HOME

14 Maret, 2022

MAKALAH MAKKI DAN MADANI

 

BAB I

PENDAHULUAN

    A.  Latar Belakang

Alquran adalah kitab suci umat Islam yang mengandung beragam pesan sosial dan semangat beragama. Alquran adalah petunjuk kehidupan manusia dan obat segala penyakit kehidupan sosial manusia. Alquran berfungsi sebagai penjelas perkara dunia dan agama, serta berisi tentang peraturan-peraturan umat Islam serta jalan hidup mereka.

Para ulama dan ahli tafsir terdahulu memberikan perhatian yang besar terhadap penyelidikan surat-surat Alquran. Mereka meneliti Alquran ayat demi ayat dan surat demi surat untuk disusun sesuai dengan penurunannya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka mengumpulkannya sesuai dengan waktu, tempat dan pola kalimat.cara demikian merupakan ketentuan cermat yang memberikan gambaran mengenai penyelidikan ilmiah tentang ilmu Makki dan Madani. Perhatian terhadap ilmu Alquran menjadi bagian terpenting para sahabat dibanding berbagai ilmu yang lain. Termasuk di dalamnya membahas tentang turunnya suatu ayat, tempat turunnya, urutan turunnya di Makkah atau Madinah, tentang yang di turunkan di Makkah tetapi termasuk kelompok Madani atau ayat yang diturunkan di Madinah tetapi masuk dalam kegori Makki, dan sebagainya

Ilmu Makki dan Madani adalah ilmu yang membahas ihwal bagian Alquran yang Makki dan bagian yang Madani, baik dari segi arti dan maknanya, cara-cara mengetahuinya, atau tanda masing-masingnya, maupun macam-macamnya. Sedangkan yang di maksud dengan Makki dan Madani ialah bagian-bagian kitab suci Alquran, dimana ada sebagiannya termasuk Makki dan ada yang termasuk Madani.

Seperti yang kita ketahui, Ayat Makkiyyah adalah  ayat-ayat yang di turunkan di Makah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari, terhitung sejak tanggal 17 Ramadhan tahun ke-14 dari kelahiran Nabi (6 Agustus 610 M)  sampai tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun ke-54 dari kelahiran Nabi, sedangkan Ayat-Ayat Madaniyyah adalah ayat-ayat yang di turunkan sesudah Nabi Muhammad SAW melakukan Hijrah ke Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, terhitung sejak Nabi Hijrah ke Madinah sampai tanggal 9 Dzulhijjah tahun 63 dari tahun kelahiran Nabi. Surat Makkiyyah umumnya suratnya pendek-pendek sedangkan Madaniyyah pada umumnya suratnya panjang-panjang.

Dalam makalah ini, di jelaskan tentang pengertian surat Makkiyah dan Madaniyah , tanda-tanda atau ciri-ciri surat Makkiyyah dan Madaniyyah , serta macam-macam surat Makkiyyah dan Madaniyyah, perbedaan surat Makkiyyah dan Madaniyyah  Selain itu ,makalah ini juga berisi tentang Faedah Mengetahui Makki dan Madani

    B.  Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang melatar belakangi penyusunan makalah ini antara lain:

A.  Pengertian Makki dan Madani

B.  Perbedaan dan ciri-ciri khusus Makki dan Madani

C.  Macam-Macam Surat Makkiyah dan Madaniyah 

D.  Faedah Mengetahui Makki dan Madani

    C.  Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah antara lain untuk mengkaji dan membahas:

A.  Pengertian Makki dan Madani

B.  Perbedaan dan ciri-ciri khusus Makki dan Madani

C.  Macam-Macam Surat Makkiyah dan Madaniyah 

D.  Faedah Mengetahui Makki dan Madani

 

BAB II

PEMBAHASAN

    A.  Pengertian Makki dan Madani

Menurut ulama’ tafsir, Alquran dibagi menjadi dua pembahasan, yaitu Makkiyah dan Madaniyah. Artinya sebagian ayat yang terdapat dalam Alquran adalah ayat Makiyah dan bagian yang lainnya adalah Madaniyah. Dalam ilmu Tafsir sendiri, ditemukan beberapa penafsiran mengenai istilah ini.[1]

Pertama, Pendapat yang banyak di ikuti, yaitu bahwasanya penafsiran tersebut disusun atas dasar susunan waktu dari tahapan diturunkannya Alquran, dan hijrah sebagai pemisah antara dua tahapan (marhalah) yang ada. Maka ayat-ayat Alquran yang diturunkan sebelum Rasulullah saw hijrah disebut  ayat-ayat Makkiyah sedangkan setiap ayat Alquran yang diturunkan setelah Rasulullah saw melakukan hijrah disebut dengan ayat Madaniyah meskipun ayat-ayat tersebut turun dikota Makkah.[2] Begitu juga ayat-ayat atau surat yang diturunkan pada waktu nabi dalam keadaan bepergian setelah hijrah semuanya itu termasuk kategori Madaniyah.[3]

Dengan demikian surat al-Nisa’ ayat 58 yang berbunyi:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (٥٨)

 

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”. (Q.S. al-Nisa>’: 58).[4]

termasuk kategori madaniyah kendatipun diturunkan di makkah, yaitu pada peristiwa terbukanya kota makkah (fath al-Makkah). Begitu pula surat al-Maidah ayat 3 yang berbunyi:

tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYƒÏŠ ÇÌÈ  

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. (Q.S. al-Ma>idah: 3).[5]

 termasuk kategori Madaniyah kendatipun tidak diturunkan dimadinah karena ayat itu diturunkan pada peristiwa haji wada’.[6]

Kedua, Pembagian yang dilakukan atas dasar pembagian tempat, sebagai tolak ukur untuk membedakan antara ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah. Maka setiap ayat yang menjadi perhatiannya adalah tempat ayat tersebut diturunkan.[7] Jika suatu ayat diturunkan kepada Nabi saw sedangkan beliau sedang berada dikota mekkah dan sekitarnya seperti Mina, ‘Arafah dan Hudaibiyah, sekalipun turun setelah hijrah maka ayat itu dinamakan ayat Makkiyah. Sedangkan jika ketika ayat itu diturunkan dan beliau sedang berada dikota Madinah dan sekitarnya seperti Uhud dan Sila’ maka ayat tersebut disebut ayat Madaniyah[8]

Pendapat ini memiliki kelemahan antara lain tidak bisa menampung ayat-ayat yang diturunkan ketika nabi saw melakukan perjalanan keluar wilayah Makkah dan Madinah. Berdasarkan definisi ini, maka ayat-ayat yang diturunkan di luar daerah Makkah dan Madinah tidak bisa dikategorikan sebagai ayat Makkiyah ataupun Madaniyah.[9]

Padahal kenyataannya, ada beberapa ayat yang turun diluar kedua daerah tersebut, misalnya, seperti ayat sebagai berikut:

öqs9 tb%x. $ZÊ{tã $Y7ƒÌs% #\xÿyur #YϹ$s% x8qãèt7¨?^w ÇÍËÈ

“ kalau yang kamu serukan kepada mereka itu Keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu”.(Q.S. al-Taubah: 42).[10]

Ayat ini diturunkan di daerah Tabuk, jauh dari kota  Makkah maupun Madinah.[11]

ö@t«óur ô`tB $oYù=yör& `ÏB y7Î=ö6s% `ÏB !$uZÎ=ß $uZù=yèy_r& `ÏB Èbrߊ Ç`»uH÷q§9$# ZpygÏ9#uä tbrßt7÷èムÇÍÎÈ  

“Dan Tanyakanlah kepada Rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu: "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah yang Maha Pemurah?" (Q.S. al-Zukhruf: 45).[12]

Ayat ini diturunkan di Bait al-Muqaddas, daerah Palestina pada malam Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. Karena itu, ayat ini juga tidak bisa termasuk Makkiyah atau  pun Madaniyah, karena jauh sekali dengan kedua kota tersebut.[13]

Ketiga, Dengan melihat individu-idividu yang menjadi objek diturunkannya Alquran. Atas dasar ini, maka sebuah ayat dikatakan ayat Makkiyah jika ayat tersebut ditujukan bagi para penduduk Makkah baik turun di Makkah atau di Madinah, baik sebelum atau sesudah hijrah, sebaliknya ayat Madaniyah adalah ayat yang diturunkan bagi para penduduk Madinah baik turun di Makkah atau di Madinah, baik sebelum atau sesudah hijrah [14]

Pendapat ini mempunyai banyak kelemahan salah satunya karena rumusan kreterianya tidak dapat berlaku secara menyeluruh, bahwa semua ayat yang dimulai dengan “Ya Aiyuhan Nasu” itu pasti Makiyah, dan seluruh ayat yang dimulai: “Ya Aiyuha Lazi>na Amanu” itu tentu Madaniyah. karena itu, teori ini tidak mudah dipegangi dan tidak dapat dipertanggung jawabkan. Sebab ternyata ada beberapa ayat yang dimulai dengan nida’: “Ya Ayyuhan Nasu” itu bukan Makiyah, melainkan Madaniyah. contohnya seperti ayat sebagai berikut:

$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u $ ÇÊÈ  

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu”.(Q.S. al-Nisa’: 1).[15]

$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3­/u ÇËÊÈ  

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu”.(Q.S.al-Baqarah: 21).[16]

Sebaliknya, ada pula beberapa ayat yang dimulai dengan nida’ “Ya Ayyuha Ladhina Amanu” itu bukan Madaniyah, melainkan Makiyah.[17] Contohnya, seperti dalam ayat Alquran:

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãèŸ2ö$# (#rßàfó$#ur (#rßç6ôã$#ur öNä3­/u  ÇÐÐÈ  

“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu”.(Q.S.al-haj:77).[18]

Keempat, Dengan teori content analysis, yaitu suatu teori yang mendasarkan kriterianya dalam membedakan Makiyah dan Madaniyahnya  kepada isi dari pada ayat atau surat yang bersangkutan.[19]

Yang dinamakan Makiyah menurut teori content analysis ini ialah surah atau ayat yang berisi cerita-cerita umat dan para Nabi dan Rasul dahulu. Sedang yang disebut Madaniyah adalah surah atau ayat brisi hukum hudu>d, fara>id, dan sebagainya.[20]

Kelebihan dari content analysis ini adalah, bahwa kriterianya jelas, sehingga mudah difahami, sebab gampang dilihat orang. Orang tinggal melihat saja tanda-tanda tertentu itu, nampak atau tidak dalam sesuatu surah atau ayat, sehingga dengan demikian dia mudah menentukannya.[21]

Pembagian yang pertama memiliki kelebihan dan keistimewaan jika dibandinngkan dengan dua, tiga dan yang terakhir. Karena dengan sistem pembagian seperti poin yang pertama ini, maka seluruh ayat akan termasuk salah satu dari ayat Makkiyah dan Madaniyah. Karena jika kita menggunakan pembagian menurut waktu, maka seluruh ayat tidak ada yang keluar dari pembagian Makkiyah dan Madaniyah. Adapun dengan pembagian kedua dan ketiga dalam istilah Makkiyah dan Madaniyah ini, maka kita akan mendapatkan suatu ayat yang tidak termasuk ayat Makiyah dan ayat Madaniyah. Juga apabila ada ayat yang diturunkan tidak pada salah satu kota antara Makkah dan Madinah dan tujuan dari pembicaraan Alquran itu bukan untuk penduduk Makkah dan Madinah, seperti yang pernah turun pada Rasulullah saw ketika beliau sedang melaksanakan perintah Isra’ dan Mi’raj.[22] Sedangkan jika kita menggunakan metode keempat pelaksanaan pembedaan  Makiyah dan Madaniyah menurut teori ini tidak praktis. Sebab, orang harus mempelajari isi kandungan masing-masing ayat dahulu, baru bisa mengetahui kriteria atau kategorinya.[23]

Jika kita ingin membandingkan dari keempat pendapat yang telah kami sebutkan untuk lebih mengetahui mana kiranya pendapat yang harus kita ambil dan pilih, maka hendaknya kita memperhatikan pendapat yang ketiga, yang memang miliki dasar salah, yaitu keyakinan bahwa dari ayat-ayat yang terdapat dalam Alquran semuanya pasti ditujukan khusus bagi para penduduk dikota Makkah atau dikota Madinan. Padahal pendapat seperti itu adalah pendapat yang salah karena ayat-ayat yang terdapat dalam Alquran adalah umum bagi siapapun umat manusia dimuka bumi ini. Hanya saja ketika itu memang memiliki keterkaitan dengan peristiwa-peristiawa yang terjadi pada penduduk kota Makkah dan Madinah. Akan tetapi, hal itu bukanlah berarti Alquran hanya khusus ditujukan bagi mereka saja, baik itu ayat Alquran yang berupa arahan, nasehat, maupun hukum syariat yang harus mereka laksanakan. Akan tetapi, pendapat yang benar adalah bahwa Alquran adalah umum bagi siapa pun selama lafazh dalam ayat tersebut memang umum bagi semua orang.[24]

Definisi atas istilah Makkiyah dan Madaniyah yang berdasarkan atas perhitungan waktu –sebagaimana yang dikatakan oleh pendapat pertama- adalah lebih baik dan bermanfaat dalam rangka mendalami ilmu Alquran. Hal itu disebabkan karena perbedaaan yang didasarkan atas pembagian waktu antara ayat Alquran yang diturunkan sebelum dan sesudah hijrah memiliki urgensi yang lebih penting untuk lebih diteliti dan dibahas lebih lanjut dari pada perbedaan yang didasarkan pada pembagian tempat yang membaginya antara ayat yang diturunkan di kota Makkah dan yang diturunkan dikota Madinah.[25]

Ketetapan cara pembagian ayat Alquran yang berdasarkan waktu dari pada yang menggunakan sistem pembagian yang berdasarkan atas tempat dapat kita lihat dalam dua poin dibawah ini:

Pertama, karena pembagian tersebut akan berkaitan erat dengan permasalahan fikih dan ilmu fikih. Dengan pembagian yang menggunakan sistem perbedaan waktu, yaitu Makkiyah adalah yang diturunkan sebelum Rasul melakukan hijrah dan Madaniyah adalah yang diturunkan setelah beliau sampai dikota Madinah dalam pelaksaan hijrah, maka pembagian ini akan membantu sekali dalam proses utuk mengetahui lebih jauh permasalahan nasikh dan mansukh ayat-ayat dalam Alquran. Karena ayat yang nasikh (yang menghapus) adalah ayat yang datang belakangan setelah ayat yang mansukh (yang dihapus) diturunkan.

Kedua, pembagian yang menggunakan sistem perbedaan waktu untuk difinisi Makkiyah dan Madaniyah akan membantu kita untuk dapat mengetahui tingkatan dan tahapan-tahapan dakwah risalah Islam yang dialami oleh Rasulullah saw. Hal itu karena sesungguhnya perjalanan hijrah bukanlah hanya sekedar peristiwa yang merupakan bagian dari kehidupan dan keberlangsunngan dakwah tetapi juga sebagai pembatas antara dua tahapan (periode) perjalan dari unsur dakwah itu sendiri, yaitu periode dakwah dibawah lingkungan masyarakat yang dipimpin dan dikuasai oleh kepemimpinan dan kekuasaan kafir yang menguasai segenap aspek politik, sosial dan kebudayaan, serta periode dakwah di bawah naungan Daulah Islamiyah. Meskipun demikian, sebenanya bisa saja kita membagi dua periode (tahapan) dakwah Rasulullah saw dengan menggunakan sistem waktu, yaitu periode Makkiyah dan Periode Madaniyah. Akan tetapi, jelasnya bahwa pembagian tersebut pada dasarnya berdasarkan atas peristiwa hijrah.[26]

Jika kita membedakan antara ayat-ayat yang diturunkan sebelum hijrah dan dan ayar-ayat yang diturunkan setelah hijrah, maka kita akan dapat mengetahui perkembangan dakwah dan keistimewaan-keistiewaan yang terdapat pada masig-masing marhalah (periode). Akan tetapi perbedaan yang hanya didasarkan pada perbedaan tempat diturunkannya ayat Alquran, dengan mengabaikan pembagian yang didasarkan pada perbedaan waktu, tidak akan dapat membantu kita untuk membedakan dua periode dakwah tersebut. Sehingga pada akhirnya, hal di atas dapat membuat kita mencampur adukkan antara keduanya, dan juga akan menghalangi kita untuk membedakan antara ayat yang nasikh dan yang mansukh dari sudut pandang ilmu fikih.[27]


 Baca artikel lain yang berkaitan;


B.     Perbedaan dan Ciri-ciri Khusus Makki dan Madani

Antara Makkiyah dan Madaniyah memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, banyak sisi yang menjadi perbedaan antara Makkiyah dan Madaniyah, yang semuanya kembali kepada makna, sasaran (obyek) dan keistimewaan sastra yang tercermin dari redaksi dan dan bentuk ayat. Hal lain yang juga dijadikan sebagai acuan perbedaan antara Makkiyah dan Madaniyah adalah fase dakwah Nabi saw yang berbeda-beda, sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu.[28]

Untuk mengetahui tanda-tanda suatu surah atau ayat itu Makiyah atau Madaniyah, tidak ada jalan lain kecuali harus dengan dasar riwayat dari para sahabat Nabi atau para tabi’in yang menjelaskan hal tersebut. Sebab tidak ada nas dari Nabi Muhammad saw yang khusus menjelaskan soal-soal Makiyah dan Madaniyah ini. Hal ini di karenakan para sahabat dan tabi’in pada waktu itu tidak membutuhkan penjelasan soal-soal tersebut, karena mereka sudah menyaksikan sendiri waktu-waktu turunnya wahyu, cara-cara turunnya dan materinya serta kasus yang menyebabkan turunnya.[29]

Namun menurut al-Jabari, untuk megetahui Makki dan Madani dapat ditempuh melalui dua cara.[30] Pertama, jalur riwayat yang valid yang notabene mengetahui dan menyaksikan situasi dan kondisi turunnnya wahyu. Selain dari sahabat, riwayat dari tabi’in yang bersumber dari sahabat juga sudah mencukupi untuk dijadikan sebagai tendensi dalam mengetahui dan menentukan Makki dan Madani. Kedua, melalui metode qiyas (penyamaan) seperti menggunaka kaidah-kaidah Makki-Madani.[31]

Dari sini dapat di simpulkan bahwa mengetahui Makkiyah dan Madaniyah sebuah ayat tidak lepas dari ijtihad para ulama’. Riwayat yang berasal dari sahabat tidak cukup untuk mengategorikan semua ayat-ayat Alquran dalam Makkiyah dan Madaniyah.[32]

Setelah para ulama’ meneliti surat Makkiyah dan Madaniyah, mereka membuat kesimpulan analogis bagi keduanya, yang dapat menjelaskan ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang dibicarakan oleh masing-masing ayat yang Makkiyah dan Madaniyah. kemudian, lahirlah kaidah-kaidah kunci untuk mendapatkan ciri-ciri tersebut.[33]

Penetapan Makkiyah dan cirri khas temanya:

1.           Setiap surat yang didalamnya mengandung “ayat-ayat sajdah” adalah Makkiyah

2.           Setiap surat yang mengandung lafaz kalla, adalah Makkiyah, lafaz ini hanya terdapat dalam separo terakhir dari Alquran dan disebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali dalam lima belas surat

3.           Setiap surat yang mengandung “Ya Ayyuhan Nas” dan tidak mengandung “Ya Ayyuha Lazina Amanu” adalah Makkiyah, kecuai surat al-Hajj yang pada akhir suratnya[34] terdapat ya Ya Ayyuha al-Ladhina Amanurka’u wasjudu. Namun demikian, sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah ayat Makkiyah

4.           Setiap surat yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu adalah Makkiyah, kecuali surat Al-Baqarah.

5.           Setiap surat yang mengandug kisah Adam dan iblis adalah Makkiyah kecuali surat al-Baqarah.

6.           Setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf muqata’ah atau hija’i, seperti Alif Lam Mim, Alif Lam Ra, Ha Mim dan lain-lainnya adalah Makkiyah, kecuali surat al-Baqarah dan Ali Imran. Adapun surat al-Ra’ad masih diperselisihkan.[35]

Ini adalah dari segi karakteristik secara umum. Adapun dari segi ciri tema dan gaya bahasanya adalah:

1.           Dakwah kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian menganai risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kedahsyatannya, neraka dan siksanya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrikdengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyah.

2.           Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak yang mulia yang dijadikan dasar terbentuknya suatu masyarakat, pengambilan sikap tegas terhadap kriminalitas orang-orang musyrik yang telah banyak menumpahkan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.

3.           Menyebutkan kisan para nabi terdahulu sebagai pelajaran, sehingga mengetahui nasib orang sebelum mereka yang mendustakan rasul, sebagai hiburan bagi Rasulullah sehingga ia tabah dalam menghadapi gangguan mereka dan yakin akan menang

4.           Kalimatnya singkat padat disertai kata-kata yang mengenaskan sekali, di telinga terasa menembus dan terdengar sangat keras, menggetarkan hati, dan maknanya pun menyakinkan dengan di dukung oleh lafazh-lafazh sumpah, seperti surat-surat yang pendek-pendek, kecuali sedikit yang tidak.[36]

Penetapan Madaniyah dan ciri Khas temanya

1.           Setiap surat yang berisi kewajiban atau sanksi hukum

2.           Setiap surat yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik, kecuali surat al-‘Ankabut. Ia adalah Makkiyah.

3.             Setiap surat yang di dalamnya terdapat dialog degan Ahli Kitab

Ini dari segi karakteristik secara umum. Adapun dari segi tema dan gaya bahasanya, adalah sebagai berikut:

1.             Menjelaskan masalah ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan internasional, baik diwaktu damai maupun diwaktu perang, kaidah hukum, dan masalah perundang-undangan.

2.             Seruan terhadap Ahli Kitab dari kalanyan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan kepada mereka untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah keterangan-keteranan datang kepada mereka karena rasa dengki diantara sesama mereka.

3.             Menyingkap perilaku orang munafik, menganalisasi kejiwaannya, membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa ia berbahaya bagi agama.

4.             Suku kata dan ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan dan syariatnya.[37]

 

    C.  Macam-Macam Surat Makkiyah dan Madaniyah  

Pada umumnya para ulama membagi macam-macam surat Alquran menjadi dua kelompok yaitu surat Makkiyah dan Madaniya. Mereka berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah masing-masing kelompoknya. Sebagian ulama mengatakan, jumlah surat Makkiyah ada 94 surat, sedang surah Madaniyah ada 20 surat. Sebagian ulama lain mengatakan, bahwa jumlah surat Makkiyah ada 84 surat, sedangkan yang Madaniyah ada 30.[38]

Dr. Abdullah Syahhatah dalam bukunya Alquran wa al-Tafsir mengatakan, surah-surah Alquran yang disepakati para ulama sebagai surah Makkiyah ada 82, dan yang disepakati sebagai surah Madaniyah ada 20. Sedang yang 12 surah lagi masih diperselisihkn status Makkiyah atau Madaniahnya.[39]

Perbedaan-perbedaan pendapat para ulama itu dikarenakan adanya sebagian surah yang seluruh ayat-ayatnya Makkiyah atau Madaniyah, tetapi di dalamnya berisi sedikit ayat yang lain statusnya. Karena itu, dari segi Makkiyah dan Madaniyah ini, maka surah-surah Alquran itu terbagi menjadi empat macam, sebagai berikut:

a.              Surah-surah Makiyah murni (مكية كلها)

Yaitu surah-surah Makkiyah yang seluruh ayat-ayatnya berstatus Makkiyah semua, tidak ada satupun yang Madaniyah. surah-surah yang berstatus Makkiyah murni ini seluruhnya ada 58 surah, yang berisi 2.074 ayat. Contohnya seperti surah-surah al-fatihah, Yunus, al-Ra’du, Al-Anbiya’, al-Mu’minun, al-Naml, Shaad, Fathir dan surah-surah yang pendek-pendek pada juz 30 (kecuali surah al-Nashr).

b.             Surah-surah Madaniyah Murni (مدانية كلها)

Yaitu surah-surah Madaniyah yang seluruh ayat-ayatnya pun Madaniyah semua, tidak ada satu ayat pun yang Makkiyah. Surah-surah yang berstatus Madaniyah murni ini seluruhnya menurut penelitian penulis ada 18 surah, yang terdiri dari 737 ayat. Contohnya seperti surah-surah Ali Imran, al-Nisa’ al-Nur, al-Ahzab, al-Hujurat, al-Mutahanah, al-Zalzalah, dan sebagainya.

Dalam buku Pengantar Studi Alquran dijelaskan, mereka memberi contoh dengan firman Allah

$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4

¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.(Q.S. Al-Hujurat ayat: 13).[40]

Ayat ini di turunkan di Makkah pada hari penaklukan kota Makkah, tetapi sebenarnya madaniyah karena di turunkan setelah hijrah. Disampung itu seruannya pun bersifat umum. Ayat seperti ini oleh para ulama’ tidak di namakan Makkiyah dan juga tidak di namakan Madaniyah secara pasti. Namun mereka mengatakan; ayat yang di turunkan di Makkah namun hukumnya Madaniyah.[41]

c.              Surah-surah Makkiyah yang berisi ayat Madaniyah (مكية فيها مدانية)

Yaitu surah-surah yang sebetulnya kebanyakan ayat-ayatnya adalah Makkiyah, sehingga berstatus Makkiyah, tetapi didalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Madaniyah. surah-surah yang demikian ini dalam al-Qur’an ada 32 surah, yang tediri dari 2699 ayat. Contohnya, antara lain seperti surah-surah al-An’am, al-A’raf, Hud, Yusuf, Ibrahim, al-Furqan, al-Zumar, al-Syura, al-Waqiah, dan sebagainya.

d.             Surah-surah Madaniyah yang berisi ayat Makkiyah (مدانية فيها مكية)

Yaitu surah-surah yang kebanyakan ayat-ayatnya berstatus Madaniyah. surah-surah yang demikian ini dalam Alquran hanya ada 6 (enam) surah, yang terdiri dari726 ayat, yaitu surah-surah al-Baqarah, al-Maidah, al-Anfal, al-Taubah, al-Hajju, dan surah Muhammad atau surah al-Qital.[42]

Dari 4 (empat) macam kelompok-kelompok surah-surah tersebut di atas terkumpul 114 surah dan 6236 ayat, yaitu jumlah seluruh isi Alquran. Sebab, 58 surah + 18 surah + 32 surah + 6 surah = 6236 ayat.[43]

 

    D.  Faedah Mengetahui Makki dan Madani

Pengetahuan tentang Makkiyah dan Madaniyah banyak faedahnya, diantaranya:

1.             Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Alquran, sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafaz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang mufassir dapat membedakan antara ayat yang nasikh dengan yang mansukh bila diantara kedua ayat tersebut terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang kemudian tentu merupanan nasikh atas yang terdahulu.

2.             Meresapi gaya bahasa Alquran dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasanya tersendiri. Memperhatikan apa yang menjadi tuntutan kondisi, sangat penting dalam ilmu balaghah. Ciri khas gaya bahasa Makkiyah dan Madaniyah dalam Alquran, juga memberikan kepada orang yang mempelajarinya sebagai sebuah metode dalam dakwah kejalan Allah, agar dapat menyesuaikan dengan psikologi lawan bicara, menguasai perasaan dan pikirannya, serta dapat memberikan solusi terhadap apa yang ada dalam dirinya dengan penuh bijaksana. Setiap tahapan dakwah mempunyai topik dan pola penyampaian tersendiri. Pola penyampaian itu berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan manhaj, keyakinan dan kondisi lingkungan. Yang demikian tampak jelas dalam berbagai cara Alquran menyeru berbagai golongan; orang yang beriman, yang mushrik dan munafik dan ahli kitab.

3.             Mengetahui sejarah hidup nabi melalui ayat-ayat Alquran, sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwa yang menyertainya, baik pada periode Makkah maupun periode Madinah, sejak turunnya iqra’ hingga ayat yang terakhir diturunkan. Alquran adalah sumber pokok bagi hidup Rasulullah. Pola hidup beliau harus sesuai dengan Alquran, dan Alquran pun memberikan kata putus terhadap perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan.[44]


 Baca artikel lain yang berkaitan;

BAB III

PENUTUP  

Kesimpulan  

Makkiyah adalah ayat atau surat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunya di luar Mekah Sedangkan  Madaniyah adalah surat atau ayat yang di turunkan sesudah Nabi hijrah, meskipun turunnya di Mekah. Definisi inilah yang termasyhur (populer), karena mengandung pembagian Makkiyah dan Madaniyah secara tepat. Meskipun definisi ini di pandang paling sahih, namun secara objektif  harus diakui bahwa ketiga definisi ini mengandung tiga unsur yang sama yaitu masa, lokasi dan sasaran ayat atau surat yang di turunkan.

Para ulama membagi surat-surat Alquran menjadi dua kelompok, yaitu surat-surat Makkiyah dan Madaniyah. Namun dari keduanya ada yang murni Makkiyah dan murni Madaniyah serta ada surat Makkiyah yang sebagian ayatnya Madaniyah, begitu juga sebaliknya ada surat Madaniyah yang sebagian ayatnya Makkiyah.

Secara umum karakteristik surat-surat Makkiyah lebih menekankan pada sisi ‘aqidah untuk manusia, karena pada waktu itu penduduk Mekah masih dalam keadaan jahil dengan maraknya kesyirikan. Sedangkan surat-suratMadaniyah mempunyai karakteristik lebih menekankan pada sisi mu’amalah atau masalah shar’iyyah.

Beberapa hikmah mengetahui Ilmu Makkiyah dan Madaniyah yang disebutkan oleh Manna Khalil al-Qaththan, diantaranya adalah  untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan al-Qur`an, meresapi gaya bahasa al-Quran dan memanfaatkannya dalam metode dakwah menuju jalan Allah SWT serta mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Alquran.

DAFTAR PUSTAKA

Ansari. Ulumul Qur’an. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Anwar , Rosihon. Pengantar Ulumul Quran. Bandung: Pustaka Setia,  2012.

Departemen Agama. al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: al-Jumanatul ‘Ali, 2004.

Dhahaby (al), Muhammad Husain. al-Wahyu wa al-Qur’an al-Karim. Kairo: Maktabah Wahbah, 1985.

Hakim, Muhammad Baqir. Ulum al-Qur’an. terj. Nasirul Haq,  dkk. Jakarta: al-Huda, 2010.

Jalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu, 2012.

Qathan (al), Manna. Mabahis fi ulumul qur’an. terj. Anunur Rafiq El-Mazni. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013.

Tim Forum Karya Ilmiyah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren). Al-Qur’an Kita. Kediri: Lirboyo Press, 2011.

Zarkashy (al), Badr al-Din. al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2006.


[1] Muhammad Baqir Hakim, Ulum al-Qur’an terj. Nasirul Haq,  dkk (Jakarta: Al-Huda, 2010), 97.

[2] Ibid., 97.

[3] Muhammad Husain al-Dhahaby, al-Wahyu wa al-Qur’an al-Karim (Kairo: Maktabah Wahbah,1986), 119.

[4] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: al-Jumanatul ‘Ali, 2004), 88.

[5] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya,108.

[6] Rosihan Anwar, Pengantar Ulumul Quran (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 114.

[7] Muhammad Baqir Hakim, Ulum al-Qur’an, 98.

[8] Ansari, Ulumul Qur’an (Jakarta: Rajawali Pers,2013),117.  Muhammad Baqir Hakim, Ulum al-Qur’an, 98.

[9] Ansari, Ulumul Qur’an, 117.

[10] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, 195.

[11] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu,2012), 79.

[12] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, 493.

[13] Ibid.,80

[14]Muhammad Baqir Hakim, Ulum al-Qur’an, 98, Ansari, Ulumul Qur’an, 117.

[15] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya , 78.

[16] Ibid., 5.

[17] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, 83.

[18] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, 342.

[19] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, 86.

[20] Ibid.

[21] Ibid., 87.

[22] Muhammad Baqir Hakim, Ulum al-Qur’an, 98.

[23] Ibid., 98.

[24] Ibid., 99.

[25] Ibid., 100.

[26] Ibid., 102.

[27] Ibid., 102.

[28] Tim Forum Karya Ilmiyah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren), Al-Qur’an Kita (Kediri: Lirboyo Press, 2011), 145.

[29] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, 87.

[30] Badr al-Din al-Zarkashy, al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah,2006), 111.

[31] Tim Forum Karya Ilmiyah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren), Al-Qur’an Kita , 114.

[32] Ibid., 114.

[33] Manna al-Qathan, Mabahis fi ulumul qur’an, terj. Anunur Rafiq El-Mazni (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2013), 75.

[34] Sebelum ayatnya yang terkhir, yaitu ayat ke-77

[35] Manna al-Qathan, Mabahis fi ulumul qur’an, 76.

[36] Ibid., 75.

[37] Ibid., 76.

[38] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, 98.

[39] Ibid., 98.

[40] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya,516.

[41] Manna al-Qathan, Maba>hi>s fi ulu>mul qur’an, 66.

[42] Ibid., 99.

[43] Ibid., 100.

[44] Manna al-Qathan, Mabahi>s fi ulumul qur’an, 71.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...