BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pada masa awal Islam, untuk menjaga keotentikan
dan kelestarian al-Qur’an dihafal, ditulis dan pada akhirnya dibukukan, hal yang serupa juga terjadi pada Hadis.
Hadis pada awalnya dihafal, ditulis kemudian dibukukan.
Sebelum adanya model-model penulisan Hadis
yang bermacam-macam dengan istilah yang kita kenal, pada masa awal islam telah
ada beberapa istilah yang dipakai oleh ahli-ahli Hadis klasik untuk
menunjuk pada catatan-catatan atau tulisan-tulisan Hadis,
istilah-istilah itu ialah Daftar, Kurrasah, Diwan, Kitab, Sahifah, Tumar,
Darj, dan lain-lain. Daftar, Kurrasah, Diwan, Kitab, Sahifahadalah
alat tulis yang datar, dimana bentuk luarnya mirip buku yang dikenal sekarang
ini. Sedang Tumar dan Darj biasanya merupakan alat tulis yang
panjang dan digulung.[1]
Berbeda dengan buku-buku yang kita kenal
sekarang ini, di mana penulisnya mencantumkan nama pada karya mereka.
Kitab-kitab pada awal islam tidak selalu demikian. Tidak kurang dari lima puluh
Sahabat Nabi SAW. Telah menulis kitab (Sahifah) yang berisi Hadis-Hadis
yang mereka terima dari Nabi SAW. Atau mereka mendektekan kepada muridnya.
Namun mereka tidak memberikan nama tertentu untuk kitab-kitab yang mereka
tulis. Kecuali beberapa orang saja, seperti Sahabat ‘Ali bin Abi Talib, beliau
memilki Sahifah (buku) yang selau diikatkan pada pedangnya. Sahifahini
berisi Hadis-Hadis Nabi tentang hukum Pidana, Zakat, dan
sebagainya. Karena Sahifah itu tidak memiliki nama tertentu akhirnya ia dikenal
dengan Sahifah Amir al Mukminin Ali bin Abi Thalib.
Selain nama Sahifah terdapat juga Nuskhah, seperti Naskhah Samrah bin Jundub. Pengertian Naskhah di sini sama dengan Sahifah, yaitu catatan-catatan Hadis, umumnya Sahifah dan Naskhah adalah catatan yang dinisbatkan kepada nama penulisnya, dikarenakan penulisnya sendiri tidak mencantumkan nama tertentu untuk tulisannya. Di samping itu ada sebagian sahabat Nabi SAW. Yang sudah memberikan nama tertentu bagi karya tulisnya, sama dengan yang ada seperti sekarang. Misalnya Abdullah bin Amr bin al-Ash (7 SH – 65 H). Beliau meberi nama Sahifahnya dengan nama al-Shadiqah. Beliau memperoleh izin dari Nabi SAW. Untuk menulis Hadis-Hadis-nya.[2] Juga al-Sahifah al-Sahihah karya Hamam bin Munabbih yaitu salah seorang tokoh Tabi’in, yang mana Hamam ini berguru (mengambil riwayat) dari Abu Hurairah (sahabat Nabi SAW).[3]
Semua itu menunjukkan bahwa kegiatan tulis
menulis sejak zaman Nabi saw sudah ada, dan terus mengalami perkembangannya.
seiring bertambahnya waktu muncullah kreatif-kreatif ulama dengan menulis dan
membukukan Hadis dengan metode penyusunan kitab Hadis yang
mereka anggap dapat membantu dan mempermudah untuk mempelajari dan menyebarkan Hadis di tangah-tengah
masyarakat. Dalam ini kajian akan difokuskan
pada kitab sunan karya Imam al-Daruqutni yang muncul pada pertengahan abad ke tiga
Hijriyah.
B.
Rumusan masalah
1.
Siapakah Imam
al-Daruqutni ?
2.
Apakah yang
diketahui tentang kitab al-Sunan al-Daruqutni ?
BAB II
AL-DARUQUTNI
A.
Biografi al-Daruquthni.[4]
Beliau adalah al-Imam al-Hafidz, Amir
al-Mu’minin dalam Hadis. Ali bin Umar bin Ahmad bin Mahdi bin Mas’ud bin
Nu’man bin Dinar bin Abdullah, Abu al-Hasan al-Daruquthni[5]Al-Shafi’i.[6]lahir
5 Dzulqa’dah 306H. di kota Daruquthni Bagdad. Dan wafat pada bulan Dzulqa’dah tahun
385H.dimakamkan di “Bab ad-Diyar”, dekat dengan makam Syaikh Ma’ruf al-Karkhi.[7]
B.
Pendidikan.
Keinginannya mencari ilmu sudah ada padanya sejak muda, dan beliau punya perhatian besar pada Hadis juga ilmu Hadis. Beliau berkumpul dengan memasuki kumpulan ‘ulama sedang umur beliau belum 10 tahun, beliau berjalan dibelakang orang yang haus akan ilmu, sedang ditangannya adonan roti dan bumbu.dan ketika dilarang masuk beliau duduk dipintu dan menangis.[8]dari kecil beliau terkenal dengan hafalan yang kuat dan pemahaman yang dalam. diceritakan : ketika al-Daruquthni mendengarkan Hadis di majelisnya Ismail Al-Shofar, sedang dia dalam keadaan menulis, kemudian salah satu orang yang hadir berkata; riwayatmu tidak sah. Karna kamu dalam keadaan menulis Daruquthni menjawab : pemahamanku berbeda dengan kalian. Dikatakan lagi; berapa Hadis yang sudah guru diktekan sampai sekarang kemudian Daruquthni menyebutkan seluruh Hadis lengkap dengan sanadnya. Sehingga membuat kagum orang yang hadir.[9]
Bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu
sehinga menjadi yang terdepan. Yang tiada tandingan pada masanya, menjadi imam
dalam periwayatan Hadis, penyusun kitab al-Ilal dan Jarh
wa al-Ta’dil, paling bagusnya susunan, luasnya periwayatan, dan
sempurna dalam telaah pembahasan Hadis. Disertai sifat jujur, dapat
dipercaya, faqih, berwibawa, mempunyai i’tiqad yang lurus dan madzhab yang
benar.[10]
Tertancap dalam hatinya pengetahuan tentang Hadis dan ilmu Ilal al-Hadis , sehingga menjadi yang terbaik dalam hal tersebut.[11]
Beliau menaruh perhatian besar dalam
belajar Qira’ah, sanad diambilnya dengan hafalan juga sima’an
dari Muhammad bin an-Naqasy dan Ali bin Said al-Qazaz dan yang lain. Sehingga
beliau menguasai dalam bidang ini, sehingga orang-orang berkata : al-Daruqutni
adalah seorang Qari’ kota ini. Sehingga beliau menulis sebuah kitab dalam
masalah Qira’ah yang menjadi rujukan para Qari’ setelah beliau.[12]
Diceritakan bahwa al-Daruqutni berkata;
saya dan al-Kattani sama-sama belajar Hadis, sehingga orang-orang
berkata Kattani adalah seorang Muhaddith kota ini, dan al Daruquthni adalah Qari’kota ini, dan
kenyataannya saya seorang Muhaddith dan al-Kattani seorang Qari’.[13]
Beliau juga ahli fiqih Mazhab Shafi’i,yang diambilnya dari Abi Said
al-Asytukhri.[14]Ada
yang mengatakan dari temanya.[15]Beliau
mahir dalam masalah Ikhtilaf dalam madhab Syafi’i, seperti yang
dikatakan oleh al-Khatib; kitab as-Sunan karya al-Daraqutni dalam bidang fiqih adalah
menunjukkan bahwa beliau mempunyai perhatian besar terhadap ilmu fiqih.[16]Disamping
itu ilmu ini menuntut dalam penguasaan ilmu Nahwu, Bahasa dan Shi’ir.
C.
Pengembaraannya
Perjalanan beliau dalam mencari sanad
diantaranya adalah Kufah, Bashrah, Wasith, Tannis, Syam, Mesir, dan kota Makkah di sana
beliau belajar dan mengajar.[17]
D.
Guru-guru al-Daruqutni.
Dalam mencari ilmu beliau tidak
terbatas pada siapapun, guru-guru beliau yang menjadi perawi dalam kitab
Al-Ilalnya kurang lebih dua ratus guru, diantaranya adalah :[18]
1.
Ibrahim bin al-Hasan al-Qarmisini (w 358 H)
2.
Ibrahim bin Hammad bin Ishaq, Abu Ishaq al-Azdi (W.323 H)
3.
Ahmad bin Ishaq bin Bahlul, Abu Jakfar al-Qadli (W.318 H)
4.
Ahmad bin Abbas bin Ahmad, Abu Al Hasan Al-Baghawi (W.322 H)
5.
Ahmad bin Abdillah bin Muhammad, Abu Bakar Wakil Abi al-S{ahrah (325 H).
6.
Ahmad bin Isa as-Sakin bin Fairuz, Abu al-Abbas as-Syaibani
(W.323 H).
7.
Ahmad bin Muhamad bin Said, Abu Al-Abbas, Ibn Uqdah (W.332 H)
8.
Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Ziad, Abu Sahl Al-Qattan (W.350 H).
9.
Ahmad bin Nasr bin T{alib Al-Hafiz (W.323 H).
10.
Ismail bin Muhammad bin Ismail Al-Shofar (W.341 H).
E.
Murid-Murid Beliau
Banyak dari golongan hufadz dan fuqaha
yang berguru pada beliau diantaranya adalah sebagai berikut :[19]
1.
Ahmad bin Abdullah bin Ahmad, Abu Nuaim Al-Asbihani (W.9430
H)
2.
Ahmad bin Muhamad bin Ghalib, Abu Bakar al-Barquni (W.425 H)
3.
Tamam bin muhammad bin Ubaidilllah bin Ja’far ar-Razi (W.414
H)
4.
Hamzah bin Muhamad bin T{ahir bin Yunus, Abu T{ahir al-Daqaq(w.424 H)
5.
Hamzah bin Yusuf bin Musa, Abu Al Qasim Al-Sahmi (427 H)
6.
Al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin al Hasan bin Abdullah, Abu
Muhammad Al-Jauhari (454 H)
F.
Komentar Para Ulama Terhadap al-Daruquthni.
Al-hakim berkata: al-Daraqutni adalah
satu-satu ulama yang Hafiz dan Wara’ pada masanya, Imam dalam Qira’ah dan Ilmu
Nahwu. selama 4 bulan tinggal di Bagdad, Al-Hakim banyak mendapati gelar-gelar
yang disifati oleh orang-orang terhadap beliau. Al hakim bertanya tentang ilmu
Ilal Al-Hadis dan masalah perowi, ditangannya karya yang membahas
panjang lebar masalah itu. Sehingga Al-Hakim menyaksikan bahwa Al-Daruqtni adalah seorang ilmuan yang
tidak tergantikan.[20]
Abdul Ghoni al-Azdi berkata : tidak ada
yang lebih bagus dalam membahas Hadis dan ilmu Ilal al-Hadis
kecuali tiga orang : Ali bin al-Madini, Musa bin Harun dan Ali bin Umar
ad-Daruqutni.[21]al-Azhari
berkata; al-Daruqutni
sangat antusias ketika membahas tentang suatu ilmu.[22]Al-Salami berkata; saya bersaksi demi
Allah bahwa tidak ada yang sepadan diatas bumi ini dengan al-Daraqutni, dia tidak tergantikan oleh
siapapun baik kalangan sahabat, tabiin, ataupun orang-orang setelah mereka.[23]
Al-Khotib berkata; al-Daruqutni tiada tandingan pada
masanya, menjadi muara dalam ilmu Hadis dan ilmu Ilal al-Hadis,
dan Jarah wa at-ta’dil. Disertai sifat jujur, dapat dipercaya, Faqih,
berwibawa, mempunyai I’tiqad yang lurus dan Madzhab yang benar dan
perhatiannya pada ilmu lain selain ilmu Hadis.[24] Ibn
Al-Jauzi berkata; al-Daruqutni adalah seorang imam pada masanya, Terkumpul
dalam dirinya ilmu Hadis, pengetahuan tentang para rawi dan Ilal
Al-Hadith.
pengetahuan tantang Qira’ah, Ilmu Nahwu, Ilmu Fiqih, Shi’ir, dapat dipercaya, berwibawa, dan
lurusnya Aqidah.[25]Ibn
Ashakir berkata;
dia al-Hafiz terdepan di masanya.[26]berpendapat
yang sama Ibn Kholikan, dan Ad-Dhahabi.[27] Ibn
Kathir berkata; al-Daruqutni adalah al-Hafiz yang agung, paling bagus
dalam pemikiran dan penta’lilan, imam pada masanya dalam hal parawi,
amanah, thiqah adalah diterima saksinya, lurus i’tiqat dan
Mazhab-nya,
luas ilmunya tentang ilal al-hadits. Luasnya riwayat hadits
dan sempurnanya dalam pembahasan hadits dirayah.[28]
G.
Karya-Karyanya.
Beliau mempunyai banyak karangan dalam
beberapa cabang disiplin ilmu, seperti ilmu Hadis, Asma al-Rijal,
dan Qira’at, yang jumalahnya mencapai delapan puluh kitab. Diantara karya-karyanya tersebut adalah:[29]
1.
AHadis Al-Sifat
2.
Ahdith Al-Nuzul
3.
al-Afrad
4.
al-Zamat.
5.
al-Tatabu’.
6.
al-Ruwiyah.
7.
Sualat al-Barquni li al-Daruquthni.
8.
Sualat al-Hakim li Ad-Daruqutni.
9.
Sualat as-Salami li ad-Daruqutni.
10. Sualat Al-Sahmi.
11. al-Sunan.
12. al-Duafa’ wa al-Matrukun.
13. al-Ilalal-Waridah
fi al-AHadis an-Nabawiyah.
14. GhoroibMalik.
15. al-Mu’talif
wa al-Mukhtalif fi Asma ar-Rijal.
BAB III
Sunan Al-Daruqutni
A.
Nama kitab al-Sunan.
Kata sunan adalah bentuk jamak dari kata sunnah yang menurut satu pendapat mempunyai pengertian sama dengan kata Hadis. Sedang yang dimaksud sunan dalam pembahasan ini adalah metode penyusunan kitab hadith dengan berdasarkan klasifikasi hukum Islam (Abwab Fiqhiyah), dan hanya mencantumkan Hadis-Hadis dari Nabi saja (Hadis Marfu‘). Apabila terdapat hadith Mauquf (dari sahabat) atau Hadis Maqtu‘ (dari Tabi’in) maka jumlah relatif sedikit. Model penyusunan kitab ini sama dengan Muwatta dan Musannaf, yang membedakan adalah dalam Muwatta dan Musannaf banyak memuat Hadis Mauquf dan Maqtu‘.[30] Karna keberadaan kitab al-Daruqutni sebagaiman definisi di atas sehingga kitab beliau tersebut dinamakan al-Sunan yang kemudian dinisbatkan kepda pemiliknya yaitu al-Daruqutni.
B.
Metode penyusunan
kitab al-Sunan
Al-Daruqutni memulai
kitabnya dengan kitab al-Taharah, kemudian kitab al-Haid, kitab
al-Salat, kitab al-Jum’ah, kitab al-Witr, kitab al-Idain, kitab al-Istisq’,
kitab al-Jana’iz, kitab al-Zakat, kitab Zakat al-Fitrih, kitab al-Siyam, kitab
al-Haj, kitab al-Buyu’, kitab al-Hudud wa al-Diyat wa Ghairihi, kitab al-Nikah,
kitab al-Talaq, wa al-Khulu’ wa al-Ila’, wa ghairihi, kitab al-Fara’id wa al-Sair
wa Ghairu Dzalik, kitab al-Sair, kitab Baqiyat al-Fara’id, kitab al-Makatib,
kitab al-Nawadir, kitab al-Wasaya, kitab al-Wakalah, kitab al-Rada’, kitab al-Ahbas,
kitab fi al-Aqdiyah, wa al-Ahkam wa Ghairu Dzalik, kitab Umar Radiyallahu Anhu ila
Abi Musa al-Ash’ari, kitab al-Ashrabat wa Ghairiha.
Kitab ini pertama kali dicetak di India pada tahun 1310 H. Al-Hafiz al-Ghassani mengatakan dalam sunan al-Daruqutni terdapat 4790 Hadis.
C.
Motivasi
penulisan.
Tujuan penulisan
kitab al-Sunan adalah dalam rangka menuturkan beberapa Hadis yang
asing dalam masalah Fiqih dan mengumpulakan
jalur-jalurnya. Sehingga ketika jalur-jalur Hadis ini banyak maka dapat
dijadikan Hujjah. Sedang Hadis-Hadis Mashhur yang terdapat
dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim juga yang
lainnya, tidak beliau cantumkan dalam kitab ini.[31]
Ibn Taimiyah Menuturkan
bahwa tujuan al-Daruqutni menuliskitab al-Sunan-nya adalah untuk mengumpulkan
hadith-hadith yang Gharib (asing) sehinga dalam kitabnya ini
beliau meriwayatkan Hadis-Hadis dhaif bahkan Maudu’yang
tidak diriwayatkan oleh rawi yang lain dalam kitab-kitab mereka.[32]
D.
Penilaian ulama
terhadap kitab al-Sunan.
Para ulama Hadis
sepakat akan ketidak bolehan berpegang pada Hadis yang hanya dicantukan
dalam kitabnya al-Sunan.[33] al-Hafiz
Ibn Abdul Hadi memanyatakan al-Daruqutni dalam al-Sunan-ya mencantumkan Hadis-Hadis
Gharib, juga banyak di dalamnya riwayat-riwayat Hadis
yang da’if dan Munkar, bahkan Maudu’, akan tetapi pada
sebagian hadith-hadith tersebut beliau menjelaskan illat-illat dan
sebab-sebab ke-munkaran-nya.[34]
E.
Contoh Hadis
dalam kitab al-Sunan.
1.
Hadis yang dinilai Sahih:[35]
باب الاغتسال في الماء الدائم
134- حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ ،
قَالَ : حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى قَالَ أَخبَرَنَا عَبْدُ اللهِ
بْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَبْدِ
اللهِ حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا السَّائِبِ مَوْلَى بَنِي زُهْرَةَ حَدَّثَهُ أَنَّه
سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لاَ
يَغْتَسِلُ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ فَقَالَ كَيْفَ
نَفْعَلُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ يَتَنَاوَلُهُ تَنَاوُلاًإِسْنَادٌ صَحِيحٌ
Bercerita Padaku Abu Bakar
al-Naisaburi, sesungguhnya Abu al-Sa’ib (budak bani Zuhrah) mendengar Abu
hurairah berkata : rasulullah bersabda : Jangan salah satu dari kalian membasuh
di dalam air yang diam sedangkan kalian sedang Junub, sahabat berkata
bagaimana kami melakukannya wahai abu hurairah ? abu hurairah menjawab ambillah
air tersebut sedikit demi sedikit.
2.
Hadis yang dinilai da’if
;[36]
سنن
الدارقطني ـ تدقيق مكتب التحقيق - (1 / 49)
83- حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ ، قَالَ :
حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ الْقَلاَنِسِيُّ ، قَالَ : حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا ابْنُ عَيَّاشٍ قَالَ حَدَّثَنِي
الْمُثَنَّى بْنُ الصَّبَّاحِ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَيْتَةُ الْبَحْرِ حَلاَلٌ
وَمَاؤُهُ طَهُورٌ
باب
كل طعام وقعت فيه دابَّةٌ ليس لها دمٌ
84- حَدَّثَنَا أَبُو هَاشِمٍ عَبْدُ الْغَافِرِ بْنُ
سَلاَمَةَ الْحِمْصِيُّ قَالَ وَجَدْتُ فِي كِتَابِي عَنْ يَحْيَى بْنِ عُثْمَانَ
بْنِ سَعِيدٍ الْحِمْصِيِّ ، قَالَ : حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ عَنْ
سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الزُّبَيْدِيِّ عَنْ بِشْرِ بْنِ مَنْصُورٍ عَنْ
عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ (ح) وَحَدَّثَنَي مُحَمَّدُ بْنُ حُمَيْدِ بْنِ سُهَيْلٍ ،
قَالَ : حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ أَبِي الأَخْيَلِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي ،
قَالَ : حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ ، عَنْ
بِشْرِ بْنِ مَنْصُورٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدِ بْنِ جُدْعَانَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ
الْمُسَيَّبِ ، عَنْ سَلْمَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَا
سَلْمَانُ كُلُّ طَعَامٍ وَشَرَابٍ وَقَعَتْ فِيهِ دَابَّةٌ لَيْسَ لَهَا دَمٌ
فَمَاتَتْ فِيهِ فَهُوَ حَلاَلٌ أَكْلُهُ وَشُرْبُهُ وَوُضُوؤُهُ
لَمْ
يَرْوِهِ غَيْرُ بَقِيَّةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الزُّبَيْدِيِّ وَهُوَ
ضَعِيفٌ
Bercerita Padaku Abu Abu Hashim Abdul Ghafir, dari Salman berkata : bersabda Rasulullah SAW. Wahai Salman setiap makanan dan minuman yang di hinggapi hewan melata yang tidah punya darah kemudian hewan tersebut mati di dalamnya maka halal memakan dan meminumnya juga dibuat wudu’.
Hadis ini tidak diriwayatkan
kecuali dari Baqiyah dari Sa’id bin Abi Sa’id al-Zubaidi sedang dia adalah rawi
yang da’if.
3.
Hadith yang
dinilai Munkar:[37]
87- حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْفَتْحِ الْقَلاَنْسِيُّ ، قَالَ : حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
الْحُسَيْنِ بْنِ سَعِيدٍ الْبَزَّازُ ، قَالَ : حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ
مُحَمَّدٍ الأَعْسَمُ ، قَالَ : حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ
عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضي الله عنها قَالَتْ نَهَى رَسُولُ اللهِ صلى الله
عليه وسلم أَنْ يُتَوَضَّأَ بِالْمَاءِ الْمُشَمَّسِ أَوْ يُغْتَسَلَ بِهِ وَقَالَ
إِنَّهُ يُورِثُ الْبَرَصَ
عَمْرُو بْنُ مُحَمَّدٍ الأَعسمُ
مُنْكَرُ الْحَدِيثِ وَلَمْ يَرْوِهِ عَنْ فُلَيْحٍ غَيْرُهُ ، وَلاَ يَصِحُّ عَنِ
الزُّهْرِيِّ
Bercerita
Padaku Muhammad bin al-Fatt al-Qalnsiyu, dari Aishah rah berkata: Rasulullah
SAW. melarang berwudu’ dengan air yang terkenak sinar matahari atau membasuh
dengan memakainya, sesungguhnya itu menyebabkan penyakit belang.
Umar bin
Muhammad al-A’sam hadithnya Munkar tidak meriwatkan dari Fulaihin
kecuali dia, dan riwayatnya dari Zuhri tidak sahih.
4.
Hadith yang
dinilai Matruk : [38]
75- حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ مُبَشِّرٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
حَرْبٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ أَبَانَ عَنْ أَنَسٍ
عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي مَاءِ الْبَحْرِ قَالَ الْحَلاَلُ
مَيْتَتُهُ الطَّهُورُ مَاؤُهُ
أَبَانُ
بْنُ أَبِي عَيَّاشٍ مَتْرُوكٌ
Bercerita Padaku Ali bin Abdullah
bin Mubashir, dari Anas dari Rasulullah SAW. Tentang masalah air laut
rasulullah bersabda : halal baikainya dan suci airnya.
Abanu bin Abi ‘Ayyashin adalah rawi Matruk (ditnggalkan Hadisnya).
5.
Hadith yang
dinilaiMauquf:[39]
77- حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ مُوسَى بْنِ
مُجَاهِدٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ رَاشِدٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا
سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ
أَبِي التَّيَّاحِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ سَلَمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسِ
قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ مَاءِ الْبَحْرِ فَقَالَ مَاءُ
الْبَحْرِ طَهُورٌ
كَذَا
قَالَ وَالصَّوَابُ مَوْقُوفٌ
Bercerita Padaku Abu Bakar Ahmad bin Musa bin Mujahid, dari Ibn Abbas berkata : rasulullah ditanya tentang air laut, beliau bersabda : air laut suci.
Menurut
al-Daruqutni Hadis ini Mauquf .
6.
Hadith yang
dinilai Maudu’ (palsu) :[40]
587 - حَدَّثَنَا
أَبُو عُبَيْدٍ الْقَاسِمُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ شُعْبَةَ
بْنِ جُوَانٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبَانَ حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ
الأَحْمَرُ عَنْ أَبِى خَالِدٍ عَنْ أَبِى هَاشِمٍ الرُّمَّانِىِّ بِهَذَا أَنَّهُ
رَعَفَ فَقَالَ لَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَحْدِثْ لِذَلِكَ
وُضُوءًا ». عَمْرٌو الْقُرَشِىُّ هَذَا هُوَ عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ أَبُو خَالِدٍ
الْوَاسِطِىُّ مَتْرُوكُ الْحَدِيثِ قَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَيَحْيَى بْنُ
مَعِينٍ أَبُو خَالِدٍ الْوَاسِطِىُّ كَذَّابٌ.
Bercerita
Padaku al-Qasim bin Ismail, dari Abi Hashim sesungguhnya dia keluar darah dari
hidungnya (Mimisan: jawa ) Rasulullah SAW. bersabda : batallah wudu’mu
dengan sebab itu.
Umar al-Qurshi
adalah Umar bin Khalid Abu Khalid al-Wasiti adalah rawi Matruk,
Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in : Abu Khalid al-Wasiti pendusta.
Baca artikel tentang Ilmu Hadis lainya :
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Al-Daruqutniadalah al-Imam al-Hafiz, Amir al-Mu’minin
dalam Hadis. Ali bin Umar bin Ahmad bin Mahdi bin Mas’ud bin Nu’man bin
Dinar bin Abdullah, Abu al-Hasan al-Daruqutni[41]Al-Syafi’i.[42]lahir
5 Dzulqa’dah 306H. di kota Daruquthni Bagdad. Dan wafat pada bulan Dzulqa’dah tahun
385H.dimakamkan di “Bab ad-Diyar”, dekat dengan makam Syaikh Ma’ruf al-Karkhi.[43]
2.
Kitab ini
menggunakan metode Sunan adalah tipe penyusunan
kitab Hadis dengan berdasarkan klasifikasi hukum islam (Abwab
al-Fiqhiyah), dan hanya mencantumkan Hadis-Hadis dari Nabi
saja (Hadis Marfu‘). Apabila terdapat HadisMauquf (dari sahabat)
atau HadisMaqtu‘ (dari Tabi’in) maka jumlah relatif sedikit.
3.
Kritikan yang di lontarkan para ulama setelah
al-daruqutni mereka mengatakan bahwa al-daruqtni tasahul dalam menilai Hadis,
sehingga perlu pengkajian yang lebih mendalam.
Daftar Pustaka
Ali, Mustafa Ya’qub. Kritik Hadis.
Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008.
Baghdadi
(al), Ahmad bin Ali Abu Bakar al-Khatib, Tarikh
Baghdad. Beirut:Dar al-Kutub al-Ilmiyah,tt.
Daruqutni
(al), Abu al-Hasan Ali bin Umar ibn Ahmad bin Mahdi, Al-Ilal Al-Waridah Fi AHadis
Al-Nabawiyah. Riyad: Dar al-Taybah, 1985.
Daruqutni (al), Abi al-Hasan Ali bin Umar. Sunan
al-Daruqutni.
t.tp. Muassasah al-Risalah,tt.
Dhahabi
(al), Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman. Siyaru A’lam An-Nubala’. Beirut:
Da<r al-Kutub al-Ilmiyah, 2004.
_______.. Tadzkirah al-Hufadz. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1998.
Dimsyiqi (al), Abu al-Fida’ Ismail bin
Umar bin Katsir al-Qursyi, al-Bidayah wa an-Nihayah ( t.tp : Dar Ihya’
at-Turats al-Arabiyah,1988).
Hadi, Ibn Abdul.
Al-Sarim Al-Munki. Beirut : Mu’assasah al-Rayyan, 2003.
Hambali (al), Abd al-Hay bin Ahmad bin
Muhammad al-Ukri. tt. Shazarat al-Zahab fi Akhbar min Zahab (Dimsyik: Dar Ibn Kathir).
Kattani (al), Muhammad Ja’far. Risalah Al-Mustatrafah Li Bayani Mashhuri
Kutub Al-Musharrafah. Beirut: Dar al-Basha’ir al-Islamiyah, 1986.
Khalikan,
Abu al-Abbas Shams al-Din Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakar bin. Wafayat
Al-A’yan Wa Anba’i Abna’ Al-zaman. Beirut: Dar Shadr, 1900-1994M.
Said, Abu Abdillah al-Bihri Muhammad bin.Thabaqat
Al-Kubra. Beirut: Dar al-Shadr. 1968.
S{alah,
Ibn.
Thabaqat al-Fuqaha’ as-Syafi’iyah,(Beirut : Dar al-Bashair
al-Islamiyah,1992.
Shafi’i, Abi al-Qasim, Ali bin al-Hasan
Ibn Hibatullah bin Abdullah. Tarikh Madinah Dimsyiq. Beirut: Dar al-Fikr,
2000.
Subuki
(al), Taj al-Din bin Abd al-Kafi. Tabaqat Al-Shafi’i Al-Kubra . Hajar:
tp, 1413H.
Al-Ilal wa Ajnasuha (t.tp: tp,tt)
Taimiyah, Ibn.
Majmu’ Al-Fatawa. t.tp:Dar
al-Wafa’, 2005.
Zahwu, Abu. Muhammad, Al-Sunnah Qabla al-Tadwin(t.t:t.p,1984).
[1] Ali Mustafa Ya’qub, Kritik Hadis
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), 68
[2] Muhammad Ajjaj al-Khat{ib, Al-Sunnah Qabla
Tadwin (t.t:t.p,1984), 348.
[3]Ibid., 355.
[4]Muqaddimah Al-Ilal, 1, 9
[5] Ad-daraqutni adalah
penisbatan pada sebuah kota di baghdad, lihat Al-Ansab,5,275
[6] Ahmad bin Ali Abu Bakar al-Khatib al-Baghdadi, Tarikh
Baghdad (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,tt),12,34, Siyara A’lam
An-Nubala’ 10,259, At-Tadzkirah 3,991, Tabaqat Syafi’i Qubra.,
jilid 2,310
[7] Terjadi perbedaan
penetuan hari dan tanggal, lihat tarikh bagdad, 12,40. Wafayat al-a’yan,
3,298. Siyaru A’lam an-Nubala’,10,261. At-Tadzkirah, 3,995. Bidayat
wa an-Nihayah, 11,317. Ibn Shalah, Thabaqat
al-Fuqaha’ as-Syafi’iyah,(Beirut : Dar al-Basyair al-Islamiyah, 1992)
2,616-617
[8] Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman ad-Dhahabi,
Siyaru A’lam An-Nubala’ (Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah),10,260
[9]Al-Ilal Wa Ajnasuha,213. Dinukil dari aL-Khatib
dalam tarikhnya., 12,63.
[10]Ahmad bin ali abu bakar al-khatib al-baghdadi, Tarikh
Baghdad (Beirut:Dar al-Kutub al-Ilmiyah,tt),12,36-37
[11] Seperti banyak
penilaian ulama bahwa kitab al-Ilal karya ad-Daruqutni adalah yang paling
sempurna.
[12] Al-Khatib, Tarikh
Bagdad, 12,34-35
[13]Muqaddimah al-ilal, 11. Dinukil dari al-Munaddlom,
7,184
[14] Al-Khatib, Tarikh
bagdad., 7,268-270
[15] Ibid., jilid12,34-35
[16] At tadzkirah,., 3,1135
[17]Muqaddimah al-Ilal,1, 11
[18] Ibid.,1,12
[19]Muqaddimah al-Ilal, 1,13
[20] Tarikh dimsyiq, 12,240, Muhammad bin ahmad bin Utsman
ad-Dzahabi, Tadzkirah Al-Hufadz (Beirut : Dar al-Kutub
al-Ilmiyah,1998)., 3,132
[21] Muqaddimah al-Ilal
al-Hadis li al-Daruqutni, jilid 1,9
[22]al-Khatib, Tarikh Baghdad (Beirut:Dar al-Kutub
al-Ilmiyah,tt).12,36
[23]Ad-Dzahabi, Siyaru A’lam An-Nubala’ (Beirut: Da<r al-Kutub al-Ilmiyah, 2004).10,261
[24]Tarikh bagdad., jilid12,36-37
[25] Muqaddimah al-Ilal
lial-Daruqutni, 1,16
[26]Tarikh Dimsyiq.,12,2,240
[27]Tadzkirah.,3,991. Dia adalah
ahmad bin Muhammad bin Ibrahim (w.681H) lihat Syadarat Ad Dzahab. 5,371
[28] Abu al-fida’ ismail bin umar bin katsir
al-qursyi ad-Dimsyiqi, al-Bidayah wa an-Nihayah ( t.tp : Dar ihya’
at-turats al-arabiyah,1988)., 11,317
[29]Muqaddimah al-Ilal, 25
[30] Ali Mustafa Ya’qub, Kritik Hadis
(Jakarta, Pustaka Firdaus, 2008),79.
[31]Muhammad
Ja’fa Al-Kattani, Risalah Al-Mustatrafah Li Bayani Mashhuri Kutub
Al-Musharrafah, (Beirut:
Dar
al-Basha’ir
al-Islamiyah,
1986)., 68.
[32]Ibn
Taimiyah, Majmu Al-Fatawa. (Dar al-Wafa’, 2005), 166.
[33]Ibid.,
166.
[34]Ibn
Abdul Hadi, Al-Sarim Al-Munki. (Beirut : Mu’assasah al-Rayyan, 2003),22.
[35]Abi al-Hasan Ali bin
Umar al-Daruqutni. Sunan al-Daruqutni (t.tp. Muassasah
al-Risalah, tt)1,78.
[36]Abi al-Hasan Ali bin Umar al-Daruqutni.Sunan al-Daruqutni(t.tp. Muassasah al-Risalah, tt)1,49
[37]Abi al-Hasan Ali bin Umar al-Daruqutni.Sunan al-Daruqutni(t.tp. Muassasah al-Risalah, tt)1,51
[38]Ibid,.
1,45
[39]Ibid,.
1,45
[40]Abi al-Hasan Ali bin Umar al-Daruqutni.Sunan al-Daruqutni(t.tp. Muassasah al-Risalah, tt)1,150.
[41] Ad-daraqutni adalah
penisbatan pada sebuah kota di baghdad, lihat Al-Ansab,jilid5,275
[42] Ahmad bin Ali Abu Bakar al-Khatib al-Baghdadi, Tarikh
Baghdad (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,tt),jilid12,34, Siyara A’lam
An-Nubala’ jilid10,259, At-Tadzkirah jilid 3,991, Tabaqat Syafi’i
Qubra., jilid 2,310
[43] Terjadi perbedaan
penetuan hari dan tanggal, lihat tarikh bagdad, jilid 12,40. Wafayat
al-a’yan, jilid3,298. Siyaru A’lam an-Nubala’,jilid10,261.
At-Tadzkirah,jilid 3,995. Bidayat wa an-Nihayah,jilid 11,317. Ibn Shalah, Thabaqat al-Fuqaha’
as-Syafi’iyah,(Beirut : Dar al-basyair al-islamiyah, 1992) jilid 2,616-617
Tidak ada komentar:
Posting Komentar