BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam berbagai kepustakaan linguistik
disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga
merupakan satu tataran linguistik. Kalau istilah ini tetap dipakai tentu harus
diingat bahwa status tataran semantik dengan tataran fonologi, morfologi, dan
sintaksis adalah tidak sama.
Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada
di seluruh atau di semua tataran yang bangun-membangun ini, makna berada di
dalam tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis.Penamaan tataran untuk
semantik agak kurang tepat, sebab dia bukan satu tataran dalam arti unsur
membangun satuan lain yang lebih besar, melainkan merupakan unsur yang berada
pada semua tataran itu, meskipun kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.
Para linguis structuralis tidak begitu peduli dengan masalah makna ini, karena
dianggap tidak termasuk ataun menjadi tataran yang sederajat dengan tataran
yang bangun-membangun itu.Hockett (1954). Missal, salah seorang tokoh
strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu system yang kompleks dari
kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa terdiri ini terdiri dari 5 subsistem, yaitu
subsistem gramatika, subsistem fonologi, subsistem morfofonemik,subsistem
semantik, dan subsistem fonetik. Sejak Chomsky menyatakan betapa pentingnya
semantik dalam studi liguistik, maka studi semantik sebagai bagian dari studi
linguistik menjadi semarak. Semantik tidak lagi menjadi objek periferal,
melainkan menjadi objek yang setaraf dengan bidangbigdang studi linguistik
lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Semantik?
2. Apa saja Hakikat Makna dalam tataran
linguistik semantik?
3. Apa jenis makna dalam tataran
Linguistik semantik?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa
itu Semantik
2. Untuk mengetahui apa saja hakikat makna dalam
tataran linguistik semantik
3. Untuk mengetahui apa saja
jenis makna dalam tataran linguistik Semantik
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Semantik
Semantik adalah cabang linguistik yang mempelajari
makna atau arti yang terkandung dalam bahasa, kode, atau jenis lain dari representasi.
Dengan kata lain, semantik adalah studi tentang makna. Semantik biasanya
berhubungan dengan dua aspek lain: sintaksis,
pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, dan pragmatis,
penggunaan praktis simbol oleh rakyat dalam konteks tertentu.
Linguistik
Semantik adalah studi tentang makna yang digunakan untuk memahami ekspresi
manusia melalui bahasa. Bentuk lain dari semantik termasuk semantik bahasa
pemrograman, logika formal, dan semiotika. Kata semantik sendiri menunjukkan berbagai
ide yang populer sangat teknis. Hal ini sering digunakan dalam bahasa
sehari-hari untuk menunjukkan pemahaman tentang isu-isu yang datang dengan
pilihan kata atau konotasi. Pemahaman tentang masalah telah menjadi subyek dari
banyak pertanyaan formal, dalam jangka panjang, khususnya di bidang semantik
formal.
Status tataran
semantik dengan tataran fonologi, morfologi dan sintaksis adalah tidak sama.
Semantik dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh tataran, yaitu berada
di tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Makna yang menjadi objek semantik
sangat tidak jelas, tak dapat diamati secara empiris, sehingga semantik
diabaikan. Tetapi, pada tahun 1965, Chomsky menyatakan bahwa semantik merupakan
salah satu komponen dari tata bahasa dan makna kalimat sangat ditentukan oleh
semantik iniSemantis yang berbeda dari
sintaksis studi tentang unit
bahasa kombinatorika (tanpa mengacu pada makna), dan pragmatik, studi tentang
hubungan antara simbol bahasa, makna, dan bahasa. Dalam kosakata ilmiah internasional,
semantik juga disebut semasiologi.
2.2 Hakikat Makna
Menurut Chomsky pada bukunya yang kedua
(1965) menyatakan bahwa semantik adalah merupakan salah satu komponen dari tata
bahasa (dua komponen lain adalah sintaksis dan fonologi) dan makna kalimat
sangat ditentukan oleh komponen semantik. Pengertian atau makna yang dimiliki
setiap morfem, baik yang disebut morfem dasar atau morfem afiks. Mengingat
bahasa itu bersifat arbitrer (bebas, tidak terikat) maka hubungan antara kata
dan maknanya juga bersifat arbitrer. Di dalam penggunaannya dalam pertuturan
nyata makna kata atau leksem itu seringkali dan mungkin juga biasanya terlepas
dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga acuannya. Oleh karena itu, banyak
pakar bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah
berada dalam konteks kalimatnya.
Menurut
Ferdinand de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari
dua komponen, yaitu Komponen Signifikan atau “yang
mengartikan” yang wujudnya berupa runtutan bunyi, dan komponen Signifie
atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep (yang
dimiliki oleh signifian). Umpamanya tanda
linguistik berupa <meja>, terdiri dari komponen signifikan, yakni berupa
runtunan fonem /m/, /e/,/j/, dan /a/; dan komponen signiefinya berupa konsep
atau makna ’sejenis perabot kantor dan rumah tangga’. Tanda linguistik ini yang
berupa runtunan fonem dan konsep yang dimiliki runtunan fonem itu mengacu pada
sebuah referen yang berada diluar bahsa, yaitu “sebuah meja”.
Di
dalam penggunaannya dalam pertuturan yang nyata makna kata atau leksem itu
seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep
dasarnya dan juga dari acuannya. Misalnya, kata buaya dalam kalimat (1) berikut
sudah terlepas dari konsep asal dan acuannya.
(1)
Dasar buaya ibunya sendiri ditipunya.
(2)
Sudah hampir pukuk dua belas!
Apabila
diucapkan oleh seorang ibu asrama putri terhadap seorang pemuda yang masih
bertandang di asrama itu padahal jam sudah menunjukkan hampir pukul dua belas
malam. Lain maknanya apabila kalimat itu diucapkan oleh seorang guru agama
ditujukan kepada para santri pada siang hari. Makna kalimat (2) itu yang
diucapkan si ibu asrama tentu berarti ’pengusiran’ secara halus, sedangkan yang
diuucapkan oleh guru agama itu berarti ’pemberitahuan bahwa sebentar lagi masuk
waktu Zuhur.
Satu hal lagi yang harus diingat mengenai makna ini, karena bahasa itu bersifat arbitrer. Maka hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbitrer.
2.3 Jenis Makna
Karena
bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan
bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam bila dilihat
dari segi atau pandangan yang berbeda. Berbagai nama jenis makna telah dikemukakan
orang dalam berbagai buku linguistik atau semantik. Kiranya jenis-jenis makna
yang dibicarakn pada subbab berikut ini sudah cukup mewakili jenis-jenis makna
yang pernah dibicarakan orang itu.
A. Makna Leksikal, Gramatikal,
dan Konstektual
Makna leksikal
adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun.
Misalnya, leksem kuda memiliki makna lesikal ’sejenis binatang berkaki empat
yang biasa dikendarai’. Makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang
sesuai dengan hasil observasi indra kita.
Makna
gramatikal baru ada kalau terjadi proses
gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi.
Umpamanya, dalam proses afiksasi prefiks ber-dengan dasar baju melahirkan makna
gramatiukal ’mengenakan’ atau memakai baju’; dengan dasar kuda melahirkan makna
gramatikal ’mengendarai kuda’.
Makna
konstektual adalah makna sebuah leksem atau kata
yang berada di dalam satu konteks. Sebagai contoh :
a)
Rambut
di kepala nenek belum ada yang putih.
b)
Sebagai
kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
c)
Nomor teleponnya ada pada kepala
surat itu.
d)
Kepala
paku dan Kepala jarum tidak sama bentuknya .
Misalnya
Kalimat “Tiga kali empat berapa?”
Apabila
dilontarkan di kelas tiga SD sewaktu mata pelajaran matematika berlangsung,
tentu akan dijawab “dua belas”. Kalau dijawab lain, maka jawaban itu pasti
salah. Namun, kalau pertanyaan itu dilontarkan kepada tukang foto di tokonya
atau di tempat kerjanya, maka pertanyaan itu mungkin akan dijawab “dua ribu”
atau mungkin juga “tiga ribu” atau mungkin juga jawaban lain. Mengapa bisa
begitu, karena pertanyaan itu mengacu pada biaya pembuatan pasfoto yang
berukuran tiga kali empat centimeter.
B. Makna Referensial dan
Non-referensial
Sebuah kata atau leksem disebut bermakna
referensial kalau ada referensnya, atau acuannya. kata-kata seperti kuda,
merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena
ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya kata-kata seperti dan, atau dan
karena adalah termasuk kata-kata yang tidak bermakna ferensial, karena
kata-kata itu tidak mempunyai referens.
Yang termasuk kata-kata deiktik ini
adalah kata-kata yang termasuk pronomina seperti dia, saya, dan kamu; kata-kata
yang menyatakan ruang, seperti di sini, di sana, dan disitu; kata-kata yang
menyatakan waktu, seperti sekarang, besok, dan nanti; dan kata-kata yang
disebut kata petunjuk, seperti ini dan itu.
a) ”Tadi saya lihat Pak Ahmad duduk di
sini, sekarang dia ke mana?” Tanya Pak Rasyid kepada para mahasiswa itu.
b)
”Kami
di sini memang bertindak tegas terhadap para penjahat itu.” kata
Gubernur DKI kepada para wartawan dari luar negeri itu.
Jelas,
kata di sini pada kalimat pertama acuannya adalah sebuah tempat duduk; tetapi
pada kalimat kedua acuannya adalah satu wilayah DKI Jakarta Raya.
C.
Makna
Denotatif dan Makna Konotatif
Makna Denotatif adalah makna asli,
makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Jadi, makna
denotatif ini sebenarnya sama dengan makna lesikal. Umpamanya, kata babi
bermakna denotatif ’sejenis binatang yang biasa diternakkan untuk dimanfaatkan
dagingnya. Kata kurus bermakna denotatif, keadaan tubuh seseorang yang
lebih kecil dari ukuran yang normal.
Makna
Konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan”
pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau
kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Umpamannya kata babi pada
contoh di atas, pada orang yang beragama islam atau di dalam masyarakat islam
mempunyai konotasi yang negatif, ada ras atau perasaan yang tidak enak di
dengar. Kata kurus juga berkonotasi netral artinya, tidak memiliki nilai
rasa yang mengenakkan. Tetapi kata ramping, yang sebenarnya bersinonim dengan
kata kurus itu memiliki konotasi positif, nilai rasa yang mengenakkan.
Sebaliknya kata kerempeng mempunyai konotasi negatif memiliki nilai rasa yang
tidak mengenakkan.
Berkenaan
dengan masalah konotasi ini, satu hal yang harus diingat adalah bahwa konotasi
sebuah kataa bisa berbeda antara seseorang dengan orang lain, antara satu
daerah dengan daerah lain.
D. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna Konseptual adalah makna
yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun.
Kata rumah memiliki makna konseptual ’bangunan tempat tinggal manusia’. Jadi,
makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif
dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah
makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata yang berkenaan dengan adanya
hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misal, kata melati
berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian. Jadi, kata melati yang
bermakna konseptual ’sejenis bunga kecil-kecil berwarna putih dan berbau harum’
digunakan untuk menyatakan perlambang kesucian.
1) Makna stilistika
berkenaan dengan pembedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial
atau bidang kegiatan.
2) Makna efektif
berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek
yang dibicarakan.
3) Makna afektif
lebih nyata trasa dalam bahasa lisan.
4) Makna kolokatif
berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah kata yang
bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk berpasangan dengan kata
tertentu lainnya.i, , yang tidak meragukan 7.2.5
E. Makna Kata dan Makna Istilah
Penggunaan makna kata baru menjadi jelas kalau kata itu sudah
berada di dalam konteks situasinya. Kita belum tahu makna kata jatuh sebelum
kata itu berada di dalam konteksnya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
makna kata masih bersifat umum, kasar, dan tidak jelas. Kata tangan dan lengan
sebagai kata, maknanya lazim di anggap sama, seperti contoh berikut.
§ Tangannya luka kena pecahan kaca.
§ Lengannya luka kena pecahan kaca.
Jadi,
kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah besinonim, atau
bermakna sama.
Istilah
mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa
konteks kalimat. Umpamanya, kata tangan dan lengan yang menjadi contoh. Kedua
kata itu dalam bidang kedokteran mempunyai makna berbeda. Tangan bermakna
bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan, sedangkan lengan adalah bagian dari
pergelangan sampai ke pangkal bahu. Dalam bahasa umum kedua kata itu merupakan
dua kata yang bersinonim, dan oleh karena itu sering dipertukarkan. Artinya,
istilah itu tidak hanya digunakan di dalam bidang keilmuaan, tetapi juga telah
digunakan secara umum.
F. Makna Idiom dan Makna Peribahasa
Idiom adalah satuan
ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik
secara leksikal maupun secara gramatikal. Umpamanya, secara gramatikal bentuk
menjual rumah bermakna ’yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima
rumahnya. Tetapi dalam bahasa indonesia bentuk menjual gigi tidaklah memiliki
makna seperti itu, melainkan bermakna ’tertawa keras-keras’. Jadi makna seperti
yang dimiliki menjual gigi itulah yang disebut makna idiomatikal.
Ada dua macam idiom,
yaitu yang disebut idiom penuh dan idiom sebagian. Yang dimaksud
dengan idiom penuh adalah yang semua unsur-unsur sudah melebur menjadi
satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu.
Bentuk-bentuk seperti membanting tulang, menjual gigi, dan meja hijau termsuk
contoh idiom penuh.Sedangkan yang dimaksud idiom sebagian adalah idiom
yang salah satunya unsurnya masih memiliki makna lesikal sendiri. Misal, buku
putih yang bermakna ’ buku yang memuat keterangan resmi suatu kasus. Berbeda
dengan idiom yang maknanya tidak dapat diramalkan secara lesikal maupun gramatikal
maka yang disebut peribahasa memiliki makna yang dapat dilacak dari makna
unsur-unsurnya karena adanya ’asosiasi’ antara makna asli dengan maknanya
sebagai peribahasa.contoh’ pribahasa Tong kosong berbunyi nyaring yang
maknanya’ oarang yang banyak cakapnya biasanya tidak berilmu. Makna ini dapat
ditarik dari asosiasi; tong yang berisi bila dipukul tidak mengeluarkan bunyi,
tapi tong yang kosong akan menegeluarkan bunyi yang keras, nyaring.
Idiom dan peribahasa
terdapat pada semua bahasa yang ada di dunia ini, terutama pada bahasa-bahasa
yang penuturannya sudah memiliki kebudayaan yang tinggi. Untuk mengenal makna
idiom tidak ada jalan lain selain dari harus melihatnya di dalam kamus,
khususnya kamus peribahasa dan kamus idiom.
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
- ISU DAN PERMASALAHAN REMAJA SERTA IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
- MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
- TATARAN LINGUISTIK SEMANTIK
- KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN DAN KARIER REMAJA Serta IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
- KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MORALITAS DAN KEAGAMAAN REMAJA SERTA IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
- KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN BAHASA MASA REMAJA SERTA IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
- KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SOSIAL MASA REMAJA SERTA IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
- KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN MASA REMAJA SERTA IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
- KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN FISIK DAN PSIKOMOTORIK
BAB III
PENUTUP
Semantik adalah cabang linguistik yang
mempelajari makna / arti yang terkandung dalam bahasa, kode, atau jenis lain
dari representasi. Dengan kata lain, semantik adalah studi tentang makna.
Semantik biasanya berhubungan dengan dua aspek lain: sintaksis, pembentukan
simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, dan pragmatis, penggunaan
praktis simbol oleh rakyat dalam konteks tertentu.
Linguistik Semantik adalah studi
tentang makna yang digunakan untuk memahami ekspresi manusia melalui bahasa.
Bentuk lain dari semantik termasuk semantik bahasa pemrograman, logika formal,
dan semiotika. Setiap kata,
leksem atau butir leksikal tertentu yang mempunyai makna. Dalam menentukkan
komponen makna diperlukan analisis komponen makna. Manfaat dari analisis ini
adalah:
1.
Mencari perbedaan dari bentuk-bentuk yang bersinonim.
2.
Membuat prediksi makna-makna gramatikal afiksasi,
reduplikasi dan komposisi dalam bahasa Indonesia.
Hal terpenting dalam analisis ini adalah pemahaman antara
jenis makna dalam setiap kata itu jelas sangat jauh berbeda. Antara makna
leksikal, gramatikal, dan kontekstual terdapat makna yang bertolak belakang
satu sama lain bahkan didalam kata yang sama namun memilki makna yang berbeda.
Pada kajian semantik ini kita dapat mengetahui tentang
hakikat makna, jenis-jenis makna (makna leksikal, makna gramatikal dan
kontekstual, makna referensial dan nonreferensial, makna konotatif dan
denotatif, makna istilah dan makna makna kata, makna konseptual dan asosiatif,
makna Idiom dan Peribahasa, makna konotatif, makna stilistika, makna afektif,
makna kolokatif, makna generik, makna spesifik, dan makna tematikal), relasi
makna (sinonim, antonimi, polisemi, homonimi, hiponimi, ambiguiti, redundansi),
perubahan makna, medan makna dan komponen makna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar