HOME

23 Maret, 2022

MAKALAH AQSAM ALQURAN

 SUMPAH-SUMPAH DALAM AL-QUR'AN


BAB I

PENDAHULUAN 

A.    Latar Belakang Masalah

Alquran adalah firman Allah yang dibawa Jibril kepada Nabi Muhammad untuk menjadi petunjuk bagi seluruh manusia. Secara Istilah, Alquran adalah firman Allah (kalam Allah) yang menjadi mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad, ditulis dalam mushaf, disampaikan secara mutawatir, dan menjadi ibadah dengan membacanya.

Nabi Muhammad sebagai penerima dan penyampai Alquran adalah Nabi terakhir sebagaimana dalam Surat al-Ahzab ayat 34:

وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ

Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah nabimu).[1]

 

Tidak ada lagi Nabi dan Rasul setelahnya. Ini artinya tidak akan ada lagi kitab samawi lain yang diturunkan. Alquran adalah kitab samawi terakhir yang diturunkan oleh Allah sampai akhir zaman.

Alquran yang merupakan kumpulan dari firman-firman Allah berperan sebagai pembeda antara hak dan yang bathil al-furqan:

 هَذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِينَ

“Alquran ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagiorang-oangyangbekerja”.[2]

 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

 Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Kesemuanya ini menunjukkan bahwa Alquran mempunyai cakupan yang sangat luas, baik untuk


kehidupan dunia maupun akhirat.Tetapi keluasan cakupan masalah yang dibahas ini tidak didukung dengan metode pembahasan yang sistematis. Suatu masalah yang dibahas di berbagai tempat, bukan pada satu ayat atau surat. Meminjam istilah Quraish Syihab, Alquran tidak menggunakan metode sebagai mana metode penyusunan karya-karya ilmiah.Buku-buku ilmiah yang membahas suatu masalah pasti menggunakan metode tertentu, dibagi dalam bab-bab dan pasal-pasal. Metode ini tidak terdapat dalam Alquran  yang didalamnya terdapat permasalahan induk silih berganti diterangkan. Sebagai contoh dapat dilihat dalam surat al-Baqarah /2:216-221 yang berisi tentang pengaturan hukum perang dalam asyhur-al-hurum, tetapi secara berurutan dibahas juga hukuman minuman keras, perjudian, persoalan anak yatim, dan perkawinan dengan orang-orang musyrik. Berbagai masalah yang dibicarakan dalam Alquran diantaranya adalah sumpah Allah. Orang boleh saja heran, mengapa Allah banyak bersumpah dalam Alquran.Keheranan tersebut muncul karena mereka tidak mengerti tentang idiom dalam Alquran serta perbedaan kesiapan individu dalam menerima kebenaran firman Tuhan.

Kesiapan jiwa setiap individu dalam menerima kebenaran dan tunduk terhadap cahaya itu berbeda-beda. Jiwa yang jernih yang fitrahnya tidak ternoda kejahatan akan segera menyambut petunjuk dan membukakan pintu hati bagi sinarnya serta berusaha mengikutinya sekalipun petunjuk itu sampai kepadanya hanya sepintas kilas.

Sedang jiwa yang tertutup awan kejahilan dan diliputi gelapnya kebatilan tidak akan tergoncang hatinya kecuali dengan pukulan peringatan dan bentuk kalimat yamg kuat lagi kokoh, sehingga dengan demikian barulah tergoncang keingkarannya itu. Qasam (sumpah) dalam pembicaraan, termasuk salah satu uslub pengukuhan kalimat yang diselingi dengan bukti konkrit dan dapat menyeret lawan untuk mengakui apa yang diingkarinya.

Makalah ini akan memberikan sedikit gambaran tentang pengertian ilmu aqsamul Qur’an, macam-macam qasam, unsur-unsur qasam dan ungkapan, serta faedah qasam dalam Alquran.

 

B.     Rumusan Masalah

1.    Apakah definisi Aqsamul Qur’an dan bentuk-bentuknya?

2.    Apakah definisi Muqsam Bih?

3.    Apakah definisi Muqsam Alaih?

3.     Apakah Macam-macam Qasam/atau sumpah dalam Alquran?

4.     Apakah faedah yang terdapat dalam aqsamul Qur’an?


BAB II

PEMBAHASAN 

A.    Pengertian Aqsamul Qur’an dan Bentuk-bentuknya

Secara etimologi kata Aqsama merupakan bentuk jamak dari Qasama yang artinya sumpah. Adapun kata yang memiliki makna sama dengan  kata qasama adalah yamin atau al-h}alf. Tentang yamin, Ibrahim Anis dkk seperti yang dikutip oleh Hasan Mansur Nasution  mengatakan bahwa qasam sama dengan yamin yang bermakna sumpah. Qasam dan yamin adalah dua kata sinonim yang berarti sama. Qasam didefinisikan sebagai “mengikat hati jiwa (hati) agar tidak melakukan atau melakukan sesuatu, dengan suatu makna yang dipandang besar, agung, baik secara hakiki maupun secara i’tiqadi, oleh orang yang bersumpah itu. Bersumpah dinamakan juga dengan yamin (tangan kanan) karena orang arab ketika bersumpah memegang tangan kanan sahabatnya. Selain Qasam sama dengan yamin, Qasam juga sama dengan h}alf.[3]

Sedangkan secara terminologi ilmu Aqsam Alquran adalah ilmu yang membicarakan tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam Alquran. Kemudian yang dimaksud sumpah sendiri adalah sesuatu yang digunakan untuk menguatkan pembicaraan. Menurut al-Jurjani seperti yang dikutip oleh Hasan Mansur Nasution sumpah adalah sesuatu yang dikemukakan untuk menguatkan salah satu dari dua berita dengan menyebutkan nama Allah atau sifatnya.

            Adapun bentuk-bentuk Aqsam Alquran adalah sebagai berikut:

1.       Bentuk  pertama

Sebagaimana sudah disebutkan, bahwa sighat (bentuk) yang asli dalam sumpah itu ialah bentuk yang terdiri dari tiga unsur, yaitu fi’il sumpah yang di-muta’addi-kan dengan “ba” muqsam bih dan muqsam alaih. Kemudian fi’il yang dijadikan sumpah itu bisa lafal aqsamu, ah}lifu atau ashhidu yang semuanya berarti “bersumpah”. Contohnya seperti dalam ayat 53 surat al-Nur:

وَاَقْسَمُوْا بالله جَهْدَ اَيْمَانِهِمْ (النور:53 )

“Dan mereka bersumpah dengan nama Allah sekuat-kuat sumpah”.[4]

 

Bahkan terkadang huruf ba’ itupun diganti dengan wau, seperti surat al-Lail ayat 1:

والّيْلِ اِذَا يَغْشى (اليل: 1)

“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang)”.[5]

 

Atau diganti dengan huruf ta’, seperti dalam surat al-Anbiya’ ayat 57:

تَالله لاَ كَيْدَنَّ اَصْنَامَكُمْ (الانبياء:57)

“Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya”.[6]

2.      Bentuk kedua: ditambah huruf la.

Kebiasaan orang yang bersumpah itu memakai berbagai macam bentuk, yang berarti merupakan sighat-sighat yang tidak asli lagi. Begitu pula di dalam Alquran, banyak terdapat juga sighat-sighat sumpah lain, disamping yang asli. Misalnya sighat yang ditambah huruf  “la” di depan fi’il qasam-nya. Contohnya seperti dalam surat al-Inshiqaq ayat 16:

فلاَ اُقْسمُ بِالشَّفَقَ (الانشقاق:16)

3.      Bentuk ketiga: ditambah kata Qul Bala (قل بلي)

Sighat ini adalah untuk membantah atau menyanggah keterangan yang tidak benar. Tambahan “Qul Bala” itu adalah untuk melengkapi ungkapan kalimat yang sebelumnya, yang berisi keterangan yang tidak betul, yaitu kalimat:

 كَفَرُوْا لاَ ثَاءْثِيْنَ السَّاعَة الَّذِيْنَ وَقَالَ

Dan orang-orang yang kafir berkata: Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami”.[7]

 Sehingga Allah memerintahkan supaya dijawab dengan positif bahwa pasti datang hari kiamat itu. Seperti dalam surat Saba’ ayat 3:

قُلْ بَلي وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ

“Katakanlah: Pasti datang, demi Tuhanku Yang Mengetahui yang ghaib”.[8]

4.      Bentuk keempat: ditambah kata-kata Qul Iiy (قل اِيْ)

Kadang-kadang sumpah dalam Alquran itu ditambah dengan kata-kata “ Qul Iiy” yang berarti benar. Seperti dalam surat Yunus ayat 53:

قُلْ اِيْ وَرَبِّي اِنَّهُ لَحَقْ (يونس:53)

Katakanlah: Ya, demi Tuhanku, sesungguhnya azab itu adalah benar”.[9]

 

B.     Muqsam Bih

Muqsam bih adalah lafad yang terletak sesudah adat qasam yang dijadikan sebagai sandaran dalam bersumpah yang juga disebut sebagai syarat. Muqsam bih atau mah}luf bih, maksudnya adalah sesuatu yang dengannya sumpah dilakukan. Misalnya Allah bersumpah dengan Allah sendiri atau dengan sebagian makhluk-Nya.[10]

Allah dalam Alquran bersumpah dengan Dzatnya sendiri Yang Maha Suci atau dengan tanda-tanda kekuasaan-Nya Yang Maha Besar.

Contoh Allah bersumpah dengan dzat-Nya sendiri:

قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ وَذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (التغابون: 7)

“Katakanlah: Memang, demi Tuhanku benar-benar engkau akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.[11]

Allah bersumpah dengan makhluk-Nya, karena makhluk itu menunjukkan pada Pencipta-Nya, yaitu Allah di samping menunjukkan pula akan keutamaan dan kemanfaatan makluk tersebut, agar dijadikan pelajaran bagi manusia.

Contoh Allah bersumpah dengan makhluk ciptaan-Nya:

وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا (الشمس: 1)

“Demi matahari dan cahanya di pagi hari.”[12]

 

Baca artikel lain yang berkaitan;


C.    Muqsam ‘Alaih

Muqsam ‘alaih adalah bentuk jawaban dari syarat yang telah disebutkan sebelumnya (muqsam bih). Posisi Muqsam ‘alaih terkadang bisa menjadi taukid, sebagai jawaban qasam. Karena yang dikehendaki dengan qasam adalah untuk men-taukidi muqsam ‘alaih dan men-tahkik-annya.[13]

Jawab qasam itu pada umumnya disebutkan, namun terkadang ada juga yang dihilangkan, sebagaimana jawab “lau” (jika) sering dibuang, seperti firman Allah:

كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (التكاثر)

”Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin”.[14]

 

Penghilangan seperti ini merupakan bentuk/ uslub penghilangan yang paling baik, sebab menunjukkan kebesaran dan keagungan-Nya. Dan takdir ayat ini adalah: “Seandainya kamu mengetahui apa yang akan kamu hadapi secara yakin, tentulah kamu akan melakukan kebaikan yang tidak terlukiskan banyaknya”.

Penghilangan jawab qasam, misalnya:

 وَالْفَجْرِ  وَلَيَالٍ عَشْرٍ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ 

“ Demi fajar, dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil.”[15]

 

Jawab qasam terkadang dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh perkataan yang disebutkan sesudahnya seperti:

لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ (1) وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ (2) (القيامة: 1-2)

Tidak aku bersumpah dengan hari kiamat dan tidak aku bersumpah dengan jiwa yang banyak mencela”.[16]

 

Jawab qasam disini sudah dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh firman sesudahnya yaitu:

 أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ (القيامة: 3)

“Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan menggumpulkan kembali tulang belulangnya?”.[17]

 

Takdirnya adalah : Sungguh kamu akan dibangkitkan dan dihisab.

Untuk fi’il mad}i yang muttas}arif yang tidak didahului ma’mul, maka jawab qasam-nya sering kali menggunakan “lam” atau “qad”

Contoh:

يَقُولُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ (القيامة: 10)

“Dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya”.[18]

 

D.    Macam-Macam Qasam

Qasam itu adakalanya zahir (jelas,tegas) dan adakalanya mudmar (tidak jelas, tersirat).[19]

1.  Zahir adalah sumpah yang didalamnya disebutkan fi’il qasam dan muqsam bih. Dan diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasam-nya, sebagaimana pada umumnya, karena dicukupkan dengan huruf jar, berupa “ba”, “wau”, dan “ta”. Di beberapa tempat, fi’il qasam terkadang didahului (dimasuki) “la” nafy, seperti:

لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ (1) وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ (2) (القيامة: 1-2)

“Tidak, Aku bersumpah dengan hari kiamat. Dan tidak, Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)”.[20]

 

Dikatakan “la” di dua tempat ini adalah “la” nafi yang berarti tidak, untuk me-nafi-kan sesuatu yang tidak disebutkan yang sesuai dengan konteks sumpah. Dan takdir (perkiraan arti) nya adalah: “Tidak benar apa yang kamu sangka, bahwa hisab dan siksa itu tidak ada”. Kemudian baru dilanjutkan dengan kalimat berikutnya: “Aku bersumpah dengan hari kiamat dan dengan nafsu lawwamah, bahwa kamu kelak akan dibangkitkan”. Dikatakan pula bahwa “la” tersebut untuk me-nafi-kan qasam, seakan-akan Ia mengatakan: “Aku tidak bersumpah kepadamu dengan hari itu dan nafsu itu. Tetapi aku bertanya kepadanya tanpa sumpah, apakah kamu mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan tulang belulangmu setelah hancur berantakan karena kematian? Sungguh masalahnya teramat jelas, sehingga tidak lagi memerlukan sumpah”, tetapi dikatakan pula, “la” tersebut zaidah (tambahan). Pernyataan jawab qasam dalam ayat di atas tidak disebutkan tetapi telah ditunjukkan oleh perkataan yang sesudahnya. Takdirnya adalah: “Sungguh kamu akan dibangkitkan dan akan dihisab.

2.      Mud}mar adalah sumpah yang didalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh lam taukid yang masuk ke dalam jawab qasam, seperti firman Allah:

لَتُبْلَوُنَّ فِي اَمْوَلِكَمْ وَ اَنْفُسِكُمْ (ال عمران:186 )

“ Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu”.[21]

 

E.     Faedah Qasam Dalam Alquran

Bahasa arab mempunyai keistimewaan tersendiri berupa kelembutan ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan berbagai tujuannya. Lawan bicara (mukhatab) mempunyai beberapa keadaan yang dalam ilmu ma’ani disebut adrub al-khabar al-thalasah atau tiga macam pola penggunaan kakimat berita, ibtida’i, t}alabi, dan ingkari. 

Mukhatab terkadang seorang yang berhati kosong (khaliyuz zhanni) sama saekali tidak mempunyai persepsi akan pernyataan (hukum) yang diterangkan kepadanya, maka perkataan yang disampaikan kepadanya tidak perlu memakai penguat (ta’kid). Penggunaan perkataan demikian dinamakan ibtida’i.[22]

Terkadang pula ia ragu-ragu terhadap kebenaran pernyataan yang disampaikan kepadanya. Maka perkataan untuk orang semacam ini sebaiknya diperkuat dengan suatu penguat guna menghilangkan keraguannya.Perkataan yang demikian dinamakan t}alabi.

Dan terkadang ia inkar atau menolak isi pernyataan. Maka pembicaraan untuknya harus disertai penguat sesuai dengan kadar keingkarannya, kuat atau lemah. Pernyataan demikian dinamakan inkari.

Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Alquran diturunkan untuk seluruh manusia dan manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Di antaranya ada yang meragukan, ada yang mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu dipakailah qasam dalam kalamullah guna menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khabar, dan menetapkan hukum dengan cara yang paling sempurna.

 

Baca artikel lain yang berkaitan;


DAFTAR PUSTAKA 

Aziz, ‘Amir Abdul. Dirasat fi Ulumil Qur’an, Beirut: Dar al-Furqan, 1983.

Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, Bandung: Sygma, 2009.

Nasution, Hasan Mansur. Rahasia Sumpah Allah, Bandung: Mizan, 1992.

Qathan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS, Bogor: Pustaka Lentera Antar Nusa, 2010.

Syadzali, Ahmad. Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Shihab, M.Quraish. Membumikan Alquran Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat Bandung: Mizan,1992.


[1] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, (Bandung: Sygma, 2009), 418.

[2] Ibid., 50.

[3] Manna’ Khalil Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS, (Bogor: Pustaka Lentera Antar Nusa, 2010), 123.

[4] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, (Bandung: Sygma, 2009), 418.

[5] Ibid., 595.

[6] Ibid., 322.

[7] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, 428.

[8] Ibid.

[9] Ibid., 208.

[10] ‘Amir Abdul Aziz, Dirasat fi Ulumil Qur’an, (Beirut: Dar al-Furqan, 1983), 350.

[11] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, 556.

[12] Ibid., 595.

[13] Ahmad Syadzali, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 131.

[14] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, 600.

[15] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, 593.

[16] Ibid., 577.

[17] Ibid.

[18] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, 577.

[19] Manna’ Khalil Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS, (Bogor: Pustaka Lentera Antar Nusa, 2010), 125.

[20] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, 577.

[21] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, 50.

[22] Hasan Mansur Nasution, Rahasia Sumpah Allah, (Bandung: Mizan, 1992), 50.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...