HOME

09 Maret, 2023

HADIS TENTANG NILAI DASAR EKONOMI DAN MOTIVASI EKONOMI

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Dasar ilmu ekonomi telah diletakkan landasannya oleh Adam Smith sejak tahun 1776, kemudian berkembang menjadi konsep hukum pasar dalam sistem ekonomi kapitalis. Konsep hukum pasar terkenal dengan teorinya “Bukan karena kemurahan hati tukang daging, tukang pembuat bir atau tukang roti dapat makan, akan tetapi karena mareka memperhatikan kepentingan mareka sendiri. Kita berbicara bukan karena rasa kemanusiaan, melainkan karena cinta mareka kepada mareka sendiri dan janganlah sekali-kali berbicara tentang keperluan-keperluan kita, melainkan tentang keuntungan-keuntungan mareka”. Ilmu ekonomi kapitalis dan ilmu ekonomi sosialis, memisahkan diri dari filsafat etika dan kepentigan dari nilai-nilai moral. Azas ekonomi kapitalis didasarkan pada laissez faire (bebas, liberal), sedangkan azas ekonomi sosialis didasarkan pada konsep pertentangan kelas. Arus kehidupan yang terbentuk akibat dari sistem ekonomi di atas, telah mengikis nilai-nilai gotong royong, musyawarah, tolong-menolong dan kebersamaan dalam bingkai religius, sehingga mengakibatkan lahirnya kemiski-nan di tengah kemakmuran yang kondisi ini dapat bertentangan dengn nilai-nilai moral dan agama, bahkan sangat menyimpang dari garis panduan Islam.

Jika kita mencoba menampilkan sistem ekonomi dalam pandangan ideologi kapitalisme, kita akan menemukan bahwa ekonomi dalam pandangan mereka adalah sistem yang membahas tentang kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia beserta alat-alat pemuasnya (goods). Ekonomi mereka sesungguhnya hanya membahas aspek material (kebendaan) dari kehidupan manusia.

 

BAB II

PEMBAHASAN 

A.        Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi Islam menimbulkan ber-bagai kesan yang beragam, bagi sebagian kalangan, kata Islam memposisikan ekonomi Islam pada tempat yang sangat ekslusif sehingga menghilangkan nilai kefitraannyan sebagai tatanan bagi semua manusia. Bagi sebagian lainnya, ekonomi Islam digambarkan sebagai ekonomi hasil racikan antara aliran kapitalis dan sosialis, sehingga ciri khas khusus yang dimiliki oleh ekonomi Islam itu sendiri hilang, padahal yang sesungguhnya ekonomi Islam. adalah satu sistem yang mencerminkan fitrah dan ciri khasnya sekaligus.[1]

Dalam ilmu ekonomi modern masalah pilihan ini sangat tergantung pada macam-macam tingkah masing-masing individu. Mereka mungkin tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam ilmu ekonomi Islam, kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendis-tribusikan sumber-sumber semau kita. Dalam hal ini ada pembatasan yang serius berdasarkan ketetapan Kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah atas tenaga individu.[2]

 

1.      Hadits tentang Nilai Dasar Ekonomi Islam

Nilai-nilai dasar ekonomi antara lain dijelaskan dalam Hadits Nabi yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudzri, yaitu:

عَنْ اَبِىْ سَعِيْدٍ الْخُذْرِيْ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ اَلتَاجِرُالْاَ مِيْنُ الصَدُوْقُ مَعَ النَبِيِيْنَ وَالصِدِّيْقِيْنَ وَالشُهَدَاءِ (رَوَاهُ التُرْمُذِيْ) وَفِى رِوَايَةِ اَحْمَدَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: اّلتَاجِرُالصَدُوْقُ اْلاَمِيْنُ مَعَالنَبِيِيْنَ وَالصِدِّيْقِيْنَ وَالشُهَدَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

Dari Abu Sa’id al-Khudzri r.a. katanya, Rasulullah SAW bersabda, ‘Pedagang yang terpercaya, jujur akan bersama dengan para nabi, para shiddiqin, dan syuhada.” (HR. al-Tirmidzi). Dalam riwayat Ahmad, Rasulullah SAW bersabda, “Pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama dengan para Nabi, para siddiqin, dan para syuhada pada hari Kiamat”. (HR. Ahmad).

2.      Makna Mufrodat

Pada lafaz  اَلتَاجِرُالْاَ مِيْنُ الصَدُوْق yang bermakna pedagang yang terpercaya, jujur.  وَالصِدِّيْقِيْنَ وَالشُهَدَاءِ yang dimaksud adalah orang-orang yang jujur dan orang –orang yang mati syahid. يَوْمَ الْقِيَامَةِ  yang bermakna hari kiamat.

Hadits diatas menjelaskan tentang pedagang, pebisnis, atau pengusaha yang jujur lagi terpercaya nanti pada hari kiamat akan bersama dengan para nabi, para shiddiqin (orang-orang yang jujur) dan syuhada (orang-orang yang mati syahid).[3]

 

3.    Nilai-nilai Dasar Ekonomi Islam

Menurut Adiwarman Karim, ada lima nilai dasar (universal) ekonomi Islam untuk menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi Islam.[4]

a.        Ketuhanan (Keimanan/Tauhid)

Konsep ketuhanan dalam ajaran Islam ada dua, yaitu tauhid rububiyyah (berkenaan dengan Allah sebagai Tuhan, pencipta dan pengatur alam semesta) dan tauhid uluhiyyah (mengesakan Allah, tidak menyekutukan sesuatu apapun dengan-Nya).

1.    Kepemilikan (ownership)

Islam menyatakan bahwa pemilik mutlak sumber-sumber ekonomi hanyalah Allah, Dia-lah pemilik segala yang ada di langit dan di bumi. Allah berfirman:

لِلَّهِ مَا فِى السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَا سِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ.

Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan bumi, dan jika kamu melahirkan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. (QS. al-Baqarah: 284)

Nilai-nilai dasar ekonomi Islam yang berkaitan dengan kepemilikan adalah kebebasan individu, ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar, kesamaan sosial, adanya jaminan sosial, distribusi kekayaan secara meluas, larangan menimbun harta kekayaan, dan adanya kesejahteraan bersama.

2.           Keseimbangan (equilibrium)

Konsep ini tidak hanya berkenaan dengan timbangan kebaikan hasil usaha manusia yang diarahkan untuk dunia dan akhirat, tetapi juga terkait dengan kepentingan perorangan dan kepentingan umum yang harus dipelihara, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban. Keseimbangan juga berarti tidak berlebih-lebihan dalam urusan ekonomi, baik produksi, konsumsi, maupun distribusi.

b.      Kenabian (Nubuwwah)

Nabi Muhammad adalah seorang pedagang yang dalam praktik ekonominya selalu memperhatikan hubungan harmonis antara pedagang dengan konsumen. Hal ini terlihat pada sikapnya yang tidak pernah bersitegang dengan para pembeli. Semua orang yang berhubungan dengannya selalu merasa senang, puas, yakin, dan percaya akan kejujurannya. Nilai-nilai dasar ekonomi Islam terlihat pada sifat-sifat wajib rasul yang empat, yaitu: shiddiq (benar atau jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas), tabligh (menyampaikan ajaran Islam).

c.        Pemerintahan (Khilafah)

Menurut M. Umer Chapra, ada empat faktor yang terkait dengan khilafah dalam hubungannya dengan ekonomi Islam, yaitu universal brotherhood (persaudaraan universal), resource are a trust (sumber daya alam merupakan amanat), humble life style (gaya hidup sederhana), dan human freedom (kemerdekaan manusia). Keempat faktor ini merupakan penyangga khilafah sebagai wahana untuk mencapai kesejahteraan kehidupan dunia dan kesejahteraan di akhirat.

d.       Keadilan (‘Adl)

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا مُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنّآ نُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِ لُوا هُوَا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا للَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Maidah: 8)

Keadilan dapat menghasilkan keseimbangan dalam perekonomian dengan meniadakan kesenjangan antara pemilik modal (orang kaya) dengan pihak yang membutuhkan (orang miskin). Walaupun tentunya, Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi dan mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi antar orang-perorangan.

e.         Pertanggungjawaban (Ma’ad)

Konsep ini mengajarkan kepada manusia bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan, apapun motifnya, akan mendapat balasan. Dengan kata lain, terdapat reward dan punishment (pahala dan siksa) atas segala bentuk perbuatan manusia. Karena itu, tidak selayaknya jika manusia melakukan aktivitas duniawi, termasuk bisnis, semata-mata untuk mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan akibat negatif dari aktivitas itu di akhirat kelak.[5]

 

B.        Hadits-Hadits Tentang Motivasi Pemenuhan Ekonomi

Hadits di bawah ini akan dibahas hadits-hadits mengenai dorongan mencari rizki yang halal.

1.      Hadits Abdullah bin Umar tentang orang memberi lebih baik dari orang yang menerima

حدثنا اَبُوالنُعْمَانِ قَالَ حَدَّثَنَأ حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ اَيُّوْبَ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ التَّبِيَّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عن عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يقول : قال َّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ وَذْكُرُ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ وِ الْمَسْأَلَةِ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى فَالْيَدُ الْعُلْيَاهي الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَىهي السَّائِلَةُ {البخارى في كتاب الزكاة}

 

Artinya : “Bercerita kepada kita Abu Nu’man berkata telah bercerita pada kita Khammad bin Zaid dari Ayyub dari Nafi’ bin Umar r.a dia berkata: saya telah mendengar Nabi Saw bercerita kepada kita Abdullah bin Maslamah dari Malik bin Nafi’. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a: di atas mimbar Rasulullah SAW berbicara tentang sedekah, menghindari dari meminta pertolongan (keuangan) kepada orang lain, dan mengemis kepada orang lain, dengan berkata “tangan atas lebih baik dari tangan di bawah. Tangan di atas adalah tangan yang memberi, tangan di bawah adalah tangan yang mengemis”.

2.      Makna Mufrodat

Pada lafadz وَهُوَ وَذْكُرُ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ, yang dimaksud adalah menyebut keutamaan shadaqah dan ta’affuf (menjaga diri dari perbuatan meminta-minta). Pada lafadz الْيَدِ السُّفْلَى adalah orang yang mau menerima, maksudnya orang yang tidak mau memberi dan diartikan pula orang yang meminta-minta.الْيَدُ الْعُلْيَا diartikan orang yang memberi shodaqoh.

Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang memberi lebih baik daripada orang yang meminta-minta. Karena perbuatan meminta-minta merupakan perbuatan yang mengakibatkan seseorang menjadi tercela dan hina.

Sebenarnya meminta-minta itu boleh dan halal, tetapi boleh disini diartikan bila seseorang dalam keadaan tidak mempunyai apa-apa pada saat itu, dengan kata lain yaitu dalam keadaan mendesak atau sangat terpaksa sekali. Jadi perbuatan meminta-minta itu dikatakan hina jika pekerjaan itu dalam keadaan serba cukup, sehingga akan merendahkan dirinya sendiri baik di mata manusia maupun dalam pandangan Allah SWT di akhirat nanti.

Dalam hadits ini juga berkaitan dengan kisah Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Ibnu Khizam yang mana terjadi dialog antara Nabi dengan sahabat yang bernama Hakim, di situ dalam percakapannya hakim meminta sesuatu dari Rasulullah, maka di situ beliau memberikannya hingga dua kali, yang mana terakhir disertai dengan sabdanya : “Hai Hakim, sesungguhnya harta itu sesuatu yang manis dan menyenangkan, maka barang siapa yang mengambilnya dengan sikap kedermawanan diri tentu diberkati Allah apa yang diperolehnya, barang siapa mengambilnya dengan sikap diri yang menghambur-hamburkan tidaklah harta itu diberkati dan dinamakan tiada menyenangkan. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”.

 

BAB III

Penutup

A.    Kesimpulan

Dengan kita mengetahui apa itu nilai-nilai dasar ekonomi Islam maka kita sudah mengetahui apa itu ekonomi Islam, hakikat ekonomi Islam, serta Hadist tentang nilai dasar ekonomi Islam itu sendiri sehingga kita dapat menerapkan nilai dasar ekonomi Islam tersebut dalam kehidupan sehari hari dan semoga kita semua menjadi hamba yang bertaqwa disisi Allah SWT. Semoga makalah ini dapat di terima oleh semua pihak karena makalah ini merupakan tahap awal kita semua dalam memulai belajar


DAFTAR PUSTAKA

Idri.  2014. Hadis Ekonomi, Surabaya: UINSA Press.

Abdul Latif. Nilai-nilai Dasar Dalam Membangun Ekonomi Islam, Gorontalo: IAIN Sultan Amai.

 Idri. 2015. Hadis Ekonomi, Depok: Kencana.


BACA ARTIKEL LAINYA YANG BERKAITAN:

[1] Idri, Hadis Ekonomi, (Depok: Kencana, 2015) hal.3

[2] Ibid

[3] Abdul Latif. Nilai-nilai Dasar Dalam Membangun Ekonomi Islam, Gorontalo: IAIN Sultan Amai

[4] Ibid

[5] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...