BAB I
PEDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pasar
mendapat kedudukan yang penting dalam perekonomian islam. Rasulullah SAW. Sangat
menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang
adil. Oleh karena itu, islam melaksanakan adanya moralitas, seperti
persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan, dan keadilan. Implementasi
nilai-nilai moralitas tersebut dalam pasar merupakan tanggung jawab bagi setiap
pelaku pasar. Bagi seorang muslim, nilai-nilai ini merupakan refleksi dan
keimanannya kepada Allah SWT., Bahkan Rasulullah SAW. Memerankan dirinya
sebagai muhtasib dipasar. Beliau menegur langsung transaksi perdagangan yang
tidak mengindahkan nilai-nilai moralitas.
Pada
masa Rasulullah nilai-nilai moralitas sangat diperhatikan dalam kehidupan
pasar. Bahkan, sampai pada masa awal kerasulannya, beliau adalah seorang pelaku
pasar yang aktif, dan kemudian menjadi seorang pengawas pasar yang cermat
sampai akhir hayatnya.Beliau telah memulai pengalaman dagangnya sejak usia 12
tahun, yaitu ketika diajak pamannya, Abu Thalib, berdagang ke Negeri Syam.
Kemudian, sejalan dengan usianya yang semakin dewasa, beliau kembali berdagang,baik
berdagang dengan modal sendiri atau bekerja sama dengan orang lain. Orang yang
diajak bekerja sama adalah Khadijah yang kelak menjadi istrinya . Bahkan
setelah berkeluarga pun beliau tetap berdagang dipasar-pasar lokal sekitar
Mekkah. Nabi Muhmmad adalah seorang yang pedangang yang profeisonal dan jujur,
sehingga beliau mendapat gelar Al-AMIN dari Arab. Setelah beliau diangkat
menjadi Rasul, kegiatan pasar memang tidak seaktif sebelumnya. Karena tantangan
dakwah lebih berat, tetapi perhatian beliau terhadap pasar tidak berkurang.
Bahkan ketika kaum muslimin berhijrah ke Madinah, peran beliau banyak ke pasar
menjadi mutasabih.
Dengan
peran ini beliau mengawasi jalannya mekanisme pasar di Madinah agar tetap
berlangsung secara islami. Dari hal-hal yang dilakukan Rasulullah itu dapat
dipahami bahwa pasar merupakan hukum yang harus dijunjung tinggi. Artinya tidak
ada seseorang pun secara individual yang dapat mempengaruhi pasar, sebab pasar
merupakan kegiatan kolektif yang telah menjadi ketentuan Allah.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa itu
Bisnis pada Umumnya dan Islami dan Etika Bisnis ?
2. Apa saja
Tujuan Bisnis Islam ?
3. Bagaimana
Etika Bisnis dalam Islam ?
4. Apa saja
Praktek Bisnis Yang Dibolehkan ?
5. Apa saja
Praktek Bisnis yang di Haramkan ?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan sebagai berikut:
1. Mampu
mengetahui Bisnis pada Umumnya dan Islami dan Etika Bisnis.
2. Mampu
mengetahui Tujuan Bisnis Islam.
3. Mampu
mengetahui Etika Bisnis dalam Islam.
4. Mampu
mengetahui Praktek Bisnis Yang Dibolehkan.
5. Mampu
mengetahui Praktek Bisnis yang di Haramkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bisnis pada Umumnya dan Islami dan Etika Bisnis
Bisnis
adalah sebuah aktifitas yang mengarah pada tingkatan nilai tambah melalui
proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi).[1] Skinner
mengatakan bisnis adalah pertukaran barang, jasa, uang yang saling
menguntungkan atau memberi manfaat. Sementara Anorage dan Attner mendefinisikan
bisnis sebagai aktivitas jual beli barang dan jasa.
Bisnis
Islam adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak
dibatasi julmah kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun
dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan
halal dan haram.
Etika
adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan menentukan apa
yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang individu. Etika bisnis,
kadang menunjuk pada etika menejemen atau etika organisasi, yang secara
sederhana membatasi kerangka acuannya kepada konsepsi sebuah organisasi
Dalam
Islam, istilah paling dekat berhubungan dengan istilah etika di dalam al-Qur’an
adalah khuluq. Al-Qur’an juga menggunakan sejumlah Istilah lain untuk
menggambarkan konseptentang kebaikan: khayr (kebaikan), birr (kebenaran), qist
(persamaan), ‘adl (kesetaraan daan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan),
ma’ruf (mengetahui dan menyetujui), dan taqwa (ketakwaan).
B. Tujuan
Bisnis Islam
Bisnis
dapat didefinisikan sebagai pertukaran barang, jasa atau uang yang saling
menguntungkan atau memberi manfaat. Ada yang mengartikan, bisnis sebagai suatu
organisasi yang menjalankan aktifitas produksi dan distribusi atau penjualan
barang dan jasa-jasa yang di inginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit
(keuntungan). Barang yang dimaksud adalah suatu produk yang secara fisik
memiliki wujud (dapat di indera) sedang jasa adalah aktifitas-aktifitas yang
memberi manfaat kepada konsumen atau pelaku bisnis lainnya.[2]
Pelaku
bisnis akan melakukan aktifitas bisnisnya dalam bentuk;
1. Memproduksi
dan atau mendistribusikan barang dan jasa
2. Mencari
keuntungan
3. Mencoba
memuaskan keinginan konsumen.
Islam
memutuskan setiap muslim mempunyai tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan
salah satu pokok yang memungkinkan manusia mencari nafkah. Allah melapangkan
bumi dan sisi-Nya dengan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia untuk mencari rezeki, antara lain firman Allah SWT surah al-Mulk ayat:
15
“Dialah
yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya
dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya”.
Di samping
ajaran untuk mencari rezeki, islam sangat menekankan atau mewajibkan
aspek kehalalan, baik dari segi peroleh maupun pendayagunanya (pengolahan dan
pembelajaran). Sebagaimana hadis Nabi saw. Bahwa: “Kedua telapak kaki anak Adam
di hari kiamat masih belum beranjak sebelum ditanya kepadanya lima perkara:
tentang umurnya, apa yang dilakukannya, tentang masa mudanya, apa yang
dilakukannya, tentang hartanya, darimana memperoleh dan untuk apa di
belanjakannya dan tentang ilmunya, apa yang dia kerjakan tentang ilmunya.
Firman
Allah selanjutnya dan berdzikirlah kamu kepada Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung “. Yakni ketika kalian sedang melakukan jual beli , dan ada saat
kalian mengambil dan memberi hendaklah selalu ingat pada Allah dan janganlah
kesibukan dunia melupakan kalian dari hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupan
akhirat. Oleh karena itu di dalam hadits disebut
مّنْ دَخَلَ سُوْقًا مِنَ
اْلآَسْوَاقِ فقال: لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, لَهُ
اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ, كُتِبَ لَهُ
أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ.
Artinya: “
Barangsiapa masuk ke salah satu pasar, kemudian dia mengucapkan: “ Tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang maha esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya, kerajaan bagi-Nya, dan Dia maha Kuasa atas segala sesuatu, “ maka
Allah akan mencatat baginya sejuta kebaikan dan akan menghapuskan darinya
sejuta keburukan.”
Bila kita
hubungkan dengan aspek ekonomi ayat ini menerangkan tenteng etika berdagang
yang baik, bagaimana seharusnya berdagang menurut dalam konteks keislaman yaitu
dimulai dengan membaca do’a, kemudian tidak boleh berbuat curang ketika
berdagang dengan selalu mengingat Allah SWT, selalu merasa bahwa kita selalu
diawasi oleh Allah, tidak ada tempat bagi kita untuk berbuat maksiat dihadapan
Allah SWT karena Allah maha melihat dan maha mengetahui apa yang kita berbuat.[3]
Dari
penjelasan di atas, bisnis Islam dapat di artikan sebagai serangkaian aktivitas
bisnis dalam berbagai bentuknya, namun di batasi dengan cara memperoleh dan
pendayaan hartanya (ada aturan halal dan haram).
Bisnis
dalam islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama, yaitu sebagai berikut:
1. Target
hasil, Profit Materi, dan Benefit Nonmateri
Tujuan
bisnis tidak selalu untuk mencapai profit (nilai materi), tetapi harus dapat
memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri, baik
bagi si pelaku bisnis sebdiri maupun pada lingkungan yang lebih luas.
2. Pertumbuhan
Jika
profit materi dan benefit nonmateri telah diraih maka diupayakan pertumbuhan
atau kenaikan akan terus-menerus meningkat setiap tahunnya dari profit dan
benefit tersebut. Upaya pertumbuhan ini tentu dalam koridor syarat. Misalnya,
dalam meningkatkan jumlah produksi, sering dengan perluasan pasar dan
peningkatan inovasi agar bisa menghasilkan produk baru.
3. Keberlangsungan
Mencapai
target dan pertumbuhan terus diupayakan keberlangsungannya dalam kurun waktunya
yang cukup lama dan dalam menjaga keberlangsungan itu dalam koridor syariat
Islam.
4. Keberkahan
Faktor
keberkahan atau upaya menggapai ridho Allah , merupakan pucuk kebahagian hidup
muslim. Para pengelola bisnis harus mematok orientasi keberkahan ini menjadi
visi bisnisnya, agar senantiasa dalam kegiatan bisnis selalu berada dalam
kendali Syariat Islam.[4]
C. Etika
Bisnis dalam Islam
Bisnis
merupakan aktivitas yang sangat di anjurkan dalam ajaran Islam. bahkan
Rosulullah saw., telah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui
pintu berdagang.artinya, melalui jalan berdagang inilah pintu-pintu rezeki akan
dapat dibuka, sehingga harunia Allah SWT terpancar daripadanya, jual beli
merupakan sesuatu yang diperolehkan. Menurut Hadits etika bisnis islami ada 4
yaitu:
1. Jujur
Berbisnis
atau berdagang adalah sarana untuk membuka pintu rizki yang telah dilakukan
oleh Rasulullah SAW. Bisnis juga dapat dijadikan sarana untuk menyebarkan agama
islam (berdakwah), jika kita melakukan bisnis seperti yang dilakukan oleh
Rasulullah yang lebih spesifik terkait dengan etika dalam berbisnis (berdagang)
seperti dalam Hadits berikut:
اْلبَيْعَانِ بِالْ خِيَارِ مَا
لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَ وَبَيَّنَابُوْرِكَ لَهُمَا فِيْ
بَيْعِهِمَاوَإِنْ كَذَبَ وَكَتَمَامُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا ( متّفق
عليه
Artinya:
“Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan
atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur
dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi
jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara
keduanya akan hilang” (Muttafaqun Alaihi).
Hadits di
atas menjelaskan bahwasannya dalam berjual beli ada tawar- menawar selama belum
berpisah. Dan menerangkan tentang etika kedua orang yang bertransaksi agar
sama-sama jujur tidak merugikan salah satu pihak. Serta menjelaskan bahwa dalam
berbisnis yang dicari bukan hanya profit saja melainkan
menyertakan keberkahan juga, karena dengan berkahnya bisnis yang kita jalankan
maka hidup kita akan ikut berkah dan diridho Allah sehingga kita mencapai hidup
yang sejahtera.
2. Amanah
عن عبد الله ابن عمر رضي الله
عنه: قال رسول الله صلى الله عليه
وسلّم: التَّا جِرُ اْلاَمِيْنُ
الصَّدُوْقُ الْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءِ- وَفِيْ
رِوَايَةٍ: مع النَّبِيِّنَ وَالصِّيْقِيْنَ
وَالشُّهَدَاءِ- يَوْمَ اْلقِيَا مَةِ (رواه
إبن ماجه و الدارقطني و غير هم
Artinya:
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Rasuluillah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang pedagang muslim yang jujur dan amanah
(terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang
yang mati syahid pada hari kiamat (nanti).”
3. Murah hati
“Sesungguhnya
sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana apabila
berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji
tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak
berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda
pelunasan dan apabila menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang
kesulitan.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, Bab Hifzhu
Al-Lisan IV/221).
Dari
hadits diatas termasuk etika bisnis adalah bermurah hati pada konsumen, dengan
sikap murah hati kita dapat menarik konsumen lebih banyak, mereka merasa
dihargai, merasa dihormati, merasa nyaman , terciptanya sebuah kepuasan bisnis
dan komunikasi yang baik.
4. Tidak
melupakan akhirat
سَيَأ تِيْ عَلَى أُمَّتِيْ
زَمَانٌ يُحِبُّوْنَ اْلخَمْسَ وَيَنْسَوْنَ اْلخَمْسَ: يُحِبُّوْنَ
الدُّنْيَا وَيَنْسَوْنَ الأَخِرَةَ, وَيُحِبُّوْنَ اْلحَيَاةَ
وَيَنْسَوْنَ اْلمَوْتَ, وَيُحِبُّوْنَ اْلقُصُوْرَ
وَيَنْسَوْنَ اْلقُبُوْرَ, وَيُحِبُّوْنَ اْلمَالَ
وَيَنْسَوْنَ اْلحِسَابَ, وَيُحِبُّوْنَاْلخَلْقَ
وَيَنْسَوْنَاْلخَا لِقِ.
Artinya: “
Akan datang kepada umatku suatu masa dimana mereka mencintai lima perkara dan
melupakan lima perkara pula.
1. Mereka
mencintai dunia dan melupakan akhirat,
2. Meraka
mencintai kehidupan dan melupakan kematian,
3. Mereka
mencintai gedung-gedung dan melupakan kuburan,
4. Mereka
mencintai harta mbenda dan melupakan hisab di akhirat,
5. Mereka
mencintai mahluk dan melupakan khaliqnya.[5]
Berdagang
adalah hal duniawi dalam agama kita mencari dunia bukanlah dilarang, namun
perlu pembatasan agar dalam hidup kita sselalu ingat tujuan kita diciptakan,
yaitu selalu beribadah pada Allah dan ingat kepadanya dimanapun dan kapan pun.
Ayat
diatas dapat dikolaborasikan dengan hadits-hadits yang telah dipaparkan dalam
paper yaitu antara Al-qur’an dan hadits mempunya keterkaitan yaitu sama-sama
menerangkan tentang etika berbisnis islami dalam surat al-Jumu’ah: 10
menerangkan konsep perdagangan yang baik adalah selalu ingat pada Allah SWT
jangan sampai hati kita gantung pada pada perkara duniawi. Sedangkan pada
Hadits-haditsnya etika bisnis islami adalah jujur, amanah, murah hati, selalu
ingat akhirat. Jadi hadits-hadits di atas melengkapi ayat al-Qur’an surat
jumuah : 10. Dan antar mengingat Allah dan mengingat akhirat hakikatnya adalah
sama dengan mengingat akhirat maka menjadikan kita ingat pada Allah sang maha
kuasa.
D. Praktek
Bisnis Yang Dibolehkan
Islam
hanya mencantumkan hal-hal yang dilarang, itupun dalam bentuk nilai-nilai.
Namun dalam beberapa hadis Rosulullah saw. Ada beberapa bisnis yang
diperbolehkan kendatipun ini tidak mutlak dan bukan berarti mengabaikan profesi
atau bisnis lainnya yang belum ada zaman Rosulullah. Beberapa kegiatan ekonomi
yang diperbolehkan yang terdapat dalam Hadis:[6]
1. Kegiataan
perdagangan
2. Kegiatan
pertanian berkebun
3. Peternakan/mengembala
Daftar ini
bukan berarti berbagai kegiatan yang ada sekarang ini tidak dianjurkan atau
tidak boleh. Prinsip yang dipegang seperti yang dikemukakan di atas, semuanya
boleh.
E. Praktek
Bisnis yang di Haramkan
Beberapa
praktek bisnis yang dilarang dalam al-Qur’an dan Hadis dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1. Melaksanakan
sistem ekonomi ribawi
2. Mengambil
hak dan harta orang secara batil
3. Kecurangan
mengurangi timbangan/takaran
4. Menipu
atau mengurangi kualitas
5. Memproduksi
serta menjual barang haram yang merusak jiwa, badan dan masyarakat.
6. Melaksanakan
dan membuat pelaksanaan yang dilarang, seperti judi
7. Berbisnis
seperti ketidak pastian, seperti ijon, menjual barang yang tidak jelas (gharar)
8. Melakukan
berbagai bentuk penipuan
9. Menimbun
barang untuk mengambil keuntungan
10. Melalukan
berbagai kegiatan monopoli, oligopoli, kartel, dan monopsoni yang merugikan
masyarakat.
Secara
khusus, hal-hal yang dilarang dalam jual beli dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1. Larangan
menjal/membeli barang yang tidak dapat di hitung pada waktu penyerahan secara
syara’ dan rasa. Jual beli tersebut sama dengan gharar (penipuan). Dalam Hadis
yang diriwayatkan Ahmad dari Ibn Mas’ud r.a. “janganlah kalian membeli ikan
yang berada di dalam air, sesungguhnya yang demikian itu penipuan”.
2. Jual beli
mudhtar (terpaksa)
Orang yang
menjual barangnya dengan harga di bawah standar karena terpaksa (untuk
mencukupi kebutuhannya), maka jual beli itu tidak sampai dilarang, hanya
makruh. Orang yang seperti ini di syariatkan di bantu dan diberikan qiradah
(pinjaman lanak) sehingga ia terbebas dari belanggu kesulitan yang menimpanya.
Dalam sebuah atsar, perkataan Ali r.a. “akan datang suatu masa, sebagai orang
beruang menggigit apa yang ada di tangannya, suatu perbuatan yang takpernah
diperintahkan.”
3. Larangan
banyak bersumpah dalam berbisnis/jual beli. Sabda Rosulullah saw. Diriwayatka
oleh Imam Bukhori dari Abu Huraira , “sumpah itu melariskan barang dagangan,
tetapi menghapus keberkahan”.
4. Larangan
jual beli di Masjid. Imam abu Hanifah, Imam malik, dan Imam Syafi’i membolehkan
jual beli di masjid, tetapi memakruhkannya. Namun Imam ahmad mengharamkannya.
Hadis Rasulullah saw, “jika kamu melihat orang yang berjual beli di masjid maka
katakanlah: semoga Allah tidak akan memberikan untung dari pedagangya”.
5. Larangan
menimbun barang hingga harga meningkat
Berikut
hadis tentang larangan menimbun barang:
a. HR. Abu
Daud, At-Tirmidzi, dan Muslim dari Muammar , “ siapa yang melakukan penimbunan,
ia dianggap bersalah”.
b. “sejelek-jeleknya
hamba adalah si penimbunan. Jika ia mendengar barang murah itu murka, dan jika
barng menjadi mahal ia bergembira”.
c. HR. Ibnu
Majah dan Al-Hakim dari Ibnu Umar, “orang-orang jalib (orang yang menawarkan
barang yang menjualnya dengan harga ringan) itu diberi rizki dan penimbunan
dilaknat.[7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bisnis
Islam adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak
dibatasi julmah kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun
dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan
halal dan haram. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia
berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang
individu.
Bisnis
dalam islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama, yaitu target hasil,
profit materi, dan benefit nonmateri, pertumbuhan, keberlangsungan, dan
keberkahan. Sedangkan beretikan dalam berbisnis yaitu dengan jujur, dapat
dipercaya, murah hati, dan tidak melupakan akhirat.
Adapun
bisnis yang ekonomi yang diperbolehkan yang terdapat dalam hadis:
1.
kegiataan perdagangan
2.
kegiatan pertanian berkebun
3.
peternakan/mengembala
Sedangkan
bisnis yang dilarang dalam Islam ialah melaksanakan sistem ekonomi ribawi,
mengambil hak dan harta orang secara batil, kecurangan mengurangi
timbangan/takaran, menipu atau mengurangi kualitas, memproduksi serta menjual
barang haram yang merusak jiwa, badan dan masyarakat, melaksanakan dan membuat
pelaksanaan yang dilarang, seperti judi, berbisnis seperti ketidak pastian,
seperti ijon, menjual barang yang tidak jelas (gharar), melakukan berbagai
bentuk penipuan, menimbun barang untuk mengambil keuntungan, melalukan berbagai
kegiatan monopoli, oligopoli, kartel, dan monopsoni yang merugikan masyarakat,
melalukan berbagai kegiatan monopoli, oligopoli, kartel, dan monopsoni yang
merugikan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Al
Mundziri . 2010. Sokhih At Targhib wa At Tarhib. Yogyakarta:
Pustaka Sahifa.
Harahap,
Sofyan S. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat.
Muhammad.
2004. Etika Bisnis Islam. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Rival,
Veithzal, dkk. 2012. ISLAMIC BUSINES and ECONOMIC ETHICS mengacu pada
al-Qur’an dan mengikuti jejak Rosulullah SAW dalam bisnis, keuangan dan ekonomi .
Jakarta: PT Bumi Aksara.
BACA ARTIKEL LAINYA YANG BERKAITAN:
- MAKALAH HADITS TENTANG PRODUKSI, KONSUMSI, DAN DISTRIBUSI
- SHALAT SEORANG MUSAFIR
- HADIS TENTANG NILAI DASAR EKONOMI DAN MOTIVASI EKONOMI
- HADIS-HADIS TENTANG ETIKA BISNIS DALAM ISLAM
- MAKALAH TENTANG MACAM-MACAM LEMBAGA TINGGI NEGARA
- ESSAY TENTANG FAKTA VIRUS CORONA DAN SOLUSI ISLAM
[1] Muhammad. Etika Bisnis Islam. (Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2004). Hlm. 37.
[2] Veithzal Rival dkk. ISLAMIC BUSINES and ECONOMIC ETHICS mengacu pada al-Qur’an dan mengikuti jejak Rosulullah SAW dalam bisnis, keuangan dan ekonomi . ( Jakarta: PT Bumi Aksara. 2012) Hlm. 11-12
[3] Al Mundziri . 2010. Sokhih At Targhib wa At Tarhib. Pustaka Sahifa. Yogyakarta
[4] Veithzal Rival dkk. ISLAMIC BUSINES and ECONOMIC ETHICS mengacu pada al-Qur’an dan mengikuti jejak Rosulullah SAW dalam bisnis, keuangan dan ekonomi . ( Jakarta: PT Bumi Aksara. 2012). Hlm. 13-14
[5] Ibid. Hlm.16
[6] Sofyan S Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. (Jakarta: Penerbit Salemba Empat. 2011). Hlm. 136
[7]
Ibid, hlm.
137
Tidak ada komentar:
Posting Komentar