Pernahkah kita menghitung, berapa jam setiap hari yang
kita habiskan untuk menonton televisi? dan berapa jam pula yang kita habiskan
untuk membaca? Tidak dapat dipungkiri, budaya menonton televisi telah mengakar
di masyarakat.
perlu dipahami bahwa pembentukan karakter anak bisa
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Tontonan TV pun dapat memiliki dampak
tersendiri terhadap karakter anak. Walau channel yang diberikan sebagai
tontonan anak terbilang aman dan sesuai usianya, namun orangtua tetap perlu
mendampingi. Dengan begitu, anak bisa memahami setiap karakter yang ada di
dalam tontonan termasuk antara sifat baik atau buruk. Bukan tidak mungkin kalau
karakter penjahat yang ada di dalam tontonan anak justru menarik perhatiannya.
Jangan heran jika keesokan harinya, anak memiliki keinginan untuk menjadi
seorang penjahat.
Bila berkaitan dengan tayangan infotainment gosip dan
aib sudah jadi andalan. Kabar yang dihadirkan tak jauh dari putusnya hubungan
artis karena ada orang ketiga, putusnya rumah tangga artis atau orang terkenal
karena diduga ada orang ketiga, penyitaan harta artis, artis yang terkena kasus
narkoba, selebriti yang menikah dengan janda kaya, dan berita lain yang
esensinya sama, yaitu main-main dalam privasi dan menyebarkan gosip dan aib.
Infotainment juga dituding menjadi penyebab maraknya
gaya hidup hedonistik di kalangan remaja. Hedonisme adalah pandangan hidup yang
menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup.
Bagi penganut pandangan ini, bersenang-senang, pesta pora, dan kesenangan
adalah tujuan utama hidup, apakah itu menyenangkan orang lain atau tidak.
Karena mereka berpikir bahwa hidup ini hanya sekali, sehingga mereka merasa
sangat ingin menikmati hidup.
Infotainment yang menyiarkan kehidupan glamor para
selebritas memberikan dorongan kepada para remaja untuk melakukan hal yang
sama. Mereka ingin meniru idola mereka dalam gaya hidup mereka, fashion mereka,
dan segala sesuatu tentang idola mereka. Terkadang karena kemampuan ekonomi
yang tidak mencukupi, para remaja ini mencari jalan pintas untuk memuaskan
fantasi kesenangan mereka yang ia tiru dari selebriti idola mereka. Sehingga
mereka terjerumus ke hal-hal negatif seperti rela menjual diri, atau menjadi
pengedar narkoba.
Sebenarnya menjadi penonton juga bukan hal yang buruk.
Banyak hal yang terjadi di dunia ini disaksikan oleh penonton. Permasalahannya
adalah ketika kita terbiasa dengan budaya menonton, akan tercipta suatu kondisi
dimana kita merasa cukup puas dengan apa yang kita lihat. Sikap pasif dan
apatis yang ditimbulkan dari keseringan menonton inilah yang perlu dihindarkan.
Karena jika terlalu sering maka generasi kita berubah menjadi generasi yang vakum dan tidak produktif, karena setiap hari dihabiskan dengan menonton dan terus menonton. Akibatnya mental generasi muda kita adalah mental penonton, bukan mental pemain. Hal ini disebabkan budaya menonton menghasilkan pola pikir liner dan simplitis. Yaitu pemikiran bahwa kehidupan akan terus berjalan dengan sendirinya. Generasi kita malas bertindak, tidak terarah dan tidak memiliki gairah untuk melakukan sesuatu perubahan yang inovatif dan kreatif.
Baca juga artikel yang lain;
- Konsep Dasar Psikologi
- Metode Kajian Psikologi
- Biografi Ibnu Thuffail
- Konsep Dasar Puasa Sunnah
- Pendidikan Wanita dalam Islam
- Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-ilmu yang Lain
- Sejarah Pendidikan Islam
- Sejarah Perkembangan Psikologi
- Jarh wa Ta'dil
- Sosiolinguistik Amerika dan Indonesia
- Menonton Telivisi dan Pembentukan Karakter
- Budaya Membaca dan Budaya Menonton TV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar