HOME

17 Maret, 2023

TATARAN LINGUISTIK SEMANTIK

 

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Kalau istilah ini tetap dipakai tentu harus diingat bahwa status tataran semantik dengan tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis adalah tidak sama.

Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua tataran yang bangun-membangun ini, makna berada di dalam tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis.Penamaan tataran untuk semantik agak kurang tepat, sebab dia bukan satu tataran dalam arti unsur membangun satuan lain yang lebih besar, melainkan merupakan unsur yang berada pada semua tataran itu, meskipun kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama. Para linguis structuralis tidak begitu peduli dengan masalah makna ini, karena dianggap tidak termasuk ataun menjadi tataran yang sederajat dengan tataran yang bangun-membangun itu.Hockett (1954). Missal, salah seorang tokoh strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu system yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa terdiri ini terdiri dari 5 subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem fonologi, subsistem morfofonemik,subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Sejak Chomsky menyatakan betapa pentingnya semantik dalam studi liguistik, maka studi semantik sebagai bagian dari studi linguistik menjadi semarak. Semantik tidak lagi menjadi objek periferal, melainkan menjadi objek yang setaraf dengan bidangbigdang studi linguistik lainnya.

 

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari Semantik?

2.      Apa saja Hakikat Makna dalam tataran linguistik semantik?

3.      Apa jenis makna dalam tataran Linguistik semantik?

 

1.3  Tujuan

1.      Untuk mengetahui apa itu Semantik

2.      Untuk mengetahui apa saja hakikat makna dalam tataran linguistik semantik

3.      Untuk mengetahui apa saja jenis makna dalam tataran linguistik Semantik

 

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Semantik

             Semantik adalah cabang linguistik yang mempelajari makna atau arti yang terkandung dalam bahasa, kode, atau jenis lain dari representasi. Dengan kata lain, semantik adalah studi tentang makna. Semantik biasanya berhubungan dengan dua aspek lain: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, dan pragmatis, penggunaan praktis simbol oleh rakyat dalam konteks tertentu.

Linguistik Semantik adalah studi tentang makna yang digunakan untuk memahami ekspresi manusia melalui bahasa. Bentuk lain dari semantik termasuk semantik bahasa pemrograman, logika formal, dan semiotika. Kata semantik sendiri menunjukkan berbagai ide yang populer sangat teknis. Hal ini sering digunakan dalam bahasa sehari-hari untuk menunjukkan pemahaman tentang isu-isu yang datang dengan pilihan kata atau konotasi. Pemahaman tentang masalah telah menjadi subyek dari banyak pertanyaan formal, dalam jangka panjang, khususnya di bidang semantik formal.

Status tataran semantik dengan tataran fonologi, morfologi dan sintaksis adalah tidak sama. Semantik dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh tataran, yaitu berada di tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Makna yang menjadi objek semantik sangat tidak jelas, tak dapat diamati secara empiris, sehingga semantik diabaikan. Tetapi, pada tahun 1965, Chomsky menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa dan makna kalimat sangat ditentukan oleh semantik iniSemantis yang berbeda dari sintaksis studi tentang unit bahasa kombinatorika (tanpa mengacu pada makna), dan pragmatik, studi tentang hubungan antara simbol bahasa, makna, dan bahasa. Dalam kosakata ilmiah internasional, semantik juga disebut semasiologi.

 

2.2  Hakikat Makna

Menurut Chomsky pada bukunya yang kedua (1965) menyatakan bahwa semantik adalah merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain adalah sintaksis dan fonologi) dan makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik. Pengertian atau makna yang dimiliki setiap morfem, baik yang disebut morfem dasar atau morfem afiks. Mengingat bahasa itu bersifat arbitrer (bebas, tidak terikat) maka hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbitrer. Di dalam penggunaannya dalam pertuturan nyata makna kata atau leksem itu seringkali dan mungkin juga biasanya terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga acuannya. Oleh karena itu, banyak pakar bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya.

Menurut Ferdinand de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu Komponen Signifikan atau “yang mengartikan” yang wujudnya berupa runtutan bunyi, dan komponen Signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep (yang dimiliki oleh signifian). Umpamanya tanda linguistik berupa <meja>, terdiri dari komponen signifikan, yakni berupa runtunan fonem /m/, /e/,/j/, dan /a/; dan komponen signiefinya berupa konsep atau makna ’sejenis perabot kantor dan rumah tangga’. Tanda linguistik ini yang berupa runtunan fonem dan konsep yang dimiliki runtunan fonem itu mengacu pada sebuah referen yang berada diluar bahsa, yaitu “sebuah meja”.

Di dalam penggunaannya dalam pertuturan yang nyata makna kata atau leksem itu seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga dari acuannya. Misalnya, kata buaya dalam kalimat (1) berikut sudah terlepas dari konsep asal dan acuannya.

(1) Dasar buaya ibunya sendiri ditipunya.

(2) Sudah hampir pukuk dua belas!

Apabila diucapkan oleh seorang ibu asrama putri terhadap seorang pemuda yang masih bertandang di asrama itu padahal jam sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam. Lain maknanya apabila kalimat itu diucapkan oleh seorang guru agama ditujukan kepada para santri pada siang hari. Makna kalimat (2) itu yang diucapkan si ibu asrama tentu berarti ’pengusiran’ secara halus, sedangkan yang diuucapkan oleh guru agama itu berarti ’pemberitahuan bahwa sebentar lagi masuk waktu Zuhur.

Satu hal lagi yang harus diingat mengenai makna ini, karena bahasa itu bersifat arbitrer. Maka hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbitrer.

 

2.3  Jenis Makna

            Karena bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam bila dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Berbagai nama jenis makna telah dikemukakan orang dalam berbagai buku linguistik atau semantik. Kiranya jenis-jenis makna yang dibicarakn pada subbab berikut ini sudah cukup mewakili jenis-jenis makna yang pernah dibicarakan orang itu.

 

A.    Makna Leksikal, Gramatikal, dan Konstektual

Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Misalnya, leksem kuda memiliki makna lesikal ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kita.

Makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Umpamanya, dalam proses afiksasi prefiks ber-dengan dasar baju melahirkan makna gramatiukal ’mengenakan’ atau memakai baju’; dengan dasar kuda melahirkan makna gramatikal ’mengendarai kuda’.

Makna konstektual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Sebagai contoh :

a)      Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.

b)      Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.

c)      Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.

d)     Kepala paku dan Kepala jarum tidak sama bentuknya .

Misalnya Kalimat “Tiga kali empat berapa?”

Apabila dilontarkan di kelas tiga SD sewaktu mata pelajaran matematika berlangsung, tentu akan dijawab “dua belas”. Kalau dijawab lain, maka jawaban itu pasti salah. Namun, kalau pertanyaan itu dilontarkan kepada tukang foto di tokonya atau di tempat kerjanya, maka pertanyaan itu mungkin akan dijawab “dua ribu” atau mungkin juga “tiga ribu” atau mungkin juga jawaban lain. Mengapa bisa begitu, karena pertanyaan itu mengacu pada biaya pembuatan pasfoto yang berukuran tiga kali empat centimeter.

B.     Makna Referensial dan Non-referensial

Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada referensnya, atau acuannya. kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya kata-kata seperti dan, atau dan karena adalah termasuk kata-kata yang tidak bermakna ferensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai referens.

Yang termasuk kata-kata deiktik ini adalah kata-kata yang termasuk pronomina seperti dia, saya, dan kamu; kata-kata yang menyatakan ruang, seperti di sini, di sana, dan disitu; kata-kata yang menyatakan waktu, seperti sekarang, besok, dan nanti; dan kata-kata yang disebut kata petunjuk, seperti ini dan itu.

a)      ”Tadi saya lihat Pak Ahmad duduk di sini, sekarang dia ke mana?” Tanya Pak Rasyid kepada para mahasiswa itu.

b)      ”Kami di sini memang bertindak tegas terhadap para penjahat itu.” kata Gubernur DKI kepada para wartawan dari luar negeri itu.

Jelas, kata di sini pada kalimat pertama acuannya adalah sebuah tempat duduk; tetapi pada kalimat kedua acuannya adalah satu wilayah DKI Jakarta Raya.

 

C.    Makna Denotatif dan Makna Konotatif

            Makna Denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama dengan makna lesikal. Umpamanya, kata babi bermakna denotatif ’sejenis binatang yang biasa diternakkan untuk dimanfaatkan dagingnya. Kata kurus bermakna denotatif, keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal.

Makna Konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan” pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Umpamannya kata babi pada contoh di atas, pada orang yang beragama islam atau di dalam masyarakat islam mempunyai konotasi yang negatif, ada ras atau perasaan yang tidak enak di dengar. Kata kurus juga berkonotasi netral artinya, tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan. Tetapi kata ramping, yang sebenarnya bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotasi positif, nilai rasa yang mengenakkan. Sebaliknya kata kerempeng mempunyai konotasi negatif memiliki nilai rasa yang tidak mengenakkan.

 

Berkenaan dengan masalah konotasi ini, satu hal yang harus diingat adalah bahwa konotasi sebuah kataa bisa berbeda antara seseorang dengan orang lain, antara satu daerah dengan daerah lain.

 

D.  Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

            Makna Konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Kata rumah memiliki makna konseptual ’bangunan tempat tinggal manusia’. Jadi, makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif dan makna referensial.

Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata yang berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misal, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian. Jadi, kata melati yang bermakna konseptual ’sejenis bunga kecil-kecil berwarna putih dan berbau harum’ digunakan untuk menyatakan perlambang kesucian.

1)      Makna stilistika berkenaan dengan pembedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial atau bidang kegiatan.  

2)      Makna efektif berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. 

3)      Makna afektif lebih nyata trasa dalam bahasa lisan. 

4)      Makna kolokatif berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk berpasangan dengan kata tertentu lainnya.i, , yang tidak meragukan 7.2.5

E.  Makna Kata dan Makna Istilah

     Penggunaan makna kata baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks situasinya. Kita belum tahu makna kata jatuh sebelum kata itu berada di dalam konteksnya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa makna kata masih bersifat umum, kasar, dan tidak jelas. Kata tangan dan lengan sebagai kata, maknanya lazim di anggap sama, seperti contoh berikut. 

§  Tangannya luka kena pecahan kaca.

§  Lengannya luka kena pecahan kaca.

Jadi, kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah besinonim, atau bermakna sama.

Istilah mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Umpamanya, kata tangan dan lengan yang menjadi contoh. Kedua kata itu dalam bidang kedokteran mempunyai makna berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan, sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu. Dalam bahasa umum kedua kata itu merupakan dua kata yang bersinonim, dan oleh karena itu sering dipertukarkan. Artinya, istilah itu tidak hanya digunakan di dalam bidang keilmuaan, tetapi juga telah digunakan secara umum.

F.  Makna Idiom dan Makna Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Umpamanya, secara gramatikal bentuk menjual rumah bermakna ’yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya. Tetapi dalam bahasa indonesia bentuk menjual gigi tidaklah memiliki makna seperti itu, melainkan bermakna ’tertawa keras-keras’. Jadi makna seperti yang dimiliki menjual gigi itulah yang disebut makna idiomatikal.

Ada dua macam idiom, yaitu yang disebut idiom penuh dan idiom sebagian. Yang dimaksud dengan idiom penuh adalah yang semua unsur-unsur sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Bentuk-bentuk seperti membanting tulang, menjual gigi, dan meja hijau termsuk contoh idiom penuh.Sedangkan yang dimaksud idiom sebagian adalah idiom yang salah satunya unsurnya masih memiliki makna lesikal sendiri. Misal, buku putih yang bermakna ’ buku yang memuat keterangan resmi suatu kasus. Berbeda dengan idiom yang maknanya tidak dapat diramalkan secara lesikal maupun gramatikal maka yang disebut peribahasa memiliki makna yang dapat dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ’asosiasi’ antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.contoh’ pribahasa Tong kosong berbunyi nyaring yang maknanya’ oarang yang banyak cakapnya biasanya tidak berilmu. Makna ini dapat ditarik dari asosiasi; tong yang berisi bila dipukul tidak mengeluarkan bunyi, tapi tong yang kosong akan menegeluarkan bunyi yang keras, nyaring.

Idiom dan peribahasa terdapat pada semua bahasa yang ada di dunia ini, terutama pada bahasa-bahasa yang penuturannya sudah memiliki kebudayaan yang tinggi. Untuk mengenal makna idiom tidak ada jalan lain selain dari harus melihatnya di dalam kamus, khususnya kamus peribahasa dan kamus idiom.

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

 

BAB III
PENUTUP

            Semantik adalah cabang linguistik yang mempelajari makna / arti yang terkandung dalam bahasa, kode, atau jenis lain dari representasi. Dengan kata lain, semantik adalah studi tentang makna. Semantik biasanya berhubungan dengan dua aspek lain: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, dan pragmatis, penggunaan praktis simbol oleh rakyat dalam konteks tertentu.

Linguistik Semantik adalah studi tentang makna yang digunakan untuk memahami ekspresi manusia melalui bahasa. Bentuk lain dari semantik termasuk semantik bahasa pemrograman, logika formal, dan semiotika.         Setiap kata, leksem atau butir leksikal tertentu yang mempunyai makna. Dalam menentukkan komponen makna diperlukan analisis komponen makna. Manfaat dari analisis ini adalah:

1.      Mencari perbedaan dari bentuk-bentuk yang bersinonim.

2.      Membuat prediksi makna-makna gramatikal afiksasi, reduplikasi dan komposisi dalam bahasa Indonesia.

 

Hal terpenting  dalam analisis ini adalah pemahaman antara jenis makna dalam setiap kata itu  jelas sangat jauh berbeda. Antara makna leksikal, gramatikal, dan kontekstual terdapat makna yang bertolak belakang satu sama lain bahkan didalam kata yang sama namun memilki makna yang berbeda.

 Pada kajian semantik ini kita dapat mengetahui tentang hakikat makna, jenis-jenis makna (makna leksikal, makna gramatikal dan kontekstual, makna referensial dan nonreferensial, makna konotatif dan denotatif, makna istilah dan makna makna kata, makna konseptual dan asosiatif, makna Idiom dan Peribahasa, makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna kolokatif, makna generik, makna spesifik, dan makna tematikal), relasi makna (sinonim, antonimi, polisemi, homonimi, hiponimi, ambiguiti, redundansi), perubahan makna, medan makna dan komponen makna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...