Latar Belakang
Pengaturan
tentang pemeriksaan pajak telah diatur dalam Undang-Undang No. 6 tahun 1983
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, kemudian diubah menjadi
Undang-Undang No. 28 tahun 2007 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang No. 16 tahun 2009 serta dalam peraturan Menteri Keuangan No. 82/PMK.03/2013
tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak. Namun, masih banyak pelanggaran yang
dilakukan oleh WP dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak.
Penegakan hukum
dibidang perpajakan merupakan upaya terakhir yang dilakukan oleh Direktorat
Jendral Pajak. Direktorat Jendral Pajakakan melakukan penegakan hukum berupa
pemeriksaan atau penyidikan dan apabila WP tidak menggunakan kesempatan untuk
melakukan perbaikan.
Berdasarkan
upaya-upaya pemerintah yang begitu keras dalam menerapkan undang-undang
perpajakan ini maka pemeriksaan dan penyidikan pajak terhadap WP perlu
dilakukan untuk menanbah devisa bagi keuangan Negara yang berperan utama dalam
pembiayaan Negara dan pembangunan nasional.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud pemeriksaan dan penyidikan
pajak?
2.
Apa saja dasar-dasar yang mengatur pemeriksaan
dan penyidikan pajak?
3.
Apa saja metode dan
teknik pemeriksaan pajak?
4.
Bagaimana proses
pelaksanaa pemeriksaan bukti permulaan?
5.
Apa yang dimaksud penyidik dan penyidikan tindak pidana pajak?
Dan apa saja tugas dan wewenangnya?
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian pemeriksaan dan
penyidikan pajak
2. Untuk
mengetahui dasar-dasar yang mengatur pemeriksaan dan penyidikan pajak
3. Untuk
mengetahui metode dan teknik
pemeriksaan pajak
4. Untuk mengetahui proses
pelaksanaa pemeriksaan bukti permulaan
5. Untuk mengetahui pengertian penyidik dan penyidikan
tindak pidana pajak serta mengetahui tugas dan wewenangnya
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Pemeriksaan
pajak dan penyidikan
Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan
secara obyektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam hal
pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa pajak yang dimana merupakan Pegawai Negeri
Sipil di lingkungan Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas wewenang, serta
tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan.
Kriteria dalam melakukan pemeriksaan pajak
yaitu dengan Pemeriksaan Kantor dimana Pemeriksaan yang dilakukan di kantor
Direktorat Jenderal Pajak serta Pemeriksaan Lapangan yang dilakukan di tempat
tinggal atau kedudukan wajib pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
wajib pajak, dan/atau tempat lain.
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak dapat dilakukan dengan jenis Pemeriksaan
Lapangan. Dalam hal tertentu, pemeriksaan dapat dilakukan dengan jenis
Pemeriksaan Kantor, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak. Pemeriksaan yang dilakukan dalam hal Pemeriksaan untuk Tujuan Lain dalam
rangka melaksanakan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan dapat
dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan. [1]
Standar pemeriksaan pajak meliputi standar
umum, standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil Pemeriksaan.
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang disusun sesuai
standar pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:[2]
a.
Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara
ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai
dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan
yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang
terkait dengan Pemeriksaan.
b.
Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sekurang-kurangnya memuat:
1) Penugasan Pemeriksaan;
2) Identitas Wajib Pajak;
3) Pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak;
4) Pemenuhan kewajiban perpajakan;
5) Data/informasi yang tersedia;
6) Buku dan dokumen yang dipinjam;
7) Materi yang diperiksa;
8) Uraian hasil Pemeriksaan;
9) Ikhtisar hasil Pemeriksaan;
10) Penghitungan pajak terutang; dan
11) Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak.
Penyidikan merupakan proses kelanjutan dari
hasil pemeriksaan yang mengindikasikan bukti permulaan. Tujuan utama dari
dilakukannya proses penyidikan adalah untuk menemukan bukti sekaligus tersangka
yang melakukan tindak pidana dalam perpajakan. Secara sederhana, bukti
permulaan merupakan keadaan, bukti, atau benda yang memberi petunjuk adanya
suatu tindak pidana perpajakan. Berdasarkan Pasal 1 angka 31 UU Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (KUP), penyidikan pajak atau lebih tepatnya penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti. Pengumpulan bukti itu
ditujukan untuk membuat suatu tindak pidana perpajakan menjadi terang atau
jelas serta dapat ditemukan tersangkanya. Penyidikan tindak pidana perpajakan
ini dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum
Pidana.
Berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU KUP,
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh
Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di lingkungan DJP yang diberi
wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Tugas
utama dari penyidik adalah untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dapat
membuat suatu tindak pidana perpajakan menjadi jelas dan pada akhirnya dapat
ditemukan tersangkanya.
Selain itu, penyidik harus memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum
melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan
ketentuan yang diatur UU Hukum Acara Pidana. Selain itu, apabila diperlukan,
penyidik juga dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain demi kelancaran
proses penyidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik pajak juga harus
tunduk pada norma penyidikan dan memperhatikan asas hukum.
Dasar Hukum Pemeriksaan
pajak dan penyidikan
Berdasarkan dengan peraturan
perundang-undangan yang ada yaitu Pengaturan tentang pemeriksaan pajak diatur
dalam Undang-Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan diubah menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan serta berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
199/PMK.03/2007 diubah menjadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.
Pengaturan tentang penyidikan pajak diatur
dalam :
1.
Pengaturan tentang pemeriksaan pajak diatur
dalam Undang-Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan diubah menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan.
2.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-202/PMK.03/2007
tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang
Perpajakan.
3.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-130/PMK.03/2009
tentang Tata Cara Penghentian Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk
Kepentingan Penerimaan Negara
4.
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-47/PJ/2009 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Terhadap Wajib Pajak yang
Diduga Melakukan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
5. Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-272/PJ/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang
Perpajakan.
Metode dan Teknik Pemeriksaan Pajak
Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa Pemeriksaan adalah serangkaian
kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan/atau bukti yang dilaksanakan
secara objektif dan proporsional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tugas
pemeriksa atas laporan keuangan ini pada umunya meliputi peninjauan kembali
prosedur kegiatan, prosedur akuntansi, evaluasi hasil usaha, dan lain
sebagainya.
Tujuan pemeriksaan pajak dan kewenangan pihak
yang melakukan pemeriksaan sebagaimana dimuat dalam Pasal 29 Ayat (1)
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan, “Direktur
Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undang an perpajakan”
Terdapat dua metode pemeriksaan pajak yakni :
a)
Metode Langsung merupakan teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan
untuk menguji kebenaran pos-pos diperiksa yang dilakukan secara langsung
terhadap buku, catatan, dan dokumen terkait dengan pos-pos yang diperiksa.
Pengunaan Metode Langsung atas kebenaran/validitas angka-angka SPT
secara langsung terhadap :
·
Laporan keuangan
·
Sistem akuntansi/pembukuan (catatan, jurnal,
buku besar/ledger/trial balance, dsb)
·
Dokumen-dokumen pendukung pencatatan
b) Metode Tidak Langsung merupakan teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan
untuk menguji kebenaran pos-pos diperiksa yang dilakukan secara tidak langsung
melalui suatu pendekatan penghitungan tertentu.
Pengunaan Metode Tidak Langsung
·
Digunakan dalam hal Metode Langsung tidak
dapat diterapkan.
·
Pemeriksa Pajak harus memiliki bukti bahwa
Metode Langsung tidak dapat digunakan..
·
Dapat digunakan untuk mendukung penggunaan
Metode Langsung atau untuk melakukan identifikasi masalah.
·
Pemeriksa Pajak dapat menggunakan satu atau
lebih pendekatan Metode Tidak Langsung dalam melakukan pemeriksaan.
Pendekatan Dalam Metode Tidak Langsung
Terdapat 6 (enam) pendekatan, yaitu :
·
Transaksi Tunai dan Bank;
·
Sumber
dan Penggunaan Dana;
·
Penghitungan Rasio;
·
Satuan dan/atau Volume;
·
Penghitungan Biaya Hidup;
·
Pertambahan Kekayaan Bersih (Net Worth).
Adapun beberapa Teknik pemeriksaan pajak yakni :
a. pemanfaatan
informasi internal dan/atau eksternal Direktorat Jenderal Pajak;
b. pengujian
keabsahan dokumen;
c. evaluasi;
d. analisis
angka-angka;
e. penelusuran
angka-angka (tracing);
f. penelusuran
bukti;
g. pengujian
keterkaitan;
h. ekualisasi
atau rekonsiliasi;
i.
permintaan keterangan atau bukti;
j.
konfirmasi;
k. inspeksi;
l.
pengujian kebenaran fisik;
m. pengujian
kebenaran penghitungan matematis;
n. wawancara;
o. uji
petik (sampling);
p. Teknik
Audit Berbantuan Komputer (TABK); dan/atau
q. Teknik-teknik
Pemeriksaan lainnya.
Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pemeriksaan Bukti Permulaan adaiah pemeriksaan
yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. Bukti Permulaan adalah keadaan,
perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat
memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu
tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.[3]
Dalam pemeriksaan bukti permulaan pemeriksa
juga harus melaporkan :
·
Modus operandi
·
Uraian perbuatan yang memenuhi unsur-unsur
pidana di bidang perpajakan
·
Rincian macam dan jenis barang bukti yang
diperoleh (diamankan)
·
Nama dan identitas tersangka dan saksi, serta
·
Kesimpulan dan Usul Pemeriksa
Berdasarkan Pasal 43A ayat (1) Undang-Undang
KUP ditegaskan bahwa Direktur Jenderal Pajak berdasarkan informasi, data,
laporan, dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum
dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Pemeriksaan Bukti
Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan Bukti Permulaan
tentang adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Sementara Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa
keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan
kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara. [4]
Ketentuan lebih lanjut terkait Tata Cara
Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak PidanaBidang Perpajakan diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/PMK.03/2014. Direktur Jenderal Pajak
berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan Informasi, Data, Laporan,
dan Pengaduan (IDLP) yang diterima atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak,
dikembangkan dan dianalisis melalui kegiatan intelijen atau pengamatan.
Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan dengan indikasi kuat adanya Tindak
Pidana di Bidang Perpajakan yang ditemukan dari hasil pengembangan Pemeriksaan
Bukti Permulaan atau Penyidikan dapat langsung ditindaklanjuti dengan
Pemeriksaan Bukti Permulaan. Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan yang
berkaitan dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak baik yang
belum maupun telah diterbitkan surat ketetapan pajak.
Adapan tahap-tahap pelaksanaan Pemeriksaan
Bukti Permulaan secara ringkas dapat - dijelaskan sebagai berikut:
1) Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan berdasarkan
instruksi Pemeriksaan Bukti Permulaan.
2) Tim Pemeriksa Bukti Permulaan wajib meminjam dan mengamankan berkas-berkas
Wajib Pajak yang diperlukan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan yang ada di
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
3) Semua dokumen, catatan, pembukuan dan atau data elektronik yang berkaitan
dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan baik yang dikuasai Wajib Pajak ataupun pihak
ketiga wajib dipinjam dan diamankan oleh Tim Pemeriksaan Bukti Permulaan.
4) Apabila memang diperlukan Pemeriksa Bukti Permulaan berwenang melakukan
penyegelan.
5) Pemeriksa Bukti Permulaan harus memanggil para calon tersangka, calon
saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang berkaitan untuk memperoleh keterangan
yang diperlukan dan harus dituangkan dalam bentuk Berita Acara Permintaan Keterangan.
6) Apabila hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan menunjukkan bahwa telah terdapat
bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan yang cukup, maka barulah
diusulkan untuk ditindaklanjuti dengan Penyidikan.[5]
Ruang lingkup Pemeriksaan Bukti Permulaan yaitu
dugaan suatu Peristiwa Pidana yang ditentukan dalam Surat Perintah Pemeriksaan
Bukti Permulaan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan dibagi menjadi 2
(dua) jenis yaitu:
a. secara terbuka; atau
b. secara tertutup.
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilakukan
dengan pemberitahuan secara tertulis perihal Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada
orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dilakukan tanpa pemberitahuan
tentang adanya Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang
dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Penyidik dan Penyidikan
Tindak Pidana Pajak
Ø Pengertian Penyidik Pajak
Berdasarkan pasal 44 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 tentang KUP, penyidik
tindak pidana di bidang perpajakan adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS)
tertentudi lingkungan Dirjen Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan.
Tugas utama penyidik pajak adalah untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang
dapat membuat suatu tindak pidana perpajakan menjadi jelas dan pada akhirnya
dapat ditemukan tersangkanya.
Ø Pengertian Penyidikan Pajak
Menurut pasal 1 angka 31 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP), penyidikan pajak atau lebih tepatnya penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dimana pengumpulan bukti
itu ditujukan untuk membuat suatu tindak pidana perpajakan menjadi terang/
jelas serta dapat ditemukan tersangkanya berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam UU Hukum Pidana.
Tujuan utama dilakukannya penyidikan pajak adalah untuk menemukan bukti sekaligus
tersangka yang melakukan tindak pidana dalam perpajakan.[6]
Ø Pihak yang Melakukan Penyidikan
Penyelidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNS) tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang
perpajakan.
Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikannya kepada penuntut umum melalui Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang Hukum Acara Pidana.
Penyidik dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta bantuan aparat penegak hukum
lain.[7]
Ø Wewenang Penyidik
Wewenang Penyidik di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak adalah :
1) Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas
2) Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan
3) Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan
4) Menerima buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perpajakan
5) Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut
6) Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana perpajakan
7) Menyuruh berhenti dan/ atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas, benda,
atau dokumen yang dibawa
8) Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan
9) Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi
10) Menghentikan penyelidikan
11) Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang- undangan.
Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh
penyidik antara lain :
1) Pemanggilan tersangka atau saksi
2) Pembatasan kebebasan orang yang dipanggil (dilakukan kalau perlu sekali)
3) Penggeledahan
4) Pemeriksaan tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti
5) Penyitaan, dan
6) Mengambil alih dan/ atau menyimpan barang- barang tertentu.[8]
Dalam penyidikan pajak terdapat beberapa hal yang tidak boleh dilakukan
oleh penyidik terhadap wajib pajak, yaitu :
1)
Melakukan penahanan
2)
Melakukan penangkapan
Selain kewenangan yang dimiliki, dalam melaksanakan tugasnya, penyidik
pajak tunduk pada Norma Penyidikan, yang meliputi
1) Dalam melaksanakan tugasnya penyidik pajak harus berlandaskan kepada
ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan, KUHAP dan hukum pidana yang
berlaku.
2) Penyidik pajak sebagai penegak hukum wajib memelihara dan meningkatkan
sikap terpuji sejalan dengan tugas, fungsi, wewenang serta tanggung jawabnya.
3) Penyidik pajak harus membawa tanda pengenal pajak dan surat perintah
penyidikan pada saat melakukan penyidikan.
4) Penyidik dapat dibantu oleh petugas pajak lain atas tanggung jawabnya
berdasarkan izin tertulis dari atasannya.
5) Penyidikan dilaksanakan berdasarkan Laporan Bukti Permulaan dan Surat
Perintah Penyidikan.
6) Penyidik pajak dalam setiap tindakannya harus membuat Laporan dan Berita
Acara.
Ø Tata Cara Penyidikan Pajak
Tata cara penyidikan yang dilaksanakan oleh Penyidik Pajak, dapat
disebutkan sebagai berikut :
1) Penyidik pajak harus memperlihatkan Surat perintah Penyidikan yang telah
ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Wilayah;
2) Memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penyidik Polri dan Jaksa
Penuntut Umum;
3) Menyampaikan Hasil Penyidikan kepada Jaksa Penuntut Umum melalui Penyidik
Polri;
4) Bila penyidik melakukan penggeledahan atau penyitaan, terlebih dahulu harus
ada izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, kecuali dalam keadaan mendesak;
5) Dalam melakukan penggeledahan atau penyitaan harus ada 2 orang saksi;
6) Membuat Berita Acara Sita serta ditandatangani oleh Wajib Pajak dan
Penyidik Pajak;
7) Bila tersangka dikhawatirkan akan meninggalkan wilayah Indonesia maka
penyidik pajak dapat segera meminta bantuan kepada Kejaksaan Agung untuk
melakukan pencekalan.
8) Penyidik menyelesaikan penyusunan berkas perkara yang terdiri dari :
a. Berita Acara Pendapat/Resume
b. Penyusunan isi Berkas
c. Pemberkasan.
Ø Tahapan Penyidikan Pajak
Dalam melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, ada beberapa
tahapan yang akan dilaksanakan. Tahapan- tahapan tersebut adalah :
1) Tahap Pengamatan
Pengamatan di definisikan sebagai serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh Petugas Direktorat Jenderal Pajak untuk mencocokan
dengan kenyataan, membahas dan mengembangkan lebih lanjut akan informasi, data,
laporan dan/atau pengaduan yang memberi petunjuk adanya dugaan telah terjadi
tindak pidana di bidang perpajakan.
2) Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pemeriksaan bukti permulaan dimaksudkan untuk
mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana
di bidang perpajakan. Pemeriksaan bukti permulaan pada dasarnya adalah
pemeriksaan pajak dimana pedoman dan tata caranya tetap mengacu pada ketentuan
yang berlaku mengenai tata cara pemeriksaan di bidang perpajakan.
Setelah selesai pemeriksaan bukti permulaan
selanjutnya dibuat Laporan Bukti Permulaan dengan disertai kesimpulan dan usul
tindak lanjutnya kepada pejabat yang berwenang atau yang memberi perintah.
3) Tahap Penyidikan termasuk Pembuatan Berita Acara dan Pemberkasan
Apabila dari pemeriksaan bukti permulaan
kemudian ditindaklanjuti dengan tindakan penyidikan, maka atasan pemeriksa
pajak setelah menilai dan memberikan pertimbangan atau usul pemeriksa,
mengusulkan kepada Direktur Jenderal Pajak atau Pejabat untuk dilakukan
penyidikan melalui Direktur Pemeriksaan Pajak.
Setelah Direktur Jenderal Pajak mempelajari
dan mempertimbangkan usul Direktur Pemeriksaan Pajak, selanjutnya memberi
instruksi untuk melanjutkan penyidikan. Surat Perintah Penyidikan
ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk olehnya.
Setelah penyidik pajak menerima Surat Perintah
Penyidikan, kewajiban yang mula- mula harus dilakukan adalah memberitahukan
saat dimulainya penyidikan kepada Jaksa/Penuntut Umum melalui Penyidik Polri.
Selanjutnya mulailah Penyidik Pajak melakukan
tindakan penyidikan di bidang perpajakan, dengan tetap memperhatikan dan
berpedoman pada ketentuan Hukum Acara Pidana yang berlaku, yaitu KUHAP.[9]
Ø Penghentian Pelaksanaan Penyidikan
Setiap tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pajak, dapat
dihentikan dalam hal-hal sebagai berikut, jika :
1) Tidak terdapat cukup bukti
2) Peristiwanya bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan
3) Peristiwanya telah kadaluwarsa
4) Tersangkanya meninggal dunia, atau
5) Untuk kepentingan penerimaan Negara, atas permintaan Menteri Keuangan,
Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang
dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak/
kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.[10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan
secara obyektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penyidikan merupakan proses kelanjutan dari
hasil pemeriksaan yang mengindikasikan bukti permulaan. Tujuan utama dari
dilakukannya proses penyidikan adalah untuk menemukan bukti sekaligus tersangka
yang melakukan tindak pidana dalam perpajakan.
Pemeriksaan pajak diatur dalam UU No. 6 tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan serta berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007
diubah menjadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.
Metode dan Teknik Pemeriksaan Pajak Pasal 1
angka 25 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan proporsional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Tujuan pemeriksaan pajak dan kewenangan pihak
yang melakukan pemeriksaan sebagaimana dimuat dalam Pasal 29 Ayat (1)
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan, “Direktur
Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undang an perpajakan” Terdapat dua metode
pemeriksaan pajak yakni :
a) Metode
Langsung merupakan teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan untuk menguji
kebenaran pos-pos diperiksa yang dilakukan secara langsung terhadap buku,
catatan, dan dokumen terkait dengan pos-pos yang diperiksa.
b) Metode
Tidak Langsung merupakan teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan untuk
menguji kebenaran pos-pos diperiksa yang dilakukan secara tidak langsung
melalui suatu pendekatan penghitungan tertentu.
Dalam pemeriksaan bukti permulaan pemeriksa
juga harus melaporkan : Modus operandi, Uraian perbuatan yang memenuhi
unsur-unsur pidana di bidang perpajakan, Rincian macam dan jenis barang bukti
yang diperoleh (diamankan), Nama dan identitas tersangka dan saksi, serta
Kesimpulan dan Usul Pemeriksa Berdasarkan Pasal 43A ayat (1) Undang-Undang KUP
ditegaskan bahwa Direktur Jenderal Pajak berdasarkan informasi, data, laporan,
dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Pemeriksaan Bukti Permulaan dibagi menjadi 2 (dua) jenis
yaitu secara terbuka atau secara tertutup.
Tugas utama penyidik pajak adalah untuk
mencari dan mengumpulkan bukti yang dapat membuat suatu tindak pidana
perpajakan menjadi jelas dan pada akhirnya dapat ditemukan tersangkanya.
Tujuan utama dilakukannya penyidikan pajak
adalah untuk menemukan bukti sekaligus tersangka yang melakukan tindak pidana
dalam perpajakan.
Penyelidikan tindak pidana di bidang
perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNS)
tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus
sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Nur, SE, ME, Ak, BKP, Hidayat Pemeriksaan Pajak
Menghindari & Menghadapi (Jakarta: Elex Media Komutindo KOMPAS
GRAMEDIA, 2013), hlm. 1-7.
Waluyo, Akuntansi Pajak (Jakarta: Salemba, 2008),
hlm. 309-311.
Asrul H, Nufransa W,S,. Tax Amnesty Itu Muda,
(Jakarta Selatan : PT Visimedia Pustaka, 2016) hal 17-44.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
239/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di
Bidang Perpajakan.
Trihadi Waluyo, Pemeriksaan atau Pmeriksaan Bukti
Permulaan Dalam Rangka Penegakaan Hukum Di Bidang Perpajakan, SNKN 2018 |
SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA.
Undang-Undang No. 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dr. Bustamar Ayza, Hukum Pajak Indonesia,
(Jakarta: KENCANA, 2017), hlm. 237.
Erly Suandy, Hukum Pajak : Edisi 7,
(Jakarta Selatan: Salemba Empat, 2017), hlm. 223-224.
Junisa Angelia Taroreh, Pemeriksaan dan
Penyidikan Terhadap Pelanggaran Pajak, diakses dari : https://media.neliti.com/media/publications/3033-ID-pemeriksaan-dan-penyidikan-terhadap-pelanggaran-pajak.pdf, diakses pada tanggal 20 Nopember 2021, pukul
: 22.01.
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
- Makalah Hukum Jaminan Dalam Bank Syari’ah
- Makalah Tentang Mudharabah
- Jurnal Tentang Gadai Sebagai Alternatif Pembiayaan
- Manfaat Dan Hikmah Mempelajari Filsafat Ilmu
- Makalah Pemeriksaan Dan Penyidikan Pajak
- Makalah Penggunaan Kata Baku Dan Kata Tidak Baku
- Makalah Karangan, Serta Hubungan Membaca Dan Mengarang
- Jurnal Kelembagaan Pasar Modal (Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Lembaga Kliring dan Penjaminan)
[1] Dr. Nur, SE,
ME, Ak, BKP, Hidayat Pemeriksaan Pajak Menghindari & Menghadapi (Jakarta:
Elex Media Komutindo KOMPAS GRAMEDIA, 2013), hlm. 1-7.
[2] Waluyo, Akuntansi
Pajak (Jakarta: Salemba, 2008), hlm. 309-311.
[3] Asrul H,
Nufransa W,S,. Tax Amnesty Itu Muda, (Jakarta Selatan : PT Visimedia Pustaka, 2016) hal
17-44
[4] Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 239/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara
Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
[5] Trihadi Waluyo,
Pemeriksaan atau Pmeriksaan Bukti Permulaan Dalam Rangka Penegakaan Hukum Di
Bidang Perpajakan, SNKN 2018 | SIMPOSIUM NASIONAL KEUANGAN NEGARA
[6] Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
[7] Dr. Bustamar
Ayza, Hukum Pajak Indonesia, (Jakarta: KENCANA, 2017), hlm. 237.
[8] Erly Suandy, Hukum
Pajak : Edisi 7, (Jakarta Selatan: Salemba Empat, 2017), hlm. 223-224.
[9] Junisa Angelia Taroreh, Pemeriksaan dan
Penyidikan Terhadap Pelanggaran Pajak, diakses dari : https://media.neliti.com/media/publications/3033-ID-pemeriksaan-dan-penyidikan-terhadap-pelanggaran-pajak.pdf, diakses pada
tanggal 20 Nopember 2021, pukul : 22.01.
[10] Erly Suandy, Hukum Pajak : Edisi 7, (Jakarta Selatan: Salemba Empat, 2017), hlm. 224.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar