BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pandangan tentang kegiatan ekonomi dalam Islam
yaitu produksi tersirat dari bahasan ekonomi yang dilakukan oleh Hasan Al
Banna. Beliau mengutip firman Allah SWT yang mengatakan: “Tidakkah kamu
perhatikan sesungguhnya Allah SWT telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa
yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir
dan bathin.” (QS. Lukman: 20).
Semua sumberdaya yang terdapat di langit dan
di bumi disediakan Allah SWT untuk kebutuhan manusia, agar manusia dapat
menikmatinya secara sempurna, lahir dan batin, material dan spiritual. Apa yang
diungkapkan oleh Hasan Al Banna ini semakin menegaskan bahwa ruang lingkup
keilmuan ekonomi islam lebih luas dibandingkan dengan ekonomi konvensional.
Ekonomi islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat
fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat
abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba
Allah SWT.
Al-Qur’an juga telah memberikan tuntunan visi
bisnis yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari
keuntungan sesaat tetapi “merugikan”, melainkan mencari keuntungan yang secara
hakikat baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya (pengaruhnya). Salah
satu aktifitas bisnis dalam hidup ini adalah adanya aktifitas produksi.
B.
Rumusan
Masalah
Apa yang dimaksud hadits tentang produksi,
konsumsi, distribusi?
C.
Tujuan
Masalah
Untuk menambah wawasan dalam memahami hadits
tentang produksi, konsumsi, distribusi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hadits
tentang Produksi
Produksi merupakan sebuah proses yang lahir seiring dengan
keberadaan manusia di muka bumi. Karena produksi termasuk prinsip bagi
kelangsungan hidup manusia serta peradaban manusia dan bumi.[1] dimana dalam bahasa Arab, arti produksi adalah
Al-intaj yang berasal dari akar kata nataja, yang memiliki arti mewujudkan
sesuatu, atau pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan
penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas.[2]
Sedangkan secara terminologi produksi adalah menciptakan dan
menambahkan kegunaan (nilai guna) suatu barang, dimana kegunaan suatu barang
akan bertambah bila memberikan manfaat baru.[3] produksi dalam perspektif
islam tidak hanya berorientasi dalam memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya,
dimana dalam islam, tujuan utama produksi adalah untuk tercapainya kemaslahatan
individu dan masyarakat secara berimbang.[4]
Dimana bagi islam memproduksi sesuatu bukanlah
untuk konsumsi sendiri atau di jual di pasar saja, tetapi lebih jauh menekankan
bahwa setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan pada fungsi sosial.[5]
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan produksi yaitu menciptakan nilai guna suatu barang ataupun jasa dengan
tujuan untuk mewujudkan kepuasan pada kebutuhan untuk kemaslahatan manusiawi
yang mana tidak hanya untuk individu personal namun juga untuk kemaslahatan
masyarakat.
1.
Sumber Daya Alam (tanah)
Islam telah mengakui tanah sebagai suatu faktor produksi
tetapi tidak setepat dalam arti yang sama yang digunakan di zaman modern.[6] Allah SWT menciptakan bumi dan
sisinya sebagai sumber daya alam untuk dikelola manusia demi kepentingan dan
kebutuhan hidupnya.
Rasulullah mendorong umatnya supaya senantiasa
berproduksi untuk mendapatkan dan menghasilkan sesuatu. Jika seseorang
mempunyai lahan produksi, tetapi ia tidak mampu untuk melakukan kegiatan
produksi, maka hendaklah diserahkan kepada orang lain agar memproduksinya.
Jangan sampai lahan produksi itu dibiarkan sehingga menganggur. Rasulullah
bersabda:
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ
مُوسَى أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ كَانُوا يَزْرَعُونَهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ
فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ
وَقَالَ الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ أَبُو تَوْبَةَ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ عَنْ
يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ
أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ
أَرْضَهُ (رواه بـخارى)
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami
['Ubaidullah bin Musa] telah mengabarkan kepada kami [Al Awza'iy] dari ['Atha']
dari [Jabir radliallahu 'anhu] berkata: "Dahulu orang-orang mempraktekkan
pemanfaatan tanah ladang dengan upah sepertiga, seperempat atau setengah maka
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang memiliki tanah
ladang hendaklah dia garap untuk bercocok tanam atau dia hibahkan. Jika dia
tidak lakukan maka hendaklah dia biarkan tanahnya". Dan berkata, [Ar-Rabi'
bin Nafi' Abu Taubah] telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah] dari [Yahya]
dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah radliallahu 'anhu] berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang memiliki tanah ladang
hendaklah dia garap untuk bercocok tanam atau dia berikan kepada saudaranya
(untuk digarap). Jika dia tidak lakukan maka hendaklah dia biarkan
tanahnya.”(HR. Bukhari).
Mufradat
:tanahالارض
:ladangالحقول
Kandungan Hadits
Hadits di atas menjelaskan tentang
pemanfaatan faktor produksi berupa tanah yang merupakan faktor penting dalam
produksi. Tanah yang dibiarkan dan tidaka olah tidak disukai oleh Nabi Muhammad
SAW karena tidak bermanfaat bagi yang punya dan orang sekelilingnya. Dalam
hadits di atas, Nabi menganjurkan agar umat Islam menggarap tanah yang
dimilikinya agar terproduksi biji-bijian dan buah-buahan sehingga dapat
memenuhi kebutuhan dan hajat hidup banyak orang. Nabi melarang mebiarkan aset
produksi yang berupa tanah menganggur tanpa sentuhan penggarapan karena di
samping mubadzir juga dapat mengurangi tingkat produksi pertanian.[7]
2.
Sumber Daya Manusia (Tenaga Kerja)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتَ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّي اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ يَقُوْلُ : لِأَنْ يَغْدُوَ أَحَدُكُمْ
فَيَحْطِبَ عَلَي ظَهْرِهِ فَيَتَصَدَّقَ بِهِ وَيَسْتَغْنِيَ بِهِ مِنَ النَّاسِ
خَيْرً لَهُ مِنَ اَنْ يَسْأَلَ رَجُلًأ أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ ذَلِكَ فَأِنَّ
الْيَدَ اْلعُلْيَا أَفْضَلُ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَي وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ
(رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
“Dari Abu Hurairah r.a., katanya, aku mendengar
Rasulullah bersabda, “Hendaklah seseorang diantara kalian berangkat
pagi-pagi sekali mencari kayu bakar, lalu bersedekah dengannya dan menjaga diri
(tidak minta-minta) dari manusia lebih baik daripada meminta kepada seseorang
baik diberi ataupun tidak. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.
Mulailah (memberi) kepada orang yang menjadi tanggung jawabmu.”(HR.Muslim)
Mufradat
يَحْطِب :tersesat
Kandungan
Hadits
Hadits di
atas menjelaskan tentang beberapa hal terkait dengan ekonomi, yaitu: (a)
dorongan untuk rajin bekerja dengan berangkat pagi-pagi sekali, (b) dorongan
untuk bekerja dan berproduksi, (c) dorongan untuk melakukan distribusi, (d)
dorongan untuk hidup ksatria dengan tidak meminta-minta, dan (e) dorongan untuk
bertanggung jawab dalam ekonomi keluarga.[8]
Allah menciptakan manusia dengan
maksud agar memakmurkan bumi, dalam arti memanfaatkan sumber daya alam dibumi
dan menjadi tenaga-tenaga yang bertugas mengelola dan memproduksi hasil-hasil
bumi sehingga tercapai kesejahteraan hidup.
Sumber daya manusia merupakan
faktor produksi yang paling penting dari eberapa faktor produksi yang lain,
karena manusialah yang memiliki inisiatif atau ide dan memmpin semua faktor
produksi. Dalam kata lain, yang dimaksud dengan istilah tenaga kerja mmanusia
bukanlah kekuatan manusia untuk mencangkul, menggergaji dll. Tetapi yang
dimaksud adalah tenaga kerja tersebut bermakna lebih luas yakni sumber daya
manusia.[9]
3.
Organisasi (Manajemen)
Organisasi atau menejemen
merupakan proses merencanakan dan mengarahkan kegiatan usaha untuk mencapai
tujuan. Organisassi memegang peranan penting dalam kegiatan produksi, karena
tanpa organisasi dan manejemen yang baik kegiatan produksi tidak dapat berjalan
dengan baik.[10]
Produksi dan konsumsi harus
seimbang
عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ
وَسَعِيْدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ حَكِيْمَ بْنَ حِزَامٍ رَضِيَاللهُ عَنْهُ
قَالَ : سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ فَأَعْطَانِي
ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعْطَانِي ثُمَّ قَاَل يَا حَكِيمُ أَنَّ هَذَا اْلمَالَ
خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُوْرِكَ لَهُ فِيْهِ
وَمَنْ أَخَذَهُ بِأِشْرَافِ نَفءسً لَمْ يُبِارَكْ لَهُ فِيْهِ كَالَّذِي
يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ اْليَدِ السُّفْلَى (رواه
البخاري)
“Dari ‘urwah ibn Zubayr dan Sa’id
ibn Al-musayyib bahwa Hakim ibn Hizzam berkata: Aku meminta (sesuatu) kepada
Nabi SAW lalu ia memberikannya kepadaku kemudian aku memintanya lagi dan
memberikan kepadaku, lalu aku meminta lagi dan ia memberiku lagi. Kemudian Nabi
bersabda, “wahai hakim, sesungguhnya harta ini hijau (indah) lagi manis.
Barangsiapa yang mengambilnya dengan jiwa yang baik, maka akan diberkahi dan
barangsiapa mengambilnya dengan jiwa yang boros, maka tidak akan diberkahi
seperti orang yang makan tapi tidak kenyang-kenyang. Tangan di atas lebih baik
dari pada tangan di bawah.”HR. al-Bukhori).
Mufradat
: borosالتبذير
: hartaالكنز
Kandungan
Hadits
Aktivitas produksi konsumsi
merupakan kegiatan yang sangat berkaitan yang tidak bisa dipisahkan karena satu
sama lainnya saling berhubungan dalam sebuah proses kegiatan ekonomi. Oleh
karena itu, aktivitas produksi dan
konsumsi harus balance. Apabila keduanya tidak balance maka akan
mengakibatkan ketimpangan dalam kegiatan ekonomi. Hal ini dapat dideskripsikan,
apabila barang/jasa yang diproduksi itu lebih banyak dari pada permintaan
konsumsi ,aka akan terjadi ketimpangan ekonomi yaitu penumpukan output
produksi sehingga terjadi kemubadziran. Inilah yang disebut israf (produksi
yang berlebihan) yang dalam ekonomi Islam dianggap sebagai bentuk dosa sehingga
output produksi tidak memiliki nilai maslahah dan kehilangan berkahnya.
Atau sebaliknya.[11]
Rasulullah Melarang
produksi yang haram. Islam melarang seseorang memproduksi atau mengkonsumsi
produk atau barang yang haram seperti alkohol,
babi, anjing, bangkai, heroin, narkotika, binatang yang disembelih tidak
atas nama Allah dan binatang buas.
Sedangkan dalam ekonomi produksi konvensional ialah tidak menganal yang
halal ataupun yang haram, yang terpenting ialah mengumpulkan laba
sebanyak-banyaknya dan memenuhi keinginan pribadi seseorang. Rasulullah
memperingatkan dengan keras agar menghindari barang-barang atau produk-produk
yang haram.
B. Hadits tentang Distribusi
Secara bahasa, distribusi (dulah) berarti perpindahan sesuatu dari
satu tempat ke tempat lain atau sebutan untuk benda yang diputar oleh suatu
kaum. Kata tersebut juga berarti harta
yang terus diputar (didistribusikan). Adapun menurut istilah, distribusi
mengandung arti pembagian atau penyaluran sesuatu kepada orang atau pihak lain.
Secara teori konvensional, distribusi dimaknai sebagai total
pendapatan (income) yang didistribusikan pada setiap individu atau pada seluruh
faktor produksi. Dalam pengertian tersebut, distribusi terfokus pada upaya agar
berbagai faktor produksi (tanah, buruh, dan modal) mendapatkan balasan atau
harga yang sesuai. Lebih jauh, distribusi dalam teori ekonomi konvensional
beranggapan bahwa pada dasarnya masalah distribusi tidak terlepas dari alokasi
sumber daya serta distribusi pendapatan bagi seluruh faktor produksi secara
umum yang ditentukan oleh seberapa besar partisipasi mereka dalam produksi,
seperti halnya upah bagi tenaga kerja/buruh, bunga bagi pemilik modal, dan sewa
bagi tuan tanah yang dapat memecahkan masalah ketimpangan distribusi pendapatan
yang terjadi di antara kelas sosial di masyarakat.
Dalam perspektif Islam, konsep distribusi memiliki maksud yang
lebih luas, yaitu peningkatan dan pembagian hasil kekayaan agar sirkulasi
kekayaan dapat ditingkatkan sehingga kekayaan yang ada dapat melimpah dengan
merata dan tidak hanya beredar di antara golongan tertentu saja. Adapun tujuan
dari distribusi adalah suatu kewajiban manusia atau pemerintah sebagai pemimpin
dalam memberdayakan sumber daya yang ada sehingga tercipta kemakmuran, dengan
niat mencari keridhaan Allah dan saving di hari akhirat kelak.[12]
Distribusi pendapatan adalah suatu proses pembagian (sebagian hasil
penjualan produk total) kepada faktor-faktor yang ikut menentukan pendapatan,
yakni tanah, tenaga kerja, modal, dan managemen. Rasulullah sangat menganjurkan
agar umat Islam mendistribusikan sebagian harta dan penghasilan mereka untuk
membantu saudara-saudara mereka yang berkekurangan dibidang ekonomi. Distribusi
yang dimaksud Nabi terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Distribusi
barang dan jasa yang berupa penyaluran atau penyampaian barang atau jasa dari
produsen ke konsumen dan para pemakai
Bersifat profit taking (untuk mendapat keuntungan), jenis
distribusi ini dimaksudkan sebagai upaya untuk tersalurkannya barang-barang
hasil produksi sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas dan orang yang
mendistribusikan mendapat laba (hasil) dari penjualan barang yang
didistribusikan. Dalam hal ini Rasulullah melarang kita dalam berbuat
penimbunan dan juga monopoli. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis dibawah ini
a. larangan penimbunan
Di dalam Islam melarang penimbunan atau hal-hal yang menghambat pendistribusian barang sampai ke konsumen. Menimbun adalah membeli barang dalam jumlah yang banyak kemudian menyimpannya dengan maksud untuk menjualnya dengan harga tinggi. Penimbunan dilarang dalam Islam hal ini dikarenakan agar supaya harta tidak hanya beredar di kalangan orang-orang tertentu. Seperti dalam sebuah hadits:
Dari abu
hurairoh berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda: “siapa saja yang melakukan
penimbunan untuk mendapatkan harga yang peling tinggi, dengan tujuan mengecoh
orang islam maka termasuk perbuatan yang salah” . (HR Ahmad)
Mufrodat
احتكر : penimbunan
يغلي : mengecoh
خاطئ : salah
Kandungan Hadits
Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa perbuatan
yang salah yaitu menyimpang dari peraturan jual-beli atau perdagangan dalam
system ekonomi Islam yang berdasarkan al-quran dan hadits. Dalam hadits itu tidak ditentukan jenis barang yang dilarang
ditimbun.Akan tetapi hadits lain yang segaris menyatakan bahwa barang yang
dilarang ditimbun adalah makanan. Muncul pebedaan pendapat dikalangan ulama
tentang jenis barang yang dilarang ditimbun.
Menurut al-syafi”iyah dan Hanabilah,barang yang dilarang ditimbun
adalah kebutuhan primer. Abu Yusuf berpendapat bahwa barang yang dilarang ditimbun adalah
semua barang yang dapat menyebabkan kemadaratan orang lain,termasuk emas dan
perak.
Para ulama fikih berpendapat bahwa penimbunan diharamkan apabila
1. barang yang ditimbun melebihi kebutuhannya
2. barang yang
ditimbun dalam usaha menunggu saat naiknya harga, misalnya emas dan perak
3. penimbunan dilakukan disaat masyarakat membutuhkan, misalnya
bahan bakar minyak dll
Adapun mengenai waktu penimbunan tidak terbatas,dalam waktu pendek
maupun panjang jika dapat menimbulkan dampak ataupun 3 syarat tersebut diatas
terpenuhi maka haram hukumnya. Rasullulah bersabda dalam sebuah hadits sohih
yaitu:
Dari ibnu umar
dari nabi: “barang siapa menimbun makanan 40 malam maka ia terbebas dari rahmad
Allah, dan Allah bebas darinya. Barang siapa yang keluar rumah pagi-pagi dan
dari kalangan mereka ada yang dalam keadaan lapar maka tanggungan Allah juga
lepas dari mereka”.
Pada dasarnya nabi melarang menimbun barang pangan selama 40
hari,biasanya pasar akan mengalami fluktuasi jika sampai 40 hari barang tidak
ada dipasar karena ditimbun,padahal masyarakat sangat membutuhkannya. Bila
penimbunan dilakukan beberapa hari saja sebagai proses pendistribusian barang
dari produsen ke konsumen,maka belum di anggap sebagai sesuatu yang
membahayakan. Namun bila bertujuan menungu saatnya naik harga sekalipun hanya
satu hari maka termasuk penimbunan yang membahayakan dan tentu saja diharamkan.
[13]
b. larangan monopoli
“Menceritakan
kepada kami Salt bin Muhammad telah mengabarkan kepada kami Abdul wahid
mengabarkan kepada kami Muammar Dari Abdullah bin Thawus dari Ayah nya Ibnu
abbas RA ia berkata telah bersabda Rasulullah SAW: “Janganlah kamu mencegat
kafilah-kafilah dan janganlah orang-orang kota menjual buat orang desa.” saya
bertanya kepada Ibnu abbas, ” Apa arti sabdanya.? “Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan jangan orangorang
menjadi perantara baginya”. (HR Bukhori)
Mufrodat
يبيع : menjual
سمسارا : perantara
Kandungan Hadits
Ibnu Abbas
mengartikan Hadiru Libadi dengan broker atau perantara yang mengambil
keuntungan sebanyak-banyaknya. Adapun tempat yang dilarang mencegat kafilah
adalah luar pasar atau tempat menjual barang, karena akan merugikan pedagang
dipasar dan juga konsumen.
2. Distribusi sebagaian harta kepada orang-orang yang membutuhkan
sebagai wujud solidaritas social
Bersifat non-profit taking (tidak untuk mendapat laba atau
keuntungan), distribusi jenis kedua ini, orang yang menyalurkan hartanya tidak
mendapat pembayaran atau keuntungan (profit) langsung, tetapi di hari kemudian
atau di akhirat.
Misalnya, berupa zakat, nafkah, shadaqah, wasiat, hibah, dan
sebagainya. Rasulullah sangat menganjurkan agar distribusi kategori ini
dilakukan oleh tiap muslim yang mampu. Dalam sebuah hadis, Nabi menganjurkan
agar umat Islam segera mendistribusikan sebagian hartanya sebelum datang suatu
masa ketika tidak ada orang yang mau menerimanya, sebagaimana sabdanya :
Telah
menceritakan kepada kami [Adam] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] telah menceritakan
kepada kami [Ma'bad bin Khalid] berkata; Aku mendengar [Haritsah bin Wahab]
berkata; Aku mendengar Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Bershadaqalah, karena nanti akan datang kepada kalian suatu zaman yang
ketika itu seseorang berkeliling dengan membawa shadaqahnya namun dia tidak
mendapatkan seorangpun yang menerimanya. Lalu
seseorang berkata,: "Seandainya kamu datang membawanya kemarin pasti aku
akan terima. Adapun hari ini aku tidak membutuhkannya lagi". (HR. Bukhari,
no. 1322)
Mufrodat
تصدقو : bersedekahlah
الجل : laki-laki
Kandungan Hadits
Jadi, nantinya kita akan menemukan zaman dimana dizaman itu ada
yang membawa sedekahnya tetapi tidak menemukan orang yang mau diberi sedekah.
Keadaan negeri Arab kembali subur dengan padang-padang rumput dan sungaisungai.
Itulah gambaran dinegeri Arab diakhir zaman. Kemakmuran yang akan melanda
negeri membuat manusia tidak bisa berbuat baik, tidak bisa bersedekah dan
berzakat.
Oleh karena itu, dari hadits ini dapat diambil pelajaran
diantaranya agar jangan suka menunda-nunda berbuat kebaikan. Bersegeralah dalam
berbuat kebaikan. Dan dalam berbuat kebaikan kita harus berniat untuk
mendapatkan ridho Allah swt. Jangan sampai perbuatan baik kita diikuti oleh
niat yang hanya mementingkan kepentingan duniawi saja. Tetapi didasari niat
ikhlas untuk mengharap ridho-Nya.
Rasulullah menyatakan bahwa mendistribusikan harta dengan cara
memberikannya pada orang lain dapat mencegah pelakunya dari siksa api neraka,
sebagaimana sabdanya :
Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami: Syu‟bah
menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, beliau berkata: Aku mendengar
„Abdullah bin Ma‟qil berkata: Aku mendengar „Adi bin Hatim radhiyallahu „anhu
mengatakan: Aku mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
“Takutlah kalian dari neraka, walau dengan separuh kurma.” ( Shahih Al-Bukhari
hadits nomor 1417)
Mufrodat
اتقوا : bertaqwalah
تمرة : kurma
Kandungan Hadits
Dari hadits ini, kita dapat mengambil pelajaran diantaranya :
Rasulullah memotivasi umatnya untuk bersedekah, baik yang sedikit maupun
banyak. Sabda beliau “walau dengan separuh kurma” menunjukkan betapapun
kecilnya sedekah yang diberikan, ia bermanfaat besar bagi pelakunya. Ia dapat
menjaga dan melindungi pelakunya dari api neraka.
C. Hadits tentang Konsumsi
Dalam ajaran
agama islam mempunyai beberapa prinsip yang harus diterapkan oleh umatnya
ketika sedang mengkonsumsi makanan. Hal dijelaskan dalam al-Qur’an maupun
as-sunnah. Berikut merupakan prinsip-prinsip konsumsi dalam islam beserta
hadisnya.
1.
Hadis tentang memakan makanan halal
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا
زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَا مِرٍ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَا نَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اْلحَلَا لُ بَيِّنٌ
وَاْلحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لَا يَعْلَمُهَا كَثِيْرٌ مِنْ
النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى اْلمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ
وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْ عَى حَوْلَ اْلحِمَى يُو شِكُ أَنْ
يُوَاقِعَهُ أَلَا وَاِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا إِنَّ حِمَى اللهِ فِي
أرْضِهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي اْلجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ
اْلجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ اْلجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ اْلقَلْبُ
Nabi bersabda:
”Halal itu jelas, haram juga jelas, di antara keduanya adalah subhat, tidak
banyak manusia yang mengetahui. Barang siapa menjaga diri dari subhat, maka ia
telah bebas untuk agama dan harga dirinya. Barang siapa yang terjerumus dalam
subhat maka dia diibaratkan penggembala di sekitar tanah yang dilarang yang
dikhawatirkan terjerumus. Ingatlah, sesungguhnya setiap pemimpin punya bumi
larangan. Larangan Allah adalah hal yang diharamkan oleh Allah, ingatlah bahwa
sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging jika baik maka baiklah
seluruhnya, jika jelek maka jeleklah seluruh tubuhnya, ingatlah daging itu
adalah hati.”
(Matan lain:
Muslim 2996, Turmudzi 1126, Nasa’i 4377, Abi Daud 2892, Ibnu Majah 3974, Ahmad
17624, Darimi 2519)
Hadis ini
sesuai firman Allah, bahwa dilarang mengonsumsi barang yang batil dan dengan
cara yang batil pula. (Q.S Al Baqarah, 2:188)[14]
Mufrodat
بَيِّنٌ : jelas
الْمُشَبَّهَاتِ : subhat
مُضْغَةً : segumpal darah
Kandungan Hadist
Ibnu Katsir berkata,
Allah menjelaskan tentang tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Memberi kepada
seluruh makhluknya. Dia kemudian memberitahukan akan izin-Nya terhadap segala
sesuatu (sumber daya) yang ada di bumi untuk dimakan dengan syarat halal,
selama tidak membahayakan akal dan badan.[3]
Halal yang murni,
misalnya adalah buah-buahan, binatang sembelihan, minuman sehat, pakaian dari
kapas atau wol, pernikahan yang sah, warisan, rampasan perang dan hadiah.Haram
yang murni misalnya bangkai, darah, babi, arak, pakaian sutra bagi kaum lelaki,
pernikahan sesama mahram, riba, hasil rampok dan curian.
Sementara diantara
keduanya adalah syubhat. Syubhat adalah beberapa masalah yang diperselisihkan
hukumnya, seperti daging kuda, keledai, biawak, minuman anggur yang memabukkan
apabila banyak, pakaian kulit binatang buas.
Kewajiban seorang
hamba adalah menjauhi segala bentuk syubhat dan syahwat (keinginan) yang
diharamkan, membersihkan hati dan anggota badannya dari segala hal yang dapat
melenyapkan iman. Hal itu dilakukan dengan memperbaiki hati dan anggota
badannya sehingga akan semakin kuat hatinya.
2. Baik/Bergizi
Muslim :
و حَدَّثَنِي أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ اْلعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ
حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ مَرْزُوقٍ حَدَّثَنِي عَدِيُّ بْنَ ثَابِتٍ عَنْ أَبِي
حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللهَ طَيِّبُ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا
وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ اْلمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ اْلمُرْسَلِينَ فَقَالَ
يَاأَيُّهَاالرُّسُلُ كُلُوْا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي
بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيْمٌ وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ
أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَارَبِّ يَارَبِّ وَمَطْعَمُهُ
حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِا لْحَرَامِ
فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
Nabi bersabda:
”Wahai Manusia! Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima sesuatu kecuali
yang baik. Ia memerintahkan pada orang-orang yang beriman apa yang
diperintahkan pada para utusan.”Kemudian baca ayat “Wahai para utusan,
makanlah dari yang baik dan beramAllah yang baik, karena sesungguhnya kami
mengetahui apa yang kalian kerjakan.” Baca ayat lagi “makanlah sesuatu yang
baik dari apa yang kami rezekikan padamu.” Kemudian nabi menuturkan ada seorang
laki-laki yang bepergian jauh, rambutnya
acak-acakan dan kotor. Dia menengadahkan kedua tangannya ke atas seraya berdoa:
‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku’ sedang yang dimakan dan yang diminum serta yang
dipakai adalah berasal dari yang haram, mana mungkin doanya diterima.”
(Matan lain:
Turmudzi 2915, Ahmad 7998, Darimi 2601)[15]
Mufrodat
طَيِّبُ : baik
لَا يَقْبَلُ : tidak diterima
Kandungan Hadits
Gizi
dalam ajaran islam bukan sekedar mengharamkan makanan yang berbahaya bagi
kesehatan seperti bangkai, darah, dan daging babi. Tetapi lebih dari itu, islam
juga memperhatikan tentang kualitas bentuk makanan ysng dihidangkannya. Islam
memberikan motivasi kepada umatnya, agar menyediakan menu-menu yang bermanfaat
dan bergizi.
Maksud
allah menekankan perintah pentingnya memakan makanan yang bergizi disamping
halal adalah karena untuk kebaikan manusia itu sendiri. Makanan bergizi
merupakan makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk memperoleh
kualitas kesehatan yang baik . dan kesehatan yang baik berarti sangat
berpengaruh terhadap kualitas akal dan rohaninya.
3.
Makan
dan Minum secukupnya
Ibnu
Majah :
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَبْدِ اْلمَلِكِ
اْلحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَتْنِي أُمِّي عَنْ أُمِّهَا
أَنَّهَا سَمِعَتْ اْلمِقْدَامَ بْنَ مَعْدِيكَرِبَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مَلَأَ آدَمِيُّ وِعَاءً
شَرًّا مِنْ بَطْنٍ حَسْبُ اْلآدَمِيِّ لُقَيْمَاتُ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ
غَلَبَتْ اْلآدَمِيَّ نَفْسُهُ فَثُلُثٌ لِلطَّعَامِ وَثُلُثٌ لِلشَّرَابِ
وَثُلُثٌ
Rasullah bersabda: “Anak Adam tidak mengisi penuh suatu wadah yang lebih
jelek dari perut, cukuplah bagi mereka itu beberapa suap makan yang dapat
menegakkan punggungnya, apabila kuat keinginannya maka jadikanlah sepertiga
untuk makan, sepertiga untuk minum, sprtiga untuk dirinya atau udara.”(Matan lain, Turmudzi 2320)[16]
Mufrodat
وِعَاءً : wadah
لِلطَّعَامِ : untuk makan
لِلشَّرَاب : untuk minum
لِلشَّرَاب : untuk udara
Kandungan
Hadits
Nabi
Muhammad SAW dan sahabatnya sering kali menahan rasa lapar dan dahaga. Bukan
karena mereka tidak mampu untuk mengkonsumsinya, tetapi karena Allah SWT telah
menetapkan bahwa jalan ini adalah jalan yang paling utama untuk ditempuh oleh
Rasulullah dan para pengikutnya. Inilah yang dilakukan oleh ibnu umar r.a. dan
Umar bin Khattab r.a. padahal mereka mampu dan memiliki banyak makanan.
Manfaat tidak
makn secara berlebihan terhadap perkembangan dan stabilitas rohani:
a.
Hati
yang menjadi lunak
b.
Pikiran
menjadi cemerlang
c.
Jiwa
menjadi jernih
d.
Emosi
menjadi rendah[17]
4.
Tidak Mengandung Riba, Tidak Kotor/Najis dan Tidak Menjijikkan
Muslim:
حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ
اْلأَيْلِيّ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ
عَنْ ثَوْرِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أبِي اْلغَيْثِ عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ اْلمُوبِقَاتِ قِيلَ يَارَسُولَ
اللهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ
الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَأَكْلُ
الرِّبَا وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ اْلمُحْصِنَاتِ اْلغَافِلَاتِ
الْمُؤْمِنَاتِ
Nabi bersabda:”Jauhilah
tubuh perkara yang dapat merusak, yaitu syirik, sihir, membunuh orang kecuali
dengan alasan yang dibenarkan, makan
harta anak yatim, makan riba, berpaling dari barisan perang, dan menuduh
berzina perempuan mukminat yang terpelihara atau yang lalai.” (Matan lain: Bukhori 2560, Nasa’i 3611, Abi Daud 2490)[18]
Mufrodat
اجْتَنِبُوا :
jauhilah
مَالِ الْيَتِيمِ :
harta anak yatim
الرِّبَا :
riba
Kandungan
Hadits
Orang
yang takut kepada Allah tentu akan peduli darimana ia mendapatkan harta dan
bagaimana ia menggunakannya. Mereka pasti akan takut jika harta yang
dimilikinya merupakan hasil dari pencurian, suap, kegiatan ribawi, atau gaji
dari pekerjaan haram. Karena, pada hari kiamat ia akan ditanya tentang hartanya
darimana ia peroleh dan bagaimana menggunakannya. Bagi mereka yang tidak peduli
akan hal tersebut akan mengalami kerugian dan kehancuran besar.
5.
Bukan dari Hasil Suap
Ahmad:
حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي
ذِئْبٍ وَيَزِيْدُ قَالَ أَخْبَرَنَا ابْنُ أبِي ذِئْبٍ عَنِ الْحَارِثِ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍ و عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ قَالَ يَزِيْدُ لَعْنَةُ
اللهِ عَلَى الرَّا شِي وَالْمُرْتَشِي
Ibnu Umar
berkata;” Nabi melaknat penyuap dan yang
disuap, Yazid
menambah ; Allah melaknat penyuap dan yang di suap.”(Matan lain: Turmudzi 1257, Abi Daud 3109, Ibnu Majah 2304)
Mufrodat
لَعْنَةُ اللهِ : Allah melaknat
الرَّا شِي :
penyuap
الْمُرْتَشِي : yang
disuap
Kandungan
Hadits
Menyuap dalam masalah hukum adalah
memberikan sesuatu baik berupa barang maupun lainnya dengan tujuan tertentu.
Suap menyuap sangat berbahaya karena merusak tatanan atau sistem yang ada di
masyarakat, dan melecehkan hak orang lain. Oleh sebab itu, Islam melarang
perbuatan tersebut dan termasuk dosa besar yang dilaknat Allah. Harta yang diterima
dari suap menyuap tergolong harta yang diperoleh melalui jalan batil, (Q.S Al
Baqarah 2:188) sehingga diharamkan untuk dikonsumsi.[19]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi kesimpulannya kita dalam memproduksi itu menciptakan nilai guna suatu barang ataupun jasa dengan
tujuan untuk mewujudkan kepuasan pada kebutuhan untuk kemaslahatan manusiawi
yang mana tidak hanya untuk individu personal namun juga untuk kemaslahatan
masyarakat.
Dalam mengkonsumsi barang itu harus baik dan
bergizi, tidak najis, halal dan bukan dari suap dan riba. Distribusi sendiri
itu penyaluran barang dan jasa yang berupa penyaluran atau penyampaian barang atau
jasa dari produsen ke konsumen dan Rasulullah melarang kita menimbun
barang dan melarang monopoli barang saat distribusi.
- MAKALAH HADITS TENTANG PRODUKSI, KONSUMSI, DAN DISTRIBUSI
- SHALAT SEORANG MUSAFIR
- HADIS TENTANG NILAI DASAR EKONOMI DAN MOTIVASI EKONOMI
- HADIS-HADIS TENTANG ETIKA BISNIS DALAM ISLAM
- MAKALAH TENTANG MACAM-MACAM LEMBAGA TINGGI NEGARA
- ESSAY TENTANG FAKTA VIRUS CORONA DAN SOLUSI ISLAM
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qilmani, Abu
Dzar. Kunci Mencari Rejeki Yang Halal. Jakarta: Mizan. 2004.
Diana, Ilfi N., Hadis-hadis Ekonomi. Cet. 1. UIN-Malang Press:
Anggota IKAPI. Malang. 2008
Manan, Muhammad Abdul. Ekonomi Islam teori dan praktek. Jakarta:
Intermesa, 1992.
Rodin, Dede. Tafsir Ayat Ekonomi. Semarang: CV. Karya Abadi Jaya. 2015.
[1] Dede Rodin, Tafsir Ayat Ekonomi, Semarang:CV. Karya Abadi Jaya,
2015, hal.106.
[2] Idri, Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi, Jakarta: Prenadamedia
Group, 2016, hal.61.
[3] Ibid.
[4] Ibid, hlm. 63
[5] Ibid.
[6] Muhammad Abdul Manan, Ekonomi Islam:teori dan praktek, Jakarta:
Intermesa, 1992, hal.55
[7] Idri, Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi, Jakarta: Prenadamedia
Group, 2016, hal. 66.
[8] Ibid, hal. 64-65
[9] Ibid, hal. 87
[10] Ibid.
[11] Ibid, hal. 67-68.
[12] Idri, Tafsir Ekonomi, (Jakarta: Prenamedia Group, cet ke-2, 2016), hlm. 128
[13] Ibid.
[14] Ilfi Nur Diana, 2008, Hadis-hadis Ekonomi, Cet. 1,
UIN-Malang Press(Anggota IKAPI), Malang, hal. 57-58.
[15] Ibid, hal.
58-59.
[16] Ibid, 59-60.
[17] Abu Dzar Al-Qilmani, Kunci Mencari
Rejeki Yang Halal, (Jakarta:Mizan, 2004), hal. 159.
[18] Ibid, hal.
60-61.
[19] Ibid, hal.
61-62.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar