HOME

26 Februari, 2021

TAWABI’ DAN I’ROBNYA (التَّوَابِعُ وَاِعْرَابُهَا)

TAWABI’ DAN I’ROBNYA

(التَّوَابِعُ وَاِعْرَابُهَا)

Tabi’ atau Tawabi’ (jamak) menurut bahasa adalah pengikut. Tawabi’ adalah kata benda (isim) yang mengikuti kata-kata sebelumnya (matbu’) dalam i’rob (marfu’, manshub, dan majrur). Adapun isim tabi’ yang mengikuti matbu’ ada 4 macam; na’at (sifat), ‘athof (perbandingan), taukid (penegas), dan badal (pengganti).

التَّوَابِعُ

 

نَعْتٌ           عَطْفٌ          تَوْكِيْدٌ           بَدَلٌ

A.      Na’at (النَعْتُ)

Na’at adalah isim (kata benda) yang menunjukkan sifat pada isim sebelumnya (man’ut). Contoh;

هَذَا مَسْجِدٌ كَبِيْرٌ = ini masjid yang besar

Lafadz كَبِيْرٌ adalah lafadz yang menunjukkan sifat bagi isim sebelumnya (man’ut) yaitu lafadz مَسْجِدٌ.

Sedangkan na’at dibagi menjadi 2 na’at haqiqi dan na’at sababi.

1)   Na’at Haqiqi

Na’at Haqiqi adalah lafadz yang menunjukkan sifat bagi isim sebelumnya (man’ut) dalam i’rab (rafa’, nashab, jar), nau’ (mudzakkar dan muannats), definitif (nakirah dan ma’rifah), dan jumlah (mufrad, mutsana, dan jama’). Apabila man’ut pada akhir hurufnya berharakat dhomah (marfu’) atau fathah (manshub) atau kasroh (majrur), maka na’at-nya juga berharakat dhomah (marfu’) atau fathah (manshub) atau kasroh (majrur). Apabila man’ut-nya pada huruf akhirnya berharakat tanwin, maka na’at-nya juga berharakat tanwin. Dan apabila man’ut pada awal katanya memakai alif lam (ال), maka na’at-nya juga memakai alif lam (ال) pada awal katanya. Untuk lebih jelas lihat contoh tabel di bawah ini.

نَعْتٌ :

اْلقَدِيْمَةُ

مَنْعُوْتٌ

اَلْمِكْوَةُ

اَلْمِكْوَةُ اْلقَدِيْمَةُ تَحْتَ تِلْفَازٍ جَدِيْدٍ

Setrika yang lama di bawah TV yang baru

رَفْعٌ

اعراب

اْلحَقِيْقِيٌّ

القَدِيْمَةَ

الْمِكْوَةَ

رَأَيْتُ الْمِكْوَةَ القَدِيْمَةَ تَحْتَ تِلْفَازٍ

Saya melihat setrika yang lama di bawah TV

نَصْبٌ

جَدِيْدٍ

تِلْفَازٍ

اَلْمِكْوَةُ اْلقَدِيْمَةُ تَحْتَ تِلْفَازٍ جَدِيْدٍ

Setrika yang lama di bawah TV yang baru

خَفْضٌ

السَّمِيْنُ

يُوْنُسُ

يُحِبُّ يُوْنُسُ السَّمِيْنُ مَكْرُوْنَةً

Yunus yang gemuk itu menyukai spageti

مُذَكَّرٌ

نوع

مَقْلِيَةً

مَكْرُوْنَةً

يُحِبُّ يُوْنُسُ مَكْرُوْنَةً مَقْلِيَةً

Yunus menyukai spageti yang goreng

مُؤَنَّثٌ

مُجْتَهِدٌ

طَالِبٌ

مُحَمَّدٌ طَالِبٌ مُجْتَهِدٌ

Muhammad adalah murid yang rajin

مُفْرَدٌ

عدد

مُجْتَهِدَانِ

طَالِبَانِ

مُحَمَّدَانِ طَالِبَانِ مُجْتَهِدَانِ

Dua orang (lk) yang bernama Muhammad itu adalah murid yang rajin

مُثَنَّى

مُجْتَهِدُوْنَ

طُلاَّبٌ

مُحَمَّدُوْنَ طُلاَّبٌ مُجْتَهِدُوْنَ

Para laki-laki yang bernama Muhammad itu adalah murid-murid yang rajin

جَمْعٌ

الْمَاهِرُ

سُلَيْمَانُ

يَسْكُنُ سُلَيْمَانُ الْمَاهِرُ فِى ثُكْنَةٍ فَخْمَةٍ

Sulaiman yang terampil tinggal di barak yang mewah

مَعْرِفَةٌ

تعيين

فَخْمَةٍ

ثُكْنَةٍ

يَسْكُنُ سُلَيْمَانُ الْمَاهِرُ فِى ثُكْنَةٍ فَخْمَةٍ

Sulaiman yang terampil tinggal di barak yang mewah

نَكِرَةٌ

 

2)        Na’at Sababi

Na’at Sababi adalah kata benda (isim) yang menunjukkan sifat atau penjelas bagi isim yang mempunyai ikatan dengan man’ut. Jadi sifat yang ada tidak menunjukkan sifat pada man’ut-nya melainkan pada kata setelah na’at. Pada lafadz yang memiliki na’at sababi harus mengandung dhomir yang kembali pada man’ut-nya. Sedangkan yang menjadi penghubung antara isim dengan man’ut adalah dhamir tersebut yang nempel pada isim setelah na’at.

Na’at Sababi harus berupa isim mufrad dan mengikuti man’ut-nya pada hal i’rab (rafa’, nashab, jar) dan ta’yin (ma’rifat, nakirah) serta mengikuti isim yang mempunyai ikatan dengan man’ut  pada hal nau’ (mudzakkar, muannast).

نَعْتٌ :

الرَّطْبَةُ

مَنْعُوْتٌ

سَالِمٌ

يَلْعَبُ سَالِمٌ الرَّطْبَةُ جَاكِتَتُهُ السَّطْرَنْجِىَّ مَعِى

Salim yang jaketnya basah bermain catur bersamaku

رَفْعٌ

اعراب

السَّبَبِيُّ

الكَثِيْرَ

الدَّرْسَ

كَتَبْتُ الدَّرْسَ الكَثِيْرَ وَاجِبُهُ

Saya menulis pelajarang yang tugasnya banyak

نَصْبٌ

بِسِيْطٍ

فِى دَوْرَةٍ

نَتَعَلَّمُ اللُّغَةَ اْلعَرَبِيَّةَ فِى دَوْرَةٍ بِسِيْطٍ فَصْلُهَا

Kita belajar Bahasa Arab di kursus yang sederhana kelasnya

خَفْضٌ

اْلحَسَنَ

الْجِيْرَانَ

تَدْعُوا الْجِيْرَانَ اْلحَسَنَ خُلُقُهُمْ لِيَحْضُرُوْا حَفْلَتَكَ

Kamu panggil tetangga yang baik perilakunya untuk menghadiri pestamu

مَعْرِفَةٌ

تعيين

اْلوَاسِعَةُ

الْمَدْرَسَةُ

الْمَدْرَسَةُ اْلوَاسِعَةُ سَاحَتُهَا تَحْتَ الأِصْلَاحِ

Sekolah yang luas halamanya dalam perbaikan

مُنْطَفِئَةٍ

مَقْهًى

قَابَلَنِى فَاطِمَةُ فِى مَقْهًى مُنْطَفِئَةٍ لَمْبَتُهُ

Fatimah berjumpa denganku di cafe yang padam lampunya

نَكِرَةٌ

 

B.        ‘Athof (العَطْفُ)

Athaf termasuk salah satu tawabi’ yang mengikuti matbu’. ‘Athaf tidak beda dengan na’at, hanya saja kalau na’at (نعت) mengikuti man’ut (منعوت), kalau ‘athaf (عطف) mengikuti ma’thuf ‘alaih (معطوف عليه). ‘Athaf dibagi menjadi 2 yaitu ‘athaf nasaq (العطف النسق) dan ‘athaf bayan (العطف البيان). Untuk lebih mempermudah silahkan perhatikan penjelasan di bawah ini.

1)        ‘Athaf Nasaq (العطف النسق)

Athof Nasaq adalah kata benda (isim) yang selalu mengikuti ma’thuf ‘alaih yang mana diantara ‘athaf dan ma’tuf ‘alaih diperantarai oleh salah satu huruf ‘athaf. Kata yang mengikuti dinamakan ma’thuf dan yang diikuti dinamakan ma’thuf ‘alaih. Kesesuain antar ‘athaf dengan ma’thufalaih adalah hanya dalam i’rab-nya saja, berbeda na’at atau tawabi’ yang lainnya. Contoh;

كَتَبَ زَيْدٌ وَ عَمْرٌو اْلدَّرْسَ

Zaid dan Umar telah menulis pelajaran

Lafadz Zaid sebagai ma’thuf ‘alaih, huruf wa sebagai huruf ‘athaf, lafadz Amr sebagai ‘athaf. Karena ma’thufalaih ber-i’rab rafa’ maka ‘athaf juga ber-i’rab rafa’.

Adapun huruf-huruf ‘athaf banyaknya ada sepuluh diantaranya;

‘Athaf

Ma’thuf ‘Alaih

Contoh

Fungsi

Huruf-huruf ‘Athaf

سُفْيَانُ

أَحْمَدُ

لَيْسَ أَحْمَدُ وَسُفْيَانُ فَقِيْرَيْنِ

Ahmad dan Sufyan bukanlah orang yang miskin

لِمُطْلَقِ اْلجَمْعِ

Untuk mengikutsertakan keseluruhan

وَاوٌ

dan

إِسْمَاعِيْلَ

إِبْراَهِيْمَ

أَرْسَلَ اللَّهُ عَلَى النَّاسِ إِبْراَهِيْمَ فَإِسْمَاعِيْلَ

Allah mengutus kepada manusia Ibrohim kemudian Ismail

للتَّرْتِيْبِ بِاالتَّعْقِيْبِ

Tertib secara teratur

فَاءٌ

lalu / kemudian

اِسْتِعْمَالَ

غُسْلَ

أُرِيْدُ غُسْلَ الْمَلَابِسِ ثُمَّ اِسْتِعْمَالَهَا

Saya ingin mencuci pakaian lalu memakainya

للتَّرْتِيْبِ بِاالتَّرَاخِى

Tertib secara telat

ثُمَّ

lalu / kemudian

مِظَلَّةً

مِمْطَرَةً

خُذْ لِى مِمْطَرَةً أَوْ مِظَلَّةً مِنْ فَضْلِكَ

Tolong ambilkan saya jas hujan atau payung

لِلتَّخْيِيْرِ / لِلشَّكِّ

Pilihan / ragu

أَوْ

atau

مِلْعَقَةٍ

بِشَوْكَةٍ

طَعَمَتْ فَاطِمَةُ الْمَكْرُوْنَةَ بِشَوْكَةٍ أَمْ مِلْعَقَةٍ

Fatimah makan spageti dengan garpu atau sendok

لِلتَّسْوِيَةِ

Menyamakan

أَمْ

Atau

حَمْدَانُ

جَابِرٌ

زَارَكَ فِى الشَّقَّةِ إِمَّا جَابِرٌ وإِمَّا حَمْدَانُ

Mengunjungimu di apartemen adakalnya Jabir dan adakalanya Hamdan

لِلتَّفْصِيْلِ

Merinci / perinci

إِمَّا

adakalanya

قِطَارًا

اْلحَافِلَةَ

لَاتَرْكَبِ اْلحَافِلَةَ قَبْلَ يَوْمِ اْلعِيْدِ بَلْ قِطَارًا

Jangan naik bus sebelum lebaran tapi naik kereta api

لِإِثْبَاتِ حُكْمِ مَاقَبْلَهَا وَضِدِّ مَابَعْدَهَا

Hukum ma’thuf alaih dibatalkan oleh ‘athaf

بَلْ

Tetapi

يُوْسُفَ

سَالِمٍ

يَبْنِى  اْلعُمَّالُ بَيْتَ سَالِمٍ لَا يُوْسُفَ

Pekerja membangun rumah Salim bukan Yusuf

لِنَفْىِ حُكْمِ مَابَعْدَهَا

Untuk meniadakan hukum lafadz setelahnya

لَا

Tidak/bukan

اللَّهَ

الصَّنَمَ

مَا اسْتَغْفَرْنَا الصَّنَمَ لَكِنِ اللَّهَ

Kita tidak memohon ampunan kepada berhala melainkan kepada Allah

لِلْاِسْتِدْرَاكِ

Susulan kata

لَكِنْ

Akan tetapi

السَّقْفَ

اْلجِدَارَ

طَلَى البَنَّاءُ اْلجِدَارَ حَتَّى السَّقْفَ

 Tukang bangunan mengecat tembok samapai atap

لِلتَّدْرِيْجِ إِلَى اْلغَايَةِ

Bertahap hingga tujuan

حَتَّى

Sampai

2)        ‘Athaf Bayan (العطف البيان)

‘Athaf Bayan adalah isim (kata benda) yang mengikuti pada matbu’-nya, yang serupa sifat dalam segi menambah kejelasan kata yang diikutinya tanpa adanya perantara huruf athaf. ‘Athaf Bayan biasa juga disebut badal. Contoh;

أَدْعُوْ اَبَاكَ سَلْمَانَ Saya mengundang ayahmu, Salman.

Lafadz Salman (سَلْمَانَ) sebagai ‘athaf (عطف) atau badal kul min kul (بدل كل من كل), sedangkan lafadz yang diikuti abaaka (اَبَاكَ). Kalau dilihat dari artinya bisa dimaknai bahwa Salman adalah ayahmu, dan ayahmu adalah Salman.

C.      Taukid (التَّوْكِيْدُ)

Taukid adalah kata benda (isim) yang selalu mengukuti muakkad-nya, baik berupa i’rab (rafa’, nashab, khafad) dan ta’yin-nya (ma’rifat, nakirah).  Kata yang ditetapkan hukumnya dinamakan muakkad dan kata yang menetapkan dinamakan taukid. Taukid bukanlah inti kalimat, tapi mempunyai fungsi dalam kalimat. Taukid berfungsi untuk menguatkan atau menghilangkan keraguan pendengar.

Taukid dibagi menjadi taukid lafdzi dan taukid maknawi, untuk lebih jelasnya sebagai berikut;

1)   Taukid Lafdzi (اللَّفْظِىُّ) adalah mengulangi lafadz dengan lafadz-nya sendiri atau dengan persamaanya untuk mencegah lengahnya orang yang mendengarkan. Contoh;

حَلِيْمَةُ حَلِيْمَةُ مَسْرُوْرَةٌ (Halimah benar-benar gembira)

يَغْضَبُ يَغْضَبُ سَلْمَانُ (Salman benar-benar marah)

Lafadz حَلِيْمَةُ yang pertama sebagai muakkad, Lafadz حَلِيْمَةُ yang kedua sebagai taukid. Sedangkan kalimat yang kedua, lafadz يَغْضَبُ yang pertama sebagai muakkad, dan lafadz يَغْضَبُ yang kedua sebagai taukid.

2)   Taukid Maknawi (الْمَعْنَوِىُّ) adalah kata benda (isim) yang selalu mengikuti muakkad-nya untuk menghilangkan keraguan dengan menggunakan kata-kata  tertentu (نَفْسٌ، عَيْنٌ، كُلٌّ، أَجْمَعُ) dan selalu di-mudlofkan pada dlomir yang kembali/sesuai dengan muakkad-nya. Contoh;

توكيد:

نَفْسُهَا

مؤكد:

فَاطِمَةُ

تُسَافِرُ فَاطِمَةُ نَفْسُهَا اِلَى خَارِجِ اْلبِلَادِ

Fatimah bepergian (dirinya) ke luar negeri

نَفْسٌ

(dirinya)

عَيْنَهُ

عِمْرَانَ

أُعَاتِبُ عِمْرَانَ عَيْنَهُ لِاَنَّهُ سَارِقُ اْلجَوَابِ

Saya memarahi imran (dirinya) karena dia mencuri jawaban (menyontek)

عَيْنٌ

(dirinya)

كُلِّهِنَّ

عَلَى الطَّالِبَاتِ

لَا بُدَّ عَلَى الطَّالِبَاتِ كُلِّهِنَّ أَنْ يَسْتُرْنَ عَوْرَتَهُنَّ

Wajib bagi siswi-siswi (Pr) (semuanya) menutupi auratnya

كُلٌّ

(semuanya)

أَجْمَعِيْنَ

أَوْلَادَكَ

أَهْدَيْتَ أَوْلَادَكَ أَجْمَعِيْنَ لِاَنَّهُمْ مُجْتَهِدُوْنَ

Kamu memberi hadiah anak-anakmu (semuanya) karena mereka rajin

أَجْمَعُ

(semuanya)

اَجْمَعُوْنَ

نَحْنُ

نَحْنُ اَجْمَعُوْنَ جُمَلاَءُ

Kita (semuanya) tampan

 

D.      Badal (البَدَلُ)

Badal merupakan kata benda (isim) yang di dalam suatu kalimat untuk mewakili kata sebelumnya, baik mewakili secara keseluruhan ataupun sebagiannya saja. Kata yang menggantikan atau mewakili disebut badal dan kata yang digantikan atau diwakili dinamakan mubdal minhu, serta i’rab badal harus sama atau sesuai dengan mubdal minhu. Contoh;

جَاءَ الْمُدَرِّسُ أَحْمَدُ = Guru (laki-laki) telah datang, Ahmad.

Lafadz أَحْمَدُ sebagai badal, dan lafadz الْمُدَرِّسُ sebagai mubdal minhu. Badal mewakili mubdal minhu, bahwa Ahmad adalah seorang guru.

Badal terbagi 4 macam badal kul min kul atau syaik min syaik, badal bakdhu min kul, badal istimal, dan badal gholadh. Contoh;

بدل:

سُفْيَانُ

مبدل منه:

عَمُّ

عَمُّكَ سُفْيَانُ مُنْتَظِرُ الرِّسَالَةِ مِنْ وَلَدِهِ

Pamanmu Sufyan menunggu pesan dari anaknya

كُلُّ مِنْ كُلٍّ / شَيْىءٌ مِنْ شَيْىءٍ

setingkat antara badal dan mubdal minhu

الدُّمْيَةَ

هَذِهِ

نِلْتُ هَذِهِ الدُّمْيَةَ مِنْ حَبِيبِكِ

Saya memperoleh boneka ini dari kekasihmu

إِعْلَانَةِ

اْلجَرَائِدَ

قَرَأَ يُوْنُسُ اْلجَرَائِدَ إِعْلَانَتِهَا

Yunus membaca Koran, pengumumanya

بَعْضُ مِنْ كُلٍّ / بَعْضٌ مِنْ شَيْىءٍ

badal merupakan bagian dari mubdal minhu

نِصْفَ

اْلفُطُوْرَ

تَنَاوَلَتْ مَرْيَمُ اْلفُطُوْرَ نِصْفَهُ

Maryam makan pagi, setengahnya

صَبْرُ

الشَّيْخُ

أَعْجَبَنِى الشَّيْخُ صَبْرُهُ

Saya mengagumi syeikh, yaitu kesabaranya

اِشْتِمَالٌ

badal merupakan sesuatu yang terdapat dalam mubdal minhu

كَلَامَ

صَدْرَانَ

كَرِهَتْ عَائِسَةُ صَدْرَانَ كَلَامَهُ

Aisyah membenci Sadran, kata-katanya

مِمْحَاتَكَ

مِسْطَرَتَكَ

لِمَاذَا لَمْ تَسْتَعْمِلْ مِسْطَرَتَكَ مِمْحَاتَكَ؟

Mengapa kamu tidak menggunakan penggarismu, penghapusmu?

غَلَطٌ

mengganti ketika terjadi kekliruan dalam menyebutkan kata dengan kata yang lain

الْمِسْمَارِ

عَلَى الْمِرْسَمِ

أَلْصَقْنَا اْلإِطَارَ بِالْمِرْسَمِ الْمِسْمَارِ

Saya melekatkan bingkai dengan pensil, paku

 

  Baca juga tentang artikel yang terkait:

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...