Mayoritas ulama tafsir membagi macam-macam Nasakh
Alquran menjadi tiga, hal ini disebutkan al-Suyuti dalam al-Tahbir fi ‘Ilmi
al-Tafsir, pembagian tersebut sebagaimana berikut:[1]
1.
MeNasakh hukum tanpa meNasakh bacaan dan
tulisannya. Nasakh semacam ini memiliki tiga jenis:
a.
Dalil Alquran diNasakh dengan sesama ayat Alquran,
misalnya surat al-Baqarah ayat 15 diNasakh oleh surat al-Nur ayat 2:
وَالّٰتِيْ يَأْتِيْنَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِّسَاۤىِٕكُمْ فَاسْتَشْهِدُوْا عَلَيْهِنَّ اَرْبَعَةً مِّنْكُمْ ۚ فَاِنْ شَهِدُوْا فَاَمْسِكُوْهُنَّ فِى الْبُيُوْتِ حَتّٰى يَتَوَفّٰىهُنَّ الْمَوْتُ اَوْ يَجْعَلَ اللّٰهُ لَهُنَّ سَبِيْلًا
“Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.”[2]
اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ
مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖوَّلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِيْ دِيْنِ
اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۚ
وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَاۤىِٕفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Perempuan yang
berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman.”[3]
b.
Dalil Alquran diNasakh dengan hadis Nabi, seperti
surat al-Baqarah ayat 180 yang diNasakh oleh sebuah hadis riwayat Abu
Dawud,
|كُتِبَ عَلَيْكُمْ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرًا ۖ ۨالْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِۚ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ ۗ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk
ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas
orang-orang yang bertakwa.”[4]
لاَ وَصِيَّةِ لِوِارِثٍ
“Tidak ada
wasiat bagi ahli waris.”[5]
c. Ayat Alquran meNasakh sebuah hadis Nabi, seperti ayat tentang perubahan qiblat, Al-Baqarah ayat 144 yang meNasakh hadis yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW salat menghadap arah bait al-maqdis,
قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka
sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu
ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al
kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram
itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa
yang mereka kerjakan.”[6]
2.
MeNasakh bacaan dan tulisannya tanpa meNasakh hukumnya. Nasakh
semacam ini sangatlah banyak dalam Alquran. Dalil yang menetapkan adanya Nasakh
semacam ini adalah hadis ‘Umar bin al-Khattab dan Ubay bin Ka’ab:[7]
كَانَ فِيْمَا أُنْزِلَ مِنَ
القُرْآنِ الشَّيْخُ والشَّيْخَةُ إِذَا زَنَيَا فَارْجُمُواهُمَا البَتَّةَ
نَكَالاً مِنَ اللهِ واللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Salah satu ayat yang diturunkan kepada kami adalah
orang tua laki-laki dan orang tua perempuan jika berzina, maka rajamlah sebagai
balasan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa dan Bijaksana.”
3.
MeNasakh bacaan sekaligus
hukumnya. Seperti hadis sahih diriwayatkan Aishah yang menjelaskan berapa kali
susuan seorang anak menjadi mahram ibu susuannya. Hadis tersebut diabadikan oleh Bukhari dan Muslim
dalam kitab sahih keduanya:[8]
كَانَ فِيْمَا أُنْزِلَ عَشَرُ
رَضَعَاتٍ مَعْلُوْمَاتٍ. فَتُوُفِّيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وهُنَّ يُقْرَأُ مِنَ الْقُرْآنِ
“Salah satu
ayat yang diturunkan kepada beliau adalah sepuluh sususan yang sudah dimengerti
untuk menjadi muhrim, kemudian (ketentuan) ini diNasakh dengan lima kali
susuan. Dan ketika Rasulullah SAW wafat, lima susuan ini termasuk ayat Alquran
yang dibaca.
‘Abd al-Wahhab Khallaf dalam karyanya ‘Ilm Usul al-Fiqh membagi Nasakh menjadi
dua:[9]
1.
Nasakh Tasrihi,
Nasakh yang secara gemblang dan jelas diketahui. Nasakh ini
sangat banyak dan umum dalam Alquran dan hadis. Seperti contoh surat Al-Anfal
ayat 65 yang diNasakh oleh ayat berikutnya yaitu 66,
$pkr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# ÇÚÌhym úüÏZÏB÷sßJø9$# n?tã ÉA$tFÉ)ø9$# 4 bÎ) `ä3t öNä3ZÏiB tbrçô³Ïã tbrçÉ9»|¹ (#qç7Î=øót Èû÷ütGs($ÏB 4 bÎ)ur `ä3t Nà6ZÏiB ×ps($ÏiB (#þqç7Î=øót $Zÿø9r& z`ÏiB úïÏ%©!$# (#rãxÿx. óOßg¯Rr'Î/ ×Pöqs% w cqßgs)øÿt ÇÏÎÈ
“Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang.
Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar
diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir,
disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.”[10]
z`»t«ø9$# y#¤ÿyz ª!$# öNä3Ytã zNÎ=tæur cr& öNä3Ïù $Zÿ÷è|Ê 4 bÎ*sù `ä3t Nà6ZÏiB ×ps($ÏiB ×otÎ/$|¹ (#qç7Î=øót Èû÷ütGs($ÏB 4 bÎ)ur `ä3t öNä3ZÏiB ×#ø9r& (#þqç7Î=øót Èû÷üxÿø9r& ÈbøÎ*Î/ «!$# 3 ª!$#ur yìtB tûïÎÉ9»¢Á9$# ÇÏÏÈ
“Sekarang
Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada
kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka
akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu
orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang,
dengan seizin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”[11]
2.
Nasakh D{imni, Nasakh
yang disebutkan dengan samar-samar dan secara tidak langsung. Seperti contoh
surat al-Baqarah ayat 180 yang diNasakh secara dimni oleh surat al-Nisa
ayat 11,
|=ÏGä. öNä3øn=tæ #sÎ) u|Øym ãNä.ytnr& ßNöqyJø9$# bÎ) x8ts? #·öyz èp§Ï¹uqø9$# Ç`÷yÏ9ºuqù=Ï9 tûüÎ/tø%F{$#ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ ( $)ym n?tã tûüÉ)FßJø9$# ÇÊÑÉÈ
“Diwajibkan atas
kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya
secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”[12]
ÞOä3Ϲqã
ª!$#
þÎû
öNà2Ï»s9÷rr&
(
Ìx.©%#Ï9 ã@÷VÏB
Åeáym Èû÷üusVRW{$# 4 bÎ*sù £`ä. [ä!$|¡ÎS s-öqsù
Èû÷ütGt^øO$# £`ßgn=sù $sVè=èO $tB
x8ts? ( bÎ)ur ôMtR%x. ZoyÏmºur
$ygn=sù
ß#óÁÏiZ9$#
4
Ïm÷uqt/L{ur Èe@ä3Ï9 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB â¨ß¡9$#
$£JÏB x8ts?
bÎ) tb%x. ¼çms9 Ó$s!ur
4
bÎ*sù óO©9 `ä3t ¼ã&©! Ó$s!ur
ÿ¼çmrOÍurur çn#uqt/r&
ÏmÏiBT|sù ß]è=W9$#
4
bÎ*sù tb%x. ÿ¼ã&s! ×ouq÷zÎ) ÏmÏiBT|sù
â¨ß¡9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/
7p§Ï¹ur ÓÅ»qã
!$pkÍ5 ÷rr& Aûøïy
3
öNä.ät!$t/#uä
öNä.ät!$oYö/r&ur w tbrâôs?
öNßgr& Ü>tø%r& ö/ä3s9
$YèøÿtR
4
ZpÒÌsù ÆÏiB «!$# 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JÎ=tã $VJÅ3ym ÇÊÊÈ
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”[13]
Baca artikel lain yang berkaitan;
- Pengertian Nasakh, Nasikh, Dan Mansukh
- Hukum Dan Dalil Nasakh
- Syarat-Syarat Nasakh
- Macam-macam Nasakh Dan Contohnya
- Cara Mengetahui Nasakh
- Nasakh Dalam Surat Alquran
- Tujuan Nasakh
- Perbedaan Antara Nasakh, Bada, dan Takhsis
- Nasikh Dan Mansukh Alquran
- Biografi Al-Qurtubi
- Mengenal Kitab Tafsir Al-Qurtubi
[1] Jalal al-Din al-Suyuti, al-Tahbir fi ‘Ilmi al-Tafsir (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), 103-105.
[2] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya..., 80.
[3] Ibid., 350.
[4] Ibid., 27.
[5] Abu Dawud al-Sijistani, al-Sunan (Stuttgart: Maknaz Al-Islami Digital, 2010), Hadis Nomor 2872.
[6] Departemen Agama, Alqur’an dan Terjemahannya..., 22.
[7] ‘Abdul Jalal, ‘Ulumul Qura’n..., 151.
Jalal, ‘Abdul. ‘Ulumul Qura’n. Surabaya: Dunia Ilmu, 2013.
[8] Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahist fi ‘Ulum al-Quran ..., 336.
Qattan (al), Manna’ Khalil. Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS. Surabaya: Litera AntarNusa, 2013.
[9] ‘Abd al-Wahhab Khallaf, ‘Ilm Usul al-Fiqh (Kairo: Dar Al-H{adist, 2003), 206-207.
[10] Departemen Agama, Alqur’an dan Terjemahannya..., 185.
[11] Ibid., 185.
[12] Ibid., 27.
[13] Ibid., 78.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar