Menyikapi sebuah hadis sebaiknya mengikuti langkah-langkah ulama
agar tidak salah dalam memahaminya. Sesuai dengan kesepakatan ulama bahwa hadis
adakalanya maqbul (di terima) dan mardud (di tolak). Hadis
dari segi kuantitas terbagi dua; mutawatir dan ahad. Begitu pula
dari segi matan, hadis terbagi pada tiga; shahih, hasan,
dan dha‘if. Dari macam-macam hadis ini terbagi lagi pada beberapa macam
hadis sesuai dengan kategori masing-masing. Hadis mutawatir sudah pasti
bisa diterima berbeda dengan hadis ahad yang terjadi perbedatan antara ulama
tetapi yang pasti adalah hadis ahad bisa diterima jika berkualitas sahih
sanad dan matan. Seperti definisi yang dipaparkan oleh ‘Abd
al-Mun‘im Salim dalam kitabnya Taisir ‘Ulum al-H}adith li al-Mubtadi’in:
الحديث الصحيح هو المسند المتصل إسناده بنقل العدل الضابط عن العدل الضابط الى منتهاه من غير شذوذ ولا علة.[1]
Hadis sahih
ialah musnad yang sanadnya bersambung dengan periwayatan perawi
yang ‘adil dan dhabit yang berasal dari orang-orang yang adil
dan dabit sampai akhir sanad tanpa adanya kejanggalan dan cacat.
Definisi
ini memunculkan beberapa syarat hadis untuk menjadi sahih sehingga bisa
di terima yakni muttashil, ‘adl, dhabit, ghairu shazh, dan
ghairu ‘illah. Tiga syarat yang pertama berkenaan dengan ke-shahih-an
sanad sedangkan syarat dua terakhir berkenaan dengan sanad dan matan.
Sebuah hadis bisa di terima dengan syarat sanad dan matannya
sama-sama sahih karena sanad yang sahih tidak menjamin ke-sahih-an
matan oleh karenanya kedua-duanya perlu di teliti. Langkah pertama yaitu
meneliti para rawi hadis satu-persatu sehingga diketahui apakah ada rawi yang
cacat sehingga mengurangi kualitas hadis atau mungkin menyebabkan hadis
tersebut dha‘if. Baru kemudian meneliti matan hadis. M Syuhudi
Ismail mengatakan bahwa dalam meneliti matan harus melakukan beberapa
langkah di bawah ini:
1) Meneliti
matan dengan melihat kualitas sanad hadis
2) Meneliti
susunan lafal dari berbagai matan yang semakna
3) Meneliti
kandungan matan.
Poin
pertama perlu dilakukan karena kualitas sanad tidak menjamin kualitas matan.
Poin kedua perlu dilakukan untuk mengetahui adanya persamaan amupun perbedaan
baik dari segi lafazh maupun makna. Poin ketiga adalah memahami subtansi hadis
itu sendiri sehingga bisa mengetahui apakah bertentangan dengan al-Qur’an,
Hadis lain, akal, fakta sejarah, atau penelitian ilmiah. Kesimpulannya adalah
tidak boleh serta merta menjustifikasi hadis sebelum melakukan penelitian
terlebih dahulu.
- Pengertian Hadis, Sunnah, Khabar, & Atsar
- Pengertian & Bentuk-Bentuk Hadist
- Hadist Tentang Keringanan Siksa Abu Lahab Setiap Hari Senin
- Perang Khandaq
- Tata Cara Ruqyah
- Cara Menyikapi Hadis Rasulullah SAW
- Teori Kesahihan Hadist
- Argumentasi Kehujjahan Hadis
- Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur'an
- Sejarah Perkembangan Hadis
- Pengertian, Objek, Dan Kegunaan Ilmu Hadist
- Pembagian & Cabang Ilmu Hadist
- Sejarah Pertumbuhan & Penghimpunan Ilmu Hadist
- Kitab-Kitab Ilmu Hadist
[1] Abu ‘Abd al-Rah}man ‘Amr ‘Abd al-Mun‘im Salim, Taisir ‘Ulum al-H}adith li al-Mubtadi’in (T.k: Dar al-D}iya’, 2000), 14. Lihat pula T}ah}}an, Taisir Must}alah}…, 30.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar