A.
Tahap “Pramediasi”
Tahap pertama dari proses penyelesaian sengketa perdata melalui Mediasi adalah “Pramediasi”. Tahap ini, secara berurutan, meliputi:
1. Pertama-tama, pendaftaran perkara gugatan ke Pengadilan Negeri;
2.
Lalu,
penetapan Majelis Hakim oleh Ketua Pengadilan Negeri;
3.
Pada
sidang pertama, Hakim mewajiban para pihak untuk terlebih dahulu mengupayakan
penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan memberikan penjelasan mengenai
prosedur Mediasi;
4.
Dalam
sidang yang sama, Hakim mewajibkan para pihak untuk menentukan Mediator yang
mereka pilih selambat-lambatnya 2 (dua) hari setelah sidang pertama;
5.
Kemudian,
jika para pihak sudah menentukan Mediator yang mereka pilih atau Ketua Majelis
Hakim telah menunjuk Mediator Hakim atau Mediator Pegawai Pengadilan, Ketua
Majelis Hakim Pemeriksa Perkara menerbitkan penetapan yang memuat perintah
untuk melakukan Mediasi dan menunjuk Mediator;
6. Terakhir, Mediator yang sudah ditetapkan menentukan hari dan tanggal pertemuan Mediasi.
B.
Tahap
“Mediasi”
Tahap kedua dari proses penyelesaian sengketa perdata melalui Mediasi adalah “Mediasi”. Tahap ini, secara berurutan, meliputi:
1. Pertama-tama, para pihak menyerahkan Resume Perkara kepada pihak lain dan Mediator selambat-lambatnya 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal terbitnya “penetapan perintah untuk melakukan Mediasi dan menunjuk Mediator”;
2. Kemudian, mediasi berlangsung dengan batas waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal terbitnya “penetapan perintah untuk melakukan Mediasi dan menunjuk Mediator” (penetapan yang sama seperti dalam nomor 1);
Dalam tahap “Mediasi” ini, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Para Pihak, yakni:
1. Mediasi Bersifat Konfidensial
Pada dasarnya, proses Mediasi bersifat tertutup, kecuali jika Para Pihak menghendaki lain. Tertutupnya mediasi dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan terkait sengketa Para Pihak. Pihak-pihak yang diperkenankan untuk turut menghadiri pertemuan Mediasi hanyalah:
a. Mediator;
b. Pihak Penggugat;
c. Kuasa Hukum Penggugat;
d. Pihak Tergugat;
e. Kuasa Hukum Tergugat; dan
f. atas persetujuan Para Pihak dan/atau Kuasa Hukumnya, Mediator dapat menghadirkan seorang atau lebih Ahli, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, atau Tokoh Adat.
Bagaimana dengan Panitera Pengganti? Panitera Pengganti tidak diperkenankan untuk menghadiri pertemuan Mediasi karena sifat kerahasiaan Mediasi, tetapi Panitera Pengganti wajib untuk selalu berkoordinasi dengan Mediator terkait penentuan jadwal dan tahapan Mediasi.
2. Para Pihak Wajib Menghadiri Mediasi secara Langsung Para Pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh Kuasa Hukumnya. Para Pihak boleh saja tidak menghadiri pertemuan Mediasi secara langsung, tetapi ketidakhadirannya itu harus didasarkan pada alasan yang sah, yakni:
a. kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan
Mediasi berdasarkan surat keterangan dokter;
b. di bawah pengampuan;
c. mempunyai tempat tinggal, kediaman, atau kedudukan di luar negeri; atau
d. menjalankan tugas negara, tuntutan profesi, atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.
Pertanyaan pertama, bolehkah Para Pihak yang tidak dapat hadir tersebut diwakili kehadirannya oleh Kuasa Hukum? Dalam hal Para Pihak berhalangan hadir berdasarkan alasan sah sebagaimana dimaksud di atas, Kuasa Hukum dapat mewakili Para Pihak untuk melakukan Mediasi dengan menunjukkan surat kuasa khusus yang memuat kewenangan Kuasa Hukum untuk mengambil keputusan. Pertanyaan kedua, bolehkah Para Pihak “menghadiri” pertemuan Mediasi dengan menggunakan Konferensi Video (Video Conference) seperti Skype, WhatsApp, Zoom, dan lain sebagainya? Jawabannya adalah “boleh”. PERMA No. 1 Tahun 2016 mengatur bahwasanya kehadiran Para Pihak melalui komunikasi audio-visual jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung dianggap sebagai kehadiran secara langsung.
3. Para Pihak Wajib Beriktikad Baik Dalam menempuh Mediasi, Para Pihak dan/atau Kuasa Hukumnya wajib menempuh Mediasi dengan iktikad baik. Salah satu pihak atau Para Pihak dan/atau Kuasa Hukumnya dapat dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator dalam hal yang bersangkutan:
a. tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;
b. menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah;
c. ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;
d. menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau
e. tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.
Pertanyaannya, adakah konsekuensi bagi pihak yang tidak beriktikad baik dalam menjalani proses Mediasi? Konsekuensi bagi pihak yang tidak beriktikad baik dapat dibagi menjadi 2 (dua), yakni:
a. Konsekuensi bagi Penggugat
Penggugat yang tidak beriktikad baik dalam menjalani proses Mediasi menerima konsekuensi berupa:
1) gugatannya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) oleh Hakim Pemeriksa Perkara; dan
2) dihukum membayar biaya Mediasi dan biaya perkara.
b. Konsekuensi bagi Tergugat
Tergugat yang tidak beriktikad baik dalam menjalani proses Mediasi menerima konsekuensi berupa: dihukum membayar biaya Mediasi. Jika Mediasi dinyatakan “tidak berhasil mencapai kesepakatan” atau “tidak dapat dilaksanakan” karena Tergugat tidak beriktikad baik, pemeriksaan perkara tetap berlanjut. Pihak Tergugat tersebut hanya membayar biaya Mediasi, tidak perlu dihukum membayar biaya perkara jika:
1) Pihak Tergugat dimenangkan dalam putusan; atau
2) perkaranya berupa perkara perceraian di lingkungan peradilan agama.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana jika kedua belah pihak secara bersamasama dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator? Dalam kondisi tersebut, gugatan dinyatakan tidak diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara tanpa adanya penghukuman membayar Biaya Mediasi.29 Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, tidak adanya iktikad baik juga dapat mengakibatkan “Mediasi tidak berhasil mencapai kesepakatan” atau “Mediasi tidak dapat dilaksanakan” yang akan dijelaskan tersendiri pada tahap “Hasil Mediasi”.
C.
Tahap “Hasil Mediasi”
Tahap akhir dari proses penyelesaian sengketa perdata melalui Mediasi adalah “Hasil Mediasi”. Dalam tahap ini, Mediator melaporkan hasil dari Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara tentang hasil dari Mediasi. Mendasarkan pada macam hasil mediasi yang dapat diperoleh, tahap “Hasil Mediasi” dapat dibedakan menjadi:
1. Mediasi Berhasil
Apabila “Mediasi Berhasil”, Mediator wajib melaporkan secara tertulis keberhasilan Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara dengan melampirkan “Kesepakatan Perdamaian”. Dalam hal terjadinya “Mediasi Berhasil”, Para Pihak memiliki 2 (dua) pilihan, yakni:
a. Kesepakatan Perdamaian Dikukuhkan/Dikuatkan
Para Pihak melalui Mediator dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada Hakim Pemeriksa Perkara agar dikuatkan dalam Akta Perdamaian. Agar hal tersebut dapat dilakukan, Kesepakatan Perdamaian yang diajukan tidak boleh memuat ketentuan yang:
1) bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan;
2) merugikan pihak ketiga; atau
3) tidak dapat dilaksanakan.
Apabila Kesepakatan Perdamaian yang diajukan sudah memenuhi syarat tersebut, Hakim Pemeriksa Perkara menerbitkan penetapan hari sidang untuk membacakan Akta Perdamaian. Perlu menjadi perhatian, Kesepakatan Perdamaian yang dikukuhkan/dikuatkan dalam Akta Perdamaian tunduk pada ketentuan keterbukaan informasi di Pengadilan.
b. Kesepakatan Perdamaian Tidak Dikukuhkan/Dikuatkan
Para Pihak dapat memilih untuk tidak mengukuhkan/menguatkan Kesepakatan Perdamaian yang sudah mereka buat. Konsekuensi dari pilihan tersebut adalah: Kesepakatan Perdamaian mereka itu wajib memuat Pencabutan Gugatan. Pilihan ini lebih menguntungkan jikalau Para Pihak berkehendak agar hasil dari Mediasi tidak terpublikasi.
2. Mediasi Berhasil Sebagian
Suatu Mediasi bisa saja menghasilkan kesepakatan bersama yang “tidak utuh”, ada satu atau beberapa poin yang tidak disepakati bersama. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat timbul dari kondisi tersebut dapat dibagi menjadi:
a. Kesepakatan Perdamaian dengan Sebagian Pihak/Subjek
Dalam hal proses Mediasi mencapai kesepakatan antara Penggugat dan sebagian pihak Tergugat, Penggugat mengubah gugatan dengan tidak lagi mengajukan pihak Tergugat yang tidak mencapai kesepakatan sebagai pihak lawan. Kesepakatan Perdamaian yang timbul dari kondisi tersebut dibuat dan ditandatangani oleh:
1) Penggugat;
2) sebagian pihak Tergugat yang mencapai kesepakatan; dan
3) Mediator.
Terhadap Kesepakatan Perdamaian tersebut dapat dimohonkan pengukuhan/penguatan dengan Akta Perdamaian dengan syarat:
1) Akta Perdamaiannya tidak boleh menyangkut aset, harta kekayaan, dan/atau kepentingan pihak yang tidak mencapai kesepakatan; dan
2) Kesepakatan Perdamaian yang diajukan untuk dikukuhkan/dikuatkan dalam Akta Perdamaian tidak boleh memuat ketentuan yang:
a) bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan;
b) merugikan pihak ketiga; atau
c) tidak dapat dilaksanakan.
b. Mediasi Dinyatakan Tidak Berhasil
Dalam hal Penggugat lebih dari satu pihak dan sebagian Penggugat mencapai kesepakatan dengan sebagian atau seluruh pihak Tergugat, tetapi sebagian Penggugat yang tidak mencapai kesepakatan tidak bersedia mengubah gugatan, Mediasi dinyatakan tidak berhasil.
c. Kesepakatan Perdamaian Sebagian Objek Perkara/Tuntutan Hukum
Dalam hal Para Pihak mencapai kesepakatan atas sebagian dari seluruh Objek Perkara/Tuntutan Hukum, Mediator menyampaikan Kesepakatan Perdamaian Sebagian Objek Perkara/Tuntutan Hukum tersebut kepada Hakim Pemeriksa Perkara sebagai lampiran dari laporan Mediator. Kesepakatan Perdamaian Sebagian Objek Perkara/Tuntutan Hukum yang dilampirkan tidak boleh memuat ketentuan yang:
1) bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan;
2) merugikan pihak ketiga; atau
3) tidak dapat dilaksanakan.
Meski sudah terdapat Kesepakatan Perdamain, karena sifatnya “sebagian”, Hakim Pemeriksa Perkara tetap melanjutkan pemeriksaan terhadap Objek Perkara/Tuntutan Hukum yang belum berhasil disepakati oleh Para Pihak. Pada akhir pemeriksaan tersebut, Kesepakatan Perdamaian Sebagian Objek Perkara/Tuntutan Hukum yang sudah dilampirkan harus dimuat dalam pertimbangan dan amar putusan.
3. Mediasi Tidak Berhasil Mencapai Kesepakatan
Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak berhasil mencapai kesepakatan dan memberitahukannya secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara, dalam hal:
a. Para Pihak tidak menghasilkan kesepakatan sampai batas waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari berikut perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3); atau
b. Para Pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dan huruf e. Dalam hal terjadi “Mediasi Tidak Berhasil Mencapai Kesepakatan”, Hakim Pemeriksa Perkara segera menerbitkan penetapan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.
4. Mediasi Tidak Dapat Dilaksanakan
Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak dapat dilaksanakan dan memberitahukannya secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara, dalam hal:
a. melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang:
1. tidak diikutsertakan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak menjadi salah satu pihak dalam proses Mediasi;
2. diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan dalam hal pihak berperkara lebih dari satu subjek hukum, tetapi tidak hadir di persidangan sehingga tidak menjadi pihak dalam proses Mediasi; atau
3. diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan dalam hal pihak berperkara lebih dari satu subjek hukum dan hadir di persidangan, tetapi tidak pernah hadir dalam proses Mediasi.
b. melibatkan wewenang kementerian/lembaga/instansi di tingkat pusat/daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang tidak menjadi pihak berperkara, kecuali pihak berperkara yang terkait dengan pihak-pihak tersebut telah memperoleh persetujuan tertulis dari kementerian/lembaga/instansi dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah untuk mengambil keputusan dalam proses Mediasi.
c. Para Pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c. Dalam hal terjadi “Mediasi Tidak Dapat Dilaksanakan”, Hakim Pemeriksa Perkara segera menerbitkan penetapan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.
- Pengertian Budaya, Unsur, Wujud, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
- Ekonomi : Pengertian, Jenis: Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi
- Makalah Ayat-Ayat Yang Berkaitan Dengan Dasar Umum Bisnis Islam
- Makalah Tafsir Ayat Tentang Penjualan Jasa (Ijarah)
- Contoh Simulasi Usaha ’’Kewirausahaan’’
- Proses Penyelesaian Mediasi Di Pengadilan
- Jelaskan Kronologi Pengharaman Riba’ Sesuai Dengan Ayat-Ayat Tafsir Hukum Ekonomi Syariah
- Apa yang saudara fahami dari ayat dibawah ini, yg konteksnya dengan Etika Bisnis Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar