abad sebelumnya, berbagai model dikembangkan mengenai apa yang semestinya menjadi subjek studi psikologi dan bagaimana studi tersebut dilakukan. Secara spesifik, selama abad ke-17 dan ke-18, berbagai model psikologi saling bersaing untuk mendominasi yang lain.

Para psikolog bekerja di banyak situasi terapan yang berbeda-beda, dan memiliki berbagai macam peran, bahkan dalam lingkungan akademiapsikologi kontemporer cukup sulit diidentifikasi. Penelitian dan pengajaran psikologi dilakukan di departemen psikologi, ilmu kognitif, manajemen organisasi, dan hubungan sosial. Psikologi tampaknya berkembang menuju diversifikasi yang lebih besar daripada menuju suatu kesatuan kohesif.

Paling tidak, sistem-sistem psikologi yang dikembangkan pada abad ke-20 memberikan deskripsi yang masuk akal tentang bagaimana psikologi mencapai keragamanya. Fase sistem dalam perkembangan psikologi merupakan bagian penting dalam evolusi psikologi. Fase tersebut menunjukan kesulitan dalam mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan dan menempatkan psikologi dalam ilmu pengetahuan.

BAB II

PEMBAHASAN

A.   Pengertian Psikologi

Psikologi lahir di jerman pada tahun 1870-an sebagai disiplin ilmiyah yang diakui. Psikologi (dari bahasa Yunani Kuno: psyche = jiwa dan logos = kata) dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental. Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Psikologi merupakan cabang ilmu yang masih muda atau remaja. Sebab, pada awalnya psikologi merupakan bagian dari ilmu filsafat tentang jiwa manusia. Menurut plato, psikologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat, hakikat, dan hidup jiwa manusia (psyche = jiwa ; logos = ilmu pengetahuan)[1] .

Jiwa secara harfiah berasal dari perkataan sansekerta JIV, yang berarti lembaga hidup (levensbeginsel), atau daya hidup (levenscracht). Oleh karena jiwa itu merupakan pengertian yang abstrak, tidak bisa dilihat dan belum bisa diungkapkan secara lengkap dan jelas, maka orang lebih cenderung mempelajari “jiwa yang memateri” atau gejala “jiwa yang meraga/menjasmani”, yaitu bentuk tingkah laku manusia (segala aktivitas, perbuatan, penampilan diri) sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, psikologi butuh berabad-abad lamanya untuk memisahkan diri dari ilmu filsafat.

Pengertian Psikologi menurut beberapa ahli :

1. Psikologi menyelidiki berbagai panca indra, pengalaman, perasaan, pikiran dan kehendak (W. Wundt,1892)

2.  Psikologi mempelajari semua kesadaran, baik normal maupun abnormal (James Angell, 1910)

3. Psikologi adalah ilmu mental termasuk fenomena yang sering kita sebut sebagai perasaan, keinginan, kognisi, pikiran, keputusan dsb (William James, 1980)

4. Psikologi merupakan analisis ilmiah mengenai proses mental dan struktur daya ingat untuk memahami perilaku manusia (Richard Mayer, 1981)

5.  Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakekat manusia (Edwin G. Boring dan Herbert S.Langefeld)

6.  Ilmu yang mempelajari respon yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya (Garden Murphy)[2]

Perkataan tingkah laku/perbuatan mempunyai pengertian yang luas sekali. Yaitu tidak hanya mencakup kegiatan motoris saja seperti berbicara, berjalan, berlari-lari, berolah-raga, bergerak dan lain-lain, akan tetapi juga membahas macam-macam fungsi seperti melihat, mendengar, mengingat, berpikir, fantasi, pengenalan kembali, penampilan emosi-emosi dalan bentuk tangis, senyum dan lain-lain.

Kegiatan berpikir dan berjalan adalah sebuah kegiatan yang aktif. Setiap penampilan dari kehidupan bisa disebut sebagai aktivitas. Seseorang yang diam dan mendengarkan musik atau tengah melihat televisi tidak bisa dikatakan pasif. Maka situasi dimana sama sekali sudah tidak ada unsur keaktifan, disebut dengan mati.

Pada pokoknya, psikologi itu menyibukkan diri dengan masalah kegiatan psikis, seperti berpikir, belajar, menanggapi, mencinta, membenci dan lain-lain. Macam-macam kegiatan psikis pada umumnya dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

1.         Pengenalan atau kognisi

2.         Perasaan atau emosi

3.         Kemauan atau konasi

4.         Gejala campuran.[3]

Namun hendaknya jangan dilupakan, bahwa setiap aktivitas psikis/jiwani itu pada waktu yang sama juga merupakan aktifitas fisik/jasmani. Pada semua kegiatan jasmaniah kita, otak dan perasaan selalu ikut berperan, juga alat indera dan otot-otot ikut mengambil bagian didalamnya.


B.     Pengertian Gejala Jiwa.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, psikologi merupakan ilmu yang mempelajari proses mental dan perilaku pada manusia. Perilaku manusia akan lebih mudah dipahami jika kita juga memahami proses mental yang mendasari perilaku tersebut. Demikian juga kita akan lebih mudah memahami perilaku siswa jika kita memahami proses mental yang mendasari perilaku siswa tersebut Mengingat pentingnya pemahaman tentang proses mental tersebut, maka dalam bab ini akan dijelaskan beberapa akfivitas atau proses mental yang umum terjadi pada manusia, khususnya yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Proses mental juga sering disebut dengan gejala jiwa.


C.     Macam Macam Gejala Jiwa dan Karakteristiknya.

1.    Gejala Jiwa Kognisi (Pengenalan)

a.         Pengertian Kognisi Secara Etimologi

Istilah kognisi berasal dari bahasa Latin cognoscere yang artinya mengetahui. Kognisi dapat pula diartikan sebagai pemahaman terhadap pengetahuan atau kemampuan untuk memperoleh pengetahuan.[4]

b.       Pengertian Kognisi Secara Terminologi

Kognisi adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Jadi gejala kognisi adalah gejala bagaimana cara manusia memberi arti pada rangsangan.

Menurut para ahli, teori psikologi kognisi dapat dikatakan berawal dari pandangan psikologi Gestalt di Jerman. Mereka berpendapat bahwa dalam meresepsi lingkungannya, manusia tidak sekedar mengendalikan diri pada apa yang diterima dari penginderaannya, tetapi masukan dari penginderaan itu diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku.[5]

Pandangan teori kognisi menyatakan bahwa organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran (kognisi). Dalam teori ini, unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk kedalam kognisi manusia.

Dalam perkembangannya, istilah kognisi berkembang menjadi suatu ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Kognitif dipahami sebagai proses mental karena kognisi mencermikan pemikiran dan tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu kognisi tidak dapat diukur secara langsung, namun melalui perilaku yang ditampilkan dan dapat diamati. Misalnya kemampuan anak untuk mengingat angka dari 1-20, atau kemampuan untuk menyelesaikan teka-teki, kemampuan menilai perilaku yang patut dan tidak untuk diimitasi.

Gejala kognisi meliputi:

a.         Pengamatan dan Pengindraan

Pengindraan ialah penyaksian indera kita atas rangsangan yang merupakan suatu kompleks (suatu kesatuan yang kabur, tidak jelas). Dalam penginderaan bagian-bagian atau unsur-unsur dari ransangan yang belum terurai, masih menjadi satu, bahkan diri kitapun seakan-akan termasuk didalamnya. Jadi jiwa kita pasif. Misalnya pengindraan kita atas kendaraan-kendaraan yang simpang siur dijalan raya, panas terik matahari yang kita rasakan waktu kita asyik bermain dan sebagainya.

Sejak individu dilahirkan  secara langsung dapat berhubungan dengan dunia luarnya. Mulai saat itu pula individu-individu secara langsung menerima  rangsangan dari luar disamping menerima rangsangan dari dalam dirinya sendiri, seperti mulai merasa kedinginan, panas, sakit, senang dan sebagainya. Individu mengenal dunia sekitarnya dengan menggunakan alat inderanya. Untuk jelasnya berikut ini adalah jenis-jenis atau kerjanya tiap-tiap indera  dari kelima panca indra kita sebagai berikut:[6]

1)     Indra penglihatan

Alat yang berhubungan dengan penginderaan ini adalah mata. Indera ini menerima perangsangan cahaya, dan kerjanya dapat dibedakan menjadi 3 golongan:

a)   Menurut adanya cahaya: terang dan gelap.

b)   Menurut Warna, ada warna-warna seperti: Merah, Jingga, Biru, Kuning,Ungu, hitam, putih dan abu-abu.

c)    Menurut ukuran: besar, bentuk dan jarak.

d)   Dalam Psikologi, dikenal empat warna pokok, yaitu: Merah, kuning, hijau dan biru. Jika masing-masing warna ini ditempatkan pada sudut segi empat, maka pada sisinya dapat kita temukan semua warna lainnya. Misalnya, warna ungu pada garis merah biru, oranye pada garis merah kuning, dan abu-abu pada garis hijau biru, dan lainnya.

2)     Indera Pendengaran

Kita mendengar dengan telinga. Pada pengindraan pendengaran di bedakan antara nada-nada (terdengar tenang dan teratur), dan desah-desah atau gersik (gelisah dan tidak teratur). Kekuatan nada itu tergfantung pada amplitudo dari getaran-getaran udara. Semakin tinggi jumlah getarannya semakin tinggilah nadanya. Nada dengan kekuatan 20.000-30.000 getaran perdetik tidak bisa lagi diamati noleh manusia. Nada paling rendah pada piano memiliki 27 getaran, sedangkan yang tertinggi memiliki 3. 480 getaran perdetik. Orang-orang yang lahir tuli, biasanya juga tidak bisa berbicara (bisu), sekalipun pada umumnya organ-prgan bicaranya normal keadaannya.

3)     Indera Pembau

Indera pembau berlangsung via perangsang-perangsang berbentuk gas yang mengenai selaput lendir hidung. Pada selaput lendir inilah terletak ujung-ujung syraf pembau. Menurut W. Henning (peneliti jerman 1924) ada 6 bau pokok, yaitu; bau busuk, bau bunga, bau buah, bau sangit, bau akar, bau getah

4)      Indera pengecap

Ini berlangsung karena adanya rangsangan-rangsangan  cairan pada lidah dan tekak (langit-lamgit) lunak. Kepekaan orang untuk indera pengecap ini pun sangat berbeda. Kita membedakan empat cita rasa/pengecapan, yaitu manis, asam, asin dan pahit. Sedangkan yang lainnya merupakan kombinasi dari keempat cita rasa itu.[7]

5)     Indera peraba

Indera ini menerima perangsang tekanan atau suhu dan sakit. Penginderaan terdapat pada seluruh tubuh, kecuali pada rambut, kuku dan gigi.

6)     Indra keseimbangan

Indera ini menerima perangsang gangguan keseimbangan. Indera ini terletak pada telinga. Bentuknya seperti rumah siput. Indera inilah yang menjaga tubuh kita agar tetap tegak atau tetap seperti keadaan semula.

7)     Indra Kinaesthesis (Kineo= gerak)

Pada peristiwa ini, perangsang-perangsangnya berupa gerak-gerak  dan ketegangan-ketegangan  pada otot-otot tubuh . inderanya terdapat pada persendian.

8)     Indera Organis/vital

Ini merupakan penginderaan lapar, dahaga, sesak napas (kekurangan udara) dan pembuangan. Tidak ada pengaruh perangsang dari luar. Indera yang berfungsi untuk ini adalah organ-organ pencernaan makanan, pernapasan, organ sirkulasi darah, hati dan lain-lain.

9)      Indera synaesthesi (indera penyerta)

Indera Synaesthesi adalah penginderaan tidak dengan indera yang bersangkutan, akan tetapi dengan indera lainnya.  Dalam pengelompokan indera ini dimasukan juga penggantian suatu indera lainnya. Misalnya, kebutaan mata digantikan oleh indera pendengaran dan perasa.

Pada umumnya pengindraan selalu disusul dengan pengamatan, terutama rangsangan-rangsangan yang menarik perhatian kita. Namun pengamatan hanya dapat di lakukan oleh manusia, hewan dan bayi tidak dapat melakukannya. Jadi dalam pengamatan jiwa kita aktif.

Manusia mengenal dunia ini secara riil, baik dirinya sendiri maupun dunia sekitarnya dimana dia ada, dengan melihatnya, mendengarnya, membawanya atau mengecapnya. Cara mengenal objek yang demikian itu disebut mengamati, sedangkan melihat, mendengar dan seterusnya disebut modalitas pengamatan. Hal yang diamati itu dialami dengan sifat-sifat; di sini, kini, sendiri dan bermateri.[8]

Pengamatan ialah proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indera. Dan dapat juga diartikan pengamatan adalah hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya perangsang.

Dalam pengamatan dengan sadar orang dapat pula memisahkan unsure-unsur dari obyek tersebut. Misalnya, becak melampaui kita, mula-mula Nampak bulatnya (penginderaan), tetapi kemudian makin jelas catnya, belnya, pengendaranya, rodanya, dan sebagainya.

Proses pengamatan itu melalui 3 saat:

a)     Saat alami (physis) : saat indera kita menerima perangsang dari alam luar.

b)     Saat jasmani (saat physiologis) : saat perangsang itu diteruskan  oleh urat syaraf sensoris ke otak.

c)     Saat rohani (saat phychis) : saat sampainya perangsang itu keotak, kita menyadari perangsang itu dan bertindak.

Syarat-syarat terjadinya pengamatan ialah:

a)     Ada perhatian kita terhadap perangsang itu.

b)     Ada perangsang yang mengenai alat indera kita.

c)     Urat syaraf sensoris harus dapat meneruskan perangsang itu ke otak.

d)     Kita dapat menyadari perangsang itu.[9]

b.     Tanggapan

Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok ,dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan ,ketika objek yang telah diamati tidak lagi berada dalam ruang dan waktu pengamatan. Jadi, jika proses pengamatan sudah berhenti, dan hanya tinggal kesan-kesannya saja, peristiwa sedemikian ini disebut sebagai tanggapan. Misalnya tentang kesan pemandangan alam yang baru kita liahat, melodi indah yang baru menggema.[10]

Tanggapan disebut “laten”  (tersembunyi, belum terungkap) apabila tanggapan tersebut ada di bawah sadar , atau tidak kita sadari. Sedang tanggapan disebut aktual (actuel = sungguh) apabila tanggapan tersebut kita sadari.

Diantara gambar pengamatan dan gambar tanggapan ada gambar pengiring dan gambar editis.Gambar pengiring berlangsung singkat , yakni sesaat sesudah perangsangnya  berlalu. Sedang pada gambar tanggapan perangsangnya sudah tidak ada lagi. Gambar editis banyak berlangsung pada anak-anak kecil dan anak muda, jarang terjadi pada orang dewasa.  Gambar editis itu sangat jelas, hidup dan mirip dengan gambar pengamatan  bahkan warna-warnanyapun masih jelas terukir dalam ingatan.[11]

Apabila tanggapan-tanggapan yang kita sadari itu langsung berpengaruh dalam kehidupan kejiwaan (berpikir, perasaan, dan pengenalan). Maka fungsi tanggapan tadi disebut sebagai “fungsi primer”. Selanjutnya , apabila tanggapan-tanggapan yang sudah tidak disadari dan ada dalam bawah sadar itu masih terus berpengaruh trhadap kehidupan kejiwaan kita maka fungsi tanggapan itu disebut sebagai “fungsi sekunder.” Bilamana fungsi tersebut menyangkut  pengalaman-pengalaman masa lampau, yang sedikit atau banyak pasti memberikan pengaruh pada kepribadian seseorang.

Individu yang memiliki “fungsi sekunder lemah” atau memiliki “fungsi primer dominan, mempunyai ciri khas, banyak gerakannya, lincah, charmant, menarik, ramah, mudah mengerti, namun dangkal pengetahuannya, suka mengajuk [menduga], brani, gagah, banyak humor, mempunyai kecenderungan untuk berlebih-lebihan, bermulut besar, gembira, akan tetapi juga mudah berkecil hati, suasana hatinya tidak tetap, dan mudah berganti-ganti. Sedangkan orang yang mempunyai  “fungsi sekunder dominan” memiliki sifat-sifat sebagai berikut : suasana hatinya tenang, tekun, hemat, teliti, wataknya tertutup, berbicara dan ketawanya sedikit, sering kelihatan kaku, tidak menarik dan membosankan.[12]

Perbedaan antara tanggapan dan pengamatan :

1)     Pengamatan terikat pada tempat dan waktu, sedang pada tanggapan tidak terikat pada waktu dan tempat.

2)   Objek pengamatan sempurna dan mendetail, sedangkan objek tanggapan tidak mendetail dan kabur.

3)     Pengamatan memerlukan perangsang, sedangkan pada tanggapan tidak ada perngsang.

4)     Pengamatan bersifat sensoris , sedang pada tanggapan bersifat immaginer (imajinasi).

Beberapa catatan praktis sehubungan dengan  tanggapan :

1)     Murid-murid harus kita beri prbendaharaan tanggapan yang besar, artinya kita harus memberi tanggapan sebanyak-banyaknya. Memperkaya perbendaharaan tanggapan dan menyempurnakan tanggapan dapat dicapai dengan pengajaran berupa sebab sesuatu yang betul-betul pernah dilihat anak-anak, tidak akan mudah dilupakan.

2)     Murid-murid dalam mengamati benda-benda itu hendaknya dengan mempergunakan alat-alat diri sebanyak-banyknya , seperti : pelihat, suara, dan gerak. Dengan demikian, tanggapan-tanggapan yang terkesan akan lebih kaya isinya.

3)     Pengajaran harus dihubungkan dengan apa yang telah diketahui oleh murid-murid. Sebab dengan cara demikian murid-murid akan dapat dengan mudah mencerna pelajaran itu, dan keterangan guru tidak jadi sia-sia.

Gejala yang terletak diantara pengamatan dan tanggapan :

1)     Bayangan pengiring dan bayangan edidetis

Gejala yang terletak diantara pengamatan dan tanggapan adalah “bayangan pengiring” dan bayangan “eidtis” . kedua bayangan tersebut dapat diamati oleh orang yang bersangkutan.

Kalau diurutkan gejala-gejala tersebut  sebagai berikut : mengamati – bayangan pengiring – bayangan – eiditis – tanggapan – pengertian, yang masing-masing gejala tersebut mempunyai perbedaan kualitatif. Bayangan pengiring optis tidak mempunyai tempat yang pasti dalam medan penglihatan, sebab bayangan itu berpindah-pindh sesuai dengan gerakan mata. Misalnya apabila kita berdiri di halaman pada waktu sinar ,atahari menyorot diri kita, dan dalam waktu sejenak kita pandang bayangan kita sendiri dengan tidak memejamkan mata, maka apabila kita sekarang melihat ke langt maka disana akan ada bayangan serupa yang kita pandang itu.

Suarapun kadang mempunyai bayangan pengiring. Misalnya kalau kita semalam  suntuk baru saja menyaksikan pertunjukkan wayang kulit maka paginya sering suara gamelan itu masih terdegar, meskipun kita sudah berada jauh dari tempat pertunjukkan.

Bayangan eiditis (eidos = arca, golek) yaitu suatu gambaran yang jelas yang didapat setelah adanya pengawasan. Gambar ini sifatnya lebih tahan lama , lebih jelas dari bayangan pengiring. Yang bersankutan dalam mengamatinya seolah-olah bendanya ada dihadapannya, dan kadang-kadang ia menggerakkan kepala dan membut sikap sedemikian rupa supaya  benda yang diamati itu kelihatan jelas.[13]

Bayangan eiditis ini diketemukan oleh Urbant-Schitseh,dan disediliki  secara mendalam oleh dua bersaudara Erich dan Walter Jaensch menurut jaensch dibedakan  sebagai berikut :

a)     Ada orang yang mempunyai bayangan eiditis bertipe tetnoid (tipe T) bayangannya lebih menyerupai bayangan pengiring, gambarnya kaku dan tidak dapat dipengaruhi oleh kehendak.

b)     Ada orang yang mempunyai bayangan eiditis bertipe basedoid (tipe B) bayangannya mempunyai banyak persamaan dengan tanggapan, dapat dihidupkan dan dan dapat pula diubah bentuknya.

c.          Fantasi

Fantasi adalah daya jiwa untuk membentuk atau mencipta tanggapan tanggapan baru dengan bantuan tanggapan tanggapan yang sudah ada.[14] Jenis jenis fantasi adalah sebagai berikut :

1)   Fantasi Mencipta

Fantasi yang terjadi atas inisiatif atau kehendak sendiri, tanpa bantuan orang lain atau jenis fantasi yang mampu menciptakan hal hal baru. Fantasi macam ini biasanya lebih banyak dimilki oleh para seniman, anak-anak, dan para ilmuwan.[15]

2)   Fantasi Tuntunan atau Terpimpin

Fantasi yang terjadi dengan bantuan pimpinan atau tuntunan orang lain. Dalam hal ini misalnya kita sedang membaca buku, kita mengikuti alur pengarang dalam ceritanya.

Fungsi Pokok Fantasi adalah sebagai berikut:

1)    Fantasi Mengabstrahir (mengabstraksi)

Fantasi dengan menyaring atau memisahkan sifat sifat tertentu dari tanggapan yang sudah ada. Misalnya anak yang belum pernah melihat gurun pasir, maka dalam fantasi, mereka membayangkan bahwa gurun pasir seperti lapangan tanpa pohon pohon disekitarnya dan tanahnya berupa pasir semua.

2)   Fantasi Mengkombinir

Fantasi dengn menggaungkan dua atau lebih tanggapan tanggapan yang sudah ada, sehingga disusun menjadi satu tanggapan baru.[16]

3)   Fantasi Mendeternir

Fantasi dimana tanggapan lama dilengkapi, disempurnakan dan mendapatkan ketentuan yang lebih jelas dan terbatas sehingga tercipta tanggapan baru.

d.         Ingatan (Memory)

Ingatan (memory) ialah kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan, dan mereproduksikan kesan-kesan. Ada 3 unsur dalam perbuatan ingatan, ialah menerima kesan-kesan, menyimpan, dan mereproduksikan.

Dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada manusia, berarti ada suatu indikasi bahwa manusia mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kembali sesuatu yang pernah dialami. Namun, tidak berarti semua yang pernah dialami akan seluruhnya tetap tinggal dalam ingatan, oleh karena ingatan merupakan kemampuan yang terbatas.

Beberapa sifat ingatan, yaitu:

1)      Ingatan yang cepat dan mudah; artinya seseorang dengan cepat dan mudah dalam menerima kesan-kesan, misalnya: ada orang yang dengan cepat dapat mengingat baik-baik suatu lagu dan ada pula yang lambat.

2)        Ingatan yang luas, artinya: sekaligus seseorang dapat menerima banyak kesan dan dalam daerah yang luas.

3)    Ingatan yang teguh, artinya: kesan yang telah diterimanya itu tetap tidak berubah, tetap sebagaimana pada waktu menerimanya (tidak mudah lupa).

4)        Ingatan yang setia, artinya: kesan yang telah diterimanya itu tetap tidak berubah, melainkan tetap sebagaimana pada waktu menerimanya.

5)        Ingatan mengabdi atau patuh, artinya: bahwa kesan yang pernah dicamkan dapat dengan mudah direproduksikan secara lancar.[17]

Cara penyelidikan ingatan:

1)        Metode mempelajari (the learning method)

Metode ini merupakan metode untuk menyelidiki kemampuan ingatan dengan cara melihat sampai sejauh mana waktui yang diperlukan atau usaha yang dijalankan oleh subjek (S), untuk dapat menguasai materi yang dipelajari dengan baik, misalnya dapat menimbulkan kembal materi tersebut tanpa kesalahan.

2)       Metode mempelajari kembali (the relearning method)

Metode ini merupakan metode yang berbentuk di mana subyek disuruh mempelajari kembali materi yang pernah dipelajari sampai pada suatu criteria tertentu seperti pada mempelajari materi tersebut pada pertama kali.

3)       Metode rekontruksi

Metode ini merupakan metode yang berbentuk di mana subjek disuruh mengkonstruksi kembali sesuatu materi yang diberikan kepadanya. Dalam mengkonstruksi itu dapat diketahui waktu yang digunakan, kesalahan-kesalahan yang diperbuat sampai pada kriteria tertentu.

4)      Metode mengenai kembali

Metode ini digunakan dengan mengambil bentuk dengan cara pengenalan kembali. Subjek disuruh mengambil sesuatu materi, kemudian diberikan materi untuk mengetahui sampai sejauh mana yang dapat diingat dengan bentuk pilihan benar salah, atau dengan pilihan ganda (multiple choise). Dalam bentuk pilihan ganda dari beberapa kemungkinan jawaban maka jawaban yang betul telah disajikan di antara beberapa kemungkinan jawaban tersebut.

5)      Metode mengingat kembali

Metode ini adalah mengambil bentuk subjek disuruh mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Misalnya, dengan menyuruh membuat karangan atau dengan cara mengisi.

6)       Metode asosiasi berpasangan

Metode ini mengambil bentuk subjek disuruh mempelajari materi secara berpasang-pasangan. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dalam mengingat, dalam evaluasi salah satu pasangan digunakan sebagai stimulus, dan subjek disuruh menyebutkan atau menimbulkan kembali pasangannya.[18]

e.         Berpikir (Thinking)

Proses menyimpan, dan mengolah kembali informasi, ( baik informasi yang dapat lewat pendengaran, penglihatan, atau penciuman) biasa disebut berfikir.

Berfikir adalah kemampuan jiwa taraf tinggi yang hanya bisa dicapai dan dimiliki oleh individu manusia. Sementara binatang dan makhluk lainnya, tidak memiliki kemampuan berfikir dalam arti yag sebenarnya. Adanya kemampuan berfikir menjadi pembeda antara manusia dan binatang.[19]

Di dalam berfikir, kita mempergunakan alat. Alat itu adalah akal. Hasil pemikiran terkadang lahir dengan bahasa. [20]

Para ahli logika  mengemukakan adanya tiga proses yang harus dilalui dalam berfikir :

1)        Pembentukan Pengertian

Membentuk pengertian dapat diartikan sebagai suatu upaya dalam proses berfikir dengan memanfaatkan isi ingatan, bersifat riil, abstrak dan umum serta mengandung sifat hakikat tertentu.

Dengan rumusan pengertian seperti tersebut, maka pengertian dan tanggapan dapat dibedakan menjadi :

a)    Pengertian merupakan hasil dari proses berpikir, sedangkan tanggapan adalah hasil pengamatan.

b)   Pengertian hanya mengandung sifat hakikat dari luasnya, tanggapan memiliki sifat sifat riil dari benda benda yang diamati.

c)    Pengertian bersifat abstrak dan umum. Tanggapan bersifat konkret dan individual.

d)   Kita dapat mempunyai pengertian tentang sesuatu yang tidak bersifat kebendaan semisal malaikat. Tanggapan selalu berhubungan dengan suatu benda tertentu.[21]

2)         Keputusan

Perhatikan ucapan berikut ini:

Rumah itu megah. Bunga itu harum. Kopi itu lezat rasanya.

Dalam  ilmu  jiwa,  ucapan  yang  demikian  itu  dinamakankeputusan.  Keputusan  itu  menentukan  sangkut  paut  (hubungan)  dengan bantuan bahasa. Jadi “memutuskan” itu ialah suatu perbuatan berfikir.

3)         Kesimpulan

Ialah keputusan yang diambil berdasarkan keputusan yang lain. Jadi, kesimpulan adalah keputusan yang spesifik.

Macam-macam kesimpulan:

a)    Kesimpulan Induksi :

Kesimpulan yang diambil dan dimulai dari kenyataan kenyataan khusus dan tiba pada kaidah kaidah umum.

b)   Kesimpulan deduksi :

Kesimpulan yang diambil dan dimulai dari kenyataan atau kaidah yang umum menuju kenyataan khusus.

c)    Kesimpulan Analogi :

Kesimpulan yang diambil dengan cara membandingkan hal hal baru dengan hal hal lama yang diketahui. Kesimpulan ini ditarik dari khusus ke khusus.

f.          Intellegensi

Intellegensi ialah kesanggupan rohani untuk menyesuaikan diri terhadap situasi yang baru dengan menggunakan berfikir menurut tujuannya. Seseorang dapat dikatakan berbuat  intellegent saat dalam situasi tertentu. Ia dapat berbuat dengan cara cara yang tepat. Artinya, ia dapat memecahkan kesulitan kesulitan, soal soal yang terdapat dalam situasi itu. Dengan kata lain, ia dapat menyesuaikan diri dengan situasi tertentu.[22]

2.    Gejala Jiwa Konasi. (Kemauan)

Kemauan  merupakan  salah  satu  dari  fungsi kejiwaan  manusia, dapat diartikan  aktifitas  psikis  yang  mengandung  usaha  aktif  dan  berhubungan dengan pelaksanaan suatu tujuan. Tujuan adalah titik akhir dari gerakan yang menuju suatu arah. Adapun tujuan kemauan adalah pelaksanaan suatu tujuan-tujuan mana, harus diartikan dalm suatu hubungan.

Dalam istilah sehari-hari kemauan dapat disamakan dengan kehendak atau  hasrat.  Kehendak  isalah  suatu  fungsi  jiwa  untuk  dapat  mencari  sesuatu. Kehendak  ini  merupakan  kekuatandari  dalam.  Dan  tampak  dari  luar  sebagai gerak-gerik.[23]

Dalam  berfungsinya  kehendak  ini  bertautan  dengan  pikiran  dan perasaan. Untuk dapat mempelajarinya dibagi atas:

a.    Dorongan

b.    Keinginann

c.    Hasrat

d.   Kecenderungan

e.    Hawa nafsu

f.     Kemauan

Pribadi  memberikan  corak  dan  menentukan,  sesudah  memilih  dan mengambil  keputusan.  Perbuatan  memilih  dan  mengambil  keputusan  ini disebut dengan keputusan kata hati.

Proses  kemauan  untuk  mencapai  proses  tindakan  biasanya  melalui bebrapa tingkat, ialah:[24]

a.         Motif (alasan, dasra, dan pendorong)

b.       Perjuangan  motif.  Sebelum  mengambil  keputusan,  pada  batin  biasanya  ada beberapa  motif,  yang  bersifat  luhur  dan  rendah.  Disisni  nerlangsung  suatu pemilihan.

c.         Keputusan.  Inilah  yang  sangat  penting.  Disini  kita  mengadakan  pemilihan antara motif-motif tersebutdan meninggalkan kemungkinan yang lain, sebab tak  mungkin  kita  punya  macam-macam  keinginan  dan  pada  waktu  yang sama.

d.        Perbuatan  kemauan.  Kalau  sudah  mengambil  keptusan,  maka  bertindak sesuai dengan keputusan yang diambil. Tetapi itu sering sangat sukar.

Adapun gejala hasrat juga terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:

a.    Hasrat yang berupsat pada kejasmanian[25]

Gejala  hasrat  ini  berhubungan  dengan  gerak  dan  perbuatan  yang berpusat  pada  kejasmanian.  Di  antara gejala  hasrat  ini  ada  yang  terdapat pada tumbuh-tumbuhan, binatang pada manusia.

1)      Tropisme

Adanya  peristiwa  yang  menyebabkan  timbulnya  gerak  ke  suatu arah  tertentu.  Gejala  tropisme  terdapat  pada  barang-barang  tingkat vegetatif  (tumbuh-tumbuhan)  dan  animal  (binatang).  Misalnya  bungan menghadap  mengarah  sinar  matahari,  laron  terbang  menyongsong  sinar, dan  sebagainya.  Tropisme  terjadi  kalau  mendapat  perangsang  dari  luar semata-mata, jadi tak ada pendorong dari dalam untuk tujuan tertentu.

2)   Refleks

Reflek adalah  gerak reaksi  yang tak disadari terhadap perangsang. Reflek  ini  dihubungka  dengan  konasi  yang  rendah  tingkatannya,  maka refleks boleh dikatakan hgerak refleks, hukum perbuatan refleks. Proses terjadinya gerak refleks.

Gerak  refleks  adalah  di  luar  kesadaran,  jadio  reaksi-reaksi  yang ditimbulalkan  tidak  bersumber  pada  pusat  susuna  syaraf  (otak)  tanpa suatu  pertimbangan. Proses  terjadinya  gerak  refleks  :  perangsang panca indra sel-sel syaraf sensoris urat syaraf motoris reaksi.

a)        Macam-macam refleks

i.     Reflek  bawaan,  yakni  eflek  yang  dibawa  sejak  lahir,  disebut  pula reflek asli atau sewajarnya

ii.     Reflek  latihan,  yakni  reflek  yang  diperoleh  dari  pengalaman. Reflek  ini  tidak  dibawa  sejak  lahir,  melainkan  hasil  daripada pengalaman atau perbuatan yang selalu diulang.

iii.     Reflek  bersyarata.  Reflek  ini  tidak  bergantung  pada  perangsang alam  yang  asli  tapi  timbul  karena  perangsang  lain  yang berassosiasi  dengan  rangsangan  alam  tersebutsupaya  timbul asosiasi  dengan  perangsang  alam  perlu  adanya  suatu  perantara yang disebut dengan syarata.

3)   Insting[26]

Yaitu  kemampuan  berbuat  tertentu  yang  dibawa  sejak  lahir  yaitu tertuju pada pemuasan dorongan-dorongan nafsu dan dorongan-dorongan lain,  disebut  insting.  Instink  ini  terdapat  pada  hewan  dan  juga  mansia, namun fungsi peranananya tidak sama.

a)        Macam-macam instink :

Instink  merupakan  dorongan  alami  yang  bebruat  tertentu  demi tercapainya  tujuan.  Jadi  disisni  ada  rangkaian  anatara  dorongan instink  dan  kebutuhan  yang  menjadi  tujuannya.  Pada  garis  besarnya dorongan instink dapat digolongkan menjadi :

i.          Dorongan instink mempertahankan diri,meliputi :

Instink makan

Instink berbafas

Bermain

Instink melindungi diri

Instink takut

Instink istirahat

ii.               Dorongan instink mempertahankan jenis, meliputi :

Instink seksual

Instink membela diri

Instink minta tolong

Instink sosial

Instink melindungi

Instink memelihara

iii.    Dorongan instink mengembangkan diri, meliputi :

Instink belajar

Instink menyelidiki

Instink ingin takut

4)   Automatisme

Gejala-gejala  yang  menimbulkan  gerak-gerak  terselenggara  denga sendirinya, disebut autmatisme.

a)        Automatisme asli : gerak-gerak automatis yang tidak digerakkan oleh gejala hasrat, mislanya : gerak, ajntung, paru-paru, dll.

b)        Automatisme  latihan  :  ialah  gerak-gerak  yang  berjalan  secara automatis karena seringnya gerak-gerak itu diulang, misalnya berjalan, bersepeda,  main  piano,  memetik  gitar,  menggosok  biola,  menulis, mengetik, bercakap-cakap dna sebagainya.

5)   Kebiasaan

Gerak  perbuatan  yang  berjalan  dnegan  lancar  dan  seolah-olah berjalan dengan sendirinya, disebut dengan kebiasaan.

6)    Nafsu

Dorongan  yang  terdapat  pada  tiap-tiap  manusia  dan  memberi kekuataan  bertindak  untuk  memenuhi  kebuthan  hidup  tertentu,  disebut nafsu.

Nafsu  ada  pertaliannya  dengan  instink,  tetepai  nampak  keluarnya  tidak sama. Namun nampak keluar dalam berbagai bentuk dan cara.

a)        Macam-macam nafsu :

i.     Nafsu  indivudual  (perseoragan),  mislanya  nafsu  makan,  nafsu beramain,  nafsu  bertindak,  nafsu  merusak,  nafsu  berkelahi,  nafsu berkuasa, dan sebagainya.

ii.     Nafsu  sosial  (kemasyarakatan),  misalnya  :  nafsu  meniru,  nafsu kawin, nafsu berkumpul dengan ornag lain, dan sebagainya.

b)        Hubungan nafsu dengan perasaan :

Perasaan yang hebat dapat menimbulkan bergeraknya suatu nafsu dan sebaliknya  nafsu  kadang-kadang  dapat  menimbulkan  perasaan  yang hebat, dan ada kalanya kemampuan berfikir dikesampingkan.

c)        Nafsu dan pendidikan :

Nafsu  terdapat  pada  tiap-tiap  orang-orang  walaupun  berbeda  macam dan  tingkatannya.  Kebiasaan-kebiasaan  yang  baik/positif  dan pengaruh-pengaruh  positif  pendidikan  yang  sudah  tertanam  dalam jiwa  sesorang  dapat  mempengaruhi  nafsu  dan  pertanyaan-pertanyaan nafsu. Dengan jalan demikian nafsu dapat diperhalus.

7)   Keinginan[27]

Nafsu  yang  mempunyai  arah  tertentu  dan  tuuan  tertentu  disebut keinginan.  Kalau  dorongan  sudah  menuju  ke  arah  tujuan  yang nyata/konngkrit dan tertentu, misalnya disitu akan terjadi dorongan keras dan terarah pada suatu objek tertentu maka nafsu itu disebut keinginan.

Misalnya  :  nafsu  makan  menimbulkan  keinginan  untuk  makan sesuatu,  nafsu  kerja  menimbulkan  keinginan  untuk  mngerjakan sesuatu,dan sebagainya. Lawan dari keinginan adalah keseganan.

8)   Kecenderungan (tendency) [28]

Keinginan-keinginan  yang  sering  munculatau  timbul  disebut kecenderungan.  Kecenderungan  sama  dengan  kecondongan. Kecenderungan Dapat menimbulkan dasra kegemaran terhadap sesuatu.

Kecenderungan dapat dibedakan menjadi beberapa golongan :

a)        Kecenderungan vital (hayat), mislanya lahap, gemar makan, dsb.

b)        Kecenderungan  perseorangan,  menimbulkan  sifat-sifat  loba,  tamak, kikir, egois, dll

c)        Kecenderungan sosial, mislanya : persahabatan, persaudaraan, berbuat amal, dsb.

d)       Kecenderungan abstrak, yang positif misalnya : taat pada Tuhan, jujur, patuh, bertanggungjawab, dsb. Yang negatif misalnya : dusta, bohong, dsb.

9)   Hawa Nafsu

Kecenderungan atau keinginan yang snagt kuat dan mendesak yang sedikit-sedikit  ynag  memepengaruhi  jiwa seseorang  disebut  hawa  nafsu. Dengan timbulnya hawa nafsu seakan-akan keinginan-keinginan yang lain dikesampingkan,  sehingga  tinggalsatu  keinginan  saja  yang  berkuasa  dan bergerak dalam kesadaran. Disamping itu hawa nafsu dicirikan dengan :

a)        Perasan sangat terpengaruh dan daya pikir dapat dilumpuhkan.

b)        Biasanya  hawa  nafsu  disertai  timbulnya  kekuatan-kekuatan  yang hebat.

Akibat timbulnya hawa nafsu tersebut hidup jasmani dan rohaninya menjadi  kacau  dan  terganggu.  Hawa  nafsu  yang  banyak  muncul  antara lain : judi, nonton, minuman keras, dsb.

10)    Kemauan[29]

Kemauan  adalah  dorongan  dari  dlamyang  lebih  tinggi  tingkatannya daripada  instink,  refleks,  automatisme,  kebiasaan,  nafsu,  keinginan, kecenderungan  dan  hawa  nafsu,  sekali  lagi  ditandaskan  bahwa kemauan hanya terdapat pada manusia saja.

3.    Gejala Jiwa Emosi (Perasaan )

Perasaan  termasuk  gejala  jiwa  yang  dimiliki  oleh  semua  orang  dan tingkatannya tidak sama. Perasaan tidak termasuk gejala mengenal, walaupun demikian, perasaan sering juga berhubungan dengan gejala mengenal.

Jenis-Jenis Perasaan:

a)         Perasaan-perasaan  jasmaniyah:  jenis  perasaan  ini  sering  pula  disebut perasaan tingkat rendah yang terbagi sebagai berikut:

1)        Perasaan  sensoris:  yaitu  perasaan  yang  berhubungan  dengan stimulus terhadap indra, misalnya: dingin, hangat, pahit, asam dan sebagainya.

2)        Perasaan  vital:  yaitu  perasaan  yang  berhubungan  dengan  kondisi jasmani  pada  umumnya,  misalnya  lelah,  lesu,  lemah,  segar,  sehat dan sebagainya.[30]

b)        Perasaan-perasaan  rohaniah:  sering  pula  disebut  sebagai  perasaan  luhur (tingkat tinggi), yang terdiri dari:

1)        Perasaan  intelektual:  yaitu  perasaan  yang  berhubungan  dengan kesanggupan intelektual dalam mengatasi suatu masalah, misalnya: senang  atau  puas  ketika  berhasil  (perasaan  intelektual  positif), kecewa atau jengkel ketika gagal (perasaan intelektual negatif).

2)        Perasaan  kesusilaan  (etis):  yaitu  perasaan  yang  berhubungan dengan  baik-buruk  atau  norma,  misalnya:  puas  ketika  mampu melakukan  hal  yang  baik,  atau  menyesal  ketika  melakukan  hal yang tidak baik.

3)        Perasaan  estetis  (keindahan);  yaitu  perasaan yang  berhubungan dengan  penghayatan  dan  apresiasi  tentang  sesuatu  yang  indah  tau tidak indah. Perasaan ini timbul jika seseorang mengamati sesuatu yang  indah  atau  yang  jelek.  Yang  indah  menimbulkan  perasaan positif, yang jelek menimbulkan perasaan yang negatif.

4)        Perasaan  sosial  (kemasyarakatan):  yaitu  perasaan  yang  cenderung untuk  mengikatkan  diri  dengan  orang-orang  lain,  misalnya: perasaan cinta sesama manusia, rasa ingin bergaul, ingin menolong, rasa simpati atau setia kawan dan sebagainya.

5)        Perasaan  harga diri:  yaitu  perasaan  yang  berhubungan  dengan penghargaan  diri  seseorang,  misalnya:  rasa  senang,  puas,  dan bangga  akibat  adanya pengakuan  dan  penghargaan  dari  orang  lain atau sebaliknya.

6)        Perasaan  ketuhanan  (religius):  yaitu  perasaan  yang  berkaitan dengan  kekuasaan  dan  eksistensi  dari  Tuhan.  Manusia  merupakan satu-satunya yang dianugrahkan perasaan ini oleh Tuhan. Perasaan ini digolongkan pada peristiwa psikis yang paling luhur dan mulia. Menurut  pandangan  filsafat  ketuhanan  (theologi)  menusia  disebut “homo divinans” yaitu manusia senantiasa memilki kepercayaan terhadap Tuhan dan hal-hal yang bersifat ghaib.

4.    Gejala-Gejala Campuran

Sesuai dengan namanya, gejala-gejala jiwa ini merupakan campuran dari perhatian, kelelahan, dan saran (sugesti). Ketiga hal tersebut digolongkan menjadi gejala-gejala jiwa tersendiri terpisah dari gejala-gejala jiwa yang telah dikemukakan sebelumnya. Dengan alasan, gejala-gejala jiwa yang tiga ini tidak dapat dimasukkan ke dalam gejala-gejala jiwa seperti yang telah diulas sebelumnya secara tegas sebab pernyataan jiwa yang ini memang merupakan campuran dari ketiga gejala jiwa tersebut. Hal itu seperti dikerjakan oleh ahli-ahli, yaitu L C. Bigot, Kohnstamm, dan Palland.[31]

Ahli-ahli tersebut memberikan definisi atau pengertian untuk masing-masing hal dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam mempelajari atau mengkajinya. Menurut mereka yang dimaksudkan dengan perhatian dalam hal ini, yaitu konsentrasi atau aktivitas jiwa kita, terhadap pengamatan, pengertian, dan sebagainya dengan mengesampingkan yang lain dari itu. Proses perhatian itu sendiri terjadi sewaktu jiwa kita hanya memilih suatu isi kesadaran saja sebagai sasaran kesadaran. Isi kesadaran yang lain yang tidak menjadi sasaran kesadaran menjadi tidak kita alami lagi. Perihal perhatian secara lebih detail telah dikemukakan pada subbab sebelumnya.

Kelelahan ialah semacam peringatan dari jiwa kita, kepada jiwa dan raga, bahwa jiwa dan raga telah mempergunakan kekuatan yang maksimal. Kelelahan dapat dibedakan menjadi kelelahan physic dan kelelahan psykhis. Kelelahan physic ialah kelelahan yang terutama disebabkan oleh kerja jasmani. Kelelahan jenis ini pun dibedakan lagi menjadi kelelahan physic seluruhnya dan kelelahan physic sebagian atau hanya sebagian dari tubuh yang lelah. Misalnya, kakinya lelah telah berjalan jauh, tangannya lelah karena telah banyak menulis, dan lain-lain. Kelelahan pykhis ialah kelelahan yang terutama disebabkan oleh kerja ruhani dan ini dibedakan lagi menjadi kelelahan berpikir, kelelahan berfantasi, kelelahan mengingat-ingat, bosan, yaitu lelah pada kemauan, lelah memerhatikan, dan lain-lain.

Sementara itu yang dimaksud dengan saran ialah pengaruh terhadap jiwa dan laku seseorang dengan maksud tertentu sehingga pikiran, perasaan, dan kemauan terpengaruh olehnya dan menuruti saja pengaruh tersebut tanpa dengan pemikiran atau pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu. Orang yang memberi sugesti (mensugesti) disebut sugestif. Sedangkan orang yang mudah disugesti disebut sugestibel. Cara mensugesti ada beberapa macam sebagai berikut.

a.       Membujuk atau memuji, misalnya kepada anak malas belajar dikatakan bahwa ia anak yang rajin dan giat belajar.

b.      Menakut-nakuti orang yang akan disugesti, misalnya kepada anak kecil yang enggan belajar waktu malam hari dikatakan akan ada "gendruwo" atau "wewe gombel" dan sebagainya dengan maksud agar anak tersebut menjadi rajin belajar.

c.       Menunjukkan kelemahan-kelemahan orang yang disugesti, misalnya orang yang terlanjur kecanduan narkoba dikatakan kepadanya telah pupus harapan hidup masa depannya karena diri orang itu telah rapuh jiwa dan raganya dan tidak akan lagi diterima hidupnya dalam bermasyarakat. Orang semacam itu lebih baik mati saja daripada hidup dikucilkan oleh masyarakat.

d.      Sugesti dalam kehidupan sehari-hari dapat digunakan untuk pengobatan oleh dokter atau dukun (paranormal) demonstrasi-demonstrasi, rapat-rapat akbar, untuk mensugesti dirinya sendiri (autosugesti), pada obat guna-guna, pada pemeriksaan terdakwa kasus kejahatan, perusahaan-perusahaan, kalangan pendidikan, dan lain- lain. Sugesti terkadang diberikan juga kepada serombongan orang. Sugesti semacam itu dinamakan massa sugesti. Artinya, sugesti yang diberikan kepada massa (orang banyak pada tempat, waktu situasi dan perasaan yang sama) dan hal itu jika berhasil akan berdampak seperti jiwa individu luluh menjadi jiwa massa pada hal jiwa massa merupakan jiwa segerombolan binatang. Kesanggupan berpikir menjadi berasa dan kemauannya menjadi hilang atau berkurang karena terdesak oleh pikiran, perasaan dan kemauan massa. Dengan demikian orang-orang yang cerdik pandai dan para alim ulama menjadi tidak berani berbuat sendirian sesuai dengan hati nuraninya. Dalam massa, akibat sugesti orang-orang menjadi bergelora dan terpengaruh kepada yang lainnya untuk berbuat impulsive tanpa disadarinya bahwa perbuatan tersebut tidak selalu benar karena saat itu mereka tidak lagi dapat berpikir secara kritis. Dalam massa, hidup mereka menjadi instingtif oleh adanya dorongan dari dalam yang mendapatkan kesempatan untuk aktif hingga kadang-kadang orang yang bersangkutan dikendalikan oleh ketidaksadarannya sendiri. Dalam massa mereka bersifat kodrat raksasa kolektif sehingga mendorong bagi jiwa massa bertindak laiknya binatang. Dengan begitu sugesti dapat menimbulkan bahaya dalam kehidupan masyarakat. Contoh konkret sugesti yang menimbulkan bahaya dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu :

1)        Sugesti yang negatif. Orang yang mensugesti semacam ini sama artinya dengan membunuh orang yang disugesti.

2)        Sugesti yang tidak tepat. Orang tua yang memerintah anaknya dengan keras atau sambil marah-marah sementara orangtua tersebut tidak pernah melakukan apa yang diperintahkan kepada anaknya. Orangtua semacam itu dapat merusak jiwa anak.

3)        Peranan aktif guru/sekolah. Guru/sekolah harus berperanan secara aktif agar peserta didik (murid-murid) nya tidak sampai terlibat dalam massa sugesti karena kalau tidak dikendalikan dengan baik hal ini dapat merusak jiwa peserta didik.

4)        Auto sugesti berlebihan. Seseorang dapat berputus asa karena sugesti yang berlebihan dan tidak disesuaikan dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri.[32]


Hasil Revisi (Pertanyaan):

1. (Eva Nindya Kumala) tolong jelaskan kembali tentang gejala gerak yg terselenggara dalam automatisme.?

2. (Fadhlul Rahman) apa perbedaa  nafsu, insting, hasrat, dan keinginan?

3. (Annisa Amelia) apakah ada cara tips khusus untuk mensugesti dgn yg positif?

1.      Automatisme merupakan Gejala-gejala  yang  menimbulkan  gerak-gerak  terselenggara  dengan sendirinya. Disini automatisme dibagi menjadi 2 yaitu automatisme asli dan automatisme latihan.

Automatisme asli : gerak-gerak automatis yang tidak digerakkan oleh gejala hasrat, mislanya : gerak, jantung, paru-paru dll.

Automatisme  latihan  :  ialah  gerak-gerak  yang  berjalan  secara automatis karena seringnya gerak-gerak itu diulang, misalnya berjalan, bersepeda,  main  piano,  memetik  gitar,  menggosok  biola,  menulis, mengetik, bercakap-cakap dna sebagainya.

2.      Insting adalah : Yaitu  kemampuan  berbuat  tertentu  yang  dibawa  sejak  lahir  yaitu tertuju pada pemuasan dorongan-dorongan nafsu dan dorongan-dorongan lain

Nafsu adalah : Dorongan  yang  terdapat  pada  tiap-tiap  manusia  dan  memberi kekuataan  bertindak  untuk  memenuhi  kebuthan  hidup  tertentu

Hasrat : Dalam istilah sehari-hari kemauan dapat disamakan dengan kehendak atau  hasrat.  Kehendak  isalah  suatu  fungsi  jiwa  untuk  dapat  mencari  sesuatu.

Keinginan : Nafsu  yang  mempunyai  arah  tertentu  dan  tuuan  tertentu  disebut keinginan

3.      Berikut tips-tipsnya

-          selalu berusaha memandang sisi positif dalam setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan

-          carilah sikap, keiasaan yang memiliki aura negatif

-          berkeyakinan tinggi dalam setiap masalah pasti ada solusi

-          memiliki kebiasaan dalam menyampaikan kebenaran yang positif pada diri sendiri

-          mengoleksi perbendaharaan kata positif sebanyak-banyaknya, berlatihlah untuk mengatakannya

-          temukan atmosfer positif dan kecaplah sebanyak yang anda bisa

-          selalu mewaspadai orang-orang yang memiliki aura negative

-          hindari timbulnya perasaan negatif yang bias merusak

-          perkokoh pemikiran positif menggunakan action positif

-          biasakan diri untuk mengucapkan syukur dengan penuh kesungguhan

-          yakin dan berserahlah hanya kepada tuhan

Baca juga artikel yang lain;

  1. Konsep Dasar Psikologi
  2. Metode Kajian Psikologi
  3. Konsep Dasar Puasa Sunnah
  4. Menonton Telivisi dan Pembentukan Karakter
  5. Budaya Membaca dan Budaya Menonton TV
  6. Perbedaan Sekolah dan Madrasah
  7. Gejala Kejiwaan Manusia
  8. Penelitian Kuantitatif
  9. Memiliki Wawasan dan Kreatifitas Dalam Pemilihan Metode, Media dan Alat Evaluasi Pembelajaran PAI
  10. Konsep Dasar Statistik Pendidikan
  11. Data Statistik Pendidikan

DAFTAR PUSTAKA

Sujanto, Agus. Psikologi umum. Jakarta : Bumi aksara, 1993.

Ahmadi, Abu . Psikologi Umum, Edisi Revisi, Surabaya : PT Bina Ilmu, 1992 .

Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi, 2002.

F. Patty. Pengantar Psikologi Umum. Surabaya : Usaha Nasional, 1982.

Sobur, Alex. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia, 1999.

Ahmadi, Abu. Psikologi Umum, Edisi Revisi . Surabaya : PT Bina Ilmu, 1992.

Ahmadi, Abu. Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) h. 68

Ahmadi, Ishom . Ya Ayyatuha An Nafsu Al Muthmainnah.  Yogyakarta: SJ Press, 2009

Ahmadi, Abu. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Sujanto, Agus. Psikologi Umum. Bandung : PT. Bumi Aksara, 2004.

Soemanto, Wasti. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1998.

Prawira, Purwa Atmaja. Psikologi Umum. Jogjakarta : AR­-RUZZ MEDIA, 2017.

Mardianto. Psikologi Pendidikan. (Online) http://mardianto-iainsu.blogspot.com/. Diakses 10 Maret 2018.

Perdana,Andrean.2013. Gejala Kognisi, Konasi, Emosi Dan CampuranManusia. (Online)http://www.yuwonoputra.com/2013/07/gejala-kognisi-konasi-emosi-campuran.html. Diakses 10 Maret 2018.

Utomo, Bagus. 2013. Gejala Jiwa Kognisi, Emosi, Konasi, dan Campuran. (Online)http://embesgang.blogspot.com/2013/05/gejala-jiwa-kognisi-emosi-konasi-dan.html. Diakses 10 Maret 2018.

Wanny. 2011. Gejala-Gejala Jiwa yang dapat Memepengaruhi Kehidupan Manusia. (Online)http://wannypoenya.blogspot.com/2011/06/makalah-psikologi-gejala-gejala-jiwa.html. Diakses 10 Maret 2018.


[1] Abu Ahmadi dan M. Umar. Psikologi Umum, Edisi Revisi ( Surabaya : PT Bina Ilmu, 1992 ), h.7

[2] Ibid., 9

[3] Mardianto.. Psikologi Pendidikan. (Online) http://mardianto-iainsu.blogspot.com/. Diakses 10 Maret 2018

[4] Alex Sobur. Psikologi Umum. ( Bandung : Pustaka Setia, 1999) h. 409.

[5] Ibid., h.312.

[6] Agus sujanto, psikologi umum (Jakarta, Bumi aksara, 1993) hal : 89

[7] Utomo, Bagus. 2013. Gejala Jiwa Kognisi, Emosi, Konasi, dan Campuran. (Online) http://embesgang.blogspot.com/2013/05/gejala-jiwa-kognisi-emosi-konasi-dan.html. Diakses: 10 Maret 2018

[8] F. Patty. Pengantar Psikologi Umum. (Surabaya : Usaha Nasional, 1982), h.122

[9] Ibid., 122-125

[10] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) h. 68

[11] Bimo Walgito. Pengantar Psikologi Umum. (Yogyakarta : Andi, 2002), h. 133.

[12] Ahmadi, Psikologi Belajar,30

[13]  F. Patty, Pengantar Psikologi Umum, 140

[14] M.Ishom Ahmadi, "Ya Ayyatuha An Nafsu Al Muthmainnah". (Yogyakarta: SJ Press, 2009) h. 70

[15] Wanny. 2011. Gejala-Gejala Jiwa yang dapat Memepengaruhi Kehidupan Manusia. (Online) http://wannypoenya.blogspot.com/2011/06/makalah-psikologi-gejala-gejala-jiwa.html. Diakses: 10 Maret 2018

[16] M.Ishom Ahmadi, "Ya Ayyatuha An Nafsu Al Muthmainnah", 72

[17] Abu Ahmadi, "Psikologi Umum", (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) h. 74-75

[18] M.Ishom Ahmadi, "Ya Ayyatuha An Nafsu Al Muthmainnah", 76

[19] Walgito. Pengantar Psikologi Umum, 150.

[20] Agus Sujanto. Psikologi Umum. (Bandung : PT. Bumi Aksara, 2004), h. 56

[21] F. Patty, Pengantar Psikologi Umum, 123-124

[22] M.Ishom Ahmadi, Ya Ayyatuha An Nafsu Al Muthmainnah, 91

[23] Abu Ahmadi, “Psikologi Umum” (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) h. 112

[24] Ibid., 116

[25] Ibid., 115-117

[26] Ibid., 118-119

[27] Ibid., 121

[28] Ibid., 122

[29] Ibid., 122-124

[30] Wasti Soemanto, "Psikologi Pendidikan", (Jakarta: Rineka Cipta, 1998) h. 38

[31] Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Umum (Jogjakarta : AR­-RUZZ MEDIA, 2017), 161

[32] Ibid, 164

Perbedaan Sekolah dan Madrasah

 

BAB I

PENDAHULUAN 

A.  Latar Belakang

Sesungguhnya pendidikan adalah masalah besar dan sangat penting yang aktual sepanjang zaman, karena pendidikan orang dapat menjadi maju, dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi manusia mampu mengolah alam yang di karuniai oleh sang pencipta yaitu Allah Swt kepada insan di dunia, setiap insan dianjurkan untuk terus belajar dari ayunan hingga ke liang lahad.

Berbicara mengenai pendidikan Islam tentulah sangat luas yaitu baik pendidikan dari ruang maupun waktu, yang di mulai dari penanaman nyawa hingga pada pencabutan nyawa, adapun pendidikan yang di peroleh di dunia ini melalui pendidikan formal, informal dan non formal. Bertitik tolak dari itu seperti yang kita ketahui perkembangan pendidikan Islam di Indonesia yang penuh dengan sekelumit persoalan dalam keberadaan di kancah persaingan globalisasi yang semakin pesat. Yang membuka sudut pandang para pemikir pendidikan Islam mengalami perkembangan yang tidak hanya larut dengan tuntutan keagamaan karena seseorang yang hidup didunia harus mampu memberikan peran pada alam hidupnya, jika para pemikir pendidikan Islam di masa klasik khususnya di Indonesia yang ironisnya ilmu itu akan datang sendiri dengan hidayahnya konon tanpa harus mencari hanya cukup dengan pengamalan dan pendekatan kepada sang pencipta dengan mengesampingkan pendidikan umum.

Dengan perkembangan pendidikan yang melaju cepat dan signifikan, yang diawali dengan pendidikan dari keluarga, berkumpul di masjid sehingga muncul minat yang tinggi dari masyarakat untuk mendirikan sebuah pendidikan yang berdomisili langsung di tempat pendidikan tersebut hingga pada pengkolaborasian pendidikan keagamaan dengan pendidikan umum yang dapat menciptakan ulama –ulama intelekual hingga pada jenjang perguruan tinggi. Maka pada makalah ini penulis tertarik membahas pendidikan Islam yang berkembang dan melakukan pembaharuan dimulai dari pondok pasantren dan sekolah hingga penyatuan antara sekolah dengan pesantren  di dalam madrasah.

B.  Rumusan Masalah

1.    Bagaimana sejarah sistem sekolah?

2.    Bagaimana sejarah sistem madrasah?

3.    Bagaimana Perbedaan sistem sekolah dan madrasah?

4.    Apa kelebihan dan kekurangan sistem sekolah dan madrasah?

C.  Tujuan

1.    Agar mengetahui sejarah sistem sekolah

2.    Agar mengetahui sejarah sistem madrasah

3.    Agar mengetahui Perbedaan sistem sekolah dan madrasah

4.    Agar mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem sekolah dan madrasah

 

BAB II

PEMBAHASAN 

A.  Sejarah Sistem Pendidikan Sekolah di Indonesia

Sekolah dapat diartikan sebagai bangunan atau lembaga tempat menyalurkan ilmu pengetahuan. Dapat diartikan juga sebagai usaha menuntut kepandaian (ilmu pengetahuan); pelajaran; pengajaran. Sedangkan secara khusus, sekolah agama diartikan sebagai sekolah yang memberikan pendidikan dalam bidang keagamaan.[1] Sekolah dalam Bahasa Inggris disebut school yang berarti sekolah. Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan sekolah diselenggarakan tidak hanya dikhususkan untuk mempelajari ilmu pengetahuan umum saja. Akan tetapi sebuah usaha untuk menuntun kepandaian dan pembelajaran pada semua aspek ilmu pengetahuan, termasuk agama.

WJS. Poerwadarminto dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menerangkan bahwa sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran.Selain itu, dia juga menambahkan dua makna lain dari sekolah, yaitu waktu atau pertemuan ketika murid-murid diberi pelajaran dan usaha menuntut ilmu pengetahuan.

Sekolah berfokus pada pendidikan formal, dengan prosedur pendidikan yang telah diatur sedemikian rupa agar terdapat guru, siswa, jadwal pelajaran yang berpedoman kepada kurikulum dan silabus, jam-jam tertentu waktu belajar serta dilengkapi dengan sarana dan fasilitas pendidikan serta perlengkapan-perlengkapan dan peraturan-peraturan lainnya.[2]

Pada zaman kolonial pemerintah Belanda menyediakan sekolah yang beraneka ragam bagi orang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Ciri yang khas dari sekolah-sekolah ini ialah tidak adanya hubungan berbagai ragam sekolah itu. Namun lambat laun terdapat suatu sistem yang menunjukkan kebulatan. Pendidikan bagi anak-anak Indonesia semula terbatas pada pendidikan rendah, akan tetapi kemudian berkembang secara vertikal sehingga anak-anak Indonesia, melalui pendidikan menengah dapat mencapai pendidikan tinggi, sekalipun melalui jalan yang sulit dan sempit. Lahirnya suatu sistem pendidikan (sekolah) bukanlah hasil suatu perencanaan menyeluruh melainkan langkah demi langkah melalui eksperimentasi dan didorong oleh kebutuhan praktis di bawah pengaruh kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Netherland maupun Hindia Belanda.

Dapat disimpulkan bahwa sekolah bukanlah produk sistem pendidikan asli Nusantara. Akan tetapi merupakan warisan dan hasil reproduksi dari kolonialsime Belanda.

1.    Pendidikan Sesudah Kemerdekaan

a.    Kondisi Pendidikan Periode 1945 – 1969

Pendidikan yang terendah di Indonesia sejak awal kemerdekaan yang disebut dengan Sekolah Rakyat (SR) lama pendidikan semula 3 tahun menjadi 6 tahun. Tujuan pendirian SR adalah selain meningkatkan taraf pendidikan pada masa sebelum kemerdekaan juga dapat menampung hasrat yang besar dari mereka yang hendak bersekolah.

Mengingat kurikulum SR diatur sesuai dengan putusan Menteri PK & K tanggal 19 November 1946 No 1153/Bhg A yang menetapkan daftar pelajaran SR menekankan terhadap pelajaran Bahasa dan berhitung. Hal ini dapat telihat bahwa dari 38 jam pelajaran seminggu, 8 jam adalah untuk bahasa Indonesia, 4 jam untuk bahasa daerah dan 17 jam untuk berhitung (kelas IV, V dan VI). Tercatat sejumlah 24.775 buah SR pada akhir tahun 1949 di seluruh Indonesia

1)   Zaman Revolusi Fisik Kemerdekaan

Jenjang pendidikan disempurnakan menjadi SMTP dan SMTA dan mulai mempersiapkan sistem pendidikan nasional sesuai dengan amanat UUD 1945. Menteri pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengintruksikan agar membuang sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan patriotisme. Rancangan UU yang dihasilkan : UU RI no. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah.

2)   Peletakan Dasar Pendidikan Nasional

Mulai tanggal 18 Agustus 1945, sejak PPKI menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara yang didalamnya memuat pancasila, implikasinya bahwa sejak saat itu dasar sistem pendidikan nasional kita adalah Pancasila dan UUD 1945.

3)   Demokrasi Pendidikan

Sesuai amanat UUD 1945 dan UU RI No. 4 tahun 1950 pemerintah mengusahakan terselenggaranya pendidikan yang bersifat demokratis yaitu kewajiban belajar sekolah bagi anak-anak yang berumur 8 tahun.

4)   Lahirnya LPTK pada Tingkat Universitas

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan mendorong Prof. Moh. Yamin mendirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). Atas dasar konferensi antar FKIP negeri seluruh Indonesia maka lembaga pendidikan tenaga guru ( PGSLP, Kursus BI, BII, dan PTPG) diintegrasikan dalam FKIP pada Universitas. Kemudian didirkan IKIP yang berdiri sendiri sebagai pindahan dari PTPG sesuai dengan UU PT No. 22 tahun 1961.

5)   Lahirnya Perguruan Tinggi

Pada tanggal 4 Desember 1961 lahir UU No. 22 tentang perguruan tinggi dengan prinsip Tridharma Perguruan Tinggi.      

b.    Kondisi Pendidikan Pada Orde Baru

Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.

1)   Pelaksaan Sistem Pendidikan di Indonesia Pada Masa Orde Baru

Pelaksanaan pendidikan pada masa Orde Baru ternyata banyak menemukan kendala, karena pendidikan Orde Baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman intelektualitas peserta didik.

Pada pendidikan Orde Baru kesetaraan dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan Orde Baru. Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan.

Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa ini di antaranya

a)    Produk-produk pendidikan diarahkan untuk menjadi pekerja, Sehingga berimplikasi pada hilangnya eksistensi manusia yang hidup dengan akal pikirannya (tidak memanusiakan manusia).

b)   Lahirnya kaum terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan banyaknya anak muda yang berpikiran positivistik.

c)    Hilangnya kebebasan berpendapat.

Pemerintah Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto mengedepankan motto “Membangun Manusia Indonesia Seutuhnya dan Masyarakat Indonesia”. Pada masa ini seluruh bentuk pendidikan ditujukan untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk pembangunan nasional.

Siswa sebagai peserta didik, dididik untuk menjadi manusia “pekerja” yang  kelak akan berperan sebagai alat penguasa dalam menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan bukan ditujukan untuk mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi intelektualitas mereka demi hasrat kepentingan penguasa.

Yang lebih menyedihkan dari kebijakan pemerintahan Orde Baru terhadap pendidikan adalah sistem doktrinisasi. Yaitu sebuah sistem yang memaksakan paham-paham pemerintahan Orde Baru agar mengakar pada benak anak-anak. Bahkan dari sejak sekolah dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi, diwajibkan untuk mengikuti penetaran P4 yang berisi tentang hapalan butir-butir Pancasila.

Proses indoktrinisasi ini tidak hanya menanamkan paham-paham Orde Baru, tetapi juga sistem pendidikan masa Orde Baru yang menolak segala bentuk budaya asing, baik itu yang mempunyai nilai baik ataupun mempunyai nilai buruk. Paham Orde Baru yang membuat kita takut untuk melangkah lebih maju.

Dengan demikian, pendidikan pada masa Orde Baru bukan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat, apalagi untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia, tetapi malah mengutamakan orientasi politik agar semua rakyat itu selalu patuh pada setiap kebijakan pemerintah. Bahwa putusan pemerintah adalah putusan yang adiluhung yang tidak boleh dilanggar. Itulah doktrin Orde Baru pada sistem pendidikan kita.

Indoktrinisasi pada masa kekuasaan Soeharto ditanamkan dari jenjang sekolah dasar sampai pada tingkat pendidikan tinggi, pendidikan yang seharusnya mempunyai kebebasan dalam pemikiran. Pada masa itu, pendidikan diarahkan pada pengembangan militerisme yang militan sesuai dengan tuntutan kehidupan suasana perang dingin .Semua serba kaku dan berjalan dalam sistem yang otoriter.

Akhirnya, kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru mengarah pada penyeragaman. Baik cara berpakaian maupun dalam segi pemikiran. Hal ini menyebabkan generasi bangsa kita adalah generasi yang mandul. Maksudnya, miskin ide dan takut terkena sanksi dari pemerintah karena semua tindakan bisa-bisa dianggap subversif. Tindakan dan kebijakan pemerintah Orde Baru lah yang paling benar.

Semua wadah-wadah organisasi baik yang tunggal maupun yang majemuk, dibentuk pada budaya homogen. Bahkan partai politik pun dibatasi. Hanya tiga partai yang berhak mengikuti Pemilu. Bukankah kebijakan ini sudah melanggar undang-undang dasar 45 yang menjadi dasar dari berdirinya negara ini?

Namun pada waktu itu tak ada yang berani bicara. Pada masa itu tidak ada lagi perbedaan pendapat sehingga melahirkan disiplin ilmu yang semu dan melahirkan generasi yang latah dan penakut. Pada masa pemerintahan Orde Baru pertumbuhan ekonomi tidak berakar pada ekonomi rakyat dan sumber daya domestik, melainkan bergantung pada utang luar negeri sehingga menghasilkan sistem pendidikan yang tidak peka terhadap daya saing dan tidak produktif.

Pendidikan tidak mempunyai akuntabilitas sosial karena masyarakat tidak diikutsertakan dalam merancang sistem pendidikan karena semua serba terpusat. Dengan demikian, pendidikan pada masa itu mengingkari pluralisme masyarakat sehingga sikap toleransi semakin berkurang, yang ada adalah sikap egoisme.

Sebagai akibat dari kebijakan pemerintah tersebut, pendidikan yang maju hanya di pulau Jawa sementara di daerah lain sistem pendidikannya kurang maju karena kurangnya keberterimaan masyarakat terhadap sistem pendidikan. Akhirnya, penerapan pendidikan tidak diarahkan pada kualitas melainkan pada kuantitas. Hal ini menimbulkan peningkatan pengangguran dari berbagai jenjang. Banyak lulusan, tetapi tidak punya pekerjaan. Pada masa itu akuntabilitas pendidikan masih sangat rendah.

2)   Kurikulum-kurikulum yang digunakan pada masa Orde Baru

a)   Kurikulum 1968

Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.

Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek afektif dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini hanya menekankan pembentukan peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.

b)   Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien berdasar MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional  umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.

Pada kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru wajib untuk membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar berlangsung. Tiap guru harus detail dalam perencanaan pelaksanaan program belajar mengajar. Setiap tatap muka telah di atur dan dijadwalkan sedari awal. Dengan kurikulum ini semua proses belajar mengajar menjadi sistematis dan bertahap.

c)    Kurikulum 1984

Kurikulum 1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting dalam pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini.

Pada kurikulum ini siswa diposisikan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam pembentukan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, bertanya, dan mendiskusikan sesuatu.

d)   Kurikulum 1994

Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi kepada siswa mulai terjadi dengan beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.

Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar yang harus mereka tuntaskan, dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima atau tidak terhadap banyaknya beban belajar yang harus mereka hadapi.

Berikut rincian sistem pendidikan yang berlaku di masa itu:

1)   Taman Kanak-Kanak

Pendidikan di TK mengalami perkembangan yang cukup mengesankan, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat khususnya orang tua semakin menyadari akan pentingnya pendidikan prasekolah sebagai wahana untuk menyiapkan anak dari segi sikap, pengetahuan, ketrampilan guna memasuki SD.

2)   Pendidikan Dasar

Prestasi yang sangat mengesankan yang dicapai selama PJOPI ialah melonjaknya jumlah peserta didik pada SD dan MI. Kendala yang dihadapi adalah banyaknya siswa putus sekolah dan angka tinggal kelas cukup tinggi. Untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia hingga minimal berpendidikan SLTP maka pada tanggal 2 Mei 1994 program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dicanangkan.

3)   Pendidikan Menengah

Persoalan yang menonjol pada SLTA umum selama pelita V adalah tentang mutu kelulusan yang terutama diukur dari kesiapannya untuk memasuki jenjang perguruan tinggi. NEM dan UMPTN menunjukkan keragaman dalam mutu SLTA antara sekolah dan lokasi geografis yang berbeda-beda. Maka pada Repelita VI  upaya memperbanyak jumlah SLTA Umum yang bermutu menjadi prioritas melalui pengembangan SMU Plus yang dilakukan melalui pengerahan peran serta masyarakat.

4)   Pendidikan Tinggi

PTN dan PTS sama-sama menghadapi tantangan mengenai rendahnya proporsi mahasiswa yang mempelajari bidang teknologi dan MIPA yang menimbulkan dampak negatif pada dunia kerja. Mengingat dosen memegang peranan kunci dalam peningkatan mutu maka peningkatan kualifikasi dosen merupakan prioritas pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia saat ini.

5)   Pendidikan Luar Sekolah

Pembangunan pendidikan luar sekolah diprioritaskan pada pemberantasan buta aksara melalui perluasan jangkauan kejar paket A. Hasilnya adalah semakin menurunnya jumlah warga masyarakat yang buta huruf.

A.  Pendidikan Pada Masa Sekarang / Era Global

Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasaan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.

Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan Negara lain. Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di Negara-negara lain.

Setelah diamati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Ada banyak penyabab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Penyebab rendahnya mutu pendidikan yang akan kami paparkan kali ini adalah masalah pemerataan pendidikan, masalah mutu pendidikan, masalah efesiensi pendidikan, dan masalah relevansi pendidkan.

Indonesia sekarang menganut sistem pendidikan nasional. Namun, sistem pendidikan nasional masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ada beberapa sistem di Indonesia yang telah dilaksanakan, di antaranya:

1.    Sistem Pendidikan Indonesia yang berorientasi pada nilai.

Sistem pendidikan ini telah diterapkan sejak sekolah dasar. Disini peserta didik diberi pengajaran kejujuran, tenggang rasa, kedisiplinan, dsb. Nilai ini disampaikan melalui pelajaran Pkn, bahkan nilai ini juga disampaikan di tingkat pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

2.    Indonesia menganut sistem pendidikan terbuka.

Menurut sistem pendidikan ini, peserta didik di tuntut untuk dapat bersaing dengan teman, berfikir kreatif dan inovatif

3.    Sistem pendidikan beragam.

Di Indonesia terdiri dari beragam suku, bahasa, daerah, budaya, dll. Serta pendidikan Indonesia yang terdiri dari pendidikan formal, non-formal dan informal.

4.    Sistem pendidikan yang efisien dalam pengelolaan waktu.

Di dalam KBM, waktu di atur sedemikian rupa agar peserta didik tidak merasa terbebani dengan materi pelajaran yang disampaikan karena waktunya terlalu singkat atau sebaliknya.

5.    Sistem pendidikan yang disesuaikan dengan perubahan zaman.

Dalam sistem ini, bangsa Indonesia harus menyesuaikan kurikulum dengan keadaan saat ini. Oleh karena itu, kurikulum di Indonesia sering mengalami perubahan / pergantian dari waktu ke waktu, hingga sekarang Indonesia menggunakan kurikulum KTSP.

1.    Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini

Kualitas pendidikan di Indonesia masih menjadi perhatian. Hal ini terlihat dari banyaknya kendala yang mempengaruhi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.

 Sehingga perlu diteliti dan dicermati agar kelak bangsa Indonesia dapat meningkatkan kualitas pendidikan dengan lancar dan dapat bersaing di Era Globalisasi.

2.    Penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia

Yang menjadi  penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:

a.    Efektifitas Pendidikan Di Indonesia

Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.

b.    Efisiensi Pengajaran Di Indonesia

Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

c.    Standardisasi Pendidikan Di Indonesia

Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard dan kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).

Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaimana agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.

d.   Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

e.    Rendahnya Kualitas Guru / Pengajar

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

f.     Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia.

g.    Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.

h.    Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

i.      Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

j.      Mahalnya Biaya Pendidikan

3.    Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:

Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa dengan peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

B.  Sejarah Sistem Pendidikan Madrasah di Indonesia

1.    Pengertian Madrasah

Secara etimologis, kataمدرسة   merupakan dari kata درس  yang berarti “tempat duduk untuk belajar”. Kata madrasah jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti “sekolah”, dengan konotasi yang khusus, yaitu sekolah-sekolah agama Islam. Dalam arti tempat belajar, madrasah memang berasal dari dunia Islam. Sebagai tempat mengajarkan dan mempelajari ajaran-ajaran agama Islam, ilmu pengetahuan dan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya.[3]

Madrasah dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan yang sangat menonjol dalam sejarah Islam. Madrasah merupakan kelanjutan dari pendidikan masjid dan pendidikan di lembaga Khan, yaitu mesjid yang dilengkapi dengan asrama. Penggunaan nama madrasah untuk lembaga pendidikan Islam pada awal-awal Islam mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengertian madrasah pada masa sekarang. Pengertian madrasah pada masa klasik Islam disebut sebagai pendidikan akademi (college). Pemberian nama lembaga pendidikan Islam untuk berbagai jenjang dengan nama madrasah ini dapat dipahami mengingat pemberian nama lebih cenderung pada fungsi esensialnya sebagai lembaga pendidikan Islam, yaitu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan Islam dan sekaligus menyebarluaskan paham keagamaan.[4]

2.    Asal – usul Madrasah di Indonesia

Madrasah yang pertama kali didirikan di Indonesia, adalah Madrasah Adabiyah di Padang ( Sumatera Barat ), yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909. Nama resminya pada masa itu adalah Adabiyah School. Masa itu memang pengertian madrasah dan sekolah sama saja, tetapi penggunaan istilah madrasah nampaknya belum dikenal secara umum. Madrasah Adabiyah pada mulanya bercorak agama semata-mata, tetapi kemudian pada tahun 1915 berubah coraknya menjadi H.I.S Adabiyah, merupakan sekolah pertama yang memasukkan pelajaran agama kedalamnya.[5]

Setelah itu Madrasah Diniyah hampir berkembang di seluruh Indonesia, baik merupakan bagian dari pesantren maupun surau, atau berdiri di luarnya. Pada tahun 1916 di lingkungan Pondok Pesantren Tebuireng Jombang (Jawa Timur), telah didirikan Madrasah Salafiyah oleh KH. Hasyim Asy’ari, sebagai persiapan untuk melanjutkan pelajaran ke pesantren. Pada tahun 1929 atas usaha Kyai Ilyas, diadakan pembaharuan dengan memasukan pengetahuan umum pada madrasah tersebut. Kemudian pada tahun 1918 di Yogyakarta berdiri Madrasah Muhammadiyah (Kweekchool Muhammadiyah) yang kemudian menjadi Madrasah Muallimin Muhammadiyah sebagai realisasi dari cita-cita pembaharuan pendidikan Islam yang diperoleh oleh K. H. Ahmad Dahlan.[6]

3.    Perkembangan Madrasah di Indonesia[7]

a.    Masa Penjajahan

Pada masa pemerintah kolonial Belanda Madrasah tumbuh atas dasar semangat pembaharuan dikalangan umat Islam. Pertumbuhan Madrasah menunjukkan adanya pola respon umat Islam yang lebih progresif, tidak semata- mata bersifat defensif terhadap pendidikan Hindia Belanda, kebijakan pemerintah Hindia Belanda sendiri terhadap pendidikan Islam pada dasarnya bersifat menekan karena kekhawatiran akan timbulnya militansi kaum muslimin terpelajar. Dalam banyak kasus sering terjadi guru-guru agama dipersalahkan ketika menghadapi gerakan kristenisasi dengan alasan ketertiban dan keamanan.

Madrasah pada masa Hindia Belanda mulai tumbuh meskipun memperoleh pengakuan yang setengah-setengah dari pemerintah Belanda. Tetapi pada umumnya madrasah- madrasah itu, baik di Minangkabau, Jawa dan Kalimantan, berdiri semata-mata karena kreasi tokoh dan organisasi tertentu tanpa dukungan dan legitimasi dari pemerintah.

Pemerintah Kolonial menolak eksistensi pondok pesantren dalam sistem pendidikan yang hendak dikembangkan di Hindia Belanda. Kurikulum maupun metode pembelajaran keagamaan yang dikembangkan di pondok pesantren bagi pemerintah kolonial, tidak kompatibel dengan kebijakan politik etis dan modernisasi di Hindia Belanda. Di balik itu, pemerintah kolonial mencurigai peran penting pondok pesantren dalam mendorong gerakan-gerakan nasionalisme dan prokemerdekaan di Hindia Belanda.

Menyikapi kebijakan tersebut, tokoh-tokoh muslim di Indonesia akhirnya mendirikan dan mengembangkan madrasah di Indonesia didasarkan pada tiga kepentingan utama, yaitu:

1)   Penyesuaian dengan politik pendidikan pemerintah kolonial.

2)   Menjembatani perbedaan sistem pendidikan keagamaan dengan sistem pendidikan modern.

3)   Agenda modernisasi Islam itu sendiri.

Kebijakan yang kurang menguntungkan terhadap pendidikan Islam masih berlanjut pada masa penjajahan Jepang, meskipun terdapat beberapa modifikasi. Berbeda dengan pemerintahan Hindia Belanda, pemerintahan Jepang membiarkan dibukanya kembali madrasah-madrasah yang pernah ditutup pada masa sebelumnya. Namun demikian, pemerintah Jepang tetap mewaspadai bahwa madrasah-madrasah itu memiliki potensi perlawanan yang membahayakan bagi pendidikan Jepang di Indonesia.

Dalam Undang- undang No. 4 tahun 1950 Jo No. 12 tahun 1954 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah dalam pasal 2 ditegaskan bahwa Undang-undang ini tidak berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah agama. Dan dalam pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan agama di sekolah bukan masa pelajaran wajib dan bergantung pada persetujuan orang tua siswa. Dengan rekomendasi ini, madrasah tetap berada di luar sistem pendidikan nasional, tetapi sudah merupakan langkah pengakuan akan eksistensi madrasah dalam kerangka pendidikan nasional.

b.    Madrasah pada Masa Orde Lama

Madrasah pada Awal Masa Kemerdekaan. Di awal kemerdekaan, tidak dengan sendirinya madrasah dimasukkan kedalam system pendidikan nasional. Madrasah memang tetap hidup, tetapi tidak memperoleh bantuan sepenuhnya dari pemerintahan. Adanya perhatian pemerintah baru diwujudkan denagan PP No. 33 Tahun 1949 dan PP No. 8 Tahun 1950, yang sebelumnya telah dikeluarkan peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1946, No. 7 Tahun 1952, No. 2 Tahun 1960 dan terakhir No. 3 Tahun 1979 tentang pemberian bantuan kepada madrasah. Ditinjau dari segi jenis madrasah berdasarkan kurikulum dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: Madrasah Diniyah, Madrasah SKB 3 Mentri dan Madrasah Pesantren. Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama (diniyah).

Memasuki awal orde lama, pemerintah membentuk departemen agama yang resmi berdiri pada Tanggal 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara intensif memperjuangkan pendidikan islam di Indonesia. Orientasi usaha departemen agama dalam bidang pendidikan islam bertumpu pada aspirasi umat islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah. Disamping Pada pengembangan madrasah itu sendiri.

Salah satu perkembangan madrasah yang cukup menonjol pada masa orde lama ialah: Didirikan dan dikembangkannya pendidikan guru agama dan pendidikan hakim islam negri. madrasah ini menandai perkembangan yang sangat penting di mana madrasah dimaksudkan untuk mencetak tenaga-tenaga professional keagamaan, disamping mempersiapkan tenaga-tenaga yang siap mengembangkan madrasah.

Pada Tanggal 3 Desember 1960 keluar ketetapan MPRS no II/MPRS/1960 tentanng “garis-garis besar pola pembangunan nasional semesta berencana, tahapan pertama tahun 1961-1969” ketetapan ini menyebutkan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai di sekolah rakyat sampai universitas-universitas negri dengan pengertian bahwa murid-murid berhak tidak ikut serta, apabila wali murid atau murid dewasa menyatakan keberatannya. Namun demikian, dalam kaitannya dengan madrasah ketetapan ini telah memberi perhatian meskipun tidak terlalu berarti, dengan merekomondasikan agar madrasah hendaknya berdiri sendiri sebagai badan otonom dibawah pengawasan departemen pendidikan dan kebudayaan.

c.    Madrasah pada Masa Orde Baru

Pembinaan Pemerintah Terhadap Madrasah

Usaha peningkatan dan pembinaan dalam pendidikan madrasah ini kembali terwujud dengan adanya Surat Keputusan Besama (SKB)  pada tahun 1975  yang menegaskan bahwa : yang dimaksud madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan agama  Islam sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30% di samping matapelajaran umum.

1)   Madarasah Ibtidaiyah setingkat dengan pendidikan dasar.

2)   Madrsah Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama

3)   Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas

Pembinaan dan pengembangan madrasah versi SKB Tiga menteri terus berlangsung  dengan tujuan mencapai mutu yang dicita-citakan. Penyamaan madrasah dengan sekolah umum tidak hanya dalam hal penjenjangan saja, namun juga dalam hal struktur program dan kurikulum juga mengalami pembakuan dan penyeragaman setidaknya itu diperkuat dengan terbitnya Keputusan Besama Menteri Pendidian dan kebudayaan dengan Menteri Agama  No. 0299/U/1984 dan No. 45 Tahun 1984, tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah. Perbedaan terlihat pada identitas madrasah, yang menjadikan pendidikan dengan pelajaran agama sebagai mata pelajaran dasar sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran  umum.

Pada masa orde baru pemerintah mulai memikirkan kemungkinan mengintegrasikan madrasah ke dalam pendidikan nasional. Berdasarkan SKB (Surat Keputusan Bersama) tiga dimensi, yaitu Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1975, Nomor 037/4 1975 dan Nomor 36 tahun 1975 tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah ditetapkan bahwa standar pendidikan madrasah sama dengan sekolah umum, ijazahnya mempunyai nilai yang sama dengan sekolah umum dan lulusannya dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas dan siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat. Lulusan Madrasah Aliyah dapat melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi umum dan agama.

Pemerintah orde baru melakukan langkah konkrit berupa penyusunan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam konteks ini, penegasan definitif tentang madrasah diberikan melalui keputusan-keputusan yang lebih operasional dan dimasukkan dalam kategori pendidikan sekolah tanpa menghilangkan karakter keagamaannya. Melalui upaya ini dapat dikatakan bahwa Madrasah berkembang secara terpadu dalam sistem pendidikan nasional. Pada masa orde baru ini madrasah mulai dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat mulai dari masyarakat kelas rendah sampai masyarakat menengah keatas.

Sedangkan pertumbuhan jenjangnya menjadi 5 (jenjang) pendidikan yang secara berturut-turut sebagai berikut :

1)      Raudatul Atfal (Bustanul Atfal).

Raudatul Atfal atau Bustanul Atfal terdiri dari 3 tingkat :

a)      Tingkat A untuk anak umur 3-4 tahun

b)      Tingkat B untuk anak umur 4-5 tahun

c)      Tingkat C untuk anak umur 5-6 tahun

2)      Madrasah Ibtidaiyah.

Madrasah Ibtidaiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran rendah serta menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum.

3)      Madrasah Tsanawiyah

Madrasah Tsanawiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran tingkat menengah pertama dan menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum.

4)      Madrasah Aliyah

Madrasah Aliyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran tingkat menengah keatas dan menjadikan mata pelajaran agama Islam. Sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum. Dewasa ini Madrasah Aliyah memiliki jurusan-jurusan : Ilmu Agama, Fisika, Biologi, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Budaya.

5)      Madrasah Diniyah

Madrasah Diniyah ialah lembaga pendidikan dan pelajaran agama Islam, yang berfungsi terutama untuk memenuhi hasrat orang tua agar anak-anaknya lebih banyak mendapat pendidikan agama Islam. Madrasah Diniyah ini terdiri 3 tingkat :

(1)   Madrasah Diniyah Awaliyah ialah Madrasah Diniyah tingkat permulaan dengan kelas 4 dengan jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dan seminggu.

(2)   Madrasah Diniyah Wusta ialah Madrasah Diniyah tingkat pertama dengan masa belajar 2 (dua) tahun dari kelas I sampai kelas II dengan jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu.

(3)   Madrasah Diniyah Ula ialah Madrasah Diniyah tingkat menengah atas dengan masa belajar 2 tahun dari kelas I sampai kelas II dengan jumlah jam pelajaran 18 jam pelajaran dalam seminggu.

Pengajaran pendidikan agama atau Madrasah Diniyah itu banyak didominasi oleh pengajaran ala pesantren baik dari Diniyatul Ula, Wustha, dan Ulya. Yang mungkin tidak terlepas dari ciri khas dan sifat independen lembaga atau pesantren tersebut.

4.    Sistem dan Pengajaran di Madrasah

Sistem yang digunakan yakni perpaduan antara system pendidikan pada pondok pesantren atau pendidikan dilanggar dengan system yang berlaku pada sekolah-sekolah modern, merupakan system pendidikan dan pengajaran yang dipergunakan dimadrasah. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur, mulai dan  mengikuti system klasikal. System pengajian kitab yang selama ini dilakukan, diganti dengan kitab-kita yang lama. Sementara itu kenaikan tingkat pun ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang pelajaran.

Dikarenakan pengaruh dari ide-ide pembaharuan yang berkembang didunia Islam dan kebangkitan nasional bangsa Indonesia, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk kedalam kurikulum madrasah. Buku-buku pelajaran agam mulai disusun khusus sesuai dengan tingkatan madrasah, sebagaimana halnya dengan buku-buku pengetahuan umum. Bahkan kemudian lahirlah madrasah, sebagaimana halnya dengan buku-buku pengetahuan umum yang berlaku disekolah-sekolah umum. Bahkan kemudian lahirlah madrasah-madrasah yang mengikuti system penjenjangan dan bentuk-bentuk sekolah modern, seperti Madrasah Ibtidaiyah sama dengan Sekolah Dasar, Madrasah Tsanawiyah sama dengan sekolah Menengah Pertama, dan Madrasah Aliyah sama dengan sekolah Menengah Atas.

Perkembangan berikutnya, pengadaptasian tersebut demikian terpadunya, sehingga boleh dikatakan hampir kabur perbedaannya, kecuali pada kurikulum dan nama madrasah yang diambil dengan nama Islam. Kurikulum madrasah dan sekolah-sekolah agama, masih mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun dengan persentase yang berbeda. Pada waktu pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama mulai mengadakan pembianaan dan pengembangan terhadap system pendidikan madrasah melalui kementerian Agama, merasa perlu menentukan kriteria madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk madrasah-madrasah yang berada dalam wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok, paling sedikit 6 jam seminggu.

Pengetahuan umum yang diajarkan di madrasah adalah:

a.    Membaca dan menulis (huruf Latin) Bahasa Indonesia

b.    Berhitung

c.    Ilmu Bumi

d.   Sejarah Indonesia dan Dunia

e.    Olahraga dan Kesehatan

Selain mata pelajaran agama dan Bahasa Arab serta yang disebutkan diatas, juga diajarkan berbagai keterampilan sebagai bekal para lulusanya terjun dimasyarakat.

C.  Perbedaan Sistem Sekolah dan Madrasah

1.    Sistem Sekolah

Sistem pendidikan formal pada umumnya dianut oleh seluruh negara yang ada didunia, bahkan sistem pendidikan formal bersifat wajib dalam hal ini adalah bentuk pemaksaan atau keharusan bagi setiap anak yang dimaksud telah dianut oleh sebagian besar negara didunia. Sebagai contoh Indonesia sendiri memiliki program pendidikan Wajar 9 tahun atau wajib belajar 9 tahun.

Sistem pendidikan formal di setiap negara hampir sama dalam hal tingkatan pendidikan, tetap dibagi menjadi tiga bagian utama yakni pendidikan dasar (elementary), pendidikan menengah (High School) dan Perguruan tinggi. Selain sekolah-sekolah inti, siswa di negara tertentu juga mungkin memiliki akses dan mengikuti sekolah-sekolah baik sebelum dan sesudah pendidikan dasar dan menengah. TK atau pra-sekolah menyediakan sekolah beberapa anak-anak yang sangat muda (biasanya umur 3-5 tahun). Universitas, sekolah kejuruan, perguruan tinggi atau seminari mungkin tersedia setelah sekolah menengah. Sebuah sekolah mungkin juga didedikasikan untuk satu bidang tertentu, seperti sekolah ekonomi atau sekolah tari. Alternatif sekolah dapat menyediakan kurikulum dan metode non-tradisional.

Sekolah adalah bentuk tanggung jawab pemerintah yang tujuannya adalah melanjutkan kehidupan bangsa dan negara agar dapat mengatasi tantangan dan masalah yang dihadapi oleh negara. Oleh karenanya, sekolah haru didesain sedemikian rupa agar produk keluaran dari sekolah dapat digunakan untuk saat ini dan dapat juga mengatasi masalah yang akan datang.

Ada juga sekolah non-pemerintah, yang disebut sekolah swasta. Sekolah swasta mungkin untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus ketika pemerintah tidak bisa memberi sekolah khusus bagi mereka; keagamaan, seperti sekolah Islam, sekolah Kristen, hawzas, yeshivas dan lain-lain, atau sekolah yang memiliki standar pendidikan yang lebih tinggi atau berusaha untuk mengembangkan prestasi pribadi lainnya. Sekolah untuk orang dewasa meliputi lembaga-lembaga pelatihan perusahaan dan pendidikan dan pelatihan militer.

Saat ini, kata sekolah berubah arti menjadi: merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Sekolah dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah. Kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah. Jumlah wakil kepala sekolah di setiap sekolah berbeda tergantung dengan kebutuhannya. Bangunan sekolah disusun meninggi untuk memanfaatkan tanah yang tersedia dan dapat diisi dengan fasilitas yang lain. Ketersediaan sarana dalam suatu sekolah mempunyai peran penting dalam terlaksananya proses pendidikan.

Ukuran dan jenis sekolah bervariasi tergantung dari sumber daya dan tujuan penyelenggara pendidikan. Sebuah sekolah mungkin sangat sederhana di mana sebuah lokasi tempat bertemu seorang pengajar dan beberapa peserta didik, atau mungkin, sebuah kompleks bangunan besar dengan ratusan ruang dengan puluhan ribu tenaga kependidikan dan peserta didiknya. Berikut ini adalah sarana prasarana yang sering ditemui pada institusi yang ada di Indonesia, berdasarkan kegunaannya:

a.       Ruang Belajar

Ruang belajar adalah suatu ruangan tempat kegiatan belajar mengajar dilangsungkan. Ruang belajar terdiri dari beberapa jenis sesuai fungsinya yaitu :

1)       Ruang kelas atau ruang Tatap Muka, ruang ini berfungsi sebagai ruangan tempat siswa menerima pelajaran melalui proses interaktif antara peserta didik dengan pendidik, ruang belajar terdiri dari berbagai ukuran, dan fungsi. Sistem kelas terbagi 2 jenis yaitu kelas berpindah (moving class) dan kelas tetap.

2)       Ruang Praktik/Laboratorium ruang yang berfungsi sebagai ruang tempat peserta didik menggali ilmu pengetahuan dan meningkatkan keahlian melalui praktik, latihan, penelitian, percobaan. Ruang ini mempunyai kekhususan dan diberi nama sesuai kekhususannya tersebut, diantaranya:

a)      Laboratorium Fisika/Kimia/Biologi,

b)      Laboratorium bahasa,

c)      Laboratorium komputer,

d)     Ruang keterampilan

b.      Ruang Kantor

Ruang kantor adalah suatu tempat dimana tenaga kependidikan melakukan proses administrasi sekolah tersebut, pada institusi yang lebih besar ruang kantor merupakan sebuah gedung yang terpisah.

c.       Perpustakaan

Sebagai satu institusi yang bergerak dalam bidang keilmuan, maka keberadaan perpustakaan sangat penting. Untuk meminjam buku, murid terlebih dahulu harus mempunyai kartu peminjaman agar dapat meminjam sebuah buku.

d.      Halaman / Lapangan

Merupakan area umum yang mempunyai berbagai fungsi diantaranya:

1)       tempat upacara

2)       tempat olahraga

3)       tempat kegiatan luar ruangan

4)       tempat latihan

5)       tempat bermain/beristirahat

e.       Lain-lain

1)      Kantin/cafetaria

2)      Ruang organisasi peserta didik (OSIS, Pramuka, Senat Mahasiswa, dll)

3)      Ruang Komite

4)      Ruang keamanan

5)      Ruang produksi, penyiaran dll.

6)      Ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS)


Di Indonesia, sekolah menurut statusnya dibagi menjadi 2 macam yaitu:

·         Sekolah negeri, yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi.

·         Sekolah swasta, yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh non-pemerintah/swasta, penyelenggara berupa badan berupa yayasan pendidikan yang sampai saat ini badan hukum penyelenggara pendidikan masih berupa rancangan peraturan pemerintah.[8]

 

2.      Sistem Madrasah

Lembaga pendidikan islam bentuk madrasah sudah ada sejak agama islam berkembang di Indonesia. Madrasah itu tumbuh dan berkembang dari bawah dalam arti masyarakat yang di dasari oleh rasa tanggung jawab untuk menyampaikan ajaran islam kepada generasi penerus. Oleh karena itu madrasah pada waktu itu lebih di tekankan pada pendalaman-pendalaman ilmu Islam. Madrasah dalam bentuk ini tercatat dalam sejarah bahwa keberadaannya telah berperan serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Setelah kemerdekaan RI pemerintah mengambil langkah-langkah untuk mengadakan penyempurnaan dan peningkatan mutu pendidikan madrasah sejalan dengan laju perkembangan dan aspirasi masyarakat.[9]

Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pada periode H.A Mukti Ali (Mantan Menteri Agama RI), ia menawarkan konsep alternative pengembangan madrasah melalui kebijakan SKB 3 menteri yang berusaha mensejajarkan kualitas madrasah dengan non madrasah, dengan porsi kurikulum 70% umum dan 30% agama. Pada periode Menteri Agama Munawir Sadzali menawarkan konsep Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK). Dan pada periode Menteri Agama RI H.Tarmizi Taher menawarkan konsep madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama islam, yang sedang berjalan hingga sekarang. Dengan munculnya SKB 3 menteri pada tahun 1975 tentang “Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah” , rupanya masyarakat mulai memahami eksistensi madrasah tersebut dalam konteks pendidikan nasional. Di dalam bab II pasal 2 di nyatakan bahwa:

a.       Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah  sekolah umum yang setingkat.

b.       Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas.

c.        Siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum setingkat.[10]

Sistem pendidikan madrasah  mulai tersebar  di mana-mana sistem itu terbagi menjadi dua, yaitu: mdrasah yang khusus memberikan pendidikan dan pengajaran agama disebut madrasah diniyah kemudian madrasah yang di samping memberikan pengajaran agama juga memberi pelajaran umum. Untuk tingkat dasar disebut madrasah ibtidaiyah, untuk tingkat menengah pertama disebut madrasah tsanawiyah, dan untuk tingkat menengah atas disebut madrasah aliyah.

Didorong oleh keinginan memberi bekal pada anak-anak agar dapat menyesuaikan diri dalam dunia modern maka selain di madrasah diajarkan agama seperti di atas juga diajarkan ilmu pengetahuan umum. 

Perlu pemberian pengetahuan umum pada lembaga-lembaga pendidikan agama nampak menjadi satu kebutuhan yang mendesak sejalan dengan pembangunan yang semakian meningkat sejalan dengan kemajuan yang telah dicapai, maka dari itu agar lulusan sekolah agama khususnya madrasah dapat menyesuaiakan diri di alam yang telah maju maka timbul usaha dari pihak pemerintah untuk lebih meningkatkan mutu madrasah ini agar sejajar dengan sekolah umum yang sederajat.

Untuk mencapai tujuan itu di keluarkanlah SKB3M surat keputusan 3 menteri yaitu menteri agama, menteri P dan K dan menteri dalam negeri mengenai peningkatan mutu madrasah.

Berdasarkan SKB3M ini, pengetahuan umum dan pengetahua agama di berikan di madrasah berbanding 70% (umum) dan 30% (agama). Adapun tujuan pokok dari SKB3M ini agar mutu pengetahuan umum di  madrasah sama dengan di sekolah umum sederajat, oleh karena itu ijazah dari madrasah disamakan dengan ijazah sekolah umum yang sederajat yaitu ijazah madrasah ibtidaiyah= SD, madrasah tsanawiyah= SMP madrasah aliyah= SMA.[11]

Madrasah tumbuh berkembang di tengah masyarakat dan tetap eksis di tengah gelombang modernisasi dan globalisasi dan dapat menyaingi sekolah-sekolah umum. Salah satu faktornya adalah karakteristik madrasah di lihat dari muatan materi pelajaran yang di ajarkan lebih bernuansa keagamaan. Karakteristik inilah yang kemudian dipupuk, dikembangkan dan dipertahankan sampai sekarang.

D.  Kelebihan Sistem Madrasah

1.    Tinjauan historis

Madrasah tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk rakyat (masyarakat), berbeda dengan sistem pendidikan sekolah. Hal ini terbukti bahwa jumlah madrasah swasta lebih banyak daripada sekolah (hampir 80%), belum lagi madrasah swasta yang dinegerikan oleh pemerintah (Depag RI, 2000). Hal ini membuktikan bahwa peran serta masyarakat pada madrasah sangat tinggi, karena masyarakat Islam mempunyai beban moral dan kewajiban pada generasi penerusnya untuk mendidik dan membinanya agar terwujud anak sholeh baik dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Penyelenggaraan madrasah didasari oleh faktor teologis yang mendalam bahwa, “Barang siapa yang memberi kemudahan jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan jalan menuju surga”, sehingga tidak terdengar madrasah yang gulung tikar sebagaimana yang terjadi pada sekolah umum (Sholeh, 2004: 72).

2.    Tinjauan Subject matter

Pendidikan Agama Islam (PAI) pada sekolah-sekolah umum hanya diajarkan dua jam pelajaran dalam satu minggu, namun pada madrasah terinci menjadi beberapa mata pelajaran sepetri Qur’an Hadist, Fiqih, Aqidah Akhlak, Bahasa Arab dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Pemecahan mata pelajaran pendidikan agama Islam pada madrasah diharapkan mampu memperkuat keimanan dan ketaqwaan pada Tuhan Yang Maha Esa (Allah), sehingga tujuan pendidikan Islam dapat terwujud yakni membentuk manusia seutuhnya atau kepribadian muslim.

E.  Kekurangan Sistem Madrasah

1.    Kesenjangan antara madrasah negeri dengan madrasah swasta. Ada perbedaan perlakuan yang diberikan untuk madrasah negeri dan swasta. Pemberian bantuan pendidikan untuk madrasah swasta selalu dinomor-duakan. Contohnya saja, dalam hal pemberian beasiswa baik untuk siswa maupun untuk guru. Sarana dan prasarana pun masih kurang memadai.

2.    Hambatan terbesar yang dihadapi madrasah adalah rendahnya kualitas proses pendidikan yang ada didalamnya. Hal ini terjadi karena aspek manajemen, aspek kurikulum dan aspek kualitas tenaga pendidiknya yang dinilai masih rendah. Persoalan yang dihadapi madrasah terutama pada pencapaian mutu dipicu karena tidak terpenuhinya standar-standar tertentu, seperti infrastruktur, pendidik dan tenaga kependidikan, kurikulum, calon siswa, proses pembelajaran, dan manajemen kelembagaannya. Pendirian madrasah sering kurang mempertimbangkan pemenuhan aspek mutu baik standar pelayanan pendidikan maupun standar nasional pendidikan.[12]

3.    Beban kurikulum di madrasah yang cukup berat. Kurikulum yang diterapkan di madrasah adalah 100% kurikulum sekolah umum ditambah dengan kurikulum berciri khas agama. Mata pelajaran keislaman menjadi tambahan dengan proporsi sepenuhnya diserahkan kepada madrasah dan persentasi kurikulumnya 100% agama dan 100% umum (Arief, 2012:257). Hal ini mengakibatkan beban belajar siswa madrasah lebih berat dibandingkan dengan siswa sekolah umum.

F.   Kelebihan Sistem Sekolah

1.      Kurikulum di sekolah pada umumnya berorientasi pada penguasaan ilmu pengetahuan, material dan fisikal.[13]

2.      Mampu bersaing dengan tuntutan percepatan kelimuan Global.

3.      Pendidikan yang berbasis kognitif.

4.      Metode pembelajaran yang di tawarkan sangat beragam tidak hanya itu strategi pembelajaran muali dari Quantum Learning, CTL, SCL, Aktive Learning dll.

G. Kekurangan Sistem Sekolah

1.      Berkaitan dengan mutu lulusan dari sekolah secara umum mereka kurang matang dalam pemahaman keagamaan, karena memang porsi jam mata pelajaran agama mereka sangat terbatas.

2.      Di sekolah umum masih banyak ditemukan guru yang mengajar tanpa melengkapi perangkat pembelajaran yang dibutuhkan dan juga masih menggunakan metode konvesional. Selain itu terkait penerapan kurikulum 2013 banyak guru yang belum bisa menerapkan model pembelajaran berupa tematik-integratif, pendekatan saintifik, strategi aktif dan juga masih kesulitan dalam menerapkan penilaian autentik.[14]

Baca juga artikel yang lain;

  1. Konsep Dasar Psikologi
  2. Metode Kajian Psikologi
  3. Konsep Dasar Puasa Sunnah
  4. Menonton Telivisi dan Pembentukan Karakter
  5. Budaya Membaca dan Budaya Menonton TV
  6. Perbedaan Sekolah dan Madrasah
  7. Gejala Kejiwaan Manusia
  8. Penelitian Kuantitatif
  9. Memiliki Wawasan dan Kreatifitas Dalam Pemilihan Metode, Media dan Alat Evaluasi Pembelajaran PAI
  10. Konsep Dasar Statistik Pendidikan
  11. Data Statistik Pendidikan

[1] Mohammad Ali, “Pengembangan Pendidikan Islam di Sekolah,” dalam http://www.ispi.or.id/2010/09/19/pengembangan-pendidikan-agama-islam-di-sekolah/, diakses tgl 09 Maret 2020, 17.21 WIB.

[2] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenda Media Group, 2007), 63.

[3] http://afifulikhwan.blogspot.com/2010/01/lahir-dan-berkembangnya-madrasah-di.html (diakses pada 10 maret 2020 pukul 15.10).

[4] Ninik Masrorah dan Umiarso, Modernisasi Pendidikan Islam Ala Azyumardi Azra (Jakarta: Ar Ruzz Media, 2011), 129.

[5] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1985), 63.

[6] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah, Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), 169.

[7] http://marifudin.wordpress.com/2011/06/18/sejarah-madrasah-di-indonesia/ (diakses pada 12 Maret 2020 pukul 13.15).

[8] https://www.eurekapendidikan.com/2015/02/pengertian-dan-sejarah-sistem-sekolah.html?m=1 (diakses pada hari Kamis tanggal 12 Maret 2020 pukul 21.45).

[9] M. arifin, kapita selekta pendidikan (Jakarta: bumi aksara, 2000). h. 107-108.

[10] Muhaimin, wacana pengembangan pendidikan islam (Surabaya: pusat studi agama, 2003). h. 175.

[11] Zuhairini,dkk, sejarah pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011) h. 226-231.

[12] Dr. Minnah El Widdah, M.Ag., Dr. Asep Suryana, M.Pd., dkk, KEPEMIMPINAN BERBASIS NILAI DAN PENGEMBANGAN MUTU MADRASAH, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 5.

[13] Ahmad Janan Asifuddin, Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam, (Yogyakarta: SUKA –Press UIN Sunan Kalijaga, 2010), h. 172.

[14] Fata Asyrofi Yahya, PROBLEM MANAJEMEN PESANTREN, SEKOLAH, MADRASAH: PROBLEM MUTU DAN KUALITAS INPUT-PROSES-OUTPUT, Jurnal El-Tarbawi, Vol. 8 No.1, 2015, h. 111.

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...