1.
Latar Belakang
Indonesia adalah Negara hukum, dengan itu Indonesia
memiliki kekuatan untuk mengendalikan tindakan masyarakat mencapai nilai-nilai
yang positif. Hukum di Indonesia mengatur banyak aspek kehidupan, mulai dari
sosial, politik, ekonomi, budaya maupun agama. Hukum merupakan suatu hal yang
penting untuk dipahami dan dilaksanakan untuk mendorong lahirnya pengetahuan
yang membahas masalah hukum dan menjadi pengantar bagi warga negara untuk
mempelajari hukum baik hukum di Indonesia maupun hukum yang berlaku universal.
Oleh karena itu, mempelajari dua ilmu hukum (Pengantar
Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia) merupakan suatu langkah untuk
membentuk manusia yang sadar hukum. Keberadaan Pengantar Ilmu Hukum dan
Pengantar Hukum Indonesia sangat penting terutama bagi Bangsa Indonesia. Pengantar
Hukum Indonesia adalah ilmu yang mempelajari hukum positif Indonesia, seperti
sumber hukum di Indonesia dan yang lainnya. Jadi, penting bagi kita untuk
mengenal dan memahami kedua ilmu hukum tersebut.
2.
Rumusan Masalah
1)
Apa yang dimakud dengan Perundang-Undangan?
2)
Apa yang dimakud dengan Hukum Adat?
3)
Apa yang dimakud dengan Yurisprudensi?
4)
Apa yang dimakud dengan Doktrin?
5)
Apa yang dimakud dengan Perjanjian?
6)
Apa yang dimakud dengan Perjanjian Internasional?
3.
Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian dari Perundang-Undangan
2) Untuk mengetahui pengertian dari Hukum Adat
3) Untuk mengetahui pengertian dari Yuridprudensi
4) Untuk mengetahui pengertian dari Doktrin
5) Untuk mengetahui pengertian dari Perjanjian
6) Untuk mengetahui pengertian dari Perjanjian
Internasional
Sumber
hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan
yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang jika dilanggar mengakibatkan
timbulnya sanksi yang tegas dan nyata. Di Indonesia terdapat sumber hukum yang
dapat menemukan dan mengenal hukum, yang terdiri sebagai berikut:
A.
Perundang-Undangan
Undang-undang
dalam arti materiil ialah suatu keputusan pemerintah, yang mengingat isinya
disebut undang-undang, yaitu tiap-tiap keputusan pemerintah, yang mendapatkan
peraturan-peraturan yang mengikat secara umum (dengan perkataan lain,
peraturan-peraturan hukum objektif).
Adapun
undang-undang dalam arti formal ialah keputusan pemerintah yang memperoleh nama
undang-undang karena bentuk, dalam mana ia timbul. Undang-undang dalam arti
formal, biasanya memuat peraturan-peraturan hukum, dan sekaligus merupakan juga
undang-undang dalam arti materiil. Misalnya di Indonesia, pengertian
undang-undang menurut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 hasil amandemen adalah bentuk peraturan yang dibuat oleh pemerintah
bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).[1]
Selanjutnya
ada yang mengatakan bahwa :
a) Undang-undang
adalah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,
diadakan dan dipelihara oleh Penguasa negara (Drs. CST Kansil, SH).
b) Undang-undang
adalah produk daripada pembentuk Undang-undang yang terdiri dari Presiden dan
DPR seperti yang dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) UUD 1945
(Dr. Mas Soebagio, SH).
1) Pembuatan
Undang-Undang
Berdasarkan Undang-Undang Dasar maka pembuatan
Undang-Undang dilaksanakan oleh Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
(UUD 1945 pasal 5). Untuk dapat diajukan/diusulkan ke DPR dibuatlah Rancangan
Undang-Undang terlebih dahulu. Setelah Rancangan Undang-Undang selesai,
Presiden mengusulkan kepada DPR. Apabila DPR tidak menyetujuinya, maka
Rancangan tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam masa persidangan DPR yang
sama. Sebaliknya, apabila anggota DPR yang mengambil inisiatif dan mengusulkan
rancangannya, maka undang-undangnyapun tidak akan terbentuk tanpa adanya
pengesahan dari Presiden.
2) Tata Urutan Perundangan
di Indonesia
Bentuk dan tata urutan perundang-undangan ditetapkan
oleh MPRS (TAP.MPRS.No.XX / 1966) yang secara berurutan menurut tingkatnya dari
yang tertinggi sampai dengan yang terendah adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang
Dasar (UUD).
b. Ketetapan
MPR (TAP MPR).
c. Undang-undang
dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu).
d. Peraturan
Pemerintah (P.P).
e. Keputusan
Presiden
f. Peraturan
Pelaksanaan dari Menteri, Direktur Jenderal, Direktur.
g. Peraturan
Daerah Tingkat 1 (Perda) dan Peraturan Pelaksanaannya.
h. Dan
seterusmya ke bawah
Perundang-undangan
dari butir a sampai f adalah perundang-undangan tingkat pusat, sedangkan
peraturan Daerah tingkat 1 ke bawah.f.[2]
Dalam
tata urutan disini terlihat adanya Peraturan Daerah dalam rangka memantapkan
perwujudan otonomi daerah perlu menempatkan peraturan daerah dalam urutan
peraturan perundangan.
Menurut
Pasal 4 Ayat (1):
Sesuai dengan tata
urutan peraturan perundangan ini maka setiap aturan hukum yang lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
Menurut
berlakunya suatu undang-undang adalah menurut tanggal yang ditentukan dalam
undang-undang itu sendiri, biasanya disebutkan dalam satu pasalnya bahwa
undang-undang ini mulai berlaku saat diundangkan. Namun apabila tidak
disebutkan dalam undang-undangnya, maka berlakunya adalah 30 hari sesudah
diundangkan dalam lembaran negara.[3]
B.
Hukum Adat
Hukum
adat adalah kebiasaan yang telah diyakini dan dianut oleh masyarakat yang telah
berlangsung bertahun-tahun dan menjadi tradisi yng diturunkan dari generasi ke
generasi. Meski tidak tertulis layaknya
undang-undang, namun hukum adat harus tetap memiliki kriteria apabila hendak
dijadikan kekuatan hukum, sebagaimana diyakini bahwa kebiasaan yang dapat
dijadikan hukum kebiasaan mengandung kriteria sebagaimana berikut;
·
Adanya suatu
perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan tindakan tersebut diikuti oleh
masyarakat umum tersebut;
·
Adanya unsur
kebaikan di dalam kebiasaan tersebut, sehingga dari kebiasaan yang mengandung
unsur kebaikan dapat dijadikan hukum yang mengikat di masyarakat.
C.
Yurisprudensi
Keputusan hakim yang berisikan suatu
peraturan sendiri berdasarkan wewenang yang diberikan oleh pasal 22A.B. menjadi
dasar keputusan hakim lainnya untuk mengadili suatu perkara dan keputusan hakim
tersebut menjadi sumber hukum bagi pengadilan. [4]
Jadi yurisprudensi adalah keputusan
hakim terdahulu terhadap peristiwa tertentu yang dijadikan dasar bagi keputusan
hakim lain sehingga keputusan ini menjadi keputusan hakim yang tetap. Seseorang
hakim mengikuti keputusan hakim yang terdahulu karena ia sependapat dengan isi
keputusan hakim tersebut dan dipakai sebagai pedoman dalam mengambil keputusan
mengenai suatu perkara yang ada[5].Yurispruden
dibagi menjadi 2 yaitu:[6]
1. Yuripruden
tetap
2. Yurisprunden
tidak tetap
D.
Doktrin
Doktrin
adalah suatu hukum yang merujuk pendapat para ahli ternama dan terkemuka. Hukum
yang bersumber dari doktrin, acap kali dipakai oleh para hakim ketika
melaksanakan yurisprudensi.[7]
Pendapat para ahli hukum/sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan
dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim.
Dalam
yurisprudensi terlihat bahwa hakim sering berpegang pada pendapat seseorang
atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal. Dalam penetapan apa yang akan
menjadi dasar keputusan-keputusannya, maka hakim seing mengutip pendapat
seorang ahli atau sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikannya,
apalagi bila sarjana hukum tersebut menentukan bagaimana seharusnya, sehingga
pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut.
Jadi
pendapat ahli/sarjana hukum itu menjadi sumber hukum melalui yurisprudensi.
Dalam hubungan internasional terutama pendapat para sarjana hukum mempunyai
pengaruh yang besar. Bagi hukum internasional pendapat para sarjana hukum
merupakan sumber hukum yang sangat penting.[8]
E.
Perjanjian
Internasional
Perjanjian internasional atau treaty merupakan
sumber hukum dalam arti formal, karena harus memenuhi persyaratan formal
tertentu unuk dapat dinamakan perjanjian inrenasional. Lazimnya perjanjian
internasional atau perjanjian antar negara memuat peraturan-peraturan hukum
yang mengikat secara umum.
Pasal 11 UUD menentukan: presiden dengan
persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain. Perjanjian dengan negara lain ini yang dimaksudkan tidak lain
adalah perjanjian antar negara atau perjanjian internasionaL.[9]
a)
Perjanjian
bilateral, yakni
perjanjian antara dua negara tentang satu atau beberapa masalah hukum tertentu.
Contoh:
- Persetujuan Roem-Royen antara Delegasi Indonesia yang dipimpin Mohammad
Roem dan delegasi Belanda dibawah Van Royen, yang menghasilkan kesepakatan
untuk pengadaan Konperansi Meja Bundar di Den Haag 1948.
b)
Perjanjian
multilateral, yakni
perjanjian antara 3 negara atau lebih tentang suatu atau beberapa hal tertentu.
Contoh:
-
Deklarasi Bandung 1955 tentang Negara-Negara Nonblok (netral) sebagai hasil
dari Konperensi Asia Afrika pada tahun 1955 di Bandung, yang dikenal juga
sebagai “ Dasa Sila Bandung 1955 “.[10]
F.
Perjanjian
Menurut teori klasik yang dimaksud dengan perjanjian
adalah satu perbuatan hukum yang berisi dua yang didasarkan atas kata
sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Adapun yang dimaksudkan dengan satu
perbuatan hukum yang bersisi dua tidak lain adalah suatu perbuatan hukum yang
meliputi penawaran dari pihak yang satu dan penerimaan dari pihak yang lain.
Perjanjian hendaknya dibedakan dari janji. Meskipun janji itu didasarkan
atas kata sepakat, namun kata sepakat itu tidak untuk menimbulkan akibat hukum,
yang berarti bahwa janji itu dilanggar maka tidak ada akibat hukumnya, si
pelanggar tidak dapat dikenakan sanksi.
Unsur-unsur perjanjian:
Pertama ialah unsur mutlak harus ada ada bagi
terjadinya perjanjian yang disebut essentialia. Unsur ini mutlak harus
ada agar perjanjian itu sah, merupakan syarat sahnya perjanjian.
Kedua ialah unsur yang lazimnya melekat pada
perjanjian, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian
secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena sudah
merupakan pembawaan atau melekat pada perjanjian.
Yang ketiga adalah unsur yang harus dimuat atau
disebut secara tegas dalam perjanjian yang dinamakan accidentalia. Unsur
ini harus secara tegas diperjanjikan, misalnya mengenai tempat tinggal yang
dipilih.
1.
Kesimpulan
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni
aturan-aturan yang jika dilanggar mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan
nyata. Di Indonesia terdapat sumber hukum yang dapat menemukan dan mengenal
hukum.
Di Indonesia sendiri terdapat sumber
hukum yang diantaranya adalah, Perundang-Undangan, Hukum Adat, Yurisprudensi,
Doktrin, Perjanjian Internasional, dan Perjanjian. yang dimana kegunaan dari
enam sumber hukum tersebut adalah untuk mengenal dan menemukan hukum di
Indonesia.
2.
Saran
Sebagai warga negara Indonesia yang baik
kita harus tahu tentang peraturan yang ada di negara Indonesia ini dengan
mentaati dan mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan di negara ini dan
sebagai warga negara yang baik pun kita harus mengetahui mengenai negara lain
karena negara kita tidak bisa berjalan tanpa adanya hubungan dengan negara
lain.
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
- Makalah Ayat-Ayat Yang Berkaitan Dengan Dasar Umum Bisnis Islam
- Makalah Tafsir Ayat Tentang Penjualan Jasa (Ijarah)
- Jurnal Bahasa Inggris Profit Sharing
- Makalah Pengertian Produk, Ciri-Ciri, Dan Kriteria Produk Disukai Pasar
- Pengertian Tata Hukum Dan Makalah Pengantar Hukum Indonesia
- Makalah Sumber Hukum Di Indonesia
- Makalah Macam-Macam Lembaga Tinggi Negara
- Makalah Sejarah Dan Perkembangan Hukum Di Indonesia
Aminato Kif, Bunga Rampai
Hukum (Jember: Katamedia, 2018).
A.
Ridwan
Halim, Pengantar Hukum Indonesia Dalam Tanya Jawab ().
Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989).
Muhamad Sadi Is, S.H.I., M.H.,
Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana, 2015)
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., Mengenal Hukum (suatu
pengantar) (Yogyakarta: Liberty,2008).
R. Soeroso, S.H., Pengantar
Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2017).
Siti Soetami, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia (Bandung:
PT Refika Aditama, 2007).
Wawan Muhwan Hariri, Pengantar Ilmu Hukum (Bandung: Pustaka
Setia, ).
[1] Muhamad Sadi
Is, S.H.I., M.H., Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta:
Kencana, 2015), hlm 113.
[2] R. Soeroso,
S.H., Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta:
Sinar Grafika, 2017), hlm 123-133.
[3] Siti Soetami,
SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), hlm
[4] Drs. C.S.T.
Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hlm 49.
[5] Wawan Muhwan
Hariri, Pengantar Ilmu Hukum (Bandung:
Pustaka Setia, ), hlm
[6] Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm 49.
[7] Aminato Kif, Bunga Rampai Hukum (Jember: Katamedia, 2018), hlm. 42.
[8] Siti Soetami, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), hlm 17.
[9] Prof. Dr.
Sudikno Mertokusumo, S.H., Mengenal Hukum (suatu pengantar) (Yogyakarta:
Liberty, 2008), hlm 109-117.
[10] A. Ridwan Halim, Pengantar Hukum Indonesia Dalam Tanya Jawab (), hlm 62-63.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar