HOME

02 Maret, 2023

MAKALAH SUMBER HUKUM DI INDONESIA

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

            Indonesia adalah Negara hukum, dengan itu Indonesia memiliki kekuatan untuk mengendalikan tindakan masyarakat mencapai nilai-nilai yang positif. Hukum di Indonesia mengatur banyak aspek kehidupan, mulai dari sosial, politik, ekonomi, budaya maupun agama. Hukum merupakan suatu hal yang penting untuk dipahami dan dilaksanakan untuk mendorong lahirnya pengetahuan yang membahas masalah hukum dan menjadi pengantar bagi warga negara untuk mempelajari hukum baik hukum di Indonesia maupun hukum yang berlaku universal.

            Oleh karena itu, mempelajari dua ilmu hukum (Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia) merupakan suatu langkah untuk membentuk manusia yang sadar hukum. Keberadaan Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia sangat penting terutama bagi Bangsa Indonesia. Pengantar Hukum Indonesia adalah ilmu yang mempelajari hukum positif Indonesia, seperti sumber hukum di Indonesia dan yang lainnya. Jadi, penting bagi kita untuk mengenal dan memahami kedua ilmu hukum tersebut.

2.      Rumusan Masalah

1)      Apa yang dimakud dengan Perundang-Undangan?

2)      Apa yang dimakud dengan Hukum Adat?

3)      Apa yang dimakud dengan Yurisprudensi?

4)      Apa yang dimakud dengan Doktrin?

5)      Apa yang dimakud dengan Perjanjian?

6)      Apa yang dimakud dengan Perjanjian Internasional?

3.      Tujuan

1)      Untuk mengetahui pengertian dari Perundang-Undangan

2)      Untuk mengetahui pengertian dari Hukum Adat

3)      Untuk mengetahui pengertian dari Yuridprudensi

4)      Untuk mengetahui pengertian dari Doktrin

5)      Untuk mengetahui pengertian dari Perjanjian

6)      Untuk mengetahui pengertian dari Perjanjian Internasional

BAB II

PEMBAHASAN

Sumber Hukum di Indonesia

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang jika dilanggar mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata. Di Indonesia terdapat sumber hukum yang dapat menemukan dan mengenal hukum, yang terdiri sebagai berikut:

A.    Perundang-Undangan

Undang-undang dalam arti materiil ialah suatu keputusan pemerintah, yang mengingat isinya disebut undang-undang, yaitu tiap-tiap keputusan pemerintah, yang mendapatkan peraturan-peraturan yang mengikat secara umum (dengan perkataan lain, peraturan-peraturan hukum objektif).

Adapun undang-undang dalam arti formal ialah keputusan pemerintah yang memperoleh nama undang-undang karena bentuk, dalam mana ia timbul. Undang-undang dalam arti formal, biasanya memuat peraturan-peraturan hukum, dan sekaligus merupakan juga undang-undang dalam arti materiil. Misalnya di Indonesia, pengertian undang-undang menurut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amandemen adalah bentuk peraturan yang dibuat oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).[1]

Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa :

a)      Undang-undang adalah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh Penguasa negara (Drs. CST Kansil, SH).

b)      Undang-undang adalah produk daripada pembentuk Undang-undang yang terdiri dari Presiden dan DPR seperti yang dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) UUD 1945 (Dr. Mas Soebagio, SH).

1)      Pembuatan Undang-Undang

Berdasarkan Undang-Undang Dasar maka pembuatan Undang-Undang dilaksanakan oleh Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) (UUD 1945 pasal 5). Untuk dapat diajukan/diusulkan ke DPR dibuatlah Rancangan Undang-Undang terlebih dahulu. Setelah Rancangan Undang-Undang selesai, Presiden mengusulkan kepada DPR. Apabila DPR tidak menyetujuinya, maka Rancangan tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam masa persidangan DPR yang sama. Sebaliknya, apabila anggota DPR yang mengambil inisiatif dan mengusulkan rancangannya, maka undang-undangnyapun tidak akan terbentuk tanpa adanya pengesahan dari Presiden.

2)      Tata Urutan Perundangan di Indonesia

Bentuk dan tata urutan perundang-undangan ditetapkan oleh MPRS (TAP.MPRS.No.XX / 1966) yang secara berurutan menurut tingkatnya dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah adalah sebagai berikut :

a.       Undang-Undang Dasar (UUD).

b.      Ketetapan MPR (TAP MPR).

c.       Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu).

d.      Peraturan Pemerintah (P.P).

e.       Keputusan Presiden

f.       Peraturan Pelaksanaan dari Menteri, Direktur Jenderal, Direktur.

g.      Peraturan Daerah Tingkat 1 (Perda) dan Peraturan Pelaksanaannya.

h.      Dan seterusmya ke bawah

Perundang-undangan dari butir a sampai f adalah perundang-undangan tingkat pusat, sedangkan peraturan Daerah tingkat 1 ke bawah.f.[2]

Dalam tata urutan disini terlihat adanya Peraturan Daerah dalam rangka memantapkan perwujudan otonomi daerah perlu menempatkan peraturan daerah dalam urutan peraturan perundangan.

Menurut Pasal 4 Ayat (1):

Sesuai dengan tata urutan peraturan perundangan ini maka setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

Menurut berlakunya suatu undang-undang adalah menurut tanggal yang ditentukan dalam undang-undang itu sendiri, biasanya disebutkan dalam satu pasalnya bahwa undang-undang ini mulai berlaku saat diundangkan. Namun apabila tidak disebutkan dalam undang-undangnya, maka berlakunya adalah 30 hari sesudah diundangkan dalam lembaran negara.[3]

B.     Hukum Adat

Hukum adat adalah kebiasaan yang telah diyakini dan dianut oleh masyarakat yang telah berlangsung bertahun-tahun dan menjadi tradisi yng diturunkan dari generasi ke generasi.  Meski tidak tertulis layaknya undang-undang, namun hukum adat harus tetap memiliki kriteria apabila hendak dijadikan kekuatan hukum, sebagaimana diyakini bahwa kebiasaan yang dapat dijadikan hukum kebiasaan mengandung kriteria sebagaimana berikut;

·         Adanya suatu perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan tindakan tersebut diikuti oleh masyarakat umum tersebut;

·         Adanya unsur kebaikan di dalam kebiasaan tersebut, sehingga dari kebiasaan yang mengandung unsur kebaikan dapat dijadikan hukum yang mengikat di masyarakat.

C.    Yurisprudensi

Keputusan hakim yang berisikan suatu peraturan sendiri berdasarkan wewenang yang diberikan oleh pasal 22A.B. menjadi dasar keputusan hakim lainnya untuk mengadili suatu perkara dan keputusan hakim tersebut menjadi sumber hukum bagi pengadilan. [4]

Jadi yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu terhadap peristiwa tertentu yang dijadikan dasar bagi keputusan hakim lain sehingga keputusan ini menjadi keputusan hakim yang tetap. Seseorang hakim mengikuti keputusan hakim yang terdahulu karena ia sependapat dengan isi keputusan hakim tersebut dan dipakai sebagai pedoman dalam mengambil keputusan mengenai suatu perkara yang ada[5].Yurispruden dibagi menjadi 2 yaitu:[6]

1.      Yuripruden tetap

2.      Yurisprunden tidak tetap

D.    Doktrin

Doktrin adalah suatu hukum yang merujuk pendapat para ahli ternama dan terkemuka. Hukum yang bersumber dari doktrin, acap kali dipakai oleh para hakim ketika melaksanakan yurisprudensi.[7] Pendapat para ahli hukum/sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim.

Dalam yurisprudensi terlihat bahwa hakim sering berpegang pada pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal. Dalam penetapan apa yang akan menjadi dasar keputusan-keputusannya, maka hakim seing mengutip pendapat seorang ahli atau sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikannya, apalagi bila sarjana hukum tersebut menentukan bagaimana seharusnya, sehingga pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut.

Jadi pendapat ahli/sarjana hukum itu menjadi sumber hukum melalui yurisprudensi. Dalam hubungan internasional terutama pendapat para sarjana hukum mempunyai pengaruh yang besar. Bagi hukum internasional pendapat para sarjana hukum merupakan sumber hukum yang sangat penting.[8]

 

E.     Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional atau treaty merupakan sumber hukum dalam arti formal, karena harus memenuhi persyaratan formal tertentu unuk dapat dinamakan perjanjian inrenasional. Lazimnya perjanjian internasional atau perjanjian antar negara memuat peraturan-peraturan hukum yang mengikat secara umum.

Pasal 11 UUD menentukan: presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Perjanjian dengan negara lain ini yang dimaksudkan tidak lain adalah perjanjian antar negara atau perjanjian internasionaL.[9]

a)      Perjanjian bilateral, yakni perjanjian antara dua negara tentang satu atau beberapa masalah hukum tertentu.

Contoh:

- Persetujuan Roem-Royen antara Delegasi Indonesia yang dipimpin Mohammad Roem dan delegasi Belanda dibawah Van Royen, yang menghasilkan kesepakatan untuk pengadaan Konperansi Meja Bundar di Den Haag 1948.

b)     Perjanjian multilateral, yakni perjanjian antara 3 negara atau lebih tentang suatu atau beberapa hal tertentu.

Contoh:

- Deklarasi Bandung 1955 tentang Negara-Negara Nonblok (netral) sebagai hasil dari Konperensi Asia Afrika pada tahun 1955 di Bandung, yang dikenal juga sebagai “ Dasa Sila Bandung 1955 “.[10]

F.     Perjanjian

Menurut teori klasik yang dimaksud dengan perjanjian adalah satu perbuatan hukum yang berisi dua yang didasarkan atas kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Adapun yang dimaksudkan dengan satu perbuatan hukum yang bersisi dua tidak lain adalah suatu perbuatan hukum yang meliputi penawaran dari pihak yang satu dan penerimaan dari pihak yang lain.

Perjanjian hendaknya dibedakan dari janji. Meskipun janji itu didasarkan atas kata sepakat, namun kata sepakat itu tidak untuk menimbulkan akibat hukum, yang berarti bahwa janji itu dilanggar maka tidak ada akibat hukumnya, si pelanggar tidak dapat dikenakan sanksi.

Unsur-unsur perjanjian:

Pertama ialah unsur mutlak harus ada ada bagi terjadinya perjanjian yang disebut essentialia. Unsur ini mutlak harus ada agar perjanjian itu sah, merupakan syarat sahnya perjanjian.

Kedua ialah unsur yang lazimnya melekat pada perjanjian, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena sudah merupakan pembawaan atau melekat pada perjanjian.

Yang ketiga adalah unsur yang harus dimuat atau disebut secara tegas dalam perjanjian yang dinamakan accidentalia. Unsur ini harus secara tegas diperjanjikan, misalnya mengenai tempat tinggal yang dipilih.

 

BAB III

PENUTUP

1.      Kesimpulan

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang jika dilanggar mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata. Di Indonesia terdapat sumber hukum yang dapat menemukan dan mengenal hukum.  

Di Indonesia sendiri terdapat sumber hukum yang diantaranya adalah, Perundang-Undangan, Hukum Adat, Yurisprudensi, Doktrin, Perjanjian Internasional, dan Perjanjian. yang dimana kegunaan dari enam sumber hukum tersebut adalah untuk mengenal dan menemukan hukum di Indonesia.

2.      Saran

      Sebagai warga negara Indonesia yang baik kita harus tahu tentang peraturan yang ada di negara Indonesia ini dengan mentaati dan mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan di negara ini dan sebagai warga negara yang baik pun kita harus mengetahui mengenai negara lain karena negara kita tidak bisa berjalan tanpa adanya hubungan dengan negara lain.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Makalah Ayat-Ayat Yang Berkaitan Dengan Dasar Umum Bisnis Islam
  2. Makalah Tafsir Ayat Tentang Penjualan Jasa (Ijarah)
  3. Jurnal Bahasa Inggris Profit Sharing
  4. Makalah Pengertian Produk, Ciri-Ciri, Dan Kriteria Produk Disukai Pasar
  5. Pengertian Tata Hukum Dan Makalah Pengantar Hukum Indonesia
  6. Makalah Sumber Hukum Di Indonesia
  7. Makalah Macam-Macam Lembaga Tinggi Negara
  8. Makalah Sejarah Dan Perkembangan Hukum Di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Aminato Kif, Bunga Rampai Hukum (Jember: Katamedia, 2018).

A.    Ridwan Halim, Pengantar Hukum Indonesia Dalam Tanya Jawab ().

Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989).

Muhamad Sadi Is, S.H.I., M.H., Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana, 2015)

Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., Mengenal Hukum (suatu pengantar) (Yogyakarta:       Liberty,2008).

R. Soeroso, S.H., Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2017).

Siti Soetami, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia (Bandung: PT Refika Aditama,   2007).

Wawan Muhwan Hariri, Pengantar Ilmu Hukum (Bandung: Pustaka Setia, ).



[1] Muhamad Sadi Is, S.H.I., M.H., Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana, 2015), hlm 113.

[2] R. Soeroso, S.H., Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), hlm 123-133.

[3] Siti Soetami, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), hlm

[4] Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm 49.

[5] Wawan Muhwan Hariri, Pengantar Ilmu Hukum (Bandung: Pustaka Setia, ), hlm

[6] Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm 49.

[7] Aminato Kif, Bunga Rampai Hukum (Jember: Katamedia, 2018), hlm. 42.

[8] Siti Soetami, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), hlm 17.

[9] Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., Mengenal Hukum (suatu pengantar) (Yogyakarta: Liberty, 2008), hlm 109-117.

[10] A. Ridwan Halim, Pengantar Hukum Indonesia Dalam Tanya Jawab (), hlm 62-63.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...