BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai umat Islam yang baik, tentunya kita tidak pernah
luput dalam bersentuhan dengan Al-Quran, setidaknya dengan senantiasa
membacanya. Salah satu jalan yang ditempuh dalam bergelut dalam dunia tafsir,
setidaknya dengan mengetahui pengarang dan metodologi yang dipakai dalam
menginterpretasi Al-Quran. Pada makalah yang singkat ini, kami mencoba
memaparkan salah satu Mufassir terkenal, Mufassir yang keilmuannya tidak ada yang menandingi pada
zamannya, dialah Fakhruddin al-Razi.
Berbicara tentang al-Quran,
berarti membahas tentang suatu kitab yang suci nan sakral. Al-Quran
sebagai rahmat linnas wa rahmatal lil ‘alamin, menjadikan kitab
suci ini sebagai landasan dan huda dalam menapak jejak
kehidupan di dunia ini. Dalam al-Quran yang menjadi mukjizat Rasul Allah Saw,
didalamnya banyak terkandung hikmah dan interpretasi yang luas, sehingga
ketika membaca al-Quran maka kita akan mendapatkan makna-makna yang lain ketika
kita membacanya lagi. Inilah yang menjadikan al-Quran terasa nikmat ketika
dibaca dan terasa tenang dihati ketika mendengarnya, walaupun yang mendengarnya
itu seorang ‘Ajami yang tidak paham bahasa al-Quran.
Dalam bermu’amalah dengan al-Quran, terkadang kita mendapatkan ayat-ayat yang sulit untuk dipahami maksudnya. kita memerlukan sebuah perangkat untuk memahami kandungan al-Quran, yang kita kenal dengan istilah tafsir. bahkan sahabat nabi terkadang masih sulit untuk memahami al-Quran. Sehingga ketika para sahabat tidak mengetahui makna atau maksud suatu ayat dalam al-Quran, mereka langsung merujuk kepada Rasul Allah dan menanyakan hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan di atas serta untuk
menjelaskan tentang makalah ini, kami akan merumuskan beberapa pokok masalah
sebagai berikut
1.
Bagaimana biografi dan karya-karya Imam Fakhruddin Al-Razi serta latar belakang
kehidupannya?
2.
Apa sajakah introduksi yang terdapat dalam kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib?
C. Tujuan
1.
Mengetahui Bagaimana biografi dan karya-karya Imam Fakhruddin Al-Razi serta
latar belakang kehidupannya.
2.
Mengetahui Apa sajakah introduksi yang terdapat dalam kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib.
Baca artikel lain yang berkaitan;
BAB II
PEMBAHASAN
A. Beografi
Imam Fakhruddin Al-Razi
1. Biografinya
Nama lengkap beliau Abu
Abdillah, Muhammad bin Umar bin Alhusain bin Alhasan Ali, al-Tamimi,
al-Bakri al-Thabaristani al-Razi. beliau di juluki sebagai Fakhruddin
( kebanggaan islam),dan dikenal dengan nama Ibnu Al khatib,
yang ber madhabkan Syafi’i. Beliau lahir pada tahun 544 H[1].
Imam Fakhruddin al- Razi
tidak ada yang menyamai keilmuan pada masanya, ia seorangmutakallim pada
zamannya, ia ahli bahasa, ia Imam tafsir dan beliau sangat unggul dalam
berbagai disiplin ilmu. Sehingga
banyak orang-orang yang datang dari belahan penjuru negeri, untuk meneguk
sebagian dari keluasan ilmu beliau. Imam Fakhruddin dalam memberikan hikmah
pelajaran beliau menggunakan bahasa arab dan bahasa asing.
Imam Fakhruddin telah menulis beberapa
komentar terhadap buku-buku kedokteran. Pada usia 35 tahun, ia telah
menerangkan bagian-bagian yang sulit dari al-Qanun fi al-Tibb kepada seorang dokter terkemuka di Sarkhes, yaitu
Abd al-Rahman bin Abd al-Karim.
Imam Fakhruddin al-Razi
wafat pada tahun 606 H. Dikatakan beliau meninggal, ketika beliau berselisih
pendapat dengan kelompok al-karamiah tentang urusan aqidah, mereka
sampai mengkafirkan Fakhruddin al-Razi, kemudian dengan kelicikan dan tipu
muslihat, mereka meracuni al-Razi, sehingga beliau meninggal dan menghadap pada
Rabb Nya[2].
2. Karya-Karyanya
Imam Fakhruddin Al-Razi menguasai berbagai bidang keilmuan seperti al-Qur’an, al-Hadith, tafsir, fiqh, usul fiqh, sastra arab, perbandingan agama, filsafat, logika, matematika, fisika, dan kedokteran. Selain telah menghafal al-Qur’an dan banyak al-Hadits, Fakhruddin al-Razi telah menghafal beberapa buku seperti al-Shamil fi Usul al-Din, karya Imam al-Haramain, al-Mu‘tamad karya Abu al-Husain al-Basri dan al-Mustasfa karya al-Ghazali. Intelektual sezaman dengan Fakhruddin al-Razi; di antaranya Ibn Rushd, Ibn Arabi, Sayfuddin al-Amidi dan Al-Suhrawardi.
Kecerdasan
dan keilmuan beliau sangat tinggi, berbagai macam ilmu dipelajari dan
dikuasainya, hal itu bisa dibuktikan dengan kitab-kitab karangan beliau, yang
terdiri dari berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan, dan tak heran jika Ibnu
Kathir dalam bidayah wan nihayahnya menyebutkan, bahwa karya tulis
beliau mencapai sekitar dua ratusan buku. Dan kini karangan-karangan beliau tersebar diseluruh
Negara, diantaranya adalah:
·
Al Tafsir Al Kabir atau yang kita kenal dengan Mafatihul
Gaib
·
Al arba’in fi usuluddin, Ahkamul qiyasi As syar’I
·
Al mahsul fi ‘ilmi usul fiqh, Mukhtashar akhlak
·
Al mantiqul kabir, Tafsir al-Fatihah
·
AL-Mulakhas fil Falsafah, Lubabul Isyaraat
·
Tafsir Mafatihul Ulum, Nihayatul Uqul fi Dirayatil Usul
·
Ta’sisut Taqdis, Tahsilul Haq, Al-Khamishin fi Usuliddin
·
Ishmatul Anbiya’, Hudutsul Alam, Sarh Asmaullah Al-Husna
·
AL-Muhshil fi Ilmil Kalam, al-Zubdah fi Ilmil Kalam
·
Tafsir Surah al-Baqarah ala Wajhi Aqli la Naqli
·
Sarh Nahjul Balaghah, al-Muharrar fi Haqaiqin Nah.[3]
Dan masih banyak lagi karangan-karangan
beliau yang kami tidak bisa sebutkan disini. Setidaknya kita bisa
mengambil contoh dari kehidupan Intelektual Imam Fakhruddin al-Razi yang mampu menulis banyak karya. 6
karya dalam ilmu Tafsir, 20 karya dalam ilmu Kalam, 9 karya dalam bidang
filsafat, 6 karya dalam ilmu Filsafat dan Kalam, 5 karya dalam Logika, 2 dalam
Matematika, 6 karya dalam ilmu Kedokteran, (48 karya dalam MIPA) 9 karya dalam ilmu Syariah, 4 karya
dalam bidang sastra, dan masih puluhan lagi karyanya dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan lainnya.
3. Latar Belakang Kehidupannya.
a.
Kondisi Sosial Budaya
Masyaraka.
Fakhruddin al-Razi hidup di tengah kondisi masyarakat
yang komplek. Kompletifitas masyarakat tersebut terlihat dari keragaman agama
dan aliran agama yang dianut masyarakat. Sebagai seorang ilmuan, kematangan
ilmunya terbangun dari sebuah dinamika dan dialektika dengan kondisi yang
mengitarinya. Misalnya, terjadi dialog pertama dengan kaum Mu’tazilah di
Khawarizmi. Di samping itu, pernah pula terjadi dialog dengan para
ahli agama lain, terutama dengan seorang pendeta besar yang dikagumi
pengetahuannya oleh masyarakat Kristen pada waktu itu. Rekaman dialog itu
dituangkan dalam tulisannya yang berjudul al-Munazarat bayn al-Nasara.
Benturan pemikiran tidak hanya terjadi dengan kaum mu’tazilah dan penganut agama non-Islam. Kelompok pengagum pemikiran filsafat Ibnu Sina dikritik habis oleh Fakhruddin al-Razi. Sementara itu, ketika di Transaksonia, ia harus berhadapan dengan kelompok yang menamakan dirinya sebagai aliran Karamiyah, yang menyebabkan ia harus eksodus ke Ghazna-Afganistan[4].
b. Kondisi
Sosial Politik
Secara sosio-politik, sebagai akibat jatuhnya dinasti
Abbasiyah ke tangan bangsa Tartar, terjadi kemunduran semangat intelektualitas
Islam, baik dalam aspek politik, agama maupun peradaban secara umum, terutama
di daerah yang dikuasai kaum Sunni. Kajian pemikiran filsafat di
dunia Islam mengalami keterpurukan sebagai akibat penjajahan.
Keadaan semacam inilah yang
mendorong Fakhruddin al-Razi untuk mencoba menghubungkan kembali tradisi
pemikiran filsafat dalam dunia Islam. Karena perjuangan itu, Fakhruddin al-Razi
dapat dinyatakan sebagai tokoh reformasi dunia Islam abad ke-6 H, sebagaimana
Abu Hamid al-Ghazali pada abad ke-5 H. Bahkan ia dijuluki sebagai tokoh
pembangun sistem teologi melalui pendekatan filsafat.
Keadaan semacam inilah yang
mendorong Fakhruddin al-Razi untuk mencoba menghubungkan kembali tradisi
pemikiran filsafat dalam dunia Islam. Karena perjuangan itu, Fakhruddin al-Razi
dapat dinyatakan sebagai tokoh reformasi dunia Islam abad ke-6 H, sebagaimana
Abu Hamid al-Ghazali pada abad ke-5 H. Bahkan ia dijuluki sebagai tokoh
pembangun sistem teologi melalui pendekatan filsafat.
Peranan Fakhruddin al-Razi dalam pengembangan keilmuan Islam
tidak dapat dilepaskan dari perhatian yang diberikan penguasa paada saat itu,
ketika Fakhruddin al-Razi meninggalkan Khawarizmi menuju Transoksania (Asia
tengah), ia disambut hangat penguasa dinasti Guri, Giyatuddin, dan saudaranya,
Syihabuddin. Hanya saja, keadaan semacam ini tidak
berjalan lama, karena ia mendapat serangan tajam dari golongan Karamiyah.
B. Kitab Tafsir Mafatih
al-Ghaib.
1.
Karakteristik tafsir Mafatih al-Ghaib.
Tafsir Mafaihul Ghaib
atau yang dikenal sebagai Tafsir al-Kabir dikategorikan sebagai tafsir bil
ra’yi (tafsir yang menggunakan pendekatan aqli), dengan pendekatan Madhhab
Syafi’iyyah dan Asy’ariyah. Tafsir ini merujuk pada kitab al-Zujaj fi
Ma’anil Qur’an, Al-Farra’ wal Barrad dan Gharibul Quran, karya Ibnu
Qutaibah dalam masalah gramatika.
Riwayat-riwayat tafsir bil ma’tsur yang jadi rujukan
adalah riwayat dari Ibn Abbas, Mujahid, Qatadah, Sudai, Said bin Jubair,
riwayat dalam tafsir At-Thabari dan tafsir al-Tha’labi, juga berbagai riwayat
dari Nabi saw, keluarga, para sahabatnya serta tabi’in. Sedangkan tafsir bil
ra’yi yang jadi rujukan adalah tafsir Abu Ali Al-Juba’i, Abu Muslim al-Asfahani,
Qadhi Abdul Jabbar, Abu Bakar Al-Ashmam, Ali bin Isa Ar-Rumaini, al-Zamakhsyari
dan tafsir Abul Futuh al-Razi.
Ada
riwayat yang menjelaskan bahwa Al-Razi tidak menyelesaikan tafsir ini secara
utuh. Ibnu Qadi Syuhbah mengatakan, “Imam Al-Razi belum menyelesaikan seluruh
tafsirnya”. Ajalnya menjemputnya sebelum ia menyelesaikan tafsir al-Kabir. Ibnu Khulakan dalam kitabnya wafiyatul
a’yan nya juga berkata demikian. Jadi siapa yang menyempurnakan dan menyelesaikan tafsir
ini?dan sampai dimana beliau mengerjakan tafsirnya?[5].
Ibnu hajar al-‘Asqalani menyatakan pada kitabnya ,” Yang
menyempurnakan tafsir Al-Razi adalah Ahmad bin Muhammad bin Abi al Hazm Makki
Najamuddin al-Makhzumi al-Qammuli, wafat pada tahun 727 H, beliau orang mesir[6].
Dan penulis kasyfu Ad dzunuun juga menuturkan,” Yang
merampungkan tafsir al-Razi adalah Najamuddin Ahmad bin Muhammad Al Qamuli, dan
beliau wafat tahun 727 H. Qadi al-Qudat Syihabuddin bin Khalil Al Khuway
Ad Damasyqy, juga menyempurnakan apa yang belum terselesaikan, beliau wafat
tahun 639 H[7].
Kemudian,
sampai dimana al-Razi
terhenti dalam menulis tafsirnya? DR. Muhammad Husain Ad Zahabi menjelaskan
pada kitabnya tafsir al mufassiruun,” Imam Fakhruddin telah menulis
tafsirnya sampai surah al-Anbiya,
setelah itu datang Syihabuddin Al Khaubi melanjutkan tafsir ini, namun
beliau belum menyelesaikan seluruhnya, kemudian datang Najamuddin al-Qamuli menyempurnakan
tafsir Al-Razi[8].
Al-Dhahabi juga mengatakan bisa jadi yang menyelesaikan
tafsir al-Razi sampai akhir adalah Al Khuway. Namun, Sayyid Muhammad Ali Iyazi,
dengan merujuk pada keterangan Syaikh Muhsin Abdul Hamid, memberikan
klarifikasi bahwa sekelompok mufasir era belakangan yang meneliti tafsir
ini menetapkan kitab tafsir ini sebagai karya mandiri dari Al-Razi secara utuh.
Adapun maksud tafsir ini dan segala
uraiannya, antara lain.
Pertama; menjaga dan membersihkan Al-Quran
beserta segala isinya dari kecenderungan-kecenderungan rasional yang dengan itu
diupayakan bisa memperkuat keyakinan terhadap Al-Quran.
Kedua; pada sisi lain, al-Razi meyakini pembuktian eksistensi Allah
swt dengan dua hal. Yaitu “bukti terlihat”, dalam bentuk wujud kebendaan dan
kehidupan, serta “bukti terbaca”, dalam bentuk al-Quran. Apabila merenungi hal yang pertama
secara mendalam, kita akan semakin memahami hal yang kedua. Karena itu al-Razi merelevansikan keyakinan ilmiyah
dengan kebenaran ilmiyah dalam tafsirnya.
Ketiga; al-Razi ingin menegaskan
sesungguhnya studi balaghah dan pemikiran bisa dijadikan sebagai materi tafsir,
serta digunakan untuk menakwil ayat-ayat Al-Quran, selama berdasarkan kepada
kaidah-kaidah yang jelas, yaitu kaidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
2.
Volume Kitab.
Imam Fahruddin al-Razi
melalui kitab tafsirnya Mafatihul Ghaib atau At-Tafsir Kabir. Dalam kitab yang
cukup kontroversial di kalangan mufassir konservatif tersebut Imam Fahruddin al-Razi
memaparkan berbagai bidang ilmu pengetahuan yang sangat menonjol dalam
ilmu-ilmu naqli dan ‘aqli bahkan ia anggap memiliki keterkaitan dengan
ayat-ayat Al-Quran[9].
Sementara bagi ulama lain yang menerima
karyanya, Mafatih Al-Ghaib atau At-Tafsir Al-Kabir yang terdiri dari 8 jilid
itu justru dilihat memiliki berbagai keistimewaan. Di antaranya dalam
penjelasan munasabah atau korelasi (keterkaitan) antar
ayat atau antar surah. Dalam menguraikan penafsiran suatu ayat, ia
selalu menguraikan pembahasan yang memadai tentang munasabah antar ayat
tersebut dengan ayat-ayat lain, bahkan antara surah dengan surah yang lain[10].
3.
Sistematika Penulisan Tafsir.
Adapun sistematika
penulisan Tafsir al-Razi, yaitu menyebut nama surat, tempat turunnya, bilangan
ayatnya, perkataan-perkataan yang terdapat didalamnya, kemudian menyebut satu
atau beberapa ayat, lalu mengulas munasabah antara satu ayat dengan ayat
sesudahnya, sehingga pembaca dapat terfokus pada satu topic tertentu pada
sekumpulan ayat. Namun al-Razi
tidak hanya munasabah antara ayat saja, ia juga menyebut munasabah antara surat.
Setelah itu al-Razi
mulai menjelaskan maslah dan jumlah masalah tersebut, misalnya ia mengatakan
bahwa dalam sebuah ayat al-Qur’an terdapat beberapa yang jumlahnya mencapai
sepuluh atau lebih. Lalu
menjelaskan masalah tersebut dari sisi nahwunya, ushul, sabab al-nuzul, dan
perbedaan qiraat dan lain sebagainya.
Sebelum ia menjelaska
suatu ayat, al-Razi terlebih dahulu mengungkapkan penafsiran yang bersumber
dari Nabi, Sahabat, tabi’in ataupun memaparkan masalah antara nasikh dan
mansukh, bahkan jarh wat’ta’dil barulah ia menafsirkan ayat disertai
argumentasi ilmiyahnya dibidang ilmu pengtahuan, filsafat, ilmu alam maupun
yang lainnya.
4. Metode Penafsiran
a . Sumber Penafsiran.
Kitab tafsir Mafatihul
Ghoib tergolong tafsir bi al-ra’yi atau bil ijtihad, al-dirayah
atau bi al-ma’qul, karena penafsirannya didasarkana atas sumber ijtihad
dan pemikiran terhadap tuntutan kaidah bahasa arab dan kesusastraan, serta
teori ilmu pengetahuan. Karena didalam karya ini Fakhruddin al-Razi banyak
mengemukakan ijtihadnya mengenai arti yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an
disertai dengan penukilan dari pendapat-pendapat ulama’ dan fuqaha’.
Dalam menafsirkan ayat demi ayat Fakhruddin al-Razi memberika porsi yang
terbatas untuk hadis, bahkan ketika ia memaparkan pendapat para fuqaha’
terkait perdebatan seputar fiqih beliau memaparkannya dan mendebatnya tanpa
menjadikan hadis sebagai dasar pijakan.
Ini adalah salah satu kitab tafsir yang komperhensif, karena menjelaskan
seluruh ayat al-Qur’an, sang pengarang berusaha menangkap substansi ruh yang
terkandung dalan setiap ayat al-Qur’an[11].
b.
Cara Penjelasan.
Adapun cara penjelasan kitab ini bisa di kategorikan
sebagai kitab tafsir muqarin. Karena Fakhruddin al-Razi dalam
penafsirannya sering mengkomparasikan pendapatnya atau pendapat seorang ulama
lainnya. Nama beberapa ulama’ selain sahabat dan tabiin dalam berbagai disiplin
ilmu yang sering kali disebutkan pendapatnya dan dikomparasikan antara lain
adalah: al-Syafi’i, Abu hanifah, Malik, Ahmad ibn Hambal, al-Ghazali, kelompok
Mu’tazilah dan Ash’ariyah, Hasan al-Basyri, al-Zamakhsari, al-Farrah, ibn Kathir
dan masih banyak lagi.
c Keluasan
Penjelasan.
Di tinjau dari segi keluasan penjelasan, kitab tafsir Mafatihul
Ghaib bisa dikategorikan sebagai kitab tafsir yang sangat luas penjelasannya
dan mendetail (rinci) atau tafsili, bahkan mungkin bisa dikatan terlalu luas
untuk ukuran kitab tafsir. Karena
dalam kitab tersebut terdapat berbagai pembahasan, mulai dari kebahasaan
sastra, fiqih, ilmu kalam, filsafat, ilmu eksakta, fisika, falak dan lain
sebagainya.
Dalam
kitab tersebut terdapat penafsiran yang begitu luas, satu ayat
dengan 3-7 masail dan satu surat dijelaskan dengan 8-10 fasal, tentulah ini
cukup menggambarkan keluasan pembahaan dalam penafsiran kitab Mafatihul ghaib.
d. Sasaran Dan Tertib Ayat Yang Ditafsirkan.
tafsir Mafatihul ghaib disusun oleh Fakhruddin al-Razi secara berurutan ayat demi ayat dan surat demi surat.
Semuanya sesuai dengan urutan yang ada dalam mushaf, dimulai dari penafsiran
terhadap surat al-Fatihah, al-Baqarah dan seterusnya sampai. Karena disusun
secara berurutan ayat demi ayat maka kitab tersebut dikategorikan tahlili. Dan karena disusun berurutan surat demi
surat maka kitab tersebut bisa dikategorikan Mushafi[12].
5. Corak Tafsir
a Perhatiannya dengan
menjelaskan munasabah antar surah.
1)
Perhatian Al-Razi pada ilmu riyadhiyah, dan
fisafat.
Seyelah penulis amatia
bahwa salah satu corak penafsiran yang di gunakan oleh al-Razi dalam
menafsirkan kitab tafsir ini adalah dengan menggunakan corak sufiyyah.
Al-Razi
dalam tafsirnya sangat memperhatikan terhadap ilmu riyadhiyah (
ilmu pasti), filsafat dan lain sebagainya. Beliau juga memaparkan
argumen-argumen filsafat kemudian membantahnya dengan argumen yang lebih kuat.
Walaupun
beliau membantah dengan menggunakan dalil akal, namun tetap sejalan dengan keyakinan ahlusunnah. Penulis kasyfu
al dhunun mengatakan,”
Didalam tafsir Al-Razi terdapat begitu banyak perkataan-perkataan mutakallimin dan filosof. Ia keluar dari permasalahan kepermasalahan
yang lain, sehinggga membuat pembaca mengagumi tafsir beliau”
2) Sikap beliau terhadap Muktazilah.
Al-Razi, beliau sangat serius dalam menghadapi
muktazilah, dalam tafsirnya, terlebih dahulu beliau memaparakan
pendapat-pendapat muktazilah dan kemudian beliau membantah dengan argumen yang
kuat. Ibnu Hajar pernah mengatakan,” Bahwa Al-Razi
dicela karena banyak meriwayatkan syubhat secara tunai dan mengatasinya secara
kredit”. Namun hal ini tidak mengurangi kehebatan beliau sebagai seorang ulama
yang memperjuangkan agama islam.
3) Pandangannya terhadap Ilmu Fiqih, Usul, Nahwu dan
Balaghah.
Fakhru Al-Razi hampir-hampir tidak melewatkan ayat-ayat
hukum kecuali beliau sebutkan semua mazhab-mazhab fiqih[13].
Begitu juga ketika beliau memaparkan masalah-masalah fiqih, nahwu dan balaghah,
namun beliau tidak berbicara panjang lebar pada masalah tersebut lebih dari
pembahasan beliau yang berkaitan dengan alam ini, dan riyadhiah[14].
Dengan keluasan dan pemahaman beliau terhadap ilmu fiqih,
sampai-sampai beliau pernah mengutarakan,”Ketahuilah suatu waktu, terlintas
pada lisanku, bahwa surat yang mulia ini yaitu Al fatihah bisa ditarik
hikmah-hikmah dan permasalahan sebanyak sepuluh ribu[15]
6. Timbangan
Terhadap Kitab.
a. Kelebihan
Tafsir.
dari sekian banyak ulama yang meneliti tentang tafsirnya
al-Razi, maka di temukanlah beberapa kelebihan yang terdapat dalam tafsirnya
antara lain.
a) Dia sangat mengutamakan munasabah (korelasi)
surat dan ayat dengan keilmuan yang berkembang. Bahkan tak jarang beliau
menyebutkan lebih dari satu munasabah untuk satu ayat tertentu atau surat
tertentu.
b) bisa menghubungkan tafsir itu dengan ilmu riadhiyah
(matematika) dan falsafah, serta ilmu lainnya yang di anggap baru di kalangan
agama pada masanya.
c) Beliau bisa menjelaskan tentang akidah yang
berbeda dan bisa mencocokkan di mana perbedaan itu.
d) Beliau mengemukakan tentang balaghoh Al-Quran dan menjelaskan beberapa kaidah usul.
b.
Keterbatasan Tafsir.
Ada beberapa ulama yang telah mengkritik kitab tafsir
mafatihul ghoib karya fahrudin ar rozi di antaranya adalah:
1) Fahrudin ar rozi terlalu banyak mengumpulkan masalah
dan pembahasan dalam tafsirnya. Sampai pembahasan yang tidak bersangkutpaut
dengan ayat atau yang ditafsirkan pun ia sebutkan. Bahkan lebih tegas lagi,
beberapa ulama mengatakan bahwa di dalam nya terdapat segala sesuatu kecuali
tafsir.
2) Dalam tafsir tersebut, ia terlalu banyak
mencantumkan hal-hal yang tidak berhubungan tafsir, secara berlebihan.
3) At-Tufi mengatakan bahwa banyak kekurangan
yang ditemukan dalam kitab tafsir mafatihul ghaib.
Baca artikel lain yang berkaitan;
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Al-Razi merupakan sosok intelektual islam
yang hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah. Nama lengkapnya Abu Abdullah
Muhammad bin Umar bin Husain bin al-Hasan bin Ali al-Quraisyi At-taini al-Bakri
ath-Tabrasani al-Razi dan ia mendapat gelar Fakgruddin, tapi dia juga masyhur
dengan nama al-Khattab al-Razi dilahirkan pada pada tanggal 15 Ramadlan 543
H/1149 M di Ray.
Penulis tafsir Mafatihul ghaib ialah menggunakan metode
tahlily, tafsir al-Razi banyak membahas masalah ketuhanan atau ilmu kalam, ilmu
kalam dan kosmografi dan keilmuan lain dan sebagainya. Al-Razi merelefansikan antara keyakinan
ilmiyah dengan kebenaran ilmiyah dalam tafsirnya tersebut.
Demikianlah makalah yang dapat saya sampaikan, dan kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini, karenanya saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan, baik dari kalangan pembaca maupun dosen untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib,
(Beirut : Darul al-Fikr), 1994
Manna’
Khalil al Qattan, Mabahith fi ulumil Qur’an, perj, Mudzakir, Pustaka Litera AntarNusa,
Jakarta
Muhammad husai az zahabi, al Tafsir wa al Mufassirun, darul hadits kairo, 2005.
Mahmud,
Mani’ Abdul Hakim, Metodologi Tafsir (kajian komprehensif
metode para tafsir), (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada
Yunus Hasan, Dirasat wa Mabahith fi Tarikh
al-Tafsir wa Manahij al-Mufassirin (Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir
dan Metode Para Mufassir),terj. Qadirun Nur, (Jakarta : Gaya Media Pratama),
2007.
Zamakhsyari (Al), al-Kasysyaf, ( Beirut : Darul Kutub al-‘Alamiyah) 2006)
[1] Muhammad husain al Dhahabi, at tafsir wa al
mufassirun, darul hadits kairo,th. 2005, jilid 1 hal.
248
[2] ibid 249
[3] Manna’ Khalil al Qattan, Mabahith fi ulumil Qur’an,
perj, Mudzakir, Pustaka Litera AntarNusa, Jakarta, hlm, 529
[4] Fakhruddin
al-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut : Darul al-Fikr), 1994
[5] Muhammad Husain al dhahabi, , al Tafsir wa al Mufassirun,
darul hadits kairo,th. 2005, jilid 1, hal 249
[6] Al
durarul kaminah.
Jilid 2, hal 304
[7] al Tafsir wa al Mufassirun,
darul hadits kairo,th. 2005, jilid 1, hal 293
[8] Manna’ Khalil al Qattan, Mabahith fi ulumil Qur’an,
perj, Mudzakir, Pustaka Litera AntarNusa, Jakarta, hlm, 507
[9] Mabahith fi
ulumil Qur’an, perj, Mudzakir, Pustaka Litera AntarNusa,
Jakarta, hlm, 506
[10] Ibit, hlm 506 – 507
[11] Mahmud, Mani’ Abdul Haklim, Metodologi Tafsir (kajian komprehensif metode para tafsir), (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2006
[12] .ibid
[13] Muhammad Husain al Dhahabi, , al Tafsir wa al Mufassirun,
darul hadits kairo,th. 2005, jilid 1, hal 253
[14] Ibid
[15] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar