Secara
etimologi kata Aqsama merupakan bentuk jamak dari Qasama yang
artinya sumpah. Adapun kata yang memiliki makna sama dengan kata qasama adalah yamin atau al-h}alf. Tentang yamin, Ibrahim Anis
dkk seperti yang dikutip oleh Hasan Mansur Nasution mengatakan bahwa qasam
sama dengan yamin yang bermakna sumpah. Qasam dan yamin
adalah dua kata sinonim yang berarti sama. Qasam didefinisikan sebagai
“mengikat hati jiwa (hati) agar tidak melakukan atau melakukan sesuatu, dengan
suatu makna yang dipandang besar, agung, baik secara hakiki maupun secara i’tiqadi, oleh orang yang bersumpah itu.
Bersumpah dinamakan juga dengan yamin (tangan kanan) karena orang arab
ketika bersumpah memegang tangan kanan sahabatnya. Selain Qasam sama
dengan yamin, Qasam juga sama dengan h}alf.[1]
Sedangkan
secara terminologi ilmu Aqsam Alquran adalah ilmu yang membicarakan
tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam Alquran. Kemudian yang dimaksud sumpah sendiri
adalah sesuatu yang digunakan untuk menguatkan pembicaraan. Menurut al-Jurjani
seperti yang dikutip oleh Hasan Mansur Nasution sumpah adalah sesuatu yang
dikemukakan untuk menguatkan salah satu dari dua berita dengan menyebutkan nama
Allah atau sifatnya.
Adapun
bentuk-bentuk Aqsam Alquran adalah sebagai berikut:
1. Bentuk
pertama
Sebagaimana sudah disebutkan, bahwa sighat (bentuk) yang asli dalam sumpah itu ialah bentuk yang terdiri dari tiga unsur, yaitu fi’il sumpah yang di-muta’addi-kan dengan “ba” muqsam bih dan muqsam alaih. Kemudian fi’il yang dijadikan sumpah itu bisa lafal aqsamu, ah}lifu atau ashhidu yang semuanya berarti “bersumpah”. Contohnya seperti dalam ayat 53 surat al-Nur:
وَاَقْسَمُوْا بالله جَهْدَ اَيْمَانِهِمْ (النور:53 )
“Dan mereka bersumpah dengan nama Allah
sekuat-kuat sumpah”.[2]
Bahkan terkadang huruf ba’ itupun diganti dengan wau, seperti surat al-Lail ayat 1:
والّيْلِ اِذَا يَغْشى (اليل: 1)
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang)”.[3]
Atau diganti dengan huruf ta’, seperti dalam surat al-Anbiya’ ayat 57:
تَالله لاَ كَيْدَنَّ اَصْنَامَكُمْ (الانبياء:57)
“Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya
terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya”.[4]
2. Bentuk
kedua: ditambah huruf la.
Kebiasaan orang yang bersumpah itu memakai berbagai macam bentuk, yang berarti merupakan sighat-sighat yang tidak asli lagi. Begitu pula di dalam Alquran, banyak terdapat juga sighat-sighat sumpah lain, disamping yang asli. Misalnya sighat yang ditambah huruf “la” di depan fi’il qasam-nya. Contohnya seperti dalam surat al-Inshiqaq ayat 16:
فلاَ اُقْسمُ بِالشَّفَقَ (الانشقاق:16)
3. Bentuk
ketiga: ditambah kata Qul Bala (قل بلي)
Sighat ini adalah untuk membantah atau menyanggah
keterangan yang tidak benar. Tambahan “Qul Bala” itu adalah untuk
melengkapi ungkapan kalimat yang sebelumnya, yang berisi keterangan yang tidak
betul, yaitu kalimat:
كَفَرُوْا لاَ ثَاءْثِيْنَ السَّاعَة الَّذِيْنَ وَقَالَ
“Dan
orang-orang yang kafir berkata: Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada
kami”.[5]
Sehingga Allah memerintahkan
supaya dijawab dengan positif bahwa pasti datang hari kiamat itu. Seperti dalam surat Saba’ ayat 3:
قُلْ بَلي وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ
“Katakanlah: Pasti datang,
demi Tuhanku Yang Mengetahui yang ghaib”.[6]
4. Bentuk keempat: ditambah kata-kata Qul Iiy (قل اِيْ)
Kadang-kadang sumpah dalam Alquran itu ditambah dengan kata-kata “ Qul Iiy” yang berarti benar. Seperti dalam surat Yunus ayat 53:
قُلْ اِيْ وَرَبِّي اِنَّهُ لَحَقْ (يونس:53)
“Katakanlah: Ya, demi Tuhanku,
sesungguhnya azab itu adalah benar”.[7]
Muqsam Bih
Muqsam bih
adalah lafad yang terletak sesudah adat qasam yang dijadikan sebagai
sandaran dalam bersumpah yang juga disebut sebagai syarat. Muqsam bih atau
mah}luf bih, maksudnya adalah sesuatu yang dengannya sumpah dilakukan. Misalnya
Allah bersumpah dengan Allah sendiri atau dengan sebagian makhluk-Nya.[8]
Allah dalam Alquran bersumpah dengan Dzatnya sendiri Yang
Maha Suci atau dengan tanda-tanda kekuasaan-Nya Yang Maha Besar.
Contoh Allah bersumpah
dengan dzat-Nya sendiri:
قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ وَذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (التغابون: 7)
“Katakanlah: Memang,
demi Tuhanku benar-benar engkau akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.[9]
Allah bersumpah dengan makhluk-Nya, karena makhluk itu
menunjukkan pada Pencipta-Nya, yaitu Allah di samping menunjukkan pula akan
keutamaan dan kemanfaatan makluk tersebut, agar dijadikan pelajaran bagi
manusia.
Contoh Allah bersumpah dengan makhluk ciptaan-Nya:
وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا (الشمس: 1)
“Demi matahari dan
cahanya di pagi hari.”[10]
Muqsam
‘Alaih
Muqsam ‘alaih
adalah bentuk jawaban dari syarat yang telah disebutkan sebelumnya (muqsam
bih). Posisi Muqsam ‘alaih terkadang bisa menjadi taukid,
sebagai jawaban qasam. Karena yang dikehendaki dengan qasam
adalah untuk men-taukidi muqsam ‘alaih dan men-tahkik-annya.[11]
Jawab qasam itu pada umumnya disebutkan, namun terkadang ada juga yang dihilangkan,
sebagaimana jawab “lau” (jika) sering dibuang, seperti firman Allah:
كَلَّا
لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (التكاثر)
”Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang
yakin”.[12]
Penghilangan
seperti ini merupakan bentuk/ uslub penghilangan yang
paling baik, sebab menunjukkan kebesaran dan keagungan-Nya. Dan takdir ayat ini
adalah: “Seandainya kamu mengetahui apa yang akan kamu hadapi secara yakin,
tentulah kamu akan melakukan kebaikan yang tidak terlukiskan banyaknya”.
Penghilangan jawab qasam, misalnya:
وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ
“ Demi fajar, dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil.”[13]
Jawab qasam terkadang dihilangkan
karena sudah ditunjukkan oleh perkataan yang disebutkan sesudahnya seperti:
لَا
أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ (1) وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ (2)
(القيامة: 1-2)
“Tidak aku bersumpah dengan hari kiamat dan tidak aku bersumpah dengan jiwa yang banyak mencela”.[14]
Jawab qasam disini sudah
dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh firman sesudahnya yaitu:
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَلَّنْ
نَجْمَعَ عِظَامَهُ (القيامة: 3)
“Apakah manusia
mengira bahwa Kami tidak akan menggumpulkan kembali tulang belulangnya?”.[15]
Takdirnya adalah : Sungguh kamu akan dibangkitkan dan
dihisab.
Untuk fi’il mad}i yang muttas}arif yang tidak didahului ma’mul, maka
jawab qasam-nya sering kali
menggunakan “lam” atau “qad”
Contoh:
يَقُولُ
الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ (القيامة: 10)
“Dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya”.[16]
Baca artikel lain yang berkaitan:
- Qisas Al-Tafsir, Dr. Ahmad Shurbashi
- Pengertian Aqsamul Qur’an Dan Bentuk-Bentuknya
- Macam-Macam Qasam
- Faedah Qasam Dalam Al-Quran
- Tinjauan Umum Tentang Tafsir bil Ra’yi
- Pendapat Para Ulama Tentang Tafsir Bil Ra’yi
- Bantahan Ulama Yang Melarang Terhadap Larangan Tafsir bi al-Ra'yi
- Macam-Macam Tafsir Bi Al-Ra’yi Dengan Contohnya
- Syarat-Syarat Menjadi Mufassir
[1] Manna’ Khalil Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS, (Bogor: Pustaka Lentera Antar Nusa, 2010), 123.
[2] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, (Bandung: Sygma, 2009), 418.
[3] Ibid., 595.
[4] Ibid., 322.
[5] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, 428.
[6] Ibid.
[7] Ibid., 208.
[8] ‘Amir Abdul Aziz, Dirasat fi Ulumil Qur’an, (Beirut: Dar al-Furqan, 1983), 350.
[9] Departemen Agama, Alquran dan
Terjemahannya, 556.
[10] Ibid., 595.
[11] Ahmad Syadzali, Ulumul
Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 131.
[12] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, 600.
[13] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, 593.
[14] Ibid., 577.
[15] Ibid.
[16] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, 577.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar