HOME

30 Maret, 2022

DINASTI MUGHAL

 

BAB I

PEND AHULUAN

    A.  Latar Belakang

Agama yang di anut orang Arab, setelah agama Yahudi dan Kristen, merupakan agama terbesar ke tiga dan monoteis terakhir. Secara historis, Islam merupakan penerus kedua agama sebelumnya, dan dari semua agama lain di dunia Islam memiliki hubungan yang paling dekat dengan kedua agama itu[1].

Sebelum kedatangan Islam, di kalangan masyarakat Arab, India dikenal sebagai Sind atau Hindu. India telah mempunyai hubungan perdagangan dengan masyarakat Arab. Pada saat Islam hadir, hubungan perdagangan antara India dan Arab masih diteruskan. Akhirnya India pun perlahan-lahan bersentuhan dengan agama Islam. India yang sebelumnya berperadaban Hindu, sekarang semakin kaya dengan peradaban yang dipengaruhi Islam.

Karena pengetahuan tentang biografi orang orang yang terkenal di kalngan umat ini adalah sebagai tuntunan yang patut untuk di ketahui sebagaiman ia juga merupakan sesuatu yang sangat di tunggu dan di senangi[2].

Kerajaan Mughal merupakan salah satu warisan peradaban Islam di India. Keberadaan kerajaan ini telah menjadi motivasi kebangkitan baru bagi peradaban tua di anak benua India yang nyaris tenggelam. Sebagaimana diketahui, India adalah suatu wilayah tempat tumbuh dan berkembangnya peradaban Hindu. Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.


    B.     Rumusan Masalah

    1.      Bagaimana muncul dinasti Mughal di India?

    2.      Bagaimana pengembangan Islam di India?

    3.      Bagaimana latar belakang kemunduran dan runtuhnya dinasti Mughal di India?

 

    C.    Tujuan

    1.      Mengetahui munculnya dinasti Mughal di India

    2.      Mengetahui bagaimana pengembangan islam di India

    3.      Mengetahui latar belakang kemunduran dan runtuhnya dinasti Mughal di India.


BAB II

PEMBAHASAN

    A.   Islam Masuk ke India.

Suatu hal yang sangat menarik seperti apa yang di gambarkan selama ini , yakni Islam memilki karakteristik global, bisa di terima dalam setiap ruang dan waktu. Namun pada sisi yang lain, saat ini memasuki  berbagai  kawasan wilayah, karakteristik globalnya seolah olah hilang melebur kedalam berbagai kekuatan lokal yang di masukinya.[3]

Ekspedisi muslim untuk mecapai India sebenarnya tidak dilakukan sekali saja, tetapi terjadi beberapa kali[4].Pada abad I H, ketika umat islam dipimpin khalifah Umar bin al-Khattab, Islam telah masuk ke India. Kesuksesan umat islam mencapai India

ditandai dengan keberhasilan Muawiyah I merebut lembah Sind di bawah pimpinan Muhallab bin Abi Sufrah yang maju dengan pasukan besarnya dari Basrah pada tahun 663 M[5].

Ekspedisi pasukan Islam ke India berikutnya terjadi pada zaman al-Walid, di mana muhammad al-Qasim al-Tsaqaf (705 M), pada waktu itu atas nama wali negeri Irak meneruskan ekspedisi Islam sebelumnya. Ada yang menyebutkan bahwa tujuan al-Qasim ke India untuk membebaskan pedagang muslim yang dirampok oleh kawanan perampok India yang waktu itu berada dalam perlindungan raja Dahar.

 ada juga yang menyebutkan bahwa ia ke India waktu itu adalah karena diutus oleh khalifah di Damaskus (al-Walid) untuk memadamkan pemberontakan yang dilakukan oleh Zahir bin Shasha, wali negeri Sind. Setelah al-Qasim berhasil memadamkan kudeta yang dilancarkan oleh Zahir bin Shasha.[6] al-Qasim kemudian diangkat menjadi wali negeri Sind.[7]

Mughal merupakan kekuasaan Islam yang terahir di India (1526-1858 M). Didirkan oleh Zahir Al-din Babur, Seorang keturunan Timur Lenk. Sepeninggal ayahnya, Umar Mirza, ia menggantikanya sebagai penguasa di Farghana. Ia berhasil menaklukkan Samarkand, kota terpenting di Asia tengah , pada 1494 M,. Kemudian Kabul di tahun 1501 M. Ekspansi terus di lakukan hingga berhasil memasuki wilayah india yang saat itu di bawah dinasti Lodhi yang sedang mengalami masa krisis.

Jumlah keseluruhan sultan Mughal ada banyak dan yang bisa kami sebutkan yang kami kutib dari Badri Yatim dalam kitab nya sejarah Peradaban Islam, ada 16 sultan seperti yang telah kami rangkum di bawah ini.


    B. Masa Berdirinya kerajaan Mughal

Delhi (India) adalah sebuah kerajaan Islam di ndia utara yang berkuasa sejak abad ke-13 sampai pada awal paruh kedua abad ke 16. Delhi merupakan Ibu kota kerajaan Islam India sejak tahun 608 H atau 1211 M. Sebagai Ibu kota kerajaan Islam, delhi menjadi pusat kebudayaan dan peradaban Islam di anak benua India.

Delhi terletak di pinggir sungai Jamna. Semula Delhi di kuasai oleh Islam, yang di takhlukka oleh Qutb Al-Din Aybak, penguasa dari dinasti Mamluk. Sejak itulah delhi di kuasai oleh para sultan yang secara berturut turut terdiri atas dinasti-dinasti, yakni dinasti Khalji, Tughluq, Sayiq, Sury atau Afghan, Lodi, dan yang terahir Mughal[9].

Zahir Al-din Babur adalah pendiri keraja’an Mughal di India. Ia mewarisi daerah ferghana dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun. Ia berhasil menaklukkan Samarkand, kota terpenting di Asia Tengah, pada 1494 M., kemudian Kabul, ibu kota Afganistan pada 1501 M.[10] Kemudian melanjutkan ekspansinya ke India bermula dari permintaan Alam Khan, dan Daulat Khan.

Gubernur lahore, yang pada waktu itu Penguasanya bernama Ibrahim Lodi, dikarnakan adanya krisis sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau, Alam Khan yang merpakan paman dari Lodi dan Daulat khan meminta bantuan Babur untuk menjatuhkan pemerintahan ibrahim Lodi di Delhi. Permohonan itu langsung di terimanya. Ahirnya punjab dengan ibu kotanya Lahore berhasil di taklukkan pada 1525 M. Dan pada tahun 1526 M, Ibrahim Lodi berhasih terbunuh dan ia (Babur) berhasil memasuki kota Delhi dan medirikan kerajaan Mughal di India.[11]

            Kekuatan Hindu sesungguhnya menolak kehadiran kekuatan Mughal tetapi dapat dipatahkan oleh Babur.[12] Pada tahun 1530 M Babur meninggal dunia dalam usia 48 tahun setelah memerintah selama 30 thn[13].

Sepeninggal Babur, kepemimpinan Mughal di teruskan oleh anaknya, Humayan. Ia berhasil menghadapi pemberontakan yang di lancarkan oleh Bahadur syah, penguasa gujarat yang hendak melepaskan diri dari delhi. Akan tetapi ia (Humayan) gagal menghadapi serangan Sher Khan Shah dari afganistan, yang akhirnya ia pergi ke persia dan 15 tahun menyusun kekuatan di sana. [14]

            Pada tahun 1555 M, ia dapat menguasai kembali Delhi setelah mengalahkan Sher Khan Shah dengan bantuan Tahmasp, Raja Persia. Setelah itu tepatnya pada tahun 1556 M, ia meninggal karena terjatuh dari tangga perpustakaan, Din Panah.[15]

 

C. Masa Pembangunan

            Sepeninggal ayahnya (Humayan), putranya Akbar menggantikan tahtanya. Waktu itu ia masih berusia  14 thn, sehingga pemerintahan di percayakan kepada Bairam Khan, Seorang penganut syi’ah. Di periode pertama, Akbar I menghadapi berbagai pemberontakan. Di punjab, Sher Khan Syah melancaran pemberontakan setelah menggalang sisa sisa pengikutnya.

Di Agra pemberontakan kaum hindu di pimpin oleh Hemu/Himu yang berhasil menguasai kota itu dan Delhi.[16] Bairam Khan menyambut kedatangan pasukan tersebut, sehingga terjadiah peperangan yang dahsyat, yang disebut Panipat II pada tahun 1556 M. Himu dapat di kalahkan. Ia tertangkap, kemudan di eksekusi. Dengan demikian, Agra dan Gwalior dapat di kuasai penuh.[17] Diwilayah barat lahir gerakan yang dipimpin oleh saudara seayah dengan Akbar. Kasmir. Multan, Bengala, Sind, Gujarat, Bijapur dan lain lain berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Mughal.[18]

Namun setelah Akbar berumur dewasa, Ia dapat mengembalikan wilayah wilayah yang pernah melepaskan diri dan memperluas wilyah wilayah baru secara gemilang. Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, Dan Asirgah. Dalam memperluas dan memperbaiki kekuasaannya, Akbar memiliki strategi[19], Pertama, Ia menyingkirkan Bairam Khan, karena terlalu memaksakan paham Syi’ah. Kedua, melancarkan serangan  kepada para penguasa yang menyatakan untuk memiahkan diri dan merdeka. Ketiga, memperkuat militer dan pejabat sipil mengikuti latihan  militer, Keempat, membuat kebijakan Shalahul (toleransi universal). Kebijakan ini memberikan hak persamaan kepada semua penduduk, mereka tidak dibedakan berdasarkan etnis maupun agama, Bahkan Ia menawarkan konsep penyatuan agama agama menjadia satu bentuk yang disebut dengan Din Ilahi (Nasution, 1979: 85). Dengan strategi ini, wilatah Mughal menjadi sangat luas, dua kota penting sebagai pintu gerbangke luar, Kabul, dan Kandahar, dapat di kuasai[20].

                      Kemantapan stabilitas politik karena sistem pemerintahan yang di terapkan Akbar  membawa kemajuan dalam bidang bidang lain. Dalam bidang ekonomi, kerajaan Mughal dapat mengembangkan program pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Akan tetapi, Sumber keungan negara lebih banyak bertumpu pada sektor pertanian,disektor pertanian ini, komuniksi antara pemerintah dan petani di atur dengan baik. Pengaturan itu di dasarkan atas lahar pertanian. Deh, merupakan unit lahan pertanian trkecil. Beberapa deh trgabung dalam pargana (desa)[21].

       Komunitas petani di pimpin oleh seorang mukaddam. Melalui para mukaddam itulah pemerintah berhubungan dengan para petani. Kerajaan berhak atas sepertiga dri hasil pertanian di negeri itu. Hasil pertanian kerajaan Mughal yang terpenting ketika itu adalah biji-bijian, padi, kacang tebu, sayur-sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, nila, dan bahan bahan celupan. Di samping untuk kebutuhan dalam negeri, hasil pertanian itu di ekspor ke eropa, Afrika, Arabia, Dan Asia Tenggara bersamaan dengan hasil kerajinan, seperti pakaan tenun dan kain tipis bahan gordiyn yang banyak di produksi di gujarat dan Bengal[22]. Pada masa ini di bangun Fatpur Sikri di sikri, villa dan masjid masjid yang indah.[23]

 

    D.    Masa Keemasan

Tiga sultan penerus Akbar ini memang terhitung raja-raja yang besar dan di dukung dengan militer yang kuat. Maka semua pemberontakan dapat di patahkan, sehingga rakyat dapat hidup aman dan damai.[24] Syah Jihan pernah mengusir seorang pedagang Portugis yang menyalahgunakan kepercayaannya, Ia menarik pajak kepada rakyat dan menyebarkan agama Kristen kepada anak-anak.

Auranzeb membuat kebijakan berupa penghapusan sejumlah pajak, menurunkan harga makanan, dan berusaha keras memberantas korupsi. Untuk meningkatkan produksi, Jehangir mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617 M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat[25].

        Dinasti Mughal juga memberikan berbagai sumbangan ilmu pengetahuan. Banyak Ilmuan yang datang ke India guna menuntut ilmu pengetahuan. Bahkan Istana Mughal pun menjadi pusat kegiatan kebudayaan. Setiap masjid mempunyai lembaga tingkat dasar yang di kelola seorang guru[26]

      Selain itu sebagai seorang cendekiawan, Auranzeb merancang penyusunan buku Fattawa Alamgiri yang berisi ketentuan ketentuan hukum Islam yang di jadikan pedoman bagi peradilan di india[27]. Pada masa syah Jihan, di bangun masjid berlapis mutiara dan taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi dan istana indah di Lohare[28]

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN


    E.     Masa Kemunduran dan Kehancuran

 Setelah satu setengah tahun abad dinasti Munghal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah di bina oleh sultan-sultan sebeumnya. Pada abad ke 18 M kerajaan kerajaan ini mengalami kemunduran.[29]

Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan sparatis hindu di india tengah, Sikh di belahan utara dan islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam[30].

Sementara itu, para pedagang inggris untuk pertama kalinya di izin kan oleh jehangir menanamkan modal di india dengan didukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai. Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah muncul, tetapi dapat di atasi. Pemberontaka itu bermula dari tindakan tindakan dari Auranzeb yang dengan keras menerapkan pemikirian Puritanismenya. Setelah ia wafat, penerusnya rata rata lemah dan tidak mampu menghadapi problem yang ditinggalkanya[31].

Sepeninggal Auranzeb (1707 M), tahta kerajaan di pegang oleh Muazzam, Putra tertua Auranzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul. Putra Auranseb ini kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712)[32]. Ia menganut aliran Syi’ah. Pada masa pemerintahanya yang berjalan selama lima tahun, ia di hadapkan pada perlawanan Sikh  sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga di hadapkan pada perlawanan penduduk lahore karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran syi’ah kepada mereka.

Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana. Bahadur Syah di ganti oleh anaknya, Azimus Syah. Akan yetapi pemerintahanya di tentang oleh Zulfikar Khan, putera Azad Khan, wazir Auranzeb, Azimus Syah meninggal pada tahun 1712 M dan di ganti oleh puteranya Jihandar Syah, yang mendapat tantangan dari Farukh Siyar, adiknya sendiri.

Jihandar dapat di singkirkan Faruk Siyar pada tahun  1713 M. Farukh Siyar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan kelompok Sayyid, tapi tewas di tangan pra pendukungnya sendiri (1719 M). Sebagai gantinya, di angkat Muhammad Syah (1719-1748 M). Namun ia dan pendukungnya terusir oleh suku Asyfar di bawah pimpnan Nadir Syah  yang sebelumnya telah berhasil melenyapkan kekuasaan  safawi di Persia, Pada tahun 1739, dua tahun setelah mengasai Persia, ia menguasai kerajaan Mughal. Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan mengaku tunduk kepada Nadir Syah[33].

Muhammad Syah kembali berkuasa di Delhi setelah ia bersedia memberi hadiah yang sangat banyak kepada Nadir Syah. Konflik Konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintah daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahan nya masing masin. Setelah  Muhammad Syah meninggal, tahta kerajaan di pegang oleh Ahmad Syah (1748-1754), kemudian di teruskan oleh Alamghir II (1754-1759), dan kemudian di teruskan oleh Syah Alam (1761-1806 M).

 Pada tahun 1761 M, kerajaan Mughal diserang oleh Ahmad Khan Durrani dari Afgan. Kerajaan Mughal tidak dapat bertahan dan sejak saat itu  Mmughal berada di bawah kekuasaan Afghan, meskipun Syah Alam tetap di izin kan memakai gelar Sultan. Ketika kerajaan Mughal memasuki keadaan yang lemah seperti ini, pada tahun itu juga, perusahaan Inggris (EIC) yang sudah semakin kuat mengangkat senjata melawan pemerintah kerajaan Mughal. Syah alam meninggal tahun 1806 m. Tahta kerajaan selanjutnya di pegang oleh akbar II (1806-1837 M).

Pada masa pemerintahan Akbar II memberi konsensi kepada EIC untuk mengembangkan usahanya di anak benua India sebagaimana yang di inginkan oleh Inggis, tetapi pihak pemerintahan harus menjamin kehidupan raja dan keluarga istana. Dengan demikian, kekuasaan sudah berada di tangan Inggris, meskipun kedudukan dan gelar Sultan di pertahan kan. [34]

       Akan tetapi Bahadur Syah II (1837-1858 M), penerus Akbar II, tidak menerima isi perjanjian antara EIC dengan ayahnya itu, sehingga terjadi konflik antara dua kekuatan tersebut. Pada waktu yang sama, EIC mengalami kerugian, karena penyelenggaraan administrasi perusahaan yang kurang efesien, Padahal mereka harus menjamin kehidupan istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Karena rakyat terasa di tekan, maka mereka baik yang Islam maupun yang hindu bangkit mengadakan pemberontakan.

Mereka meminta kepada Bahadur Syah II untuk menjadi lambang perlawanan itu dalam rangka mengembalikan kekuasaan Keerajaan Mughal di India. Dengan demikian, terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan Inggris pada bulan Mei 1857 M. Perlawana mereka dapat di patah kan oleh Inggris yang kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka di usir dari kota Delhi, rumah rumah ibadah banyak yang di hancurkan, dan Bahadur Syah, raja Mughal terahir, di usir dari istana (1858 M). Dengan demikian, berahirlah sejarah kekuatan dinasti Mughal di daratan india dan tinggallah di sana  umat islam yang harus berjuang mempertahankan eksistensi mereka.[35]

 

    F.    Perbedaan Kemajuan Masa Ini dengan Masa Klasik

Sebagaiana di uraikan terdahulu, pada masa kejayaan tiga kerajaan besar ini, umat Islam kembali mengalami kemajuan. Akan tetapi kemajuan yang di capai berbeda dengan kemajuan yang dicapai pada masa klasik Islam. Kemajuan pada masa Klasik Jauh lebih kompleks. Di bidang intelektual, kemajuan pada masa tiga kerajaan besar tidak sebanding dengan kemajuan di zaman klasik.

Dalam bidang ilmu keagamaan, umat Islam sudah mulai bertaklid kepada imam imam besar yang lahir pada klasik Islam. Kalaupun ada mujtahid, maka, ijtihad fi Al-madhab, yaitu ijtihad yang masih berada dalam batas batas madhab madhab tertentu. Tidak ada lagi ijtihad mutlak, hasil pemikiran bebas yang mandiri. Beberapa sains yang berkembang pada masa klasik, ada yang tidak berkembang lagi, dan bahkan ada yang di lupakan. Filsafat di anggap  bid’ah. Kalau pada masa klasik, uamat islam maju dalam bidang politik, peradaban, dan kebudayaan, seperti pada bidang ilmu pengetahuan dan ilmu pemikiriran filsafat, pada masa tiga kerajaan islam, kemajuan dalam bidang filsafat –kecuali sedikit berkembang di kerajaan Safawi Persia – dan ilmu pengetahuan umum tidak di dapat lagi. Kemajuan yang dapat di banggakan pada masa ini hanya dalam bidang politik, kemiliteran, dan kesenian, terutama arsitektur.[36]

Ada beberapa alasan mengapa kemajuan yang di capai itu tidak setingkat dengan kemajuan yang di capai pada masa klasik[37] :

1.   Metode berfikir dalam bidang teologi yang berkembang pada masa ini adalah metode berfikir tradisional. Cara berfikir ini tampaknya, mempengaruhi perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan.

Metode berfikir rasional yang di kembangkan oleh aliran teologi Mu’tazilah sudah lama padam. Yang ada adalah, metode berfikir tradisional yang di kembangkan aliran teologi Ash’ariyah. Walaupun Ash’ariyah berusaha mendamaikan pemikiran Qadariyah  yang dinamis dengan Jabariyah yang Fatalis, tetapi aliran ini tetap terjerumus dalam pemikiran Jabariyyah. Dalam pemikiran Ash’ariyyah, perbuatan manusia tidak di pandang efektif, perkembangan sejarah lebih di tentukan oleh perbuatan dan kemahakuasaan tuhan. Aliran ini berkembang cepat dan di anut oleh mayoritas umat islam sehinggah paham fasalisme dalam Islam menjadi berkembang. Perkembangan metode seperti ini menyebabkan dinamika ummat Islam yang terdapat pada masa lalu menurun, digantikan dengan fatalismu. Paham kemerdekaan manusia di tolak dan kepercayaan kepada akal manusia tidak ada lagi.[38]

2.    Pada masa klasik Islam, kebebasan berfikir berkembang dengan masuknya pemikiran filsafat Yunani. Namun, kebebasan ini menurun sejak Al-Ghazali melontarkan kritik tajam terhadap pemikiran filsafat yang tertuang dalam bukunya Tahafut Al-falasifah (Kerancauan para filosof). Kritik Al-Ghazali itu memang mendapat bantahan dari filosof besar dan terahir. Ibn Rusyd,  dalam bukunya Tahaffut Al-tahaffut (Kekacauan buku kekacauan) tetapi tampaknya, kritik Al-Ghazali lebih populer dan ber pengruh daripada bantahan Ibn Rusyd. Nur Cholis Majid mengatakan, pemikiran Al-Ghazali itu mempunyai efek pemenjaraan kreatifitas intelektual Islam[39] . 

3.   Al-Gazali bukan hanya menyerang pemikiran filsafat pada masanya, tetapi juga menghidupkan ajaran tasawuf dalam Islam. Sehingga ajaran ini berkembang pesat setelah Al-Ghazali. Diantara ajaran ajaran tasawuf adaah tawakkal, berserah diri kepada kehendak tuhan dan zuhd, meninggalkan ‘dunia’ dan kehidupan materi. Dalam tasawuf, kehidupan ukhrawi jauh lebih di utamakan daripada kehidupan duniawi. Ajaran terakhir ini di pandang tidak sejalan dengan pengembangan kehidupan duniawi dan kemajuan. Bahkan Fazlur Rahman mengatakan bahwa suatu hal ang tidak bisa di terima oleh Islam adalah sikap negatif terhadap dunia yang tampak berkembang di kalangan kaum sufi. Pemikiran itu menurutnya berkembang sangat cepat.

4.      Sarana sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran yang disediakan masa klasik, seperti perpustakaan dan karya karya imiah, baik yang di terjemahkan dari bahasa Yunani, Persia, India, dan Syiria, maupun dari bahasa lainya banayak yang hancur dan hilang akibat serangan bangsa mongol kebeberapa pusat peradaban dan kebudayaan islam.

5.      Kekuasaan Islam pada masa tiga kerajaan besar di pegang oleh bangsa Turki dan Mongol yang lebih di kenal sebagai bangsa yang suka berperang ketimbang bangsa yang suka ilmu.

6.     Pusat pusat kekuasaan Islam pada masa ini tidak berada di wilayah Arab dan tidak pula oleh bangsa Arab. Di Safawi berkembang Persia, di Turki bahasa Turki, dan di India bahasa Urdu. Akibatnya bahasa Arab yang sudah merupakan bahasa persatuan dan bahasa Ilmiah pada masa sebelumnya, tidak berkembang lagi bahkan menurun.[40]


BAB III

PENUTUP

    A.  KESIMPULAN

Kerajaan Mughal tidak mungkin lepas dari sejarah Islam sekaligus sejarah India, karena kerajaan ini merupakan warisan dua peradaban besar tersebut. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Islam telah mewariskan dan memberi pengayaan terhadap khazanah kebudayaan India.

2. Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.

3. Kemajuan yang dicapai Kerajaan Mughal telah memberi inspirasi bagi perkembangan peradaban dunia baik politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Misalnya, politik toleransi (sulakhul), sistem pengelolaan pajak, seni arsitektur dan sebagainya.

4. Kerajaan Mughal telah berhasil membentuk sebuah kosmopolitan Islam-India dan membentuk sebuah kultur Muslim secara eksklusif.

5. Kemunduran suatu peradaban tidak lepas dari lemahnya kontrol dari elit penguasa, dukungan rakyat dan kuatnya sistem keamanan. Karena itu masuknya kekuatan asing dengan bentuk apapun perlu diwaspadai.

DAFTAR PUSTAKA

Aizid, Rizem., Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Periode Klasik, Pertengahan dan Modern. Yokyakarta: Diva Press, 2015

Drs. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradapan Islam, AMZAH : 2013

 Fuadi imam,Sejarah Peradaban Islam, Depok Sleman Yogyakarta: Teras, 2012

Hitti, philip K., History of The Arabs, Terj. Cecep Lukman Yasin, Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2002

Nurhakim, Muhammad., Sejarah dan Peradaban islam, Malang:UMM Press, 2004

Suyuti (Al), Tarikh Khulafa’, Terj. Samson Rahman, MA., Jakarta :Pustaka Al Kautsar, 2012

Tohir, Ajid., Studi kawasan Dunia Islam,  Perspektif etno-Linguistik dan Geo Politik. Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2011

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II. Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2007.


[1] Phillip K.Hitti, History of The Arabs (Jakarta :Serambi Ilmu Semesta, 2002), Hal 4

[2] Al-Suyuti, Tarikh Khulafa’ Terj Samson Rahman, MA (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2000) Hal VII

[3] Ajib Thahir, studi Kawasan dunia Islam (Jakarta :Prajagrafindo Persada 2011), Hal 1

[4] Pemerintahan Islam  Mughal yang ada di  India, terdiri sekitar seperempat  abad setelah kerajaan Safawiyah . Dibandingkan dengan 2 kerajaan besar yang lain, Turki Usmani dan Safawiyah, terutama setelah jatuhnya Baghdad, kerajaan Mughal terbilang paling muda.

[5] Joesoef  Soeyb, Daulah Abbasiyah, Jilid II (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 238.

[6] Qureshi, “Muslim India before Mughal,” dalam P.M. Holt, ed., The Cambridge History of Islam, Vo. 2A (ttp: Cambridge University Press, 1989), h. 4.

[7] Lihat pada Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet . 16 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), h. 145.

[8] Doc. Google.

[9]  Rizem, Aizid. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Periode Klasik, Pertengahan dan Modern (Yokyakarta: Diva Press, 2015) hal.454

[10]  Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet .16 hal 147

[11] Ibid

[12] Nurhakim, Muhammad., Sejarah dan Peradaban islam, (Malang:UMM Press, 2004), hal 148

[13] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet .16 hal 148

[14] Nurhakim, Muhammad., Sejarah dan Peradaban islam, 148

[15] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet .16 hal 148

[16] Ibid

[17] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet .16 hal 149

[18]  Nurhakim, Muhammad., Sejarah dan Peradaban islam, 148

[19] Ibid

[20] Ibid

[21] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet .16 hal 150

[22] Ibid

[23] Ibid 151

[24] Nurhakim, Muhammad., Sejarah dan Peradaban islam, 149

[25] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet .16 hal 150

[26] Rizem, Aizid. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Periode Klasik, Pertengahan dan Modern, hal.458

[27] Nurhakim, Muhammad., Sejarah dan Peradaban islam, 149

[28] Badri Yatim,.. 150

[29] Ibid 159

[30] Ibid.

[31] Ibid.

[32] Ibid.

[33] Ibid

[34] Ibid.

[35] Ibid

[36] Badri, Yatim, Sejarah Peradabab Islam: Dirasah Islamiyah II.. Hal 151-152

[37] Ibid hal. 152

[38] Badri, Yatim, Sejarah Peradabab Islam: Dirasah Islamiyah II. . Hal,151-152.

[39] Ibid.

[40] Ibid 153-154

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...