1. Pembagian kajian Ilmu Hadis
Secara garis besar, menurut kajian mutaakhirun, ilmu hadis terbagi menjadi dua,
yaitu ilmu hadis dirayah dan ilmu hadis riwayah.
Ilmu hadis riwayah berkenaan
dengan riwayat hadis yang berasal dari Nabi SAW. baik berupa perkataan,
perbuatan, ataupun ketetapan dan sebagainya. Sedangkan ilmu hadis dirayah
berkenaan dengan kaidah-kaidah dan asas-asas yang dapat digunakan untuk
mengetahui keberadaan sanad dan matan.[1]
2. Cabang-cabang Ilmu Hadis
Dari pembagian ilmu hadis dirayah
dan ilmu hadis riwayah itu, muncul cabang-cabang ilmu hadis lainnya.
Diantaranya cabang-cabang hadis tersebut dibagi menjadi tiga bagian, dilihat
dari segi sanad, dilihat dari segi matan dan dari segi sanad dan matan.
Disiplin-disiplin ilmu yang berpangkal
pada sanad adalah: Ilmu Rijal al-hadist, Thabaqat al-Ruwah, Tarikh Rijal al-hadist
dan al-Jarh wa al-Ta’dil. Ilmu-ilmu yang berpangkal pada matan antara
lain: Ilmu Gharib al-hadist, Asbab al-Wurud al-hadist, Tawarikh al-Mutun, Nasikh
wa al-Mansukh dan Talfiq al-hadist. Sedangkan ilmu-ilmu yang
berpangkal pada sanad dan matan antara lain Ilmu ‘Ilal al-hadist[2].
a. Ilmu Rijal al-hadist
Ilmu Rijal al-hadist adalah
ilmu yang membahas hal-ihwal
dan sejarah para rawi semenjak masa sahabat, tabi’in, tabi’ al-tabi’in
dan generasi-generasi berikutnya yang terlibat dalam periwayatan hadis. Secara
terminologis, Ilmu Rijal al-hadist adalah:
عِلْمُ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ رُوَاةِ
الْحَدِيْثِ مِنَ الصَّحَابِةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ بَعْدَهُم[3]
“Ilmu
yang membahas tentang keadaan para periwayat hadis baik dari kalangan sahabat, tabi’in,
maupun generasi-generasi berikutnya”.
Ilmu ini mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
ranah kajian ilmu hadis karena kajian ilmu hadis pada dasarnya terletak pada
dua hal, yaitu matan dan sanad. Ilmu Rijal al-hadist mengambil tempat
yang khusus mempelajari persoalan-persoalan sekitar sanad maka mengetahui
keadaan rawi yang mnejadi sanad merupakan separuh dari pengetahuan.
Bagian dari Ilmu Rijal al-hadist
ini adalah Ilmu Tarikh Rijal al-hadist. Ilmu ini secara khusus membahas
periahal para rawi hadis dengan penekanan pada aspek-aspek tanggal
kelahiran, nasab atau garis keturunan, guru sumber hadis, jumlah hadis yang
diriwayatkan dan murid-muridnya.,
Diantara kitab-kitab terkenal dalam
cabang ilmu hadis ini adalah al-Isti’ab fi Ma’rifah al-Ashab karya Ibnu
Abd al-Bar (w. 463 H), Tahdzib al-Tahdzib karya Ibnu Hajar al-Asqalani
dan Tahdzib al-Kamal karya Abu al-Hajjaj Yusuf bin al-Zakki al-Mizzi (w.
742 H.)
b. Ilmu Gharib al-hadist
عِلْمٌ
يُعْرَفُ بِهِ مَعْنَى مَاوَقَعَ فىمتون اْلاَحَادِيْثِ مِنَ اْلأَلْفَاظِ
الْعَرَبِيَّةِ عَنْ أَذْهَانِ الَّذِيْنَ بَعْدَ عَهْدِهِمْ بِالْعَرَبِيَّةِ
الْخَالِصَةِ.[4]
Ilmu
Gharib al-hadist adalah ilmu yang menerangkan makna kalimat yang
terdapat dalam matan hadis yang sulit diketahui maknanya dan jarang terpakai
oleh umum.
Ilmu Gharib al-hadist ini
membahas lafadz yang muskil dan susunan kalimat yang sulit dipahami sehingga
orang tidak akan menduga-duga dalam memahami redaksi hadis.
Pada masa sesudah sahabat, yaitu pada abad
pertama dan masa tabi’in sekitar tahun 150 H., bahasa arab yang tinggi mulai
tidak dipahami oleh umum dan hanya kalangan terbatas yang memahaminya. Untuk
itu, para ahli hadis mengumpulkan kata-kata yang tidak dapat dipahami oleh umum
dan kata-kata yang jarang terpakai dalam pergaulan sehari-hari.
Menurut sejarah, orang yang yang
mula-mula berusaha untuk mengumpulkan lafadz yang gharib adalah Abu
Ubaidah Ma’mar ibn al-Mutsanna (w. 210 H), kemudian dikembangkan oleh Abd
al-Hasan al-Mazini (w. 204 H).[5]
Tiga kitab gharib al-hadist
pada abad III H adalah susunan Abu ‘Ubaid al-Qasami ibn Sallam (w. 224 H), Ibnu
Qutaidah al-Dainuri (w. 276 H) dan al-Khaththabi (w. 378 H). Kitab lainnya
setelah itu adalah Gharib Alquran dan al-hadist susunan al-Harawi (w. 401 H)
dan al-Faiq susunan al-Zamakhsari. Kitab terbesar adalah al-Nihayah
susunan Ibn al-Athir
(w. 606 H) yang diikhtisarkan oleh al-Suyuthi (w. 911 H) dalam kitab al-Durr al-Natsir.[6]
c. Ilmu Talfiq al-hadist
Ilmu Talfiq al-hadist
adalah:
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنِ
التَّوْقِيْفِ بَيْنَ اْلأَحَادِيْثِ الْمُتَنَاقِضَةِ ظَاهِرً.[7]
Ilmu yang membahas cara mengumpulkan hadis-hadis yang berlawanan
lahirnya.
Cara mengumpulkan dalam Talfiq al-hadist
ini adalah dengan men-takhsis-kan makna hadis yang ‘am (umum),
men-tasydid-kan hadis yang mutlaq, atau melihat berapa banyak
hadis itu terjadi. Para Ulama menamai ilmu hadis ini dengan Mukhtalif al-hadist.
Di antara para ulama yang merintis ilmu ini adalah al-Syafi’i (w. 204 H)
dengan kitab Mukhtalif al-hadist-nya, dilanjutkan oleh Ibn al-Qutaibah
(w. 276 H), al-Thahawi (w.321 H), Ibn al-Jauzi (w. 597 H) yang menyusun kitab al-Tahqiq,
yang di-syarah dengan baik oleh Ahmad Muhammad Syakir.[8]
d. Ilmu Nasikh wa al-Mansukh al-hadist
Nasakh secara etimologi berarti الازالة (menghilangkan)
dan النقل (mengutip, menyalin). Sedangkan secara
terminologi adalah:
Ilmu yang membahas hadis-hadis yang saling
bertentangan yang tidak mungkin bisa dikompromikan, dengan cara menentukan
sebagiannya sebagai ‘nasikh’ dan sebagian lainnya sebagai ‘mansyukh’. Yang terbukti datang
terdahulu sebagai mansyukh dan yang terbukti datang kemudian sebagai nasikh.[9]
Ilmu ini sangat bermanfaat untuk
pengamalan hadis bila ada dua hadis maqbul yang tanakud yang tidak daoat
dikompromikan atau dijama’. Bila dapat dikompromikan, hanya sampai batas pada
tingkat Mukhtalif al-hadist, kedua hadis maqbul tersebuat dapat
diamalkan. Bila tidak bisa dijama’ (dikompromikan), hadis maqbul
yang tanakud tersebut di-tarjih atau di-nasakh.
Bila diketahui mana diantara kedua
hadis yang di-wurud-kan lebih dahulu dan yang di-wurud-kan kemudian, wurud kemudian
(terakhir) itulah yang diamalkan. Yang belakangan disebut nasikh, yang
duluan disebut mansyukh.
Kaidah yang berkaitan dengan nasakh,
antara lain berupa cara mengetahui nasakh, yakni penjelasan dari Rasul Allah
SAW. sendiri, keterangan sahabat dan dari tarikh datangnya matan yang dimaksud.
Perintis ilmu ini adalah al-Syafi’i
dilanjutkan oleh Ahmad ibn Ishaq al-Dinari (w. 318 H). Kitab hadis yang disusun
tentang Nasikh dan Mansyukh Hadis, diantaranya yaitu Nasikh wa
al-Mansukh karya Qatadah bin Di’amah al-Sadusi.[10]
e. Ilmu Asbab al-Wurud al-hadist
Definisi Ilmu Asbab al-Wurud al-hadist adalah:
عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ السَّبَبُ الَّذِى وَرَدَ ِلأَجْلِهِ
الْحَدِيْثُ وَالزَّمَانُ الَّذِي جَأَفِيْه
“Ilmu
yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW. menyampaikan sabdanya dan masa-masa Nabi
menuturkannya”.[11]
Ilmu ini sangat penting untuk memahami
dan menafsirkan hadis serta mengetahui hikmah-hikmah yang berkaitan dengan
wurud hadis tersebut, atau mengetahui kekhususan konteks makna hadis, sebagaimana pentingnya asbab al-nuzul dalam
memahami Alquran.
Ulama yang mula-mula menyusun kitab Asbab
al-Wurud al-hadist adalah Kaznah al-Jubari dan Abu Hafash ‘Umar ibn
Muhammad ibn Raja’ al-Ukbari (339 H). Kitab yang terkenal adalah kitab al-Bayan wa al-Ta’rif
yang disusun oleh Ibrahim ibn Muhammad al-Husaini (w. 1120 H).[12]
f. Ilmu ‘Ilal al-hadist
Pengertian Ilmu ‘Ilal al-hadist
adalah:
“Ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata yang dapat mencacatkan hadis yang berupa menyambungkan (meng-ittishal-kan) hadis yang munqathi’, me-marfu’-kan hadis yang mauquf, atau memasukkan suatu hadis ke hadis lain dan yang serupa dengan itu”. [13]
Abu ‘Abd Allah al-Hakim al-Naisaburi dalam kitabnya Ma’rifah Ulum al-Hadith menyebutkan bahwa Ilmu ‘Ilal al-hadist adalah ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu sahih dan dhaif, jarh dan ta’dil. Ia menerangkan, illat hadis tidak termasuk dalam bahasan jarh sebab hadis yang majruk adalah hadis yang gugur dan tidak dipakai. Illat hadis yang banyak terdapat pada hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang kepercayaan, yaitu orang-orang yang menceritakan hadis yang mengandung illat tersembunyi. Karen illat tersebut, hadisnya disebut ma’lul. Lebih jauh lagi, al-Hakim menyebutkan bahwa dasar penetapan illat hadis adalah hapalan yang semprna, pemahaman yang mendalam dan pengetahuan yang cukup.[14]
- Pengertian Hadis, Sunnah, Khabar, & Atsar
- Pengertian & Bentuk-Bentuk Hadist
- Hadist Tentang Keringanan Siksa Abu Lahab Setiap Hari Senin
- Perang Khandaq
- Tata Cara Ruqyah
- Cara Menyikapi Hadis Rasulullah SAW
- Teori Kesahihan Hadist
- Argumentasi Kehujjahan Hadis
- Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur'an
- Sejarah Perkembangan Hadis
- Pengertian, Objek, Dan Kegunaan Ilmu Hadist
- Pembagian & Cabang Ilmu Hadist
- Sejarah Pertumbuhan & Penghimpunan Ilmu Hadist
- Kitab-Kitab Ilmu Hadist
[1] M. Agus Solahudin, Ulum
al-Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 106.
[2] Ibid.
[3] Mahmud al-Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, (Surabaya: Syirkah Bungkul Indah, tth.), 224.
[4] Endang Soetari, Ilmu Hadits; Kajian Riqayah dan Dirayah, (Bandung: Mimbar Pustaka, 2005), 211.
[5] M. Hasbi al-Shiddieqy, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta: Bulan BIntang, 1987), 153.
[6] M. Agus Solahudin, Ulum
al-Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 117.
[7] M.Hasbi al-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, 164.
[8] M. Agus Solahudin, Ulum al-hadist, 121.
[9] Ibid., 119.
[10] M. Agus Solahudin, Ulum al-hadist,
120.
[11] Mahmud al-Thahhan, Taysir
Musthalah al-hadist, (Surabaya: Syirkah Bungkul Indah, tth.), 225.
[12] M. Agus Solahudin, Ulum
al-Hadits, 122.
[13] Ibid., 116.
[14] M. Agus Solahudin, Ulum
al-Hadihs, 116.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar