BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alquran adalah kitab
suci umat Islam yang mengandung beragam pesan sosial dan semangat beragama.
Alquran adalah petunjuk kehidupan manusia dan obat segala penyakit kehidupan
sosial manusia. Alquran berfungsi sebagai penjelas perkara dunia dan agama,
serta berisi tentang peraturan-peraturan umat Islam serta jalan hidup mereka.
Para ulama dan ahli
tafsir terdahulu memberikan perhatian yang besar terhadap penyelidikan
surat-surat Alquran. Mereka meneliti Alquran ayat demi ayat dan surat demi
surat untuk disusun sesuai dengan penurunannya, dengan memperhatikan waktu,
tempat dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka mengumpulkannya sesuai
dengan waktu, tempat dan pola kalimat.cara demikian merupakan ketentuan cermat
yang memberikan gambaran mengenai penyelidikan ilmiah tentang ilmu Makki dan
Madani. Perhatian terhadap ilmu Alquran menjadi bagian terpenting para sahabat
dibanding berbagai ilmu yang lain. Termasuk di dalamnya membahas tentang
turunnya suatu ayat, tempat turunnya, urutan turunnya di Makkah atau Madinah,
tentang yang di turunkan di Makkah tetapi termasuk kelompok Madani atau ayat
yang diturunkan di Madinah tetapi masuk dalam kegori Makki, dan sebagainya
Ilmu Makki dan Madani adalah ilmu yang membahas ihwal
bagian Alquran yang Makki dan bagian yang Madani, baik dari segi arti dan
maknanya, cara-cara mengetahuinya, atau tanda masing-masingnya, maupun
macam-macamnya. Sedangkan yang di maksud dengan Makki dan Madani ialah bagian-bagian
kitab suci Alquran, dimana ada sebagiannya termasuk Makki dan ada yang termasuk
Madani.
Seperti yang kita ketahui, Ayat Makkiyyah adalah ayat-ayat yang di turunkan di Makah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari, terhitung sejak tanggal 17 Ramadhan tahun ke-14 dari kelahiran Nabi (6 Agustus 610 M) sampai tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun ke-54 dari kelahiran Nabi, sedangkan Ayat-Ayat Madaniyyah adalah ayat-ayat yang di turunkan sesudah Nabi Muhammad SAW melakukan Hijrah ke Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, terhitung sejak Nabi Hijrah ke Madinah sampai tanggal 9 Dzulhijjah tahun 63 dari tahun kelahiran Nabi. Surat Makkiyyah umumnya suratnya pendek-pendek sedangkan Madaniyyah pada umumnya suratnya panjang-panjang.
Dalam makalah ini, di jelaskan tentang pengertian surat Makkiyah dan Madaniyah , tanda-tanda atau ciri-ciri surat Makkiyyah dan Madaniyyah , serta macam-macam surat Makkiyyah dan Madaniyyah, perbedaan surat Makkiyyah dan Madaniyyah Selain itu ,makalah ini juga berisi tentang Faedah Mengetahui Makki dan Madani
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang melatar belakangi
penyusunan makalah ini antara lain:
A.
Pengertian Makki dan Madani
B.
Perbedaan dan ciri-ciri
khusus Makki dan Madani
C.
Macam-Macam Surat Makkiyah
dan Madaniyah
D.
Faedah Mengetahui Makki dan
Madani
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah antara
lain untuk mengkaji dan membahas:
A.
Pengertian Makki dan Madani
B.
Perbedaan dan ciri-ciri
khusus Makki dan Madani
C.
Macam-Macam Surat Makkiyah
dan Madaniyah
D.
Faedah Mengetahui Makki dan
Madani
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Makki dan Madani
Menurut ulama’ tafsir, Alquran
dibagi menjadi dua pembahasan, yaitu Makkiyah dan Madaniyah. Artinya sebagian ayat
yang terdapat dalam Alquran adalah ayat Makiyah dan bagian yang lainnya adalah
Madaniyah. Dalam ilmu Tafsir sendiri, ditemukan beberapa penafsiran mengenai
istilah ini.[1]
Pertama,
Pendapat
yang banyak di ikuti, yaitu bahwasanya penafsiran tersebut disusun atas dasar
susunan waktu dari tahapan diturunkannya Alquran, dan hijrah sebagai pemisah
antara dua tahapan (marhalah) yang ada. Maka ayat-ayat Alquran yang
diturunkan sebelum Rasulullah saw hijrah disebut ayat-ayat Makkiyah sedangkan setiap ayat Alquran
yang diturunkan setelah Rasulullah saw melakukan hijrah disebut dengan ayat
Madaniyah meskipun ayat-ayat tersebut turun dikota Makkah.[2]
Begitu juga ayat-ayat atau surat yang diturunkan pada waktu nabi dalam keadaan
bepergian setelah hijrah semuanya itu termasuk kategori Madaniyah.[3]
Dengan demikian surat al-Nisa’
ayat 58 yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا
الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا
بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا
بَصِيرًا (٥٨)
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha melihat”. (Q.S. al-Nisa>’: 58).[4]
termasuk kategori madaniyah kendatipun
diturunkan di makkah, yaitu pada peristiwa terbukanya kota makkah (fath
al-Makkah). Begitu pula surat al-Maidah ayat 3 yang berbunyi:
tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYÏ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYÏ ÇÌÈ
Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. (Q.S. al-Ma>idah: 3).[5]
termasuk
kategori Madaniyah kendatipun tidak diturunkan dimadinah karena ayat itu
diturunkan pada peristiwa haji wada’.[6]
Kedua, Pembagian
yang dilakukan atas dasar pembagian tempat, sebagai tolak ukur untuk membedakan
antara ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah. Maka setiap ayat yang menjadi
perhatiannya adalah tempat ayat tersebut diturunkan.[7]
Jika suatu ayat diturunkan kepada Nabi saw sedangkan beliau sedang berada
dikota mekkah dan sekitarnya seperti Mina, ‘Arafah dan Hudaibiyah, sekalipun
turun setelah hijrah maka ayat itu dinamakan ayat Makkiyah. Sedangkan jika
ketika ayat itu diturunkan dan beliau sedang berada dikota Madinah dan
sekitarnya seperti Uhud dan Sila’ maka ayat tersebut disebut ayat Madaniyah[8]
Pendapat ini memiliki
kelemahan antara lain tidak bisa menampung ayat-ayat yang diturunkan ketika
nabi saw melakukan perjalanan keluar wilayah Makkah dan Madinah. Berdasarkan
definisi ini, maka ayat-ayat yang diturunkan di luar daerah Makkah dan Madinah tidak
bisa dikategorikan sebagai ayat Makkiyah ataupun Madaniyah.[9]
Padahal kenyataannya, ada
beberapa ayat yang turun diluar kedua daerah tersebut, misalnya, seperti ayat
sebagai berikut:
öqs9 tb%x.
$ZÊ{tã
$Y7Ìs% #\xÿyur
#YϹ$s% x8qãèt7¨?^w
ÇÍËÈ
“ kalau yang kamu serukan kepada mereka itu Keuntungan yang
mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka
mengikutimu”.(Q.S. al-Taubah: 42).[10]
Ayat ini diturunkan di daerah
Tabuk, jauh dari kota Makkah maupun
Madinah.[11]
ö@t«óur ô`tB $oYù=yör&
`ÏB
y7Î=ö6s% `ÏB
!$uZÎ=ß $uZù=yèy_r&
`ÏB
Èbrß
Ç`»uH÷q§9$# ZpygÏ9#uä
tbrßt7÷èã
ÇÍÎÈ
“Dan Tanyakanlah kepada Rasul-rasul Kami yang telah Kami utus
sebelum kamu: "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain
Allah yang Maha Pemurah?" (Q.S. al-Zukhruf: 45).[12]
Ayat ini diturunkan di Bait
al-Muqaddas, daerah Palestina pada malam Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. Karena
itu, ayat ini juga tidak bisa termasuk Makkiyah atau pun Madaniyah, karena jauh sekali dengan
kedua kota tersebut.[13]
Ketiga, Dengan
melihat individu-idividu yang menjadi objek diturunkannya Alquran. Atas dasar
ini, maka sebuah ayat dikatakan ayat Makkiyah jika ayat tersebut ditujukan bagi
para penduduk Makkah baik turun di Makkah atau di Madinah, baik sebelum atau
sesudah hijrah, sebaliknya ayat Madaniyah adalah ayat yang diturunkan bagi para
penduduk Madinah baik turun di Makkah atau di Madinah, baik sebelum atau
sesudah hijrah [14]
Pendapat ini mempunyai banyak
kelemahan salah satunya karena rumusan kreterianya tidak dapat berlaku secara
menyeluruh, bahwa semua ayat yang dimulai dengan “Ya Aiyuhan Nasu” itu
pasti Makiyah, dan seluruh ayat yang dimulai: “Ya Aiyuha Lazi>na Amanu”
itu tentu Madaniyah. karena itu, teori ini tidak mudah dipegangi dan tidak
dapat dipertanggung jawabkan. Sebab ternyata ada beberapa ayat yang dimulai
dengan nida’: “Ya Ayyuhan Nasu” itu bukan Makiyah, melainkan Madaniyah.
contohnya seperti ayat sebagai berikut:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3/u $ ÇÊÈ
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu”.(Q.S. al-Nisa’:
1).[15]
$pkr'¯»t â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3/u ÇËÊÈ
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu”.(Q.S.al-Baqarah: 21).[16]
Sebaliknya, ada pula beberapa
ayat yang dimulai dengan nida’ “Ya Ayyuha Ladhina Amanu” itu bukan
Madaniyah, melainkan Makiyah.[17]
Contohnya, seperti dalam ayat Alquran:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãè2ö$# (#rßàfó$#ur (#rßç6ôã$#ur öNä3/u ÇÐÐÈ
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu”.(Q.S.al-haj:77).[18]
Keempat,
Dengan
teori content analysis, yaitu suatu teori yang mendasarkan kriterianya
dalam membedakan Makiyah dan Madaniyahnya
kepada isi dari pada ayat atau surat yang bersangkutan.[19]
Yang dinamakan Makiyah
menurut teori content analysis ini ialah surah atau ayat yang berisi
cerita-cerita umat dan para Nabi dan Rasul dahulu. Sedang yang disebut
Madaniyah adalah surah atau ayat brisi hukum hudu>d, fara>id, dan
sebagainya.[20]
Kelebihan dari content
analysis ini adalah, bahwa kriterianya jelas, sehingga mudah difahami,
sebab gampang dilihat orang. Orang tinggal melihat saja tanda-tanda tertentu
itu, nampak atau tidak dalam sesuatu surah atau ayat, sehingga dengan demikian
dia mudah menentukannya.[21]
Pembagian yang pertama
memiliki kelebihan dan keistimewaan jika dibandinngkan dengan dua, tiga dan
yang terakhir. Karena dengan sistem pembagian seperti poin yang pertama ini,
maka seluruh ayat akan termasuk salah satu dari ayat Makkiyah dan Madaniyah.
Karena jika kita menggunakan pembagian menurut waktu, maka seluruh ayat tidak
ada yang keluar dari pembagian Makkiyah dan Madaniyah. Adapun dengan pembagian
kedua dan ketiga dalam istilah Makkiyah dan Madaniyah ini, maka kita akan
mendapatkan suatu ayat yang tidak termasuk ayat Makiyah dan ayat Madaniyah.
Juga apabila ada ayat yang diturunkan tidak pada salah satu kota antara Makkah
dan Madinah dan tujuan dari pembicaraan Alquran itu bukan untuk penduduk Makkah
dan Madinah, seperti yang pernah turun pada Rasulullah saw ketika beliau sedang
melaksanakan perintah Isra’ dan Mi’raj.[22]
Sedangkan jika kita menggunakan metode keempat pelaksanaan pembedaan Makiyah dan Madaniyah menurut teori ini tidak
praktis. Sebab, orang harus mempelajari isi kandungan masing-masing ayat
dahulu, baru bisa mengetahui kriteria atau kategorinya.[23]
Jika kita ingin membandingkan
dari keempat pendapat yang telah kami sebutkan untuk lebih mengetahui mana
kiranya pendapat yang harus kita ambil dan pilih, maka hendaknya kita
memperhatikan pendapat yang ketiga, yang memang miliki dasar salah, yaitu
keyakinan bahwa dari ayat-ayat yang terdapat dalam Alquran semuanya pasti
ditujukan khusus bagi para penduduk dikota Makkah atau dikota Madinan. Padahal
pendapat seperti itu adalah pendapat yang salah karena ayat-ayat yang terdapat
dalam Alquran adalah umum bagi siapapun umat manusia dimuka bumi ini. Hanya
saja ketika itu memang memiliki keterkaitan dengan peristiwa-peristiawa yang
terjadi pada penduduk kota Makkah dan Madinah. Akan tetapi, hal itu bukanlah
berarti Alquran hanya khusus ditujukan bagi mereka saja, baik itu ayat Alquran
yang berupa arahan, nasehat, maupun hukum syariat yang harus mereka laksanakan.
Akan tetapi, pendapat yang benar adalah bahwa Alquran adalah umum bagi siapa
pun selama lafazh dalam ayat tersebut memang umum bagi semua orang.[24]
Definisi atas istilah
Makkiyah dan Madaniyah yang berdasarkan atas perhitungan waktu –sebagaimana
yang dikatakan oleh pendapat pertama- adalah lebih baik dan bermanfaat dalam
rangka mendalami ilmu Alquran. Hal itu disebabkan karena perbedaaan yang
didasarkan atas pembagian waktu antara ayat Alquran yang diturunkan sebelum dan
sesudah hijrah memiliki urgensi yang lebih penting untuk lebih diteliti dan
dibahas lebih lanjut dari pada perbedaan yang didasarkan pada pembagian tempat
yang membaginya antara ayat yang diturunkan di kota Makkah dan yang diturunkan
dikota Madinah.[25]
Ketetapan cara pembagian ayat
Alquran yang berdasarkan waktu dari pada yang menggunakan sistem pembagian yang
berdasarkan atas tempat dapat kita lihat dalam dua poin dibawah ini:
Pertama,
karena
pembagian tersebut akan berkaitan erat dengan permasalahan fikih dan ilmu
fikih. Dengan pembagian yang menggunakan sistem perbedaan waktu, yaitu Makkiyah
adalah yang diturunkan sebelum Rasul melakukan hijrah dan Madaniyah adalah yang
diturunkan setelah beliau sampai dikota Madinah dalam pelaksaan hijrah, maka
pembagian ini akan membantu sekali dalam proses utuk mengetahui lebih jauh
permasalahan nasikh dan mansukh ayat-ayat
dalam Alquran. Karena ayat yang nasikh (yang menghapus) adalah ayat yang
datang belakangan setelah ayat yang mansukh (yang dihapus) diturunkan.
Kedua, pembagian
yang menggunakan sistem perbedaan waktu untuk difinisi Makkiyah dan Madaniyah
akan membantu kita untuk dapat mengetahui tingkatan dan tahapan-tahapan dakwah
risalah Islam yang dialami oleh Rasulullah saw. Hal itu karena sesungguhnya
perjalanan hijrah bukanlah hanya sekedar peristiwa yang merupakan bagian dari
kehidupan dan keberlangsunngan dakwah tetapi juga sebagai pembatas antara dua tahapan
(periode) perjalan dari unsur dakwah itu sendiri, yaitu periode dakwah dibawah
lingkungan masyarakat yang dipimpin dan dikuasai oleh kepemimpinan dan
kekuasaan kafir yang menguasai segenap aspek politik, sosial dan kebudayaan,
serta periode dakwah di bawah naungan Daulah Islamiyah. Meskipun demikian,
sebenanya bisa saja kita membagi dua periode (tahapan) dakwah Rasulullah saw
dengan menggunakan sistem waktu, yaitu periode Makkiyah dan Periode Madaniyah.
Akan tetapi, jelasnya bahwa pembagian tersebut pada dasarnya berdasarkan atas
peristiwa hijrah.[26]
Jika kita membedakan antara
ayat-ayat yang diturunkan sebelum hijrah dan dan ayar-ayat yang diturunkan
setelah hijrah, maka kita akan dapat mengetahui perkembangan dakwah dan
keistimewaan-keistiewaan yang terdapat pada masig-masing marhalah
(periode). Akan tetapi perbedaan yang hanya didasarkan pada perbedaan tempat
diturunkannya ayat Alquran, dengan mengabaikan pembagian yang didasarkan pada
perbedaan waktu, tidak akan dapat membantu kita untuk membedakan dua periode
dakwah tersebut. Sehingga pada akhirnya, hal di atas dapat membuat kita
mencampur adukkan antara keduanya, dan juga akan menghalangi kita untuk
membedakan antara ayat yang nasikh dan yang mansukh dari sudut
pandang ilmu fikih.[27]
B.
Perbedaan
dan Ciri-ciri Khusus Makki dan Madani
Antara Makkiyah dan Madaniyah
memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya, banyak sisi yang menjadi perbedaan antara Makkiyah dan Madaniyah, yang
semuanya kembali kepada makna, sasaran (obyek) dan keistimewaan sastra yang tercermin
dari redaksi dan dan bentuk ayat. Hal lain yang juga dijadikan sebagai acuan
perbedaan antara Makkiyah dan Madaniyah adalah fase dakwah Nabi saw yang
berbeda-beda, sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu.[28]
Untuk mengetahui tanda-tanda
suatu surah atau ayat itu Makiyah atau Madaniyah, tidak ada jalan lain kecuali
harus dengan dasar riwayat dari para sahabat Nabi atau para tabi’in yang
menjelaskan hal tersebut. Sebab tidak ada nas dari Nabi Muhammad saw yang
khusus menjelaskan soal-soal Makiyah dan Madaniyah ini. Hal ini di karenakan
para sahabat dan tabi’in pada waktu itu tidak membutuhkan penjelasan soal-soal
tersebut, karena mereka sudah menyaksikan sendiri waktu-waktu turunnya wahyu,
cara-cara turunnya dan materinya serta kasus yang menyebabkan turunnya.[29]
Namun menurut al-Jabari,
untuk megetahui Makki dan Madani dapat ditempuh melalui dua cara.[30] Pertama,
jalur riwayat yang valid yang notabene mengetahui dan menyaksikan situasi dan
kondisi turunnnya wahyu. Selain dari sahabat, riwayat dari tabi’in yang
bersumber dari sahabat juga sudah mencukupi untuk dijadikan sebagai tendensi
dalam mengetahui dan menentukan Makki dan Madani. Kedua, melalui metode qiyas
(penyamaan) seperti menggunaka kaidah-kaidah Makki-Madani.[31]
Dari sini dapat di simpulkan
bahwa mengetahui Makkiyah dan Madaniyah sebuah ayat tidak lepas dari ijtihad
para ulama’. Riwayat yang berasal dari sahabat tidak cukup untuk mengategorikan
semua ayat-ayat Alquran dalam Makkiyah dan Madaniyah.[32]
Setelah para ulama’ meneliti
surat Makkiyah dan Madaniyah, mereka membuat kesimpulan analogis bagi keduanya,
yang dapat menjelaskan ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang
dibicarakan oleh masing-masing ayat yang Makkiyah dan Madaniyah. kemudian,
lahirlah kaidah-kaidah kunci untuk mendapatkan ciri-ciri tersebut.[33]
Penetapan Makkiyah dan cirri khas temanya:
1.
Setiap surat yang didalamnya
mengandung “ayat-ayat sajdah” adalah Makkiyah
2.
Setiap surat yang mengandung lafaz
kalla, adalah Makkiyah, lafaz ini hanya terdapat dalam separo
terakhir dari Alquran dan disebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali dalam lima
belas surat
3.
Setiap surat yang mengandung “Ya
Ayyuhan Nas” dan tidak mengandung “Ya Ayyuha Lazina Amanu” adalah
Makkiyah, kecuai surat al-Hajj yang pada akhir suratnya[34]
terdapat ya Ya Ayyuha al-Ladhina Amanurka’u wasjudu. Namun demikian,
sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah ayat Makkiyah
4.
Setiap surat yang mengandung
kisah para nabi dan umat terdahulu adalah Makkiyah, kecuali surat Al-Baqarah.
5.
Setiap surat yang mengandug
kisah Adam dan iblis adalah Makkiyah kecuali surat al-Baqarah.
6.
Setiap surat yang dibuka
dengan huruf-huruf muqata’ah atau hija’i, seperti Alif Lam Mim,
Alif Lam Ra, Ha Mim dan lain-lainnya adalah Makkiyah, kecuali surat al-Baqarah
dan Ali Imran. Adapun surat al-Ra’ad masih diperselisihkan.[35]
Ini
adalah dari segi karakteristik secara umum. Adapun dari segi ciri tema dan gaya
bahasanya adalah:
1.
Dakwah kepada tauhid dan beribadah
hanya kepada Allah, pembuktian menganai risalah, kebangkitan dan hari
pembalasan, hari kiamat dan kedahsyatannya, neraka dan siksanya, surga dan
nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrikdengan menggunakan bukti-bukti
rasional dan ayat-ayat kauniyah.
2.
Peletakan dasar-dasar umum
bagi perundang-undangan dan akhlak yang mulia yang dijadikan dasar terbentuknya
suatu masyarakat, pengambilan sikap tegas terhadap kriminalitas orang-orang
musyrik yang telah banyak menumpahkan darah, memakan harta anak yatim secara zalim,
penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.
3.
Menyebutkan kisan para nabi
terdahulu sebagai pelajaran, sehingga mengetahui nasib orang sebelum mereka
yang mendustakan rasul, sebagai hiburan bagi Rasulullah sehingga ia tabah dalam
menghadapi gangguan mereka dan yakin akan menang
4.
Kalimatnya singkat padat
disertai kata-kata yang mengenaskan sekali, di telinga terasa menembus dan
terdengar sangat keras, menggetarkan hati, dan maknanya pun menyakinkan dengan
di dukung oleh lafazh-lafazh sumpah, seperti surat-surat yang pendek-pendek,
kecuali sedikit yang tidak.[36]
Penetapan Madaniyah dan ciri Khas temanya
1.
Setiap surat yang berisi
kewajiban atau sanksi hukum
2.
Setiap surat yang didalamnya
disebutkan orang-orang munafik, kecuali surat al-‘Ankabut. Ia adalah Makkiyah.
3.
Setiap surat yang di dalamnya
terdapat dialog degan Ahli Kitab
Ini dari segi karakteristik
secara umum. Adapun dari segi tema dan gaya bahasanya, adalah sebagai berikut:
1.
Menjelaskan masalah ibadah,
muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan
internasional, baik diwaktu damai maupun diwaktu perang, kaidah hukum, dan
masalah perundang-undangan.
2.
Seruan terhadap Ahli Kitab
dari kalanyan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan kepada mereka untuk masuk Islam,
penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan
mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah keterangan-keteranan
datang kepada mereka karena rasa dengki diantara sesama mereka.
3.
Menyingkap perilaku orang munafik,
menganalisasi kejiwaannya, membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa ia berbahaya
bagi agama.
4.
Suku kata dan ayatnya
panjang-panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat serta
menjelaskan tujuan dan syariatnya.[37]
C. Macam-Macam Surat Makkiyah dan Madaniyah
Pada umumnya para ulama
membagi macam-macam surat Alquran menjadi dua kelompok yaitu surat Makkiyah dan
Madaniya. Mereka berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah masing-masing
kelompoknya. Sebagian ulama mengatakan, jumlah surat Makkiyah ada 94 surat,
sedang surah Madaniyah ada 20 surat. Sebagian ulama lain mengatakan, bahwa
jumlah surat Makkiyah ada 84 surat, sedangkan yang Madaniyah ada 30.[38]
Dr. Abdullah Syahhatah dalam
bukunya Alquran wa al-Tafsir mengatakan, surah-surah Alquran yang disepakati
para ulama sebagai surah Makkiyah ada 82, dan yang disepakati sebagai surah
Madaniyah ada 20. Sedang yang 12 surah lagi masih diperselisihkn status
Makkiyah atau Madaniahnya.[39]
Perbedaan-perbedaan pendapat
para ulama itu dikarenakan adanya sebagian surah yang seluruh ayat-ayatnya
Makkiyah atau Madaniyah, tetapi di dalamnya berisi sedikit ayat yang lain
statusnya. Karena itu, dari segi Makkiyah dan Madaniyah ini, maka surah-surah
Alquran itu terbagi menjadi empat macam, sebagai berikut:
a.
Surah-surah Makiyah murni (مكية كلها)
Yaitu surah-surah Makkiyah
yang seluruh ayat-ayatnya berstatus Makkiyah semua, tidak ada satupun yang
Madaniyah. surah-surah yang berstatus Makkiyah murni ini seluruhnya ada 58
surah, yang berisi 2.074 ayat. Contohnya seperti surah-surah al-fatihah, Yunus,
al-Ra’du, Al-Anbiya’, al-Mu’minun, al-Naml, Shaad, Fathir dan surah-surah yang
pendek-pendek pada juz 30 (kecuali surah al-Nashr).
b.
Surah-surah Madaniyah Murni (مدانية كلها)
Yaitu surah-surah Madaniyah
yang seluruh ayat-ayatnya pun Madaniyah semua, tidak ada satu ayat pun yang
Makkiyah. Surah-surah yang berstatus Madaniyah murni ini seluruhnya menurut
penelitian penulis ada 18 surah, yang terdiri dari 737 ayat. Contohnya seperti
surah-surah Ali Imran, al-Nisa’ al-Nur, al-Ahzab, al-Hujurat, al-Mutahanah,
al-Zalzalah, dan sebagainya.
Dalam buku Pengantar Studi
Alquran dijelaskan, mereka memberi contoh dengan firman Allah
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4
¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.(Q.S. Al-Hujurat ayat:
13).[40]
Ayat ini di turunkan di
Makkah pada hari penaklukan kota Makkah, tetapi sebenarnya madaniyah karena di
turunkan setelah hijrah. Disampung itu seruannya pun bersifat umum. Ayat
seperti ini oleh para ulama’ tidak di namakan Makkiyah dan juga tidak di
namakan Madaniyah secara pasti. Namun mereka mengatakan; ayat yang di turunkan
di Makkah namun hukumnya Madaniyah.[41]
c.
Surah-surah Makkiyah yang
berisi ayat Madaniyah (مكية فيها مدانية)
Yaitu surah-surah yang
sebetulnya kebanyakan ayat-ayatnya adalah Makkiyah, sehingga berstatus
Makkiyah, tetapi didalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Madaniyah.
surah-surah yang demikian ini dalam al-Qur’an ada 32 surah, yang tediri dari
2699 ayat. Contohnya, antara lain seperti surah-surah al-An’am, al-A’raf, Hud,
Yusuf, Ibrahim, al-Furqan, al-Zumar, al-Syura, al-Waqiah, dan sebagainya.
d.
Surah-surah Madaniyah yang
berisi ayat Makkiyah (مدانية فيها مكية)
Yaitu surah-surah yang
kebanyakan ayat-ayatnya berstatus Madaniyah. surah-surah yang demikian ini
dalam Alquran hanya ada 6 (enam) surah, yang terdiri dari726 ayat, yaitu surah-surah
al-Baqarah, al-Maidah, al-Anfal, al-Taubah, al-Hajju, dan surah Muhammad atau
surah al-Qital.[42]
Dari 4 (empat) macam
kelompok-kelompok surah-surah tersebut di atas terkumpul 114 surah dan 6236
ayat, yaitu jumlah seluruh isi Alquran. Sebab, 58 surah + 18 surah + 32 surah +
6 surah = 6236 ayat.[43]
D. Faedah Mengetahui Makki dan Madani
Pengetahuan tentang Makkiyah
dan Madaniyah banyak faedahnya, diantaranya:
1.
Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Alquran, sebab pengetahuan mengenai
tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya
dengan tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian
umum lafaz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang
mufassir dapat membedakan antara ayat yang nasikh dengan yang mansukh bila
diantara kedua ayat tersebut terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang
kemudian tentu merupanan nasikh atas yang terdahulu.
2.
Meresapi gaya bahasa Alquran
dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi
mempunyai bahasanya tersendiri. Memperhatikan apa yang menjadi tuntutan
kondisi, sangat penting dalam ilmu balaghah. Ciri khas gaya bahasa Makkiyah dan
Madaniyah dalam Alquran, juga memberikan kepada orang yang mempelajarinya
sebagai sebuah metode dalam dakwah kejalan Allah, agar dapat menyesuaikan
dengan psikologi lawan bicara, menguasai perasaan dan pikirannya, serta dapat
memberikan solusi terhadap apa yang ada dalam dirinya dengan penuh bijaksana.
Setiap tahapan dakwah mempunyai topik dan pola penyampaian tersendiri. Pola
penyampaian itu berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan manhaj, keyakinan dan
kondisi lingkungan. Yang demikian tampak jelas dalam berbagai cara Alquran
menyeru berbagai golongan; orang yang beriman, yang mushrik dan munafik dan
ahli kitab.
3.
Mengetahui sejarah hidup nabi
melalui ayat-ayat Alquran, sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan
dengan sejarah dakwah dan segala peristiwa yang menyertainya, baik pada periode
Makkah maupun periode Madinah, sejak turunnya iqra’ hingga ayat yang terakhir
diturunkan. Alquran adalah sumber pokok bagi hidup Rasulullah. Pola hidup beliau
harus sesuai dengan Alquran, dan Alquran pun memberikan kata putus terhadap
perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan.[44]
- KITAB TAFSIR AL-QURTUBI
- NASIKH DAN MANSUKH AL-QUR'AN
- STUDI KITAB TAFSIR MAFATIH AL-GHAIB
- KAJIAN TAFSIR IBN KATSIR
- QASHAS AL-QUR’AN
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Makkiyah adalah ayat atau surat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke
Madinah, sekalipun turunya di luar Mekah
Sedangkan Madaniyah adalah surat atau ayat yang di turunkan
sesudah Nabi hijrah, meskipun turunnya di Mekah. Definisi inilah yang
termasyhur (populer), karena mengandung
pembagian Makkiyah dan Madaniyah secara tepat. Meskipun definisi ini di
pandang paling sahih, namun secara objektif harus diakui bahwa ketiga
definisi ini mengandung tiga unsur yang sama yaitu masa, lokasi dan sasaran
ayat atau surat yang di turunkan.
Para ulama membagi surat-surat Alquran menjadi
dua kelompok, yaitu surat-surat Makkiyah dan Madaniyah. Namun dari keduanya
ada yang murni Makkiyah dan murni Madaniyah serta ada
surat Makkiyah yang sebagian ayatnya Madaniyah, begitu juga
sebaliknya ada surat Madaniyah yang sebagian ayatnya Makkiyah.
Secara umum karakteristik
surat-surat Makkiyah lebih menekankan pada
sisi ‘aqidah untuk manusia, karena pada waktu itu penduduk Mekah
masih dalam keadaan jahil dengan maraknya kesyirikan. Sedangkan
surat-suratMadaniyah mempunyai karakteristik lebih menekankan pada
sisi mu’amalah atau masalah shar’iyyah.
Beberapa hikmah mengetahui Ilmu Makkiyah dan Madaniyah yang disebutkan oleh Manna Khalil al-Qaththan, diantaranya adalah untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan al-Qur`an, meresapi gaya bahasa al-Quran dan memanfaatkannya dalam metode dakwah menuju jalan Allah SWT serta mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Alquran.
DAFTAR
PUSTAKA
Ansari. Ulumul Qur’an.
Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Anwar , Rosihon. Pengantar Ulumul Quran. Bandung:
Pustaka Setia, 2012.
Departemen
Agama. al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: al-Jumanatul ‘Ali, 2004.
Dhahaby
(al), Muhammad Husain. al-Wahyu wa al-Qur’an al-Karim. Kairo: Maktabah
Wahbah, 1985.
Hakim, Muhammad
Baqir. Ulum al-Qur’an. terj. Nasirul Haq, dkk. Jakarta: al-Huda, 2010.
Jalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya:
Dunia Ilmu, 2012.
Qathan
(al), Manna. Mabahis fi ulumul qur’an. terj. Anunur Rafiq El-Mazni. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2013.
Tim
Forum Karya Ilmiyah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren). Al-Qur’an Kita.
Kediri: Lirboyo Press, 2011.
[1] Muhammad Baqir
Hakim, Ulum al-Qur’an terj. Nasirul Haq,
dkk (Jakarta: Al-Huda, 2010), 97.
[2] Ibid., 97.
[3] Muhammad Husain al-Dhahaby, al-Wahyu
wa al-Qur’an al-Karim (Kairo: Maktabah Wahbah,1986), 119.
[4] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: al-Jumanatul ‘Ali, 2004), 88.
[5] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya,108.
[6] Rosihan Anwar,
Pengantar Ulumul Quran (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 114.
[7] Muhammad Baqir Hakim, Ulum al-Qur’an, 98.
[8] Ansari, Ulumul
Qur’an (Jakarta: Rajawali Pers,2013),117. Muhammad Baqir Hakim, Ulum al-Qur’an,
98.
[9] Ansari, Ulumul Qur’an, 117.
[10] Departemen
Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, 195.
[11] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu,2012), 79.
[12] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, 493.
[13] Ibid.,80
[14]Muhammad Baqir Hakim, Ulum al-Qur’an,
98, Ansari, Ulumul Qur’an, 117.
[15] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya , 78.
[16] Ibid., 5.
[17] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, 83.
[18] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, 342.
[19] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, 86.
[20] Ibid.
[21] Ibid., 87.
[22] Muhammad Baqir
Hakim, Ulum al-Qur’an, 98.
[23] Ibid., 98.
[24] Ibid., 99.
[25] Ibid., 100.
[26] Ibid., 102.
[27] Ibid., 102.
[28] Tim Forum
Karya Ilmiyah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren), Al-Qur’an Kita
(Kediri: Lirboyo Press, 2011), 145.
[29] Abdul Jalal, Ulumul
Qur’an, 87.
[30] Badr al-Din
al-Zarkashy, al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyah,2006), 111.
[31] Tim Forum
Karya Ilmiyah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren), Al-Qur’an Kita , 114.
[32] Ibid., 114.
[33] Manna
al-Qathan, Mabahis fi ulumul qur’an, terj. Anunur Rafiq El-Mazni
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2013), 75.
[34] Sebelum
ayatnya yang terkhir, yaitu ayat ke-77
[35] Manna
al-Qathan, Mabahis
fi ulumul qur’an, 76.
[36] Ibid., 75.
[37] Ibid., 76.
[38] Abdul Jalal, Ulumul
Qur’an, 98.
[39] Ibid., 98.
[40] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya,516.
[41] Manna al-Qathan, Maba>hi>s fi ulu>mul qur’an, 66.
[42] Ibid., 99.
[43] Ibid., 100.
[44] Manna al-Qathan, Mabahi>s fi ulumul qur’an, 71.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar