BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Dasar ilmu ekonomi telah diletakkan
landasannya oleh Adam Smith sejak tahun 1776, kemudian berkembang menjadi
konsep hukum pasar dalam sistem ekonomi kapitalis. Konsep hukum pasar terkenal
dengan teorinya “Bukan karena kemurahan hati tukang daging, tukang pembuat bir
atau tukang roti dapat makan, akan tetapi karena mareka memperhatikan
kepentingan mareka sendiri. Kita berbicara bukan karena rasa kemanusiaan,
melainkan karena cinta mareka kepada mareka sendiri dan janganlah sekali-kali
berbicara tentang keperluan-keperluan kita, melainkan tentang
keuntungan-keuntungan mareka”. Ilmu ekonomi kapitalis dan ilmu ekonomi
sosialis, memisahkan diri dari filsafat etika dan kepentigan dari nilai-nilai
moral. Azas ekonomi kapitalis didasarkan pada laissez faire (bebas, liberal),
sedangkan azas ekonomi sosialis didasarkan pada konsep pertentangan kelas. Arus
kehidupan yang terbentuk akibat dari sistem ekonomi di atas, telah mengikis
nilai-nilai gotong royong, musyawarah, tolong-menolong dan kebersamaan dalam
bingkai religius, sehingga mengakibatkan lahirnya kemiski-nan di tengah
kemakmuran yang kondisi ini dapat bertentangan dengn nilai-nilai moral dan
agama, bahkan sangat menyimpang dari garis panduan Islam.
Jika kita mencoba menampilkan sistem
ekonomi dalam pandangan ideologi kapitalisme, kita akan menemukan bahwa ekonomi
dalam pandangan mereka adalah sistem yang membahas tentang kebutuhan-kebutuhan
(needs) manusia beserta alat-alat pemuasnya (goods). Ekonomi mereka
sesungguhnya hanya membahas aspek material (kebendaan) dari kehidupan manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam menimbulkan ber-bagai
kesan yang beragam, bagi sebagian kalangan, kata Islam memposisikan ekonomi
Islam pada tempat yang sangat ekslusif sehingga menghilangkan nilai
kefitraannyan sebagai tatanan bagi semua manusia. Bagi sebagian lainnya,
ekonomi Islam digambarkan sebagai ekonomi hasil racikan antara aliran kapitalis
dan sosialis, sehingga ciri khas khusus yang dimiliki oleh ekonomi Islam itu
sendiri hilang, padahal yang sesungguhnya ekonomi Islam. adalah satu sistem
yang mencerminkan fitrah dan ciri khasnya sekaligus.[1]
Dalam ilmu ekonomi modern masalah
pilihan ini sangat tergantung pada macam-macam tingkah masing-masing individu.
Mereka mungkin tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun
dalam ilmu ekonomi Islam, kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk
mendis-tribusikan sumber-sumber semau kita. Dalam hal ini ada pembatasan yang
serius berdasarkan ketetapan Kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah atas tenaga
individu.[2]
1. Hadits tentang Nilai Dasar Ekonomi Islam
Nilai-nilai dasar ekonomi antara
lain dijelaskan dalam Hadits Nabi yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudzri,
yaitu:
عَنْ اَبِىْ
سَعِيْدٍ الْخُذْرِيْ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ اَلتَاجِرُالْاَ مِيْنُ
الصَدُوْقُ مَعَ النَبِيِيْنَ وَالصِدِّيْقِيْنَ وَالشُهَدَاءِ (رَوَاهُ
التُرْمُذِيْ) وَفِى رِوَايَةِ اَحْمَدَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَمَ: اّلتَاجِرُالصَدُوْقُ اْلاَمِيْنُ مَعَالنَبِيِيْنَ
وَالصِدِّيْقِيْنَ وَالشُهَدَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Dari Abu Sa’id al-Khudzri r.a.
katanya, Rasulullah SAW bersabda, ‘Pedagang yang terpercaya, jujur akan bersama
dengan para nabi, para shiddiqin, dan syuhada.” (HR. al-Tirmidzi). Dalam
riwayat Ahmad, Rasulullah SAW bersabda, “Pedagang yang jujur lagi terpercaya
akan bersama dengan para Nabi, para siddiqin, dan para syuhada pada hari
Kiamat”. (HR. Ahmad).
2.
Makna
Mufrodat
Pada lafaz اَلتَاجِرُالْاَ
مِيْنُ الصَدُوْق yang bermakna pedagang yang terpercaya, jujur.
وَالصِدِّيْقِيْنَ
وَالشُهَدَاءِ yang dimaksud
adalah orang-orang yang jujur dan orang –orang yang mati syahid. يَوْمَ الْقِيَامَةِ yang bermakna hari
kiamat.
Hadits diatas menjelaskan tentang
pedagang, pebisnis, atau pengusaha yang jujur lagi terpercaya nanti pada hari
kiamat akan bersama dengan para nabi, para shiddiqin (orang-orang yang jujur)
dan syuhada (orang-orang yang mati syahid).[3]
3.
Nilai-nilai
Dasar Ekonomi Islam
Menurut Adiwarman Karim, ada lima
nilai dasar (universal) ekonomi Islam untuk menjadi dasar inspirasi untuk
menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi Islam.[4]
a.
Ketuhanan (Keimanan/Tauhid)
Konsep ketuhanan dalam ajaran Islam
ada dua, yaitu tauhid rububiyyah (berkenaan dengan Allah sebagai Tuhan,
pencipta dan pengatur alam semesta) dan tauhid uluhiyyah (mengesakan Allah,
tidak menyekutukan sesuatu apapun dengan-Nya).
1.
Kepemilikan
(ownership)
Islam menyatakan bahwa pemilik
mutlak sumber-sumber ekonomi hanyalah Allah, Dia-lah pemilik segala yang ada di
langit dan di bumi. Allah berfirman:
لِلَّهِ مَا فِى
السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ
تُخْفُوهُ يُحَا سِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ.
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang
ada di langit dan bumi, dan jika kamu melahirkan apa yang ada dalam hatimu atau
kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu
tentang perbuatanmu itu. (QS. al-Baqarah: 284)
Nilai-nilai dasar ekonomi Islam yang
berkaitan dengan kepemilikan adalah kebebasan individu, ketidaksamaan ekonomi
dalam batas yang wajar, kesamaan sosial, adanya jaminan sosial, distribusi
kekayaan secara meluas, larangan menimbun harta kekayaan, dan adanya
kesejahteraan bersama.
2.
Keseimbangan (equilibrium)
Konsep ini tidak hanya berkenaan
dengan timbangan kebaikan hasil usaha manusia yang diarahkan untuk dunia dan
akhirat, tetapi juga terkait dengan kepentingan perorangan dan kepentingan umum
yang harus dipelihara, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Keseimbangan juga berarti tidak berlebih-lebihan dalam urusan ekonomi, baik
produksi, konsumsi, maupun distribusi.
b.
Kenabian
(Nubuwwah)
Nabi Muhammad adalah seorang
pedagang yang dalam praktik ekonominya selalu memperhatikan hubungan harmonis
antara pedagang dengan konsumen. Hal ini terlihat pada sikapnya yang tidak
pernah bersitegang dengan para pembeli. Semua orang yang berhubungan dengannya
selalu merasa senang, puas, yakin, dan percaya akan kejujurannya. Nilai-nilai
dasar ekonomi Islam terlihat pada sifat-sifat wajib rasul yang empat, yaitu:
shiddiq (benar atau jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas),
tabligh (menyampaikan ajaran Islam).
c.
Pemerintahan (Khilafah)
Menurut M. Umer Chapra, ada empat
faktor yang terkait dengan khilafah dalam hubungannya dengan ekonomi Islam,
yaitu universal brotherhood (persaudaraan universal), resource are a trust
(sumber daya alam merupakan amanat), humble life style (gaya hidup sederhana),
dan human freedom (kemerdekaan manusia). Keempat faktor ini merupakan penyangga
khilafah sebagai wahana untuk mencapai kesejahteraan kehidupan dunia dan
kesejahteraan di akhirat.
d.
Keadilan (‘Adl)
يَا أَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوا مُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنّآ نُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِ لُوا هُوَا أَقْرَبُ
لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا للَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian terhadap
suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena
adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Maidah: 8)
Keadilan dapat menghasilkan
keseimbangan dalam perekonomian dengan meniadakan kesenjangan antara pemilik
modal (orang kaya) dengan pihak yang membutuhkan (orang miskin). Walaupun
tentunya, Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi dan mengakui adanya
ketidaksamaan ekonomi antar orang-perorangan.
e.
Pertanggungjawaban (Ma’ad)
Konsep ini mengajarkan kepada
manusia bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan, apapun motifnya, akan
mendapat balasan. Dengan kata lain, terdapat reward dan punishment (pahala dan
siksa) atas segala bentuk perbuatan manusia. Karena itu, tidak selayaknya jika
manusia melakukan aktivitas duniawi, termasuk bisnis, semata-mata untuk
mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan akibat negatif dari aktivitas itu di
akhirat kelak.[5]
B.
Hadits-Hadits
Tentang Motivasi Pemenuhan Ekonomi
Hadits di bawah ini akan dibahas
hadits-hadits mengenai dorongan mencari rizki yang halal.
1.
Hadits
Abdullah bin Umar tentang orang memberi lebih baik dari orang yang menerima
حدثنا
اَبُوالنُعْمَانِ قَالَ حَدَّثَنَأ حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ اَيُّوْبَ نَافِعٍ
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ التَّبِيَّ صَلَّىاللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ
نَافِعٍ عن عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يقول : قال َّ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ
وَذْكُرُ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ وِ الْمَسْأَلَةِ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ
مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى فَالْيَدُ الْعُلْيَاهي الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَىهي
السَّائِلَةُ {البخارى في كتاب الزكاة}
Artinya : “Bercerita kepada kita Abu
Nu’man berkata telah bercerita pada kita Khammad bin Zaid dari Ayyub dari Nafi’
bin Umar r.a dia berkata: saya telah mendengar Nabi Saw bercerita kepada kita
Abdullah bin Maslamah dari Malik bin Nafi’. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar
r.a: di atas mimbar Rasulullah SAW berbicara tentang sedekah, menghindari dari
meminta pertolongan (keuangan) kepada orang lain, dan mengemis kepada orang
lain, dengan berkata “tangan atas lebih baik dari tangan di bawah. Tangan di
atas adalah tangan yang memberi, tangan di bawah adalah tangan yang mengemis”.
2.
Makna
Mufrodat
Pada lafadz وَهُوَ وَذْكُرُ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ,
yang dimaksud adalah menyebut keutamaan shadaqah dan ta’affuf (menjaga diri
dari perbuatan meminta-minta). Pada lafadz الْيَدِ السُّفْلَى adalah orang yang mau menerima, maksudnya
orang yang tidak mau memberi dan diartikan pula orang yang meminta-minta.الْيَدُ الْعُلْيَا diartikan orang yang memberi shodaqoh.
Dari hadits di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa orang yang memberi lebih baik daripada orang yang
meminta-minta. Karena perbuatan meminta-minta merupakan perbuatan yang
mengakibatkan seseorang menjadi tercela dan hina.
Sebenarnya meminta-minta itu boleh
dan halal, tetapi boleh disini diartikan bila seseorang dalam keadaan tidak
mempunyai apa-apa pada saat itu, dengan kata lain yaitu dalam keadaan mendesak
atau sangat terpaksa sekali. Jadi perbuatan meminta-minta itu dikatakan hina
jika pekerjaan itu dalam keadaan serba cukup, sehingga akan merendahkan dirinya
sendiri baik di mata manusia maupun dalam pandangan Allah SWT di akhirat nanti.
Dalam hadits ini juga berkaitan
dengan kisah Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Ibnu
Khizam yang mana terjadi dialog antara Nabi dengan sahabat yang bernama Hakim,
di situ dalam percakapannya hakim meminta sesuatu dari Rasulullah, maka di situ
beliau memberikannya hingga dua kali, yang mana terakhir disertai dengan
sabdanya : “Hai Hakim, sesungguhnya harta itu sesuatu yang manis dan
menyenangkan, maka barang siapa yang mengambilnya dengan sikap kedermawanan
diri tentu diberkati Allah apa yang diperolehnya, barang siapa mengambilnya
dengan sikap diri yang menghambur-hamburkan tidaklah harta itu diberkati dan
dinamakan tiada menyenangkan. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di
bawah”.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Dengan kita mengetahui apa itu nilai-nilai dasar ekonomi Islam maka
kita sudah mengetahui apa itu ekonomi Islam, hakikat ekonomi Islam, serta
Hadist tentang nilai dasar ekonomi Islam itu sendiri sehingga kita dapat
menerapkan nilai dasar ekonomi Islam tersebut dalam kehidupan sehari hari dan
semoga kita semua menjadi hamba yang bertaqwa disisi Allah SWT. Semoga makalah
ini dapat di terima oleh semua pihak karena makalah ini merupakan tahap awal
kita semua dalam memulai belajar
DAFTAR PUSTAKA
Idri. 2014. Hadis
Ekonomi, Surabaya: UINSA Press.
Abdul Latif. Nilai-nilai Dasar Dalam Membangun Ekonomi Islam,
Gorontalo: IAIN Sultan Amai.
Idri. 2015. Hadis Ekonomi,
Depok: Kencana.
- MAKALAH HADITS TENTANG PRODUKSI, KONSUMSI, DAN DISTRIBUSI
- SHALAT SEORANG MUSAFIR
- HADIS TENTANG NILAI DASAR EKONOMI DAN MOTIVASI EKONOMI
- HADIS-HADIS TENTANG ETIKA BISNIS DALAM ISLAM
- MAKALAH TENTANG MACAM-MACAM LEMBAGA TINGGI NEGARA
- ESSAY TENTANG FAKTA VIRUS CORONA DAN SOLUSI ISLAM
[1] Idri, Hadis Ekonomi, (Depok: Kencana, 2015) hal.3
[2] Ibid
[3] Abdul Latif. Nilai-nilai Dasar Dalam Membangun Ekonomi Islam, Gorontalo: IAIN Sultan Amai
[4] Ibid
[5] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar