BAB I
PEND AHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama yang di anut orang
Arab, setelah agama Yahudi dan Kristen, merupakan agama terbesar ke tiga dan
monoteis terakhir. Secara historis, Islam merupakan penerus kedua agama
sebelumnya, dan dari semua agama lain di dunia Islam memiliki hubungan yang
paling dekat dengan kedua agama itu[1].
Sebelum kedatangan Islam, di kalangan masyarakat Arab, India dikenal
sebagai Sind atau Hindu. India telah mempunyai hubungan perdagangan dengan
masyarakat Arab. Pada saat Islam hadir, hubungan perdagangan antara India dan Arab
masih diteruskan. Akhirnya India pun perlahan-lahan bersentuhan dengan agama
Islam. India yang sebelumnya berperadaban Hindu, sekarang semakin kaya dengan
peradaban yang dipengaruhi Islam.
Karena pengetahuan tentang
biografi orang orang yang terkenal di kalngan umat ini adalah sebagai tuntunan
yang patut untuk di ketahui sebagaiman ia juga merupakan sesuatu yang sangat di
tunggu dan di senangi[2].
Kerajaan Mughal merupakan salah satu warisan
peradaban Islam di India. Keberadaan kerajaan ini telah menjadi motivasi
kebangkitan baru bagi peradaban tua di anak benua India yang nyaris tenggelam.
Sebagaimana diketahui, India adalah suatu wilayah tempat tumbuh dan
berkembangnya peradaban Hindu. Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan
India dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana muncul dinasti
Mughal di India?
2.
Bagaimana pengembangan
Islam di India?
3.
Bagaimana latar belakang
kemunduran dan runtuhnya dinasti Mughal di India?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui munculnya
dinasti Mughal di India
2.
Mengetahui bagaimana
pengembangan islam di India
3.
Mengetahui latar belakang
kemunduran dan runtuhnya dinasti Mughal di India.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Islam Masuk ke India.
Suatu hal yang sangat
menarik seperti apa yang di gambarkan selama ini , yakni Islam memilki
karakteristik global, bisa di terima dalam setiap ruang dan waktu. Namun pada sisi yang
lain, saat ini memasuki berbagai kawasan wilayah, karakteristik globalnya
seolah olah hilang melebur kedalam berbagai kekuatan lokal yang di masukinya.[3]
Ekspedisi muslim untuk
mecapai India sebenarnya tidak dilakukan sekali saja, tetapi terjadi beberapa
kali[4].Pada
abad I H, ketika umat islam dipimpin khalifah Umar bin al-Khattab, Islam telah
masuk ke India. Kesuksesan umat islam mencapai India
ditandai dengan
keberhasilan Muawiyah I merebut lembah Sind di bawah pimpinan Muhallab bin Abi
Sufrah yang maju dengan pasukan besarnya dari Basrah pada tahun 663 M[5].
Ekspedisi pasukan Islam ke
India berikutnya terjadi pada zaman al-Walid, di mana muhammad al-Qasim
al-Tsaqaf (705 M), pada waktu itu atas nama wali negeri Irak meneruskan
ekspedisi Islam sebelumnya. Ada yang
menyebutkan bahwa tujuan al-Qasim ke India untuk membebaskan pedagang muslim
yang dirampok oleh kawanan perampok India yang waktu itu berada dalam
perlindungan raja Dahar.
ada juga yang menyebutkan bahwa ia ke India
waktu itu adalah karena diutus oleh khalifah di Damaskus (al-Walid) untuk
memadamkan pemberontakan yang dilakukan oleh Zahir bin Shasha, wali negeri
Sind. Setelah al-Qasim berhasil memadamkan kudeta
yang dilancarkan oleh Zahir bin Shasha.[6] al-Qasim kemudian diangkat menjadi wali negeri
Sind.[7]
Mughal merupakan kekuasaan
Islam yang terahir di India (1526-1858 M). Didirkan oleh Zahir Al-din Babur,
Seorang keturunan Timur Lenk. Sepeninggal ayahnya, Umar Mirza, ia
menggantikanya sebagai penguasa di Farghana. Ia berhasil menaklukkan Samarkand,
kota terpenting di Asia tengah , pada 1494 M,. Kemudian Kabul di tahun 1501 M.
Ekspansi terus di lakukan hingga berhasil memasuki wilayah india yang saat itu
di bawah dinasti Lodhi yang sedang mengalami masa krisis.
Jumlah keseluruhan sultan Mughal ada banyak dan yang bisa kami sebutkan yang kami kutib dari Badri Yatim dalam kitab nya sejarah Peradaban Islam, ada 16 sultan seperti yang telah kami rangkum di bawah ini.
B. Masa Berdirinya kerajaan
Mughal
Delhi (India) adalah sebuah kerajaan Islam di ndia utara
yang berkuasa sejak abad ke-13 sampai pada awal paruh kedua abad ke 16. Delhi
merupakan Ibu kota kerajaan Islam India sejak tahun 608 H atau 1211 M. Sebagai
Ibu kota kerajaan Islam, delhi menjadi pusat kebudayaan dan peradaban Islam di
anak benua India.
Delhi terletak di pinggir sungai Jamna. Semula Delhi di
kuasai oleh Islam, yang di takhlukka oleh Qutb Al-Din Aybak, penguasa dari
dinasti Mamluk. Sejak itulah delhi di kuasai oleh para sultan yang secara
berturut turut terdiri atas dinasti-dinasti, yakni dinasti Khalji, Tughluq,
Sayiq, Sury atau Afghan, Lodi, dan yang terahir Mughal[9].
Zahir Al-din Babur adalah pendiri keraja’an Mughal di
India. Ia mewarisi daerah ferghana dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11
tahun. Ia berhasil menaklukkan Samarkand, kota terpenting di Asia Tengah, pada
1494 M., kemudian Kabul, ibu kota Afganistan pada 1501 M.[10] Kemudian melanjutkan
ekspansinya ke India bermula dari permintaan Alam Khan, dan Daulat Khan.
Gubernur lahore, yang pada waktu itu Penguasanya bernama
Ibrahim Lodi, dikarnakan adanya krisis sehingga stabilitas pemerintahan menjadi
kacau, Alam Khan yang merpakan paman dari Lodi dan Daulat khan meminta bantuan
Babur untuk menjatuhkan pemerintahan ibrahim Lodi di Delhi. Permohonan itu
langsung di terimanya. Ahirnya punjab dengan ibu kotanya Lahore berhasil di
taklukkan pada 1525 M. Dan pada tahun 1526 M, Ibrahim Lodi berhasih terbunuh
dan ia (Babur) berhasil memasuki kota Delhi dan medirikan kerajaan Mughal di
India.[11]
Kekuatan Hindu sesungguhnya menolak
kehadiran kekuatan Mughal tetapi dapat dipatahkan oleh Babur.[12] Pada tahun 1530 M Babur
meninggal dunia dalam usia 48 tahun setelah memerintah selama 30 thn[13].
Sepeninggal Babur, kepemimpinan Mughal di teruskan oleh
anaknya, Humayan. Ia berhasil menghadapi pemberontakan yang di lancarkan oleh
Bahadur syah, penguasa gujarat yang hendak melepaskan diri dari delhi. Akan
tetapi ia (Humayan) gagal menghadapi serangan Sher Khan Shah dari afganistan,
yang akhirnya ia pergi ke persia dan 15 tahun menyusun kekuatan di sana. [14]
Pada tahun 1555 M, ia dapat menguasai
kembali Delhi setelah mengalahkan Sher Khan Shah dengan bantuan Tahmasp, Raja
Persia. Setelah itu tepatnya pada tahun 1556 M, ia meninggal karena terjatuh
dari tangga perpustakaan, Din Panah.[15]
C.
Masa Pembangunan
Sepeninggal ayahnya (Humayan), putranya
Akbar menggantikan tahtanya. Waktu itu ia masih berusia 14 thn, sehingga pemerintahan di percayakan
kepada Bairam Khan, Seorang penganut syi’ah. Di periode pertama, Akbar I menghadapi
berbagai pemberontakan. Di punjab, Sher Khan Syah melancaran pemberontakan
setelah menggalang sisa sisa pengikutnya.
Di Agra pemberontakan kaum hindu di pimpin oleh Hemu/Himu
yang berhasil menguasai kota itu dan Delhi.[16] Bairam Khan menyambut
kedatangan pasukan tersebut, sehingga terjadiah peperangan yang dahsyat, yang
disebut Panipat II pada tahun 1556 M. Himu dapat di kalahkan. Ia tertangkap,
kemudan di eksekusi. Dengan demikian, Agra dan Gwalior dapat di kuasai penuh.[17] Diwilayah barat lahir
gerakan yang dipimpin oleh saudara seayah dengan Akbar. Kasmir. Multan,
Bengala, Sind, Gujarat, Bijapur dan lain lain berusaha melepaskan diri dari
kekuasaan Mughal.[18]
Namun setelah Akbar berumur dewasa, Ia dapat
mengembalikan wilayah wilayah yang pernah melepaskan diri dan memperluas wilyah
wilayah baru secara gemilang. Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chitor,
Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan,
Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, Dan Asirgah. Dalam memperluas dan memperbaiki
kekuasaannya, Akbar memiliki strategi[19], Pertama, Ia
menyingkirkan Bairam Khan, karena terlalu memaksakan paham Syi’ah. Kedua, melancarkan
serangan kepada para penguasa yang
menyatakan untuk memiahkan diri dan merdeka. Ketiga, memperkuat militer
dan pejabat sipil mengikuti latihan
militer, Keempat, membuat kebijakan Shalahul (toleransi
universal). Kebijakan ini memberikan hak persamaan kepada semua penduduk,
mereka tidak dibedakan berdasarkan etnis maupun agama, Bahkan Ia menawarkan
konsep penyatuan agama agama menjadia satu bentuk yang disebut dengan Din
Ilahi (Nasution, 1979: 85). Dengan strategi ini, wilatah Mughal menjadi
sangat luas, dua kota penting sebagai pintu gerbangke luar, Kabul, dan
Kandahar, dapat di kuasai[20].
Kemantapan
stabilitas politik karena sistem pemerintahan yang di terapkan Akbar membawa kemajuan dalam bidang bidang lain.
Dalam bidang ekonomi, kerajaan Mughal dapat mengembangkan program pertanian,
pertambangan, dan perdagangan. Akan tetapi, Sumber keungan negara lebih banyak
bertumpu pada sektor pertanian,disektor pertanian ini, komuniksi antara
pemerintah dan petani di atur dengan baik. Pengaturan itu di dasarkan atas
lahar pertanian. Deh, merupakan unit lahan pertanian trkecil. Beberapa deh
trgabung dalam pargana (desa)[21].
Komunitas
petani di pimpin oleh seorang mukaddam. Melalui para mukaddam itulah
pemerintah berhubungan dengan para petani. Kerajaan berhak atas sepertiga dri
hasil pertanian di negeri itu. Hasil pertanian kerajaan Mughal yang terpenting
ketika itu adalah biji-bijian, padi, kacang tebu, sayur-sayuran, rempah-rempah,
tembakau, kapas, nila, dan bahan bahan celupan. Di samping untuk kebutuhan
dalam negeri, hasil pertanian itu di ekspor ke eropa, Afrika, Arabia, Dan Asia
Tenggara bersamaan dengan hasil kerajinan, seperti pakaan tenun dan kain tipis
bahan gordiyn yang banyak di produksi di gujarat dan Bengal[22]. Pada masa ini di bangun
Fatpur Sikri di sikri, villa dan masjid masjid yang indah.[23]
D.
Masa Keemasan
Tiga sultan penerus Akbar ini memang terhitung raja-raja
yang besar dan di dukung dengan militer yang kuat. Maka semua pemberontakan
dapat di patahkan, sehingga rakyat dapat hidup aman dan damai.[24] Syah Jihan pernah
mengusir seorang pedagang Portugis yang menyalahgunakan kepercayaannya, Ia
menarik pajak kepada rakyat dan menyebarkan agama Kristen kepada anak-anak.
Auranzeb membuat kebijakan berupa penghapusan sejumlah
pajak, menurunkan harga makanan, dan berusaha keras memberantas korupsi. Untuk
meningkatkan produksi, Jehangir mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617
M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat[25].
Dinasti
Mughal juga memberikan berbagai sumbangan ilmu pengetahuan. Banyak Ilmuan yang
datang ke India guna menuntut ilmu pengetahuan. Bahkan Istana Mughal pun
menjadi pusat kegiatan kebudayaan. Setiap masjid mempunyai lembaga tingkat
dasar yang di kelola seorang guru[26]
Selain itu
sebagai seorang cendekiawan, Auranzeb merancang penyusunan buku Fattawa
Alamgiri yang berisi ketentuan ketentuan hukum Islam yang di jadikan
pedoman bagi peradilan di india[27]. Pada masa syah Jihan, di
bangun masjid berlapis mutiara dan taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi dan
istana indah di Lohare[28]
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN
- KHULAFAUR RASYIDIN
- PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH
- DINASTI ABBASIYAH
- ISLAM DI SPANYOL
- DINASTI FATIMIYAH
- TURKI UTSMANI
- DINASTI SAFAWI DI PERSIA
- DINASTI MUGHAL
- ERA PENJAJAHAN DUNIA ISLAM
- ISLAM DI INDONESIA
E.
Masa Kemunduran dan Kehancuran
Setelah satu
setengah tahun abad dinasti Munghal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut
Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah di bina oleh
sultan-sultan sebeumnya. Pada abad ke 18 M kerajaan kerajaan ini mengalami
kemunduran.[29]
Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan
di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan sparatis hindu di india
tengah, Sikh di belahan utara dan islam di bagian timur semakin lama semakin
mengancam[30].
Sementara itu, para pedagang inggris untuk pertama
kalinya di izin kan oleh jehangir menanamkan modal di india dengan didukung
oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai. Pada masa
Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah muncul,
tetapi dapat di atasi. Pemberontaka itu bermula dari tindakan tindakan dari
Auranzeb yang dengan keras menerapkan pemikirian Puritanismenya. Setelah
ia wafat, penerusnya rata rata lemah dan tidak mampu menghadapi problem yang
ditinggalkanya[31].
Sepeninggal Auranzeb (1707 M), tahta kerajaan di pegang
oleh Muazzam, Putra tertua Auranzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul.
Putra Auranseb ini kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712)[32]. Ia menganut aliran
Syi’ah. Pada masa pemerintahanya yang berjalan selama lima tahun, ia di
hadapkan pada perlawanan Sikh sebagai
akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga di hadapkan pada perlawanan penduduk
lahore karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran syi’ah kepada mereka.
Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup
lama terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana. Bahadur Syah di
ganti oleh anaknya, Azimus Syah. Akan yetapi pemerintahanya di tentang oleh
Zulfikar Khan, putera Azad Khan, wazir Auranzeb, Azimus Syah meninggal pada
tahun 1712 M dan di ganti oleh puteranya Jihandar Syah, yang mendapat tantangan
dari Farukh Siyar, adiknya sendiri.
Jihandar dapat di singkirkan Faruk Siyar pada tahun 1713 M. Farukh Siyar berkuasa sampai tahun
1719 M dengan dukungan kelompok Sayyid, tapi tewas di tangan pra pendukungnya
sendiri (1719 M). Sebagai gantinya, di angkat Muhammad Syah (1719-1748 M).
Namun ia dan pendukungnya terusir oleh suku Asyfar di bawah pimpnan Nadir
Syah yang sebelumnya telah berhasil
melenyapkan kekuasaan safawi di Persia,
Pada tahun 1739, dua tahun setelah mengasai Persia, ia menguasai kerajaan
Mughal. Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan mengaku tunduk kepada Nadir Syah[33].
Muhammad Syah kembali berkuasa di Delhi setelah ia
bersedia memberi hadiah yang sangat banyak kepada Nadir Syah. Konflik Konflik
yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintah
daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat bahkan
cenderung memperkuat posisi pemerintahan nya masing masin. Setelah Muhammad Syah meninggal, tahta kerajaan di
pegang oleh Ahmad Syah (1748-1754), kemudian di teruskan oleh Alamghir II
(1754-1759), dan kemudian di teruskan oleh Syah Alam (1761-1806 M).
Pada tahun 1761 M,
kerajaan Mughal diserang oleh Ahmad Khan Durrani dari Afgan. Kerajaan Mughal
tidak dapat bertahan dan sejak saat itu
Mmughal berada di bawah kekuasaan Afghan, meskipun Syah Alam tetap di
izin kan memakai gelar Sultan. Ketika kerajaan Mughal memasuki keadaan yang
lemah seperti ini, pada tahun itu juga, perusahaan Inggris (EIC) yang sudah
semakin kuat mengangkat senjata melawan pemerintah kerajaan Mughal. Syah alam
meninggal tahun 1806 m. Tahta kerajaan selanjutnya di pegang oleh akbar II
(1806-1837 M).
Pada masa pemerintahan Akbar II memberi konsensi kepada
EIC untuk mengembangkan usahanya di anak benua India sebagaimana yang di
inginkan oleh Inggis, tetapi pihak pemerintahan harus menjamin kehidupan raja
dan keluarga istana. Dengan demikian, kekuasaan sudah berada di tangan Inggris,
meskipun kedudukan dan gelar Sultan di pertahan kan. [34]
Akan tetapi
Bahadur Syah II (1837-1858 M), penerus Akbar II, tidak menerima isi perjanjian
antara EIC dengan ayahnya itu, sehingga terjadi konflik antara dua kekuatan
tersebut. Pada waktu yang sama, EIC mengalami kerugian, karena penyelenggaraan
administrasi perusahaan yang kurang efesien, Padahal mereka harus menjamin
kehidupan istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara
ketat dan cenderung kasar. Karena rakyat terasa di tekan, maka mereka baik yang
Islam maupun yang hindu bangkit mengadakan pemberontakan.
Mereka meminta kepada Bahadur Syah II untuk menjadi
lambang perlawanan itu dalam rangka mengembalikan kekuasaan Keerajaan Mughal di
India. Dengan demikian, terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan Inggris
pada bulan Mei 1857 M. Perlawana mereka dapat di patah kan oleh Inggris yang
kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka di
usir dari kota Delhi, rumah rumah ibadah banyak yang di hancurkan, dan Bahadur
Syah, raja Mughal terahir, di usir dari istana (1858 M). Dengan demikian,
berahirlah sejarah kekuatan dinasti Mughal di daratan india dan tinggallah di
sana umat islam yang harus berjuang
mempertahankan eksistensi mereka.[35]
F.
Perbedaan Kemajuan
Masa Ini dengan Masa Klasik
Sebagaiana di uraikan terdahulu, pada masa kejayaan tiga
kerajaan besar ini, umat Islam kembali mengalami kemajuan. Akan tetapi kemajuan
yang di capai berbeda dengan kemajuan yang dicapai pada masa klasik Islam.
Kemajuan pada masa Klasik Jauh lebih kompleks. Di bidang intelektual, kemajuan
pada masa tiga kerajaan besar tidak sebanding dengan kemajuan di zaman klasik.
Dalam bidang ilmu keagamaan, umat Islam sudah mulai
bertaklid kepada imam imam besar yang lahir pada klasik Islam. Kalaupun ada
mujtahid, maka, ijtihad fi Al-madhab, yaitu ijtihad yang masih berada
dalam batas batas madhab madhab tertentu. Tidak ada lagi ijtihad mutlak, hasil
pemikiran bebas yang mandiri. Beberapa sains yang berkembang pada masa klasik,
ada yang tidak berkembang lagi, dan bahkan ada yang di lupakan. Filsafat di
anggap bid’ah. Kalau pada masa klasik,
uamat islam maju dalam bidang politik, peradaban, dan kebudayaan, seperti pada
bidang ilmu pengetahuan dan ilmu pemikiriran filsafat, pada masa tiga kerajaan
islam, kemajuan dalam bidang filsafat –kecuali sedikit berkembang di kerajaan
Safawi Persia – dan ilmu pengetahuan umum tidak di dapat lagi. Kemajuan yang
dapat di banggakan pada masa ini hanya dalam bidang politik, kemiliteran, dan
kesenian, terutama arsitektur.[36]
Ada beberapa alasan mengapa kemajuan yang di capai itu
tidak setingkat dengan kemajuan yang di capai pada masa klasik[37] :
1. Metode berfikir dalam bidang teologi yang berkembang pada masa ini adalah metode berfikir tradisional. Cara berfikir ini tampaknya, mempengaruhi perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan.
Metode
berfikir rasional yang di kembangkan oleh aliran teologi Mu’tazilah sudah lama
padam. Yang ada adalah, metode berfikir tradisional yang di kembangkan aliran
teologi Ash’ariyah. Walaupun Ash’ariyah berusaha mendamaikan pemikiran
Qadariyah yang dinamis dengan Jabariyah
yang Fatalis, tetapi aliran ini tetap terjerumus dalam pemikiran Jabariyyah.
Dalam pemikiran Ash’ariyyah, perbuatan manusia tidak di pandang efektif,
perkembangan sejarah lebih di tentukan oleh perbuatan dan kemahakuasaan tuhan.
Aliran ini berkembang cepat dan di anut oleh mayoritas umat islam
sehinggah paham fasalisme dalam Islam menjadi berkembang. Perkembangan metode
seperti ini menyebabkan dinamika ummat Islam yang terdapat pada masa lalu
menurun, digantikan dengan fatalismu. Paham kemerdekaan manusia di tolak dan
kepercayaan kepada akal manusia tidak ada lagi.[38]
2. Pada masa klasik Islam, kebebasan berfikir berkembang
dengan masuknya pemikiran filsafat Yunani. Namun, kebebasan ini menurun sejak
Al-Ghazali melontarkan kritik tajam terhadap pemikiran filsafat yang tertuang
dalam bukunya Tahafut Al-falasifah (Kerancauan para filosof). Kritik
Al-Ghazali itu memang mendapat bantahan dari filosof besar dan terahir. Ibn
Rusyd, dalam bukunya Tahaffut Al-tahaffut
(Kekacauan buku kekacauan) tetapi tampaknya, kritik Al-Ghazali lebih
populer dan ber pengruh daripada bantahan Ibn Rusyd. Nur Cholis Majid
mengatakan, pemikiran Al-Ghazali itu mempunyai efek pemenjaraan kreatifitas
intelektual Islam[39] .
3. Al-Gazali bukan hanya menyerang pemikiran filsafat pada
masanya, tetapi juga menghidupkan ajaran tasawuf dalam Islam. Sehingga ajaran
ini berkembang pesat setelah Al-Ghazali. Diantara ajaran ajaran tasawuf adaah tawakkal,
berserah diri kepada kehendak tuhan dan zuhd, meninggalkan ‘dunia’
dan kehidupan materi. Dalam tasawuf, kehidupan ukhrawi jauh lebih di utamakan
daripada kehidupan duniawi. Ajaran terakhir ini di pandang tidak sejalan dengan
pengembangan kehidupan duniawi dan kemajuan. Bahkan Fazlur Rahman mengatakan bahwa
suatu hal ang tidak bisa di terima oleh Islam adalah sikap negatif terhadap
dunia yang tampak berkembang di kalangan kaum sufi. Pemikiran itu menurutnya
berkembang sangat cepat.
4. Sarana sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
pemikiran yang disediakan masa klasik, seperti perpustakaan dan karya karya
imiah, baik yang di terjemahkan dari bahasa Yunani, Persia, India, dan Syiria,
maupun dari bahasa lainya banayak yang hancur dan hilang akibat serangan bangsa
mongol kebeberapa pusat peradaban dan kebudayaan islam.
5. Kekuasaan Islam pada masa tiga kerajaan besar di pegang
oleh bangsa Turki dan Mongol yang lebih di kenal sebagai bangsa yang suka
berperang ketimbang bangsa yang suka ilmu.
6. Pusat pusat kekuasaan Islam pada masa ini tidak berada di
wilayah Arab dan tidak pula oleh bangsa Arab. Di Safawi berkembang Persia, di
Turki bahasa Turki, dan di India bahasa Urdu. Akibatnya bahasa Arab yang sudah
merupakan bahasa persatuan dan bahasa Ilmiah pada masa sebelumnya, tidak
berkembang lagi bahkan menurun.[40]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kerajaan Mughal tidak mungkin lepas dari
sejarah Islam sekaligus sejarah India, karena kerajaan ini merupakan warisan
dua peradaban besar tersebut. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Islam telah mewariskan dan memberi pengayaan terhadap
khazanah kebudayaan India.
2. Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan
peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.
3. Kemajuan yang dicapai Kerajaan Mughal telah memberi inspirasi
bagi perkembangan peradaban dunia baik politik, ekonomi, budaya dan sebagainya.
Misalnya, politik toleransi (sulakhul), sistem pengelolaan pajak, seni
arsitektur dan sebagainya.
4. Kerajaan Mughal telah berhasil membentuk sebuah kosmopolitan
Islam-India dan membentuk sebuah kultur Muslim secara eksklusif.
5. Kemunduran suatu peradaban tidak lepas dari lemahnya kontrol dari elit penguasa, dukungan rakyat dan kuatnya sistem keamanan. Karena itu masuknya kekuatan asing dengan bentuk apapun perlu diwaspadai.
DAFTAR PUSTAKA
Aizid, Rizem., Sejarah Peradaban Islam Terlengkap,
Periode Klasik, Pertengahan dan Modern. Yokyakarta: Diva Press, 2015
Drs. Samsul Munir Amin, Sejarah
Peradapan Islam, AMZAH : 2013
Fuadi imam,Sejarah Peradaban Islam, Depok Sleman Yogyakarta: Teras, 2012
Hitti, philip K., History of The Arabs, Terj. Cecep Lukman Yasin,
Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2002
Nurhakim, Muhammad., Sejarah dan Peradaban islam, Malang:UMM Press,
2004
Suyuti (Al), Tarikh Khulafa’, Terj. Samson Rahman, MA., Jakarta
:Pustaka Al Kautsar, 2012
Tohir, Ajid., Studi kawasan Dunia Islam,
Perspektif etno-Linguistik dan Geo Politik. Jakarta:PT Rajagrafindo
Persada, 2011
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II. Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2007.
[1] Phillip
K.Hitti, History of The Arabs (Jakarta :Serambi Ilmu Semesta, 2002), Hal
4
[2] Al-Suyuti,
Tarikh Khulafa’ Terj Samson Rahman, MA (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar,
2000) Hal VII
[3] Ajib
Thahir, studi Kawasan dunia Islam (Jakarta :Prajagrafindo Persada 2011),
Hal 1
[4] Pemerintahan
Islam Mughal yang ada di India, terdiri sekitar seperempat
abad setelah kerajaan Safawiyah . Dibandingkan dengan 2 kerajaan besar yang
lain, Turki Usmani dan Safawiyah, terutama setelah jatuhnya Baghdad, kerajaan
Mughal terbilang paling muda.
[5] Joesoef
Soeyb, Daulah Abbasiyah, Jilid II (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),
h. 238.
[6] Qureshi, “Muslim India before Mughal,”
dalam P.M. Holt, ed., The Cambridge History of Islam, Vo. 2A
(ttp: Cambridge University Press, 1989), h. 4.
[7] Lihat pada
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet . 16 (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2000), h. 145.
[8] Doc. Google.
[9] Rizem, Aizid. Sejarah Peradaban Islam
Terlengkap, Periode Klasik, Pertengahan dan Modern (Yokyakarta: Diva Press,
2015) hal.454
[10] Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, Cet .16 hal 147
[11] Ibid
[12] Nurhakim,
Muhammad., Sejarah dan Peradaban islam, (Malang:UMM Press, 2004), hal
148
[13] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, Cet .16 hal 148
[14] Nurhakim,
Muhammad., Sejarah dan Peradaban islam, 148
[15] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, Cet .16 hal 148
[16] Ibid
[17] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, Cet .16 hal 149
[18] Nurhakim, Muhammad., Sejarah dan Peradaban islam,
148
[19] Ibid
[20] Ibid
[21] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, Cet .16 hal 150
[22] Ibid
[23] Ibid 151
[24] Nurhakim,
Muhammad., Sejarah dan Peradaban islam, 149
[25] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, Cet .16 hal 150
[26] Rizem, Aizid. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Periode Klasik, Pertengahan dan Modern, hal.458
[27] Nurhakim,
Muhammad., Sejarah dan Peradaban islam, 149
[28] Badri Yatim,.. 150
[29] Ibid
159
[30] Ibid.
[31] Ibid.
[32] Ibid.
[33] Ibid
[34] Ibid.
[35] Ibid
[36] Badri, Yatim, Sejarah
Peradabab Islam: Dirasah Islamiyah II.. Hal
151-152
[37] Ibid
hal. 152
[38] Badri, Yatim, Sejarah
Peradabab Islam: Dirasah Islamiyah II. .
Hal,151-152.
[39] Ibid.
[40] Ibid
153-154
Tidak ada komentar:
Posting Komentar