HOME

09 Maret, 2023

MAKALAH HADITS TENTANG PRODUKSI, KONSUMSI, DAN DISTRIBUSI


BAB I

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

Pandangan tentang kegiatan ekonomi dalam Islam yaitu produksi tersirat dari bahasan ekonomi yang dilakukan oleh Hasan Al Banna. Beliau mengutip firman Allah SWT yang mengatakan: “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah SWT telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin.” (QS. Lukman: 20).

Semua sumberdaya yang terdapat di langit dan di bumi disediakan Allah SWT untuk kebutuhan manusia, agar manusia dapat menikmatinya secara sempurna, lahir dan batin, material dan spiritual. Apa yang diungkapkan oleh Hasan Al Banna ini semakin menegaskan bahwa ruang lingkup keilmuan ekonomi islam lebih luas dibandingkan dengan ekonomi konvensional. Ekonomi islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah SWT.

Al-Qur’an juga telah memberikan tuntunan visi bisnis yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan sesaat tetapi “merugikan”, melainkan mencari keuntungan yang secara hakikat baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya (pengaruhnya). Salah satu aktifitas bisnis dalam hidup ini adalah adanya aktifitas produksi.

B.       Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud hadits tentang produksi, konsumsi, distribusi?

C.       Tujuan Masalah

Untuk menambah wawasan dalam memahami hadits tentang produksi, konsumsi, distribusi.


BAB II

PEMBAHASAN

A.       Hadits tentang Produksi

Produksi merupakan sebuah proses yang lahir seiring dengan keberadaan manusia di muka bumi. Karena produksi termasuk prinsip bagi kelangsungan hidup manusia serta peradaban manusia dan bumi.[1]  dimana dalam bahasa Arab, arti produksi adalah Al-intaj yang berasal dari akar kata nataja, yang memiliki arti mewujudkan sesuatu, atau pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas.[2]

Sedangkan secara terminologi produksi adalah menciptakan dan menambahkan kegunaan (nilai guna) suatu barang, dimana kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru.[3]  produksi dalam perspektif islam tidak hanya berorientasi dalam memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya, dimana dalam islam, tujuan utama produksi adalah untuk tercapainya kemaslahatan individu dan masyarakat secara berimbang.[4]

Dimana bagi islam memproduksi sesuatu bukanlah untuk konsumsi sendiri atau di jual di pasar saja, tetapi lebih jauh menekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan pada fungsi sosial.[5]

Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan produksi yaitu menciptakan nilai guna suatu barang ataupun jasa dengan tujuan untuk mewujudkan kepuasan pada kebutuhan untuk kemaslahatan manusiawi yang mana tidak hanya untuk individu personal namun juga untuk kemaslahatan masyarakat.

1.         Sumber Daya Alam (tanah)

Islam telah mengakui tanah sebagai suatu faktor produksi tetapi tidak setepat dalam arti yang sama yang digunakan di zaman modern.[6] Allah SWT menciptakan bumi dan sisinya sebagai sumber daya alam untuk dikelola manusia demi kepentingan dan kebutuhan hidupnya.

Rasulullah mendorong umatnya supaya senantiasa berproduksi untuk mendapatkan dan menghasilkan sesuatu. Jika seseorang mempunyai lahan produksi, tetapi ia tidak mampu untuk melakukan kegiatan produksi, maka hendaklah diserahkan kepada orang lain agar memproduksinya. Jangan sampai lahan produksi itu dibiarkan sehingga menganggur. Rasulullah bersabda:

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانُوا يَزْرَعُونَهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ وَقَالَ الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ أَبُو تَوْبَةَ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ (رواه بـخارى)

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami ['Ubaidullah bin Musa] telah mengabarkan kepada kami [Al Awza'iy] dari ['Atha'] dari [Jabir radliallahu 'anhu] berkata: "Dahulu orang-orang mempraktekkan pemanfaatan tanah ladang dengan upah sepertiga, seperempat atau setengah maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang memiliki tanah ladang hendaklah dia garap untuk bercocok tanam atau dia hibahkan. Jika dia tidak lakukan maka hendaklah dia biarkan tanahnya". Dan berkata, [Ar-Rabi' bin Nafi' Abu Taubah] telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah] dari [Yahya] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah radliallahu 'anhu] berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang memiliki tanah ladang hendaklah dia garap untuk bercocok tanam atau dia berikan kepada saudaranya (untuk digarap). Jika dia tidak lakukan maka hendaklah dia biarkan tanahnya.”(HR. Bukhari).

Mufradat

:tanahالارض

:ladangالحقول

 

Kandungan Hadits

Hadits di atas menjelaskan tentang pemanfaatan faktor produksi berupa tanah yang merupakan faktor penting dalam produksi. Tanah yang dibiarkan dan tidaka olah tidak disukai oleh Nabi Muhammad SAW karena tidak bermanfaat bagi yang punya dan orang sekelilingnya. Dalam hadits di atas, Nabi menganjurkan agar umat Islam menggarap tanah yang dimilikinya agar terproduksi biji-bijian dan buah-buahan sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan hajat hidup banyak orang. Nabi melarang mebiarkan aset produksi yang berupa tanah menganggur tanpa sentuhan penggarapan karena di samping mubadzir juga dapat mengurangi tingkat produksi pertanian.[7]

2.         Sumber Daya Manusia (Tenaga Kerja)

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ يَقُوْلُ : لِأَنْ يَغْدُوَ أَحَدُكُمْ فَيَحْطِبَ عَلَي ظَهْرِهِ فَيَتَصَدَّقَ بِهِ وَيَسْتَغْنِيَ بِهِ مِنَ النَّاسِ خَيْرً لَهُ مِنَ اَنْ يَسْأَلَ رَجُلًأ أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ ذَلِكَ فَأِنَّ الْيَدَ اْلعُلْيَا أَفْضَلُ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَي وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)

“Dari Abu Hurairah r.a., katanya, aku mendengar Rasulullah bersabda, “Hendaklah seseorang diantara kalian berangkat pagi-pagi sekali mencari kayu bakar, lalu bersedekah dengannya dan menjaga diri (tidak minta-minta) dari manusia lebih baik daripada meminta kepada seseorang baik diberi ataupun tidak. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah (memberi) kepada orang yang menjadi tanggung jawabmu.”(HR.Muslim)

 

Mufradat

يَحْطِب :tersesat

Kandungan Hadits

Hadits di atas menjelaskan tentang beberapa hal terkait dengan ekonomi, yaitu: (a) dorongan untuk rajin bekerja dengan berangkat pagi-pagi sekali, (b) dorongan untuk bekerja dan berproduksi, (c) dorongan untuk melakukan distribusi, (d) dorongan untuk hidup ksatria dengan tidak meminta-minta, dan (e) dorongan untuk bertanggung jawab dalam ekonomi keluarga.[8]

Allah menciptakan manusia dengan maksud agar memakmurkan bumi, dalam arti memanfaatkan sumber daya alam dibumi dan menjadi tenaga-tenaga yang bertugas mengelola dan memproduksi hasil-hasil bumi sehingga tercapai kesejahteraan hidup.

Sumber daya manusia merupakan faktor produksi yang paling penting dari eberapa faktor produksi yang lain, karena manusialah yang memiliki inisiatif atau ide dan memmpin semua faktor produksi. Dalam kata lain, yang dimaksud dengan istilah tenaga kerja mmanusia bukanlah kekuatan manusia untuk mencangkul, menggergaji dll. Tetapi yang dimaksud adalah tenaga kerja tersebut bermakna lebih luas yakni sumber daya manusia.[9]

3.         Organisasi (Manajemen)

Organisasi atau menejemen merupakan proses merencanakan dan mengarahkan kegiatan usaha untuk mencapai tujuan. Organisassi memegang peranan penting dalam kegiatan produksi, karena tanpa organisasi dan manejemen yang baik kegiatan produksi tidak dapat berjalan dengan baik.[10]

 

 

Produksi dan konsumsi harus seimbang

عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ وَسَعِيْدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ حَكِيْمَ بْنَ حِزَامٍ رَضِيَاللهُ عَنْهُ قَالَ : سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ فَأَعْطَانِي ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعْطَانِي ثُمَّ قَاَل يَا حَكِيمُ أَنَّ هَذَا اْلمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُوْرِكَ لَهُ فِيْهِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِأِشْرَافِ نَفءسً لَمْ يُبِارَكْ لَهُ فِيْهِ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ اْليَدِ السُّفْلَى (رواه البخاري)

“Dari ‘urwah ibn Zubayr dan Sa’id ibn Al-musayyib bahwa Hakim ibn Hizzam berkata: Aku meminta (sesuatu) kepada Nabi SAW lalu ia memberikannya kepadaku kemudian aku memintanya lagi dan memberikan kepadaku, lalu aku meminta lagi dan ia memberiku lagi. Kemudian Nabi bersabda, “wahai hakim, sesungguhnya harta ini hijau (indah) lagi manis. Barangsiapa yang mengambilnya dengan jiwa yang baik, maka akan diberkahi dan barangsiapa mengambilnya dengan jiwa yang boros, maka tidak akan diberkahi seperti orang yang makan tapi tidak kenyang-kenyang. Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah.”HR. al-Bukhori).

Mufradat

: borosالتبذير
: hartaالكنز

 

Kandungan Hadits

Aktivitas produksi konsumsi merupakan kegiatan yang sangat berkaitan yang tidak bisa dipisahkan karena satu sama lainnya saling berhubungan dalam sebuah proses kegiatan ekonomi. Oleh karena itu,  aktivitas produksi dan konsumsi harus balance. Apabila keduanya tidak balance maka akan mengakibatkan ketimpangan dalam kegiatan ekonomi. Hal ini dapat dideskripsikan, apabila barang/jasa yang diproduksi itu lebih banyak dari pada permintaan konsumsi ,aka akan terjadi ketimpangan ekonomi yaitu penumpukan output produksi sehingga terjadi kemubadziran. Inilah yang disebut israf (produksi yang berlebihan) yang dalam ekonomi Islam dianggap sebagai bentuk dosa sehingga output produksi tidak memiliki nilai maslahah dan kehilangan berkahnya. Atau sebaliknya.[11]

Rasulullah Melarang produksi yang haram. Islam melarang seseorang memproduksi atau mengkonsumsi produk atau barang yang haram seperti alkohol,  babi, anjing, bangkai, heroin, narkotika, binatang yang disembelih tidak atas nama Allah dan binatang buas.  Sedangkan dalam ekonomi produksi konvensional ialah tidak menganal yang halal ataupun yang haram, yang terpenting ialah mengumpulkan laba sebanyak-banyaknya dan memenuhi keinginan pribadi seseorang. Rasulullah memperingatkan dengan keras agar menghindari barang-barang atau produk-produk yang haram.


B.     Hadits tentang Distribusi

Secara bahasa, distribusi (dulah) berarti perpindahan sesuatu dari satu tempat ke tempat lain atau sebutan untuk benda yang diputar oleh suatu kaum.  Kata tersebut juga berarti harta yang terus diputar (didistribusikan). Adapun menurut istilah, distribusi mengandung arti pembagian atau penyaluran sesuatu kepada orang atau pihak lain.

Secara teori konvensional, distribusi dimaknai sebagai total pendapatan (income) yang didistribusikan pada setiap individu atau pada seluruh faktor produksi. Dalam pengertian tersebut, distribusi terfokus pada upaya agar berbagai faktor produksi (tanah, buruh, dan modal) mendapatkan balasan atau harga yang sesuai. Lebih jauh, distribusi dalam teori ekonomi konvensional beranggapan bahwa pada dasarnya masalah distribusi tidak terlepas dari alokasi sumber daya serta distribusi pendapatan bagi seluruh faktor produksi secara umum yang ditentukan oleh seberapa besar partisipasi mereka dalam produksi, seperti halnya upah bagi tenaga kerja/buruh, bunga bagi pemilik modal, dan sewa bagi tuan tanah yang dapat memecahkan masalah ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di antara kelas sosial di masyarakat.

Dalam perspektif Islam, konsep distribusi memiliki maksud yang lebih luas, yaitu peningkatan dan pembagian hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan sehingga kekayaan yang ada dapat melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar di antara golongan tertentu saja. Adapun tujuan dari distribusi adalah suatu kewajiban manusia atau pemerintah sebagai pemimpin dalam memberdayakan sumber daya yang ada sehingga tercipta kemakmuran, dengan niat mencari keridhaan Allah dan saving di hari akhirat kelak.[12]

Distribusi pendapatan adalah suatu proses pembagian (sebagian hasil penjualan produk total) kepada faktor-faktor yang ikut menentukan pendapatan, yakni tanah, tenaga kerja, modal, dan managemen. Rasulullah sangat menganjurkan agar umat Islam mendistribusikan sebagian harta dan penghasilan mereka untuk membantu saudara-saudara mereka yang berkekurangan dibidang ekonomi. Distribusi yang dimaksud Nabi terbagi menjadi dua jenis, yaitu :

 

1. Distribusi barang dan jasa yang berupa penyaluran atau penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai

Bersifat profit taking (untuk mendapat keuntungan), jenis distribusi ini dimaksudkan sebagai upaya untuk tersalurkannya barang-barang hasil produksi sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas dan orang yang mendistribusikan mendapat laba (hasil) dari penjualan barang yang didistribusikan. Dalam hal ini Rasulullah melarang kita dalam berbuat penimbunan dan juga monopoli. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis dibawah ini

a. larangan penimbunan

Di dalam Islam melarang penimbunan atau hal-hal yang menghambat pendistribusian barang sampai ke konsumen. Menimbun adalah membeli barang dalam jumlah yang banyak kemudian menyimpannya dengan maksud untuk menjualnya dengan harga tinggi. Penimbunan dilarang dalam Islam hal ini dikarenakan agar supaya harta tidak hanya beredar di kalangan orang-orang tertentu. Seperti dalam sebuah hadits:

            Dari abu hurairoh berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda: “siapa saja yang melakukan penimbunan untuk mendapatkan harga yang peling tinggi, dengan tujuan mengecoh orang islam maka termasuk perbuatan yang salah” . (HR Ahmad)

Mufrodat

احتكر                 : penimbunan

يغلي                   : mengecoh

خاطئ                : salah

 

Kandungan Hadits

Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa perbuatan yang salah yaitu menyimpang dari peraturan jual-beli atau perdagangan dalam system ekonomi Islam yang berdasarkan al-quran dan hadits. Dalam hadits itu tidak ditentukan jenis barang yang dilarang ditimbun.Akan tetapi hadits lain yang segaris menyatakan bahwa barang yang dilarang ditimbun adalah makanan. Muncul pebedaan pendapat dikalangan ulama tentang jenis barang yang dilarang ditimbun.

Menurut al-syafi”iyah dan Hanabilah,barang yang dilarang ditimbun adalah kebutuhan primer. Abu Yusuf berpendapat bahwa barang yang dilarang ditimbun adalah semua barang yang dapat menyebabkan kemadaratan orang lain,termasuk emas dan perak.

Para ulama fikih berpendapat bahwa penimbunan diharamkan apabila

1. barang yang ditimbun melebihi kebutuhannya

2. barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat naiknya harga, misalnya emas dan perak

3. penimbunan dilakukan disaat masyarakat membutuhkan, misalnya bahan bakar minyak dll

Adapun mengenai waktu penimbunan tidak terbatas,dalam waktu pendek maupun panjang jika dapat menimbulkan dampak ataupun 3 syarat tersebut diatas terpenuhi maka haram hukumnya. Rasullulah bersabda dalam sebuah hadits sohih yaitu:

 

 

 

Dari ibnu umar dari nabi: “barang siapa menimbun makanan 40 malam maka ia terbebas dari rahmad Allah, dan Allah bebas darinya. Barang siapa yang keluar rumah pagi-pagi dan dari kalangan mereka ada yang dalam keadaan lapar maka tanggungan Allah juga lepas dari mereka”.

Pada dasarnya nabi melarang menimbun barang pangan selama 40 hari,biasanya pasar akan mengalami fluktuasi jika sampai 40 hari barang tidak ada dipasar karena ditimbun,padahal masyarakat sangat membutuhkannya. Bila penimbunan dilakukan beberapa hari saja sebagai proses pendistribusian barang dari produsen ke konsumen,maka belum di anggap sebagai sesuatu yang membahayakan. Namun bila bertujuan menungu saatnya naik harga sekalipun hanya satu hari maka termasuk penimbunan yang membahayakan dan tentu saja diharamkan. [13]

b. larangan monopoli

 

 

 

 

 

 

 


            “Menceritakan kepada kami Salt bin Muhammad telah mengabarkan kepada kami Abdul wahid mengabarkan kepada kami Muammar Dari Abdullah bin Thawus dari Ayah nya Ibnu abbas RA ia berkata telah bersabda Rasulullah SAW: “Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan janganlah orang-orang kota menjual buat orang desa.” saya bertanya kepada Ibnu abbas, ” Apa arti sabdanya.? “Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan jangan orangorang menjadi perantara baginya”. (HR Bukhori)

Mufrodat

يبيع       : menjual                              

سمسارا  : perantara

 

 

 

Kandungan Hadits

            Ibnu Abbas mengartikan Hadiru Libadi dengan broker atau perantara yang mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya. Adapun tempat yang dilarang mencegat kafilah adalah luar pasar atau tempat menjual barang, karena akan merugikan pedagang dipasar dan juga konsumen.

2. Distribusi sebagaian harta kepada orang-orang yang membutuhkan sebagai wujud solidaritas social

Bersifat non-profit taking (tidak untuk mendapat laba atau keuntungan), distribusi jenis kedua ini, orang yang menyalurkan hartanya tidak mendapat pembayaran atau keuntungan (profit) langsung, tetapi di hari kemudian atau di akhirat.

Misalnya, berupa zakat, nafkah, shadaqah, wasiat, hibah, dan sebagainya. Rasulullah sangat menganjurkan agar distribusi kategori ini dilakukan oleh tiap muslim yang mampu. Dalam sebuah hadis, Nabi menganjurkan agar umat Islam segera mendistribusikan sebagian hartanya sebelum datang suatu masa ketika tidak ada orang yang mau menerimanya, sebagaimana sabdanya :

 

 

 

 

 

 

 


            Telah menceritakan kepada kami [Adam] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] telah menceritakan kepada kami [Ma'bad bin Khalid] berkata; Aku mendengar [Haritsah bin Wahab] berkata; Aku mendengar Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Bershadaqalah, karena nanti akan datang kepada kalian suatu zaman yang ketika itu seseorang berkeliling dengan membawa shadaqahnya namun dia tidak mendapatkan seorangpun yang menerimanya. Lalu seseorang berkata,: "Seandainya kamu datang membawanya kemarin pasti aku akan terima. Adapun hari ini aku tidak membutuhkannya lagi". (HR. Bukhari, no. 1322)

Mufrodat

تصدقو   : bersedekahlah

الجل      : laki-laki

Kandungan Hadits

Jadi, nantinya kita akan menemukan zaman dimana dizaman itu ada yang membawa sedekahnya tetapi tidak menemukan orang yang mau diberi sedekah. Keadaan negeri Arab kembali subur dengan padang-padang rumput dan sungaisungai. Itulah gambaran dinegeri Arab diakhir zaman. Kemakmuran yang akan melanda negeri membuat manusia tidak bisa berbuat baik, tidak bisa bersedekah dan berzakat. 

Oleh karena itu, dari hadits ini dapat diambil pelajaran diantaranya agar jangan suka menunda-nunda berbuat kebaikan. Bersegeralah dalam berbuat kebaikan. Dan dalam berbuat kebaikan kita harus berniat untuk mendapatkan ridho Allah swt. Jangan sampai perbuatan baik kita diikuti oleh niat yang hanya mementingkan kepentingan duniawi saja. Tetapi didasari niat ikhlas untuk mengharap ridho-Nya.

Rasulullah menyatakan bahwa mendistribusikan harta dengan cara memberikannya pada orang lain dapat mencegah pelakunya dari siksa api neraka, sebagaimana sabdanya :

 

 

Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami: Syu‟bah menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, beliau berkata: Aku mendengar „Abdullah bin Ma‟qil berkata: Aku mendengar „Adi bin Hatim radhiyallahu „anhu mengatakan: Aku mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Takutlah kalian dari neraka, walau dengan separuh kurma.” ( Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1417)

Mufrodat

اتقوا                 : bertaqwalah

تمرة                   : kurma

Kandungan Hadits

Dari hadits ini, kita dapat mengambil pelajaran diantaranya : Rasulullah memotivasi umatnya untuk bersedekah, baik yang sedikit maupun banyak. Sabda beliau “walau dengan separuh kurma” menunjukkan betapapun kecilnya sedekah yang diberikan, ia bermanfaat besar bagi pelakunya. Ia dapat menjaga dan melindungi pelakunya dari api neraka.


C.       Hadits tentang Konsumsi

Dalam ajaran agama islam mempunyai beberapa prinsip yang harus diterapkan oleh umatnya ketika sedang mengkonsumsi makanan. Hal dijelaskan dalam al-Qur’an maupun as-sunnah. Berikut merupakan prinsip-prinsip konsumsi dalam islam beserta hadisnya.

1.      Hadis tentang memakan makanan halal

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَا مِرٍ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَا نَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اْلحَلَا لُ بَيِّنٌ وَاْلحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لَا يَعْلَمُهَا كَثِيْرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى اْلمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْ عَى حَوْلَ اْلحِمَى يُو شِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ أَلَا وَاِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا إِنَّ حِمَى اللهِ فِي أرْضِهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي اْلجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ اْلجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ اْلجَسَدُ  كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ اْلقَلْبُ

Nabi bersabda: ”Halal itu jelas, haram juga jelas, di antara keduanya adalah subhat, tidak banyak manusia yang mengetahui. Barang siapa menjaga diri dari subhat, maka ia telah bebas untuk agama dan harga dirinya. Barang siapa yang terjerumus dalam subhat maka dia diibaratkan penggembala di sekitar tanah yang dilarang yang dikhawatirkan terjerumus. Ingatlah, sesungguhnya setiap pemimpin punya bumi larangan. Larangan Allah adalah hal yang diharamkan oleh Allah, ingatlah bahwa sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging jika baik maka baiklah seluruhnya, jika jelek maka jeleklah seluruh tubuhnya, ingatlah daging itu adalah hati.”

(Matan lain: Muslim 2996, Turmudzi 1126, Nasa’i 4377, Abi Daud 2892, Ibnu Majah 3974, Ahmad 17624, Darimi 2519)

Hadis ini sesuai firman Allah, bahwa dilarang mengonsumsi barang yang batil dan dengan cara yang batil pula. (Q.S Al Baqarah, 2:188)[14]

 

 

Mufrodat

 

بَيِّنٌ            : jelas

الْمُشَبَّهَاتِ    : subhat

مُضْغَةً        : segumpal darah

 

Kandungan Hadist

Ibnu Katsir berkata, Allah menjelaskan tentang tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Memberi kepada seluruh makhluknya. Dia kemudian memberitahukan akan izin-Nya terhadap segala sesuatu (sumber daya) yang ada di bumi untuk dimakan dengan syarat halal, selama tidak membahayakan akal dan badan.[3]

Halal yang murni, misalnya adalah buah-buahan, binatang sembelihan, minuman sehat, pakaian dari kapas atau wol, pernikahan yang sah, warisan, rampasan perang dan hadiah.Haram yang murni misalnya bangkai, darah, babi, arak, pakaian sutra bagi kaum lelaki, pernikahan sesama mahram, riba, hasil rampok dan curian.

Sementara diantara keduanya adalah syubhat. Syubhat adalah beberapa masalah yang diperselisihkan hukumnya, seperti daging kuda, keledai, biawak, minuman anggur yang memabukkan apabila banyak, pakaian kulit binatang buas.

Kewajiban seorang hamba adalah menjauhi segala bentuk syubhat dan syahwat (keinginan) yang diharamkan, membersihkan hati dan anggota badannya dari segala hal yang dapat melenyapkan iman. Hal itu dilakukan dengan memperbaiki hati dan anggota badannya sehingga akan semakin kuat hatinya.

 

 

2.      Baik/Bergizi

Muslim :

 

و حَدَّثَنِي أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ اْلعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ مَرْزُوقٍ حَدَّثَنِي عَدِيُّ بْنَ ثَابِتٍ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللهَ طَيِّبُ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ اْلمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ اْلمُرْسَلِينَ فَقَالَ يَاأَيُّهَاالرُّسُلُ كُلُوْا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيْمٌ وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَارَبِّ يَارَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِا لْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

 

Nabi bersabda: ”Wahai Manusia! Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Ia memerintahkan pada orang-orang yang beriman apa yang diperintahkan pada para utusan.Kemudian baca ayat “Wahai para utusan, makanlah dari yang baik dan beramAllah yang baik, karena sesungguhnya kami mengetahui apa yang kalian kerjakan.” Baca ayat lagi “makanlah sesuatu yang baik dari apa yang kami rezekikan padamu.” Kemudian nabi menuturkan ada seorang laki-laki yang bepergian  jauh, rambutnya acak-acakan dan kotor. Dia menengadahkan kedua tangannya ke atas seraya berdoa: ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku’ sedang yang dimakan dan yang diminum serta yang dipakai adalah berasal dari yang haram, mana mungkin doanya diterima.”

(Matan lain: Turmudzi 2915, Ahmad 7998, Darimi 2601)[15]

 

 

Mufrodat

 

طَيِّبُ          : baik

لَا يَقْبَلُ        : tidak diterima

 

Kandungan Hadits

Gizi dalam ajaran islam bukan sekedar mengharamkan makanan yang berbahaya bagi kesehatan seperti bangkai, darah, dan daging babi. Tetapi lebih dari itu, islam juga memperhatikan tentang kualitas bentuk makanan ysng dihidangkannya. Islam memberikan motivasi kepada umatnya, agar menyediakan menu-menu yang bermanfaat dan bergizi.

Maksud allah menekankan perintah pentingnya memakan makanan yang bergizi disamping halal adalah karena untuk kebaikan manusia itu sendiri. Makanan bergizi merupakan makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk memperoleh kualitas kesehatan yang baik . dan kesehatan yang baik berarti sangat berpengaruh terhadap kualitas akal dan rohaninya.

 

3.      Makan dan Minum secukupnya

Ibnu Majah :

 

حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَبْدِ اْلمَلِكِ اْلحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَتْنِي أُمِّي عَنْ أُمِّهَا أَنَّهَا سَمِعَتْ اْلمِقْدَامَ بْنَ مَعْدِيكَرِبَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مَلَأَ آدَمِيُّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ حَسْبُ اْلآدَمِيِّ لُقَيْمَاتُ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ غَلَبَتْ اْلآدَمِيَّ نَفْسُهُ فَثُلُثٌ لِلطَّعَامِ وَثُلُثٌ لِلشَّرَابِ وَثُلُثٌ

Rasullah bersabda: “Anak Adam tidak mengisi penuh suatu wadah yang lebih jelek dari perut, cukuplah bagi mereka itu beberapa suap makan yang dapat menegakkan punggungnya, apabila kuat keinginannya maka jadikanlah sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, sprtiga untuk dirinya atau udara.”(Matan lain, Turmudzi 2320)[16]


Mufrodat

وِعَاءً          : wadah

لِلطَّعَامِ                : untuk makan

لِلشَّرَاب       : untuk minum

لِلشَّرَاب       : untuk udara

 

Kandungan Hadits

Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya sering kali menahan rasa lapar dan dahaga. Bukan karena mereka tidak mampu untuk mengkonsumsinya, tetapi karena Allah SWT telah menetapkan bahwa jalan ini adalah jalan yang paling utama untuk ditempuh oleh Rasulullah dan para pengikutnya. Inilah yang dilakukan oleh ibnu umar r.a. dan Umar bin Khattab r.a. padahal mereka mampu dan memiliki banyak makanan.

Manfaat tidak makn secara berlebihan terhadap perkembangan dan stabilitas rohani:

a.       Hati yang menjadi lunak

b.      Pikiran menjadi cemerlang

c.       Jiwa menjadi jernih

d.      Emosi menjadi rendah[17]

 

4.         Tidak Mengandung Riba, Tidak Kotor/Najis dan Tidak Menjijikkan

Muslim:

حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ اْلأَيْلِيّ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أبِي اْلغَيْثِ عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا  السَّبْعَ اْلمُوبِقَاتِ قِيلَ يَارَسُولَ اللهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَأَكْلُ الرِّبَا وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ اْلمُحْصِنَاتِ اْلغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ

Nabi bersabda:”Jauhilah tubuh perkara yang dapat merusak, yaitu syirik, sihir, membunuh orang kecuali dengan alasan yang dibenarkan, makan harta anak yatim, makan riba, berpaling dari barisan perang, dan menuduh berzina perempuan mukminat yang terpelihara atau yang lalai.” (Matan lain: Bukhori 2560, Nasa’i 3611, Abi Daud 2490)[18]

 

Mufrodat

 

اجْتَنِبُوا        : jauhilah

مَالِ الْيَتِيمِ     : harta anak yatim

الرِّبَا          : riba

 

Kandungan Hadits

Orang yang takut kepada Allah tentu akan peduli darimana ia mendapatkan harta dan bagaimana ia menggunakannya. Mereka pasti akan takut jika harta yang dimilikinya merupakan hasil dari pencurian, suap, kegiatan ribawi, atau gaji dari pekerjaan haram. Karena, pada hari kiamat ia akan ditanya tentang hartanya darimana ia peroleh dan bagaimana menggunakannya. Bagi mereka yang tidak peduli akan hal tersebut akan mengalami kerugian dan kehancuran besar.

 

5.         Bukan dari Hasil Suap

Ahmad:

 

حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ وَيَزِيْدُ قَالَ أَخْبَرَنَا ابْنُ أبِي ذِئْبٍ عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍ و عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ قَالَ يَزِيْدُ لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الرَّا شِي وَالْمُرْتَشِي

Ibnu Umar berkata;” Nabi melaknat penyuap dan yang disuap, Yazid menambah ; Allah melaknat penyuap dan yang di suap.”(Matan lain: Turmudzi 1257, Abi Daud 3109, Ibnu Majah 2304)

Mufrodat

 

لَعْنَةُ اللهِ       : Allah melaknat

الرَّا شِي         : penyuap

الْمُرْتَشِي        : yang disuap

 

Kandungan Hadits

            Menyuap dalam masalah hukum adalah memberikan sesuatu baik berupa barang maupun lainnya dengan tujuan tertentu. Suap menyuap sangat berbahaya karena merusak tatanan atau sistem yang ada di masyarakat, dan melecehkan hak orang lain. Oleh sebab itu, Islam melarang perbuatan tersebut dan termasuk dosa besar yang dilaknat Allah. Harta yang diterima dari suap menyuap tergolong harta yang diperoleh melalui jalan batil, (Q.S Al Baqarah 2:188) sehingga diharamkan untuk dikonsumsi.[19]



BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

                Jadi kesimpulannya kita dalam memproduksi itu menciptakan nilai guna suatu barang ataupun jasa dengan tujuan untuk mewujudkan kepuasan pada kebutuhan untuk kemaslahatan manusiawi yang mana tidak hanya untuk individu personal namun juga untuk kemaslahatan masyarakat.

Dalam mengkonsumsi barang itu harus baik dan bergizi, tidak najis, halal dan bukan dari suap dan riba. Distribusi sendiri itu penyaluran barang dan jasa yang berupa penyaluran atau penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan Rasulullah melarang kita menimbun barang dan melarang monopoli barang saat distribusi.


BACA ARTIKEL LAINYA YANG BERKAITAN:
  1. MAKALAH HADITS TENTANG PRODUKSI, KONSUMSI, DAN DISTRIBUSI
  2. SHALAT SEORANG MUSAFIR
  3. HADIS TENTANG NILAI DASAR EKONOMI DAN MOTIVASI EKONOMI
  4. HADIS-HADIS TENTANG ETIKA BISNIS DALAM ISLAM
  5. MAKALAH TENTANG MACAM-MACAM LEMBAGA TINGGI NEGARA
  6. ESSAY TENTANG FAKTA VIRUS CORONA DAN SOLUSI ISLAM

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qilmani, Abu Dzar. Kunci Mencari Rejeki Yang Halal. Jakarta: Mizan. 2004.

Diana, Ilfi N., Hadis-hadis Ekonomi. Cet. 1. UIN-Malang Press: Anggota IKAPI. Malang. 2008

Manan, Muhammad Abdul. Ekonomi Islam teori dan praktek. Jakarta: Intermesa, 1992.

Rodin, Dede. Tafsir Ayat Ekonomi. Semarang: CV. Karya Abadi Jaya. 2015.


[1] Dede Rodin, Tafsir Ayat Ekonomi, Semarang:CV. Karya Abadi Jaya, 2015, hal.106.

[2] Idri, Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi, Jakarta: Prenadamedia Group, 2016, hal.61.

[3] Ibid.

[4] Ibid, hlm. 63

[5] Ibid.

[6] Muhammad Abdul Manan, Ekonomi Islam:teori dan praktek, Jakarta: Intermesa, 1992, hal.55

[7] Idri, Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi, Jakarta: Prenadamedia Group, 2016, hal. 66.

[8] Ibid, hal. 64-65

[9] Ibid, hal. 87

[10] Ibid.

[11] Ibid, hal. 67-68.

[12] Idri, Tafsir Ekonomi, (Jakarta: Prenamedia Group, cet ke-2, 2016), hlm. 128

[13] Ibid.

[14] Ilfi Nur Diana, 2008, Hadis-hadis Ekonomi, Cet. 1, UIN-Malang Press(Anggota IKAPI), Malang, hal. 57-58.

[15] Ibid, hal. 58-59.

[16] Ibid, 59-60.

[17] Abu Dzar Al-Qilmani, Kunci Mencari Rejeki Yang Halal, (Jakarta:Mizan, 2004), hal. 159.

[18] Ibid, hal. 60-61.

[19] Ibid, hal. 61-62.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...