HOME

23 Maret, 2022

Pendapat Para Ulama Tentang Tafsir Bil Ra’yi


Para ulama’ berbeda pendapat tentang tafsir bi al-ra'yi

1.      Golongan yang melarang

Sebagian ulama’ dan mufassir menyatakan bahwa seseorang tidak boleh menafsirkan sendiri ayat Alquran, meskipun ia dikatakan ‘alim (ulama’), mengerti bahasa dan sastra Arab (adib), mengerti ilmu nahwu, hadis Nabi r dan mengetahui athar para sahabat.[1]

Manna’ al-Qattan (w. 1420 H) dalam kitabnya mengatakan bahwa Tafsir bi al-Ra’yi tidak termasuk kategori pemahaman (terhadap Alquran) yang sesuai dengan roh syari’at. Bahkan ia mengklaim orang yang melakukan penafsiran dengan semangat demikian adalah ahli bid’ah dan penganut madzhab batil. Ia pun mencontohkan beberapa tafsir tersebut seperti tafsir (karya) ‘Abdurrah{man ibn Kaisan al-Asam, al-Juba’I, ‘Abdul Jabbar, al-Rummani, Zamakhshari dan sebagainya.[2]

 

Dalil golongan yang melarang

a.       Dalil dari Alquran

Tafsir bi al-ra'yi adalah menafsirkan firman Allah tanpa ilmu. Orang yang melakukan tafsir bi al-ra'yi tidak yakin bahwa apa yang mereka kemukakan sama dengan yang dikehendaki Allah. Artinya tafsir tersebut hanya berdasarkan pada perkiraan (zanny).[3] Tentunya menafsirkan ayat Alquran seperti ini dilarang, sebagaimana firman Allah:

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. [al-Isra’ 36][4]

... وَأَن تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ

Kalian mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui" [Al A'raf 33][5]

 

Sebagian ulama’ yang menolak tafsir bi al-ra'yi berkeyakinan bahwa yang berhak menjelaskan Alquran hanya Nabi Muhammad r[6]. Sebagaimana dijelaskan dalam Alquran:

وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلذِّكۡرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيۡهِمۡ

Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka [An Nahl 44][7]

 

b.      Dalil dari Hadis

حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ عَمْرٍو الْكَلْبِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقُوا الْحَدِيثَ عَنِّي إِلَّا مَا عَلِمْتُمْ فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ وَمَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ

Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Waki', telah menceritakan kepada kami Suwaid bin 'Amru Al Kalbi telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Abdul A'la dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Jagalah diri untuk menceritakan dariku kecuali yang kalian ketahui, barangsiapa berdusta atas namaku, maka bersiap-siaplah untuk menempati tempatnya di neraka dan barangsiapa mengatakan tentang al-Qur'an dengan pendapatnya, maka bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan. (HR. Tirmidzi)[8]

 

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِسْحَاقَ الْمُقْرِئُ الْحَضْرَمِيُّ حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بْنُ مِهْرَانَ أَخِي حَزْمٍ الْقُطَعِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عِمْرَانَ عَنْ جُنْدُبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ فِي كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِرَأْيِهِ فَأَصَابَ فَقَدْ أَخْطَأَ

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Yahya telah menceritakan kepadaku Ya'qub bin Ishaq Al Muqri` Al Hadlrami telah menceritakan kepada kami Suhail bin Mihran saudara Hazm Al Qutha'I, telah menceritakan kepada kami Abu 'Imran dari Jundub ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa berbicara tentang Kitabullah 'azza wajalla menggunakan pendapatnya, meskipun benar maka ia telah salah." (HR. Abu Dawud)[9]

 

c.       Sikap Para Sahabat

Para sahabat dan tabi‘in sangat menghormati tafsir Alquran dan menghindari penggunaan akal. Sebagai contoh Ketika Sa‘id ibn Musayyab ditanya soal halal haram, dia menjawab. Tetapi ketika ditanya tentang tafsir salah satu ayat Alquran, maka ia akan diam seolah tidak mendengar apapun.[10]

Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam meriwayatkan, Abu Bakar al-S{iddiq pernah ditanya tentang maksud dari kata al-abb dalam firman Allah:

وَفَاكِهَةً وَأَبًّا

Dan buah-buahan serta rumput-rumputan (Abasa 31).[11]

Ia menjawab: “Langit manakah yang akan menaungiku dan bumi manakah yang akan menyanggaku, jika aku mengatakan tentang kalamullah sesuatu yang tidak aku ketahui?”[12]

Meskipun begitu Manna’ al-Qattan (w. 1420 H) tidak menyangkal adanya sahabat yang menafsirkan ayat Alquran. Para sahabat hanya menafsirkan hal yang mereka ketahui saja, baik berkenaan dengan bahasa maupuan syara’. Sedangkan untuk hal yang tidak mereka ketahui, mereka enggan untuk bicara.[13]

Akan tetapi jika tafsir bi al-ma’thur yang sahih ditinggalkan dan beralih ke pendapat yang berdasarkan pada ra’yu semata, maka hal ini merupakan perbuatan mungkar. Ibn Taimiyyah berkata, “Siapa pun yang beralih dari madhhab sahabat dan tabi’in serta penafsiran mereka ke sesuatu hal yang menyalahinya, ia telah melakukan perbuatan salah dan bahkan bid’ah. Sebab merekalah yang paling mengetahui tentang tafsir Alquran dan makna-maknanya sebagaimana mereka pulalah yang lebih mengerti akan kebenaran yang dibawa oleh misi Rasulullah r.”[14]       

2. Golongan yang membolehkan

a.       Allah dalam banyak ayat di alquran menganjurkan penggunaan akal, pemikiran, perenungan dan penelitian.[15] Sebagaimana firman Allah:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَۚ

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? [An Nisa 82].[16]

كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ مُبَٰرَكٞ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran [Sad 29][17]

وَإِذَا جَآءَهُمۡ أَمۡرٞ مِّنَ ٱلۡأَمۡنِ أَوِ ٱلۡخَوۡفِ أَذَاعُواْ بِهِۦۖ وَلَوۡ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنۡهُمۡ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُۥ مِنۡهُمۡۗ

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). [An Nisa 83]

Pada ayat pertama dan kedua menujukkan bahwa Allah menganjurkan hamba-Nya untuk berpikir, merenung dan menggunakan akal. Sedangkan ayat ketiga menunjukkan bahwa Alquran dapat digali isi kandungannya melalui ijtihad orang-orang berakal, yang berilmu dan mumpuni.

b.      Seandainya tafsir bi al-ra'yi tidak diperbolehkan, lalu mengapa ijtidah dibolehkan? Seorang mujtahid dalam hukum syara’ diberi dua pahala jika benar dan diberi satu pahala jika salah. Jadi jelas penolakan tafsir bi al-ra'yi tidaklah tepat.

c.       Para sahabat dalam menafsirkan Alquran ada sedikit perbedaan, itu dikarenakan mereka belum mendapat penjelasan seluruh makna Alquran dari Rasulullah r. Maka mereka menggunakan akal dan ijtihadnya. Seandainya tafsir bi al-ra'yi dilarang, tentu para sahabat telah menyalahi dan melakukan apa yang dilarang Allah.

d.      Rasulullah r pernah berdo’a untuk ‘Abdullah ibn ‘Abbas

حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ أَبُو خَيْثَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى كَتِفِي أَوْ عَلَى مَنْكِبِي شَكَّ سَعِيدٌ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ

Telah menceritakan kepada kami Hasan bin Musa telah menceritakan kepada kami Zuhair Abu Khaitsamah dari Abdullah bin Utsman bin Khutsaim dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan tangannya di atas bahuku atau di atas pundaku, -Sa'id merasa ragu, - kemudian beliau berdoa; "Ya Allah fahamkanlah ia terhadap agama dan ajarilah ia ta`wil." (HR. Ahmad)

Seandainya penafsiran Alquran terbatas pada apa yang didengar dari Rasulullah r, tentu disini tidak ada artinya do’a Nabi r yang dikhususkan kepada ibn ‘Abbas t.[18]


Baca artikel lain yang berkaitan:


DAFTAR PUSTAKA

‘Ak. (al), Khalid ‘Abdurrahman, Ushul al-Tafsir wa qawa‘iduhu. Beirut: Dar al-Nafais, 1406 H / 1986 M.

Alquran Terjemah Departemen Agama

Anshori, Ulumul Qur’an. Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2013.

Dawud, Abu, Sunan Abi Dawud, juz 2. Stuttgart – Germany: Jam’iyyatu al-Maknaz al-Islamy, 2000.

Dhahabi. (al), Husein, al-tafsir wa al-Mufassirun. Al-Qahirah: Maktabah Wahbah, 2003.

Hermawan, Acep, ‘Ulumul Quran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013.

Ja’far, Abdul Ghafur Mahmud Mustafa, Tafsir wal Mufassirun fi Thaubihi al-Jadid. Kairo: Dar Salam, 2007.

Qattan. (al), Manna’ Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2011.

S{abuni, Ali, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an. Pakistan: Maktabah al-Bushra, 2011.

Tirmidzi, Imam, Sunan Tirmidzi, juz 2, no. Hadis 3205. Stuttgart – Germany: Jam’iyyatu al-Maknaz al-Islamy, 2000.

Zuhdi, Acmad, dkk, Studi al-Qur’an. Surabaya: UINSA Press, 2015.


[1] Ibid., 176.

[2] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, 17.

[3] Anshori, Ulumul Qur’an, 176.

[4] Alquran Terjemah Departemen Agama, 429.

[5] Ibid., 226.

[6] Anshori, Ulumul Qur’an, 176.

[7] Alquran Terjemah Departemen Agama, 408.

[8] Imam Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, juz 2, no. Hadis 3205 (Stuttgart – Germany: Jam’iyyatu al-Maknaz al-Islamy, 2000), 743.

[9] Imam Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, juz 2, no. Hadis 3654 (Stuttgart – Germany: Jam’iyyatu al-Maknaz al-Islamy, 2000), 622.

[10] Anshori, Ulumul Qur’an, 179. Lihat juga: Husein al-dhahabi, al tafsir wal mufassirun, 262-263

[11] Alquran Terjemah Departemen Agama, 1026.

[12] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, 489.

[13] Ibid., 490.

[14] Ibid.

[15] Anshori, Ulumul Qur’an, 180.

[16] Alquran Terjemah Departemen Agama, 132.

[17] Ibid., 736.

[18] Anshori, Ulumul Qur’an, 180.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...