Peradaban Barat meliputi dua peradapan besar, peradapan yang satu berasal dari filsafat-filsafat Yunani Kuno dan peradapan yang lain berasal dari tradisi Yahudi (Ibrani). Setiap peradaban memberikan konsepsinya sendiri tentang kenaran dan kepalsuan.
Karena peradaban Yunani menekankan Logos sebagai asas rasional dan pengatur dalam aksistensi, konsepsinya tentang kebenaran dan kepalsuan menekankan tatanan dan keteraturan. Plato mengatakan bahwa ide-ide (Ideos), atau forma-forma (bentu-bentuk) Kekal, berperan sebagai arketip-arketip atau model-model segala sesuatu. Tiga ide: Yang Baik, Yang Benar dan Yang Indah, tertinggi dalam hierarki Ide-Ide, merasuki (imanen di dalam) semua ide yang lain dalam hierarki. Dengan demikian, Yang Benar tertanam dalam forma (kodrat) setiap jemis makhluk. Makhuk-makhluk yang diciptakan oleh suatu pencipta (Demiurgos) mewujudkan Forma-Forma secara tak sempurna, maka tidak mempunyai sesuatu dari pengada (kodrat) mereka yang benar. Dengan demikian, kebenaran tertanam dalam pengada. Namun, juga predikat suatu kalimat menyatakan apa yang benar mengenai subjeknya (yakni formanya).
Di kemudian hari, kaum Realis Logis mengonsepsikan kebenaran sebagai suatu sifat yang dimiliki sebuah proposisi apabila proposisi itu sesuai dengan fakta. Baik proposisi maupun fakta dipandang sebagai pengada-pengada nirkala atau abadi. Bagaiman pengada abadi berpartisipasi dalam kalimat berwaktu tetap tidak diterangkan. Akan tetapi, hal ini tidak mengusik kaum realis matematis yang memprogam computer-komputer berkecepatan tinggi dengan cara-cara yang diprcayai akan endatangkan hasil-hasil yang benar.
Aristoteles, yang membedakan antara forma dengan materi dalam segala sesuatu yang ada, mengembangkan suatu logika formal subjek predikat berdasarkan metafisika hakikat sifat. Teorinya tentang kebenaran : “Mengatakan apa yang ada sebagai ada, dan apa yang tidak ada sebagai tidak ada, adalah benar.” Penelitiaan-penelitian ini menghasilkan pandangan yang sedikit banyak serupa: “Kebenaran adalah suatu sifat yang dimiliki oleh suatu kepercayaan apabila apa yang dipercaya ada sungguh ada, dan apa yang dipercaya tidak ada sungguh tidak ada”.
Tradisi Yhudi (Ibrani) melahirkan teori yang tetap tentang kebenaran: “Allah Maha Tahu. Kebenaran adalah apa yang diketahui oleh Allah.” Bagi manusia, kebenaran adalah apa yang telah diwahyukan oleh Allah kepada manusia dalam kitab suci (taurat-talmud, alquran).
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar