HOME

02 Maret, 2023

MAKALAH AYAT DASAR QARD, KONSEP HUTANG PIUTANG DALAM ISLAM

 

BAB II

PEMBAHASAN

Al-MUDATHIR

كُلُّ نَفۡسِۢ بِمَا كَسَبَتۡ رَهِينَةٌ  ٣٨

38.  Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya,

Mufrodat:

كَسَبَتۡ            =       bertanggung jawab

Asbabul Nuzul/Munasabah: Azbabun nuzul ayat tentang hutang piutang dan riba berawal dari kisah paman nabi,  abbas bin abdul mutholib. Pada waktu itu, beliau bekerja sama dengan khalid bin walid meminjamkan uang kepada tsaqif bin amr sehingga pasca islam datang keduanya bergelimang harta. Pada suatu waktu, ketika bani amr melakukan tagihan kepada bani mughirah, mereka menolak untuk membayar tagihan hutangnya tersebut. Akhirnya, berita tersebut tersebar hingga sampai ke telinga rasulullah saw. Kemudian nabi muhammad menyuruh untuk mengikhlaskan atau menerima siksa allah yang begitu berat di hari kiamat nanti. Adanya pelarangan riba dalan transaksi bertujuan untuk menghindari terjadinya ketimpangan di masyarakat. Dimana orang yang melakukan transaksi riba secara tidak sadar telah merugikan dan memakan harta orang lain dengan tidak halal. Maka dari itu,  al-qur'an melarang keras umat islam melakukan riba dan akan memberikan hukuman yang tegas pada para pelaku riba.

 

Penjelasan Ayat:

Ayat-ayat berikut merupakan pernyataan kepada manusia seluruhnya dalam kaitan dengan kebebasan memilih yang telah ditegaskan pada ayat-ayat sebelumnya. Manusia mau maju meraih kebaikan atau mundur yang jelas setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya masing-masing, kecuali golongan kanan golongan inilah yang meraih keberuntungan karena memilih yang baik.38-39. Ayat-ayat berikut merupakan pernyataan kepada manusia seluruhnya dalam kaitan dengan kebebasan memilih yang telah ditegaskan pada ayat-ayat sebelumnya. Manusia mau maju meraih kebaikan atau mundur yang jelas setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya masing-masing, kecuali golongan kanan golongan inilah yang meraih keberuntungan karena memilih yang baik.[1]

 

 

 

AL- BAQARAH 245

مَّن ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضۡعَافٗا كَثِيرَةٗۚ وَٱللَّهُ يَقۡبِضُ وَيَبۡصُۜطُ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ  ٢٤٥

245.  Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.

Mufradat:

يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا         =       memberi pinjaman kepada Allah

Asbabun Nuzul:

Ibnu hibban dalam shahihnya dan ibnu mardawaih meriwayatkan dari ibnu umar, dia berkata, ketika turun ayat 261. Rasulullah berdoa,’ya Allah, maka turunlah ayat ini

Penafsiran Ayat:

Barang siapa mau meminjami atau menginfakkan hartanya di jalan Allah dengan pinjaman yang baik berupa harta yang halal disertai niat yang ikhlas, maka Allah akan melipatgandakan ganti atau balasan kepadanya dengan balasan yang banyak dan berlipat sehingga kamu akan senantiasa terpacu untuk berinfak. Allah dengan segala kebijaksanaanNya akan menahan atau menyempitkan dan melapangkan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan pada hari kebangkitan untuk mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang diniatkan. Ketika para sahabat Nabi begitu antusias melaksanakan perintah berjihad, ayat ini memperlihatkan kebalikan dari sikap tersebut yang ditunjukkan oleh Bani Israil. Tidakkah kamu, wahai Nabi Muhammad, perhatikan, yakni mendengar kisah, para pemuka Bani Israil setelah Musa wafat, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, setelah mereka berselisih paham siapa yang berhak menjadi pemimpin, dengan mengatakan, Angkatlah seorang raja, yakni pemimpin perang untuk kami, niscaya kami berperang di jalan Allah besertanya.

Nabi mereka menjawab, Jangan-jangan jika diwajibkan atasmu berperang, kamu tidak akan menaatinya untuk berperang juga karena takut mati dan kecintaanmu terhadap dunia? Mereka menjawab, Mengapa atau bagaimana mungkin kami tidak akan berperang di jalan Allah, sedangkan kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dipisahkan dari anak-anak kami, karena mereka ditahan? Tetapi ketika perang itu benar-benar diwajibkan atas mereka karena permintaan mereka sendiri, justru mereka berpaling dengan segera karena merasa ngeri dan takut, kecuali sebagian kecil dari mereka yang masih konsisten. Dan Allah Maha Mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang zalim dengan meminta suatu kewajiban yang kemudian mereka sendiri melanggarnya. [2]

 

 

 

 

 

 

AL-HADID 11, 18

مَّن ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥ وَلَهُۥٓ أَجۡرٞ كَرِيمٞ  ١١

11.  Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.

Mufrodat:

قَرۡضًا                      =         pinjaman

أَجۡرٞ                        =         pahala

           

Asbabul Nuzul/Munasabah: Azbabun nuzul ayat tentang hutang piutang dan riba berawal dari kisah paman nabi,  abbas bin abdul mutholib. Pada waktu itu, beliau bekerja sama dengan khalid bin walid meminjamkan uang kepada tsaqif bin amr sehingga pasca islam datang keduanya bergelimang harta. Pada suatu waktu, ketika bani amr melakukan tagihan kepada bani mughirah, mereka menolak untuk membayar tagihan hutangnya tersebut. Akhirnya, berita tersebut tersebar hingga sampai ke telinga rasulullah saw. Kemudian nabi muhammad menyuruh untuk mengikhlaskan atau menerima siksa allah yang begitu berat di hari kiamat nanti. Adanya pelarangan riba dalan transaksi bertujuan untuk menghindari terjadinya ketimpangan di masyarakat. Dimana orang yang melakukan transaksi riba secara tidak sadar telah merugikan dan memakan harta orang lain dengan tidak halal. Maka dari itu,  al-qur'an melarang keras umat islam melakukan riba dan akan memberikan hukuman yang tegas pada para pelaku riba.

 

Penafsiran Ayat:

Untuk mendorong agar manusia gemar bersedekah, Allah menetap-kan bahwa barang siapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, berupa kebajikan atau sedekah kepada orang lain, maka Allah akan mengembalikannya dengan jumlah yang berlipat ganda untuknya. Dan selain itu, baginya akan dikaruniakan pahala yang mulia dari Allah.12. Usai menerangkan fadilah berinfak di jalan Allah, melalui ayat berikut Allah menjelaskan balasan di akhirat bagi orang yang berinfak. Ingatlah pada hari ketika engkau akan melihat orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan di akhirat, betapa cahaya mereka yang terang bersinar di depan dan di samping kanan mereka sebagai balasan atas kebajikan dan kepatuhan mereka. Dikatakan kepada mereka, “Pada hari ini ada berita gembira untukmu. Allah menganugerahkan kepadamu surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dengan air, susu yang tidak berubah rasa, khamr yang lezat, dan madu. Mereka semua kekal di dalamnya. Demikian itulah anugerah dan kemenangan yang agung dari Allah.”[3]

 

 

 

إِنَّ ٱلۡمُصَّدِّقِينَ وَٱلۡمُصَّدِّقَٰتِ وَأَقۡرَضُواْ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا يُضَٰعَفُ لَهُمۡ وَلَهُمۡ أَجۡرٞ كَرِيمٞ  ١٨

18.  Sesungguhnya orang-orang yang membenarkan (Allah dan Rasul-Nya) baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.

Mufrodat:

 

Asbabul Nuzul/Munasabah: Azbabun nuzul ayat tentang hutang piutang dan riba berawal dari kisah paman nabi,  abbas bin abdul mutholib. Pada waktu itu, beliau bekerja sama dengan khalid bin walid meminjamkan uang kepada tsaqif bin amr sehingga pasca islam datang keduanya bergelimang harta. Pada suatu waktu, ketika bani amr melakukan tagihan kepada bani mughirah, mereka menolak untuk membayar tagihan hutangnya tersebut. Akhirnya, berita tersebut tersebar hingga sampai ke telinga rasulullah saw. Kemudian nabi muhammad menyuruh untuk mengikhlaskan atau menerima siksa allah yang begitu berat di hari kiamat nanti. Adanya pelarangan riba dalan transaksi bertujuan untuk menghindari terjadinya ketimpangan di masyarakat. Dimana orang yang melakukan transaksi riba secara tidak sadar telah merugikan dan memakan harta orang lain dengan tidak halal. Maka dari itu,  al-qur'an melarang keras umat islam melakukan riba dan akan memberikan hukuman yang tegas pada para pelaku riba.

 

 

 

Penafsiran Ayat:

Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah dengan menginfakkan sebagian hartanya, baik laki-laki maupun perempuan, dan mereka dengan ikhlas meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan balasan kebaikan bagi mereka; dan mereka akan mendapat pahala yang mulia dari sisi-Nya.19. Dan orang-orang yang beriman dengan mantap kepada Allah dan rasul-rasul-Nya serta tidak meragukan janji-Nya, mereka itu orang-orang yang tulus hati dan pecinta kebenaran, dan mereka menjadi saksi-saksi di sisi Tuhan mereka. Karena keimanan dan kebaikan itu mereka berhak mendapat pahala dan cahaya dari sisi Allah. Tetapi, orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami serta mengingkari ajaran-ajaran Kami, mereka itu penghuni-penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.[4]

 

 

 

 

AT-TAQHABUN 17

إِن تُقۡرِضُواْ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا يُضَٰعِفۡهُ لَكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ  ١٧

17.  Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.

Mufrodat:

شَكُورٌ            =         Pembalas

وَيَغۡفِر            =         mengampuni

Asbabul Nuzul/Munasabah: Azbabun nuzul ayat tentang hutang piutang dan riba berawal dari kisah paman nabi,  abbas bin abdul mutholib. Pada waktu itu, beliau bekerja sama dengan khalid bin walid meminjamkan uang kepada tsaqif bin amr sehingga pasca islam datang keduanya bergelimang harta. Pada suatu waktu, ketika bani amr melakukan tagihan kepada bani mughirah, mereka menolak untuk membayar tagihan hutangnya tersebut. Akhirnya, berita tersebut tersebar hingga sampai ke telinga rasulullah saw. Kemudian nabi muhammad menyuruh untuk mengikhlaskan atau menerima siksa allah yang begitu berat di hari kiamat nanti. Adanya pelarangan riba dalan transaksi bertujuan untuk menghindari terjadinya ketimpangan di masyarakat. Dimana orang yang melakukan transaksi riba secara tidak sadar telah merugikan dan memakan harta orang lain dengan tidak halal. Maka dari itu,  al-qur'an melarang keras umat islam melakukan riba dan akan memberikan hukuman yang tegas pada para pelaku riba.

 

Penafsiran Ayat:

rang yang berinfak atau bersedekah itu beruntung karena pada hakikatnya dia meminjamkan hartanya kepada Allah. Allah berfirman, “Jika kamu meminjamkan harta kamu kepada Allah dengan pinjaman yang baik, yakni berinfak dengan harta halal dengan ikhlas, niscaya Dia melipatgandakan balasan infak tersebut untuk kamu di dunia dan akhirat; dan mengampuni dosa dan kesalahan kamu. Dan Allah Maha Menerima syukur hamba-hamba-Nya yang beriman, Maha Penyantun kepada  hamba-hamba-Nya yang menyantuni makhluk-makhluk Allah.”18. Yang Mengetahui yang gaib yang tak terlihat mata manusia dan yang nyata yang terlihat mata manusia. Yang Mahaperkasa karena kekuasaan-Nya tak terbatas, Mahabijaksana, karena kelembutan dan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya.[5]

 

 

 

 

Al-BAQARAH 280,282

وَإِن كَانَ ذُو عُسۡرَةٖ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيۡسَرَةٖۚ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ  ٢٨٠

280.  Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

Mufrodat:

تَصَدَّقُواْ          =         menyedekahkan         

Asabul Nuzul/Munasabah: Azbabun nuzul ayat tentang hutang piutang dan riba berawal dari kisah paman nabi,  abbas bin abdul mutholib. Pada waktu itu, beliau bekerja sama dengan khalid bin walid meminjamkan uang kepada tsaqif bin amr sehingga pasca islam datang keduanya bergelimang harta. Pada suatu waktu, ketika bani amr melakukan tagihan kepada bani mughirah, mereka menolak untuk membayar tagihan hutangnya tersebut. Akhirnya, berita tersebut tersebar hingga sampai ke telinga rasulullah saw. Kemudian nabi muhammad menyuruh untuk mengikhlaskan atau menerima siksa allah yang begitu berat di hari kiamat nanti. Adanya pelarangan riba dalan transaksi bertujuan untuk menghindari terjadinya ketimpangan di masyarakat. Dimana orang yang melakukan transaksi riba secara tidak sadar telah merugikan dan memakan harta orang lain dengan tidak halal. Maka dari itu,  al-qur'an melarang keras umat islam melakukan riba dan akan memberikan hukuman yang tegas pada para pelaku riba.

 

Penafsiran Ayat:

Dan jika orang yang berutang itu dalam kesulitan untuk melunasi, atau bila dia membayar utangnya akan terjerumus dalam kesulitan, maka berilah dia tenggang waktu untuk melunasinya sampai dia memperoleh kelapangan. Jangan menagihnya jika kamu tahu dia dalam kesulitan, apalagi dengan memaksanya untuk membayar. Dan jika kamu menyedekahkan sebagian atau seluruh utang tersebut, itu lebih baik bagimu, dan bergegaslah meringankan yang berutang atau membebaskannya dari utang jika kamu mengetahui betapa besar balasannya di sisi Allah. Dan takutlah atau hindarilah siksa yang akan terjadi pada hari yang sangat dahsyat, yang pada saat itu kamu semua dikembalikan kepada Allah, yakni meninggal dunia kemudian dibangkitkan kembali. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi yakni tidak dirugikan, bahkan yang beramal saleh akan sangat diuntungkan oleh kemurahan Allah.[6]

 

 

 

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى فَٱكۡتُبُوهُۚ وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ كَاتِبُۢ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَلَا يَأۡبَ كَاتِبٌ أَن يَكۡتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُۚ فَلۡيَكۡتُبۡ وَلۡيُمۡلِلِ ٱلَّذِي عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ وَلَا يَبۡخَسۡ مِنۡهُ شَيۡٔٗاۚ فَإِن كَانَ ٱلَّذِي عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ سَفِيهًا أَوۡ ضَعِيفًا أَوۡ لَا يَسۡتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلۡيُمۡلِلۡ وَلِيُّهُۥ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَٱسۡتَشۡهِدُواْ شَهِيدَيۡنِ مِن رِّجَالِكُمۡۖ فَإِن لَّمۡ يَكُونَا رَجُلَيۡنِ فَرَجُلٞ وَٱمۡرَأَتَانِ مِمَّن تَرۡضَوۡنَ مِنَ ٱلشُّهَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحۡدَىٰهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحۡدَىٰهُمَا ٱلۡأُخۡرَىٰۚ وَلَا يَأۡبَ ٱلشُّهَدَآءُ إِذَا مَا دُعُواْۚ وَلَا تَسَۡٔمُوٓاْ أَن تَكۡتُبُوهُ صَغِيرًا أَوۡ كَبِيرًا إِلَىٰٓ أَجَلِهِۦۚ ذَٰلِكُمۡ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِ وَأَقۡوَمُ لِلشَّهَٰدَةِ وَأَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَرۡتَابُوٓاْ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً حَاضِرَةٗ تُدِيرُونَهَا بَيۡنَكُمۡ فَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ أَلَّا تَكۡتُبُوهَاۗ وَأَشۡهِدُوٓاْ إِذَا تَبَايَعۡتُمۡۚ وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٞ وَلَا شَهِيدٞۚ وَإِن تَفۡعَلُواْ فَإِنَّهُۥ فُسُوقُۢ بِكُمۡۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ  ٢٨٢

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Mufrodat:

تِجَٰرَةً             =         perdagangan

فَلۡيَكۡتُبۡ =         menuliskannya[7]

 

 

Asbabul Nuzul/Munasabah: Azbabun nuzul ayat tentang hutang piutang dan riba berawal dari kisah paman nabi,  abbas bin abdul mutholib. Pada waktu itu, beliau bekerja sama dengan khalid bin walid meminjamkan uang kepada tsaqif bin amr sehingga pasca islam datang keduanya bergelimang harta. Pada suatu waktu, ketika bani amr melakukan tagihan kepada bani mughirah, mereka menolak untuk membayar tagihan hutangnya tersebut. Akhirnya, berita tersebut tersebar hingga sampai ke telinga rasulullah saw. Kemudian nabi muhammad menyuruh untuk mengikhlaskan atau menerima siksa allah yang begitu berat di hari kiamat nanti. Adanya pelarangan riba dalan transaksi bertujuan untuk menghindari terjadinya ketimpangan di masyarakat. Dimana orang yang melakukan transaksi riba secara tidak sadar telah merugikan dan memakan harta orang lain dengan tidak halal. Maka dari itu,  al-qur'an melarang keras umat islam melakukan riba dan akan memberikan hukuman yang tegas pada para pelaku riba.

 

 

Penafsiran Ayat:

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu pembayaran yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya untuk melindungi hak masing-masing dan untuk menghindari perselisihan. Dan hendaklah seorang yang bertugas sebagai penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar, jujur, dan adil, sesuai ketentuan Allah dan peraturan perundangan yang berlaku dalam masyarakat. Kepada para penulis diingatkan agar janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagai tanda syukur, sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya kemampuan membaca dan menulis, maka hendaklah dia menuliskan sesuai dengan pengakuan dan pernyataan pihak yang berutang dan disetujui oleh pihak yang mengutangi. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan apa yang telah disepakati untuk ditulis, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhan Pemelihara-nya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripada utangnya, baik yang berkaitan dengan kadar utang, waktu, cara pembayaran, dan lain-lain yang dicakup oleh kesepakatan. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya, tidak pandai mengurus harta karena suatu dan lain sebab, atau lemah keadaannya, seperti sakit atau sangat tua, atau tidak mampu mendiktekan sendiri karena bisu atau tidak mengetahui bahasa yang digunakan, atau boleh jadi malu, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar dan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada saksi dua orang laki-laki, atau kalau saksi itu bukan dua orang laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi yang ada, yakni yang disepakati oleh yang melakukan transaksi. Hal tersebut agar jika yang seorang dari perempuan itu lupa, maka perempuan yang seorang lagi yang menjadi saksi bersamanya mengingatkannya. Dan sebagaimana Allah berpesan kepada para penulis, kepada para saksi pun Allah berpesan. Janganlah saksi-saksi itu menolak memberi keterangan apabila dipanggil untuk memberi kesaksian, karena penolakannya itu dapat merugikan orang lain. [8]

           Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, baik utang itu kecil maupun besar, sampai yakni tiba batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, yakni penulisan utang piutang dan persaksian yang dibicarakan itu, lebih adil di sisi Allah, yakni dalam pengetahuan-Nya dan dalam kenyataan hidup, dan lebih dapat menguatkan kesaksian, yakni lebih membantu penegakan persaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan terkait jenis utang, besaran dan waktunya. Petunjuk-petunjuk di atas adalah jika muamalah dilakukan dalam bentuk utang piutang, tetapi jika hal itu merupakan perdagangan berupa jual beli secara tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya, sebab memang pencatatan jual beli tidak terlalu penting dibanding transaksi utang-piutang. Dan dianjurkan kepadamu ambillah saksi apabila kamu berjual beli untuk menghindari perselisihan, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi oleh para pihak untuk memberikan keterangan dan kesaksian jika diperlukan, begitu juga sebaliknya para pencatat dan saksi tidak boleh merugikan para pihak. Jika kamu, wahai para penulis dan saksi serta para pihak, lakukan yang demikian, maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah dan rasakanlah keagunganNya dalam setiap perintah dan larangan, Allah memberikan pengajaran kepadamu tentang hak dan kewajiban, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Tuntunan pada ayat yang lalu mudah dilaksanakan jika seseorang tidak sedang dalam perjalanan. Jika kamu dalam perjalanan dan melakukan transaksi keuangan tidak secara tunai, sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis yang dapat menulis utang piutang sebagaimana mestinya, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang oleh yang berpiutang atau meminjamkan.

 Tetapi menyimpan barang sebagai jaminan atau menggadaikannya tidak harus dilakukan jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain. Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya, utang atau apa pun yang dia terima, dan hendaklah dia yang menerima amanat tersebut bertakwa kepada Allah, Tuhan Pemelihara-nya. Dan wahai para saksi, janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, yakni jangan mengurangi, melebihkan, atau tidak menyampaikan sama sekali, baik yang diketahui oleh pemilik hak maupun yang tidak diketahuinya, karena barang siapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor, karena bergelimang dosa. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan, sekecil apa pun itu, yang nyata maupun yang tersembunyi, yang dilakukan oleh anggota badan maupun hati. [9]

 BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Makalah Ayat-Ayat Yang Berkaitan Dengan Dasar Umum Bisnis Islam
  2. Makalah Tafsir Ayat Tentang Penjualan Jasa (Ijarah)
  3. Makalah Seluk Beluk Kalimat
  4. Makalah Ayat Dasar Qard, Konsep Hutang Piutang Dalam Islam
  5. Makalah Perintah Bisnis Dalam Islam
  6. Contoh Strategi Penanganan Perkara Pidana
  7. Makalah Perbuatan Melawan Hukum
  8. al-Arabiyyah fil Mu'amalah

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

            Sebagai umat islam hendaknya kita menolong saudara kita yang sedang kesusahan missal apabila ada saudara muslim kita yang ingin membuka modal usaha tapi tidak mempunyai modal hendaklah kita meminjaminya karena Allah sudah berjanji dalam firman-Nya bahwa beliau akan melipatgandakan pahala bagi orang yang mau maminjami saudaranya dan bagi orang yang yang di pinjami hendaklah ia brtanggung jawab atas apa yang di perbuatnya .


[1] tafsir fi zhilalil qur’an surah al muddatstsir:38 hal 98

[2] tafsir fi zhilalil qur’an surah al baqarah:245, hal 314

[3] tafsir fi zhilalil qur’an surah al hadid:11, hal 164

[4] tafsir fi zhilalil qur’an surah al hadid:18, hal 170

[5] tafsir fi zhilalil qur’an surah at taghaabun:17 hal, 303

[6] tafsir fi zhilalil qur’an surah al baqarah: 280 hal 388

[7] tafsir fi zhilalil qur’an surah al baqarah: 282 hal 390

[8] Ibid

[9] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...