Selama ribuan tahun cerita, hiburan, dan pengetahuan
disampaikan melalui lembaran buku. Tetapi dengan munculnya teknologi baru,
manusia mengisahkan kenangan, penemuan, cerita, atau pun pelajaran hidup
melalui berbagai media. Salah satu yang paling revolusioner adalah televisi.
Menonton dan membaca, keduanya merupakan proses
reseptif, namun dalam penerapannya sering kali disalah-porsi-kan masyarakat,
terutama generasi muda kita. Menonton dan membaca adakalanya sebuah proses yang
saling terkait. Seseorang menjadi cerdas bukan hanya karena membaca, tetapi
juga dengan pengalaman-pengalaman langsung yang bisa dilihat melalui media
audio-visual. Sekali lagi, tentu saja dengan porsi yang tepat dan disesuaikan
pada tingkat kebutuhan.
Saat ini, hampir setiap rumah memiliki televisi. Baik
di lingkungan pedesaan, apalagi yang berada di wilayah perkotaan. Keberadaan
televisi bahkan tidak mengenal status sosial. Miskin atau kaya, semuanya
memerlukan televisi. Televisi seolah menjadi kebutuhan primer ketiga setelah
kebutuhan sandang-pangan, sebab menonton melibatkan aktivitas pokok masyarakat
setelah makan-minum. Siaran yang ditonton pun beragam, mulai dari acara musik,
konser dangdut, gosip, sinetron, reality show, bahkan ajang mencari jodoh.
Tontonan yang disajikan ini dapat dinikmati kapan saja dan oleh siapa saja.
Kemudahan menikmati layanan televisi dan fungsinya
sebagai media hiburan, tampaknya bias menjadi dampak buruk terhadap psikologis
generasi muda. Rentang usia 5-16 tahun adalah usia membaca dan menghafal,
sementara usia 17 tahun keatas adalah usia berfikir dan menganalisis. Akan
tetapi, dengan maraknya hiburan surplus ini banyak generasi muda lalai dan
tidak mampu mengembangkan potensinya.
Hal inilah yang membuat Indonesia jauh tertinggal
dengan negara-negara berkembang lainnya, misalnya saja Jepang. Walaupun Jepang
memiliki sumber daya alam yang terbatas dan wilayah negara yang lebih sempit
dibandingkan Indonesia, namun perbedaan kemajuannya sangat mencolok. Ray
Bradbury, seorang penulis asal Amerika Serikat berkata “Anda tidak perlu
membakar semua buku untuk menghancurkan suatu kebudayaan. Perintahkan saja
orang berhenti membaca, itu sudah cukup.” Dengan kata lain, membaca merupakan
simbol kemajuan peradaban suatu bangsa. Budaya membaca adalah tolak ukur
kualitas bangsa, apakah bangsa itu tergolong maju atau bangsa yang primitif.
Berdasarkan kepentingan itulah, membaca dijadikan indeks pembangunan yang
dipakai untuk mengukur keberhasilan pembangunan sebuah Negara.
Budaya membaca membuat seseorang menjadi lebih cerdas
dan berwawasan. Keterampilan membaca inilah yang menciptakan mind-set seseorang
agar terbiasa bersikap kritis, kreatif, dan inovatif. Maka, tidak salah bila
kita menyatakan bahwa orang yang menguasai teknologi adalah orang yang membaca,
sedangkan orang yang dikuasai teknologi adalah orang yang menonton. Sebenarnya
menjadi penonton juga bukan hal yang buruk. Banyak hal yang terjadi di dunia
ini disaksikan oleh penonton. Permasalahannya adalah ketika kita terbiasa dengan
budaya menonton, akan tercipta suatu kondisi dimana kita merasa cukup puas
dengan apa yang kita lihat. Sikap pasif dan apatis yang ditimbulkan dari
keseringan menonton inilah yang perlu dihindarkan.
Menonton dan membaca, keduanya merupakan proses reseptif, namun dalam penerapannya sering kali disalah-porsi-kan masyarakat, terutama generasi muda kita. Untuk itu, perlu perhatian serius dan kerjasama yang baik antara masyarakat dengan pihak pemerintah. Sampel yang paling sederhana adalah keluarga. Orang tua adalah madrasah pertama anak sebelum dia mengecap pendidikan yang sesungguhnya dibangku sekolah. Komunikasi dua arah yang baik antara kedua belah pihak dalam rangka mewujudkan generasi cerdas dan cinta membaca yang perlu dilakukan.
Baca juga artikel yang lain;
- Konsep Dasar Psikologi
- Metode Kajian Psikologi
- Biografi Ibnu Thuffail
- Konsep Dasar Puasa Sunnah
- Pendidikan Wanita dalam Islam
- Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu-ilmu yang Lain
- Sejarah Pendidikan Islam
- Sejarah Perkembangan Psikologi
- Jarh wa Ta'dil
- Sosiolinguistik Amerika dan Indonesia
- Menonton Telivisi dan Pembentukan Karakter
- Budaya Membaca dan Budaya Menonton TV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar