HOME

07 Maret, 2022

KHAWARIJ-SYIAH DAN SEJARAH PEMALSUAN HADIS

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

Hadis merupakan sumber hukum kedua dalam agama Islam setelah Alquran. Posisi hadis sangat penting dalam menentukan hukum syariat, karena selain hadis menjadi sumber hukum tersendiri, hadis juga berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Alquran. Peletak hukum syariat Islam pertama adalah Allah yang kalam-kalam-Nya termaktub dalam Alquran. Sedangkan peletak hukum syariat Islam kedua adalah Nabi Muhammad SAW melalui perkataan, perbuatan, persetujuan, tingkah laku, gerak-gerik dan diamnya yang disebut hadis. Oleh karenanya, Alquran dan hadis bak dua sisi mata uang yang tidak mungkin terpisahkan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ

“Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian yaitu kitab Allah (Alquran) dan sunah Nabi-Nya (Hadis), bilamana kalian pegang teguh keduanya, kalian tak akan pernah tersesat.”[1]

Melihat kedudukan hadis yang sentral, sebagian umat Islam yang dirinya terbuai hawa nafsu dan memiliki hasrat duniawi serta kefanatikan yang kental, menjadikan hadis sebagai senjata untuk membela dan membenarkan hasrat mereka. Mereka tak segan memalsukan hadis hanya untuk mendulang suara politik atau membela kepentingan kelompok mereka.

Kondisi seperti ini sangat ironi dan amat disayangkan, sebab hadis yang sejatinya diperuntukkan untuk hukum syariat, justru dibuat mainan untuk masalah yang tak ada sangkut-pautnya dengan kehidupan akhirat kelak.


Berkat pertolongan Allah SWT, hadis-hadis palsu yang dikarang oleh sebagian kelompok Islam itu, mampu terdeteksi oleh ulama-ulama hadis. Sehingga umat Islam setelahnya bisa memilah dan memilih antara hadis yang benar-benar bersumber dari Rasulullah SAW, para Sahabat dan tabiin, dengan hadis-hadis yang sengaja diciptakan oleh beberapa kelompok Islam dengan tujuan kenikmatan duniawi dan fanatisme buta.

B.            Rumusan Masalah

1.             Apa pengertian kelompok Islam Khawarij?

2.             Bagaimana sejarah munculnya kelompok Khawarij?

3.             Apa karakteristik utama kelompok Khawarij?

4.             Apa pengertian kelompok Islam Syiah?

5.             Bagaimana sejarah munculnya kelompok Syiah?

6.             Apa pengertian hadis palsu atau Hadith Maudu’?

7.             Bagaimana sejarah munculnya hadis palsu dan peran Khawarij dan Syiah saat itu?

8.             Apa faktor penyebab munculnya hadis palsu?

9.             Bagaimana kaedah mengetahui hadis palsu?

10.         Apa peran ulama dalam upaya menyelamatkan hadis dari pemalsuan?

11.         Bagaimana hukum hadis palsu?

12.         Apa saja buku-buku yang memaparkan hadis-hadis palsu?

C.           Tujuan 

1.             Memahami pengertian kelompok Islam Khawarij.

2.             Mengerti sejarah munculnya kelompok Khawarij.

3.             Mengetahui karakteristik utama kelompok Khawarij.

4.             Memahami pengertian kelompok Islam Syiah.

5.             Mengerti sejarah munculnya kelompok Syiah.

6.             Memahami pengertian hadis palsu atau Hadith Maudu’.

7.             Memahami sejarah munculnya hadis palsu dan peran Khawarij dan Syiah saat itu.

8.             Mengetahui faktor penyebab munculnya hadis palsu.

9.             Mengerti kaedah mengetahui hadis palsu.

10.         Mengerti peran ulama dalam upaya menyelamatkan hadis dari pemalsuan.

11.         Mengetahui hukum hadis palsu.

12.         Mengetahui buku-buku yang memaparkan hadis-hadis palsu.

D.           Manfaat

1.             Bagi penulis, makalah ini akan menambah wawasan dalam memahami istilah, definisi kelompok Khawarij dan hadis palsu beserta sejarahnya.

2.             Bagi pembaca, makalah ini bisa dijadikan rujukan untuk mengetahui dan memahami sejarah singkat kelompok Khawarij dan hadis palsu.


BAB II

PEMBAHASAN

A.           Nama dan Pengertian Khawarij

Ada beberapa sebutan atau nama Khawarij, di antaranya:[2]

1.             Muhakkamah, disebut Muhakkamah karena mereka selalu membawa jargon La Hukma illa lillah, tidak ada hukum yang bisa diterapkan selain hukum Allah.[3]

2.             Al-Haruriyah, dinamakan al-Haruriyah sebab dinisbatkan ke daerah Harura, sebuah daerah di dekat Kufah. Khawarij muncul pertama kali dari daerah ini.

3.             Al-Shurat, yang berarti menjual. Menurut mereka, mereka menjual diri mereka untuk menggapai rida Allah SWT.

Namun nama yang paling tenar untuk kelompok ini adalah Khawarij yang tercetak dari kata Kharij atau Kharijiyah yang berarti orang atau golongan yang keluar. Secara isilah mereka adalah kelompok keluar dari barisan ‘Ali dan Mu’awiyah.[4]

Al-Shahrastani mengatakan setiap orang yang keluar dari pemerintahan yang benar, legal dan disetujui oleh mayoritas masyarakat disebut Kharijiyan.[5]

‘Ali Muhammad Al-Salabi mendefinisian Khawarij sebagai kelompok yang memberontak terhadap ‘Ali bin Abi Talib setelah ia mengambil kebijakan Al-Tahkim dalam perang siffin.[6]

 

B.            Sejarah Munculnya Khawarij

Kelompok Khawarij muncul bersamaan dengan kelompok Syiah, pada awalnya pengikut kedua kelompok ini adalah pengikut ‘Ali. Namun pemikiran kelompok Khawarij lebih dahulu muncul dari pada Syiah. Khawarij muncul pertama kali saat memuncaknya peperangan antara pasukan ‘Ali dan Mu’awiyah, saat mereka berdua merencanakan untuk Tahkim atau Arbitrase dengan mengirim ‘Amr bin Ash dari pihak Mu’awiyah dan Abu Musa al-Ash’ari dari pihak ‘Ali. Upaya Tahkim akhirnya memutuskan menurunkan ‘Ali dari jabatan khalifah dan mengukuhkan Mu’awiyah sebagai khalifah yang baru. Anehnya, kelompok yang pada mulanya memaksa ‘Ali untuk menerima tahkim dan menunjuk Abu Musa justru menilai bahwa tahkim adalah sebuah dosa dan mereka menuntut ‘Ali untuk bertaubat. Semboyan yang selalu mereka koarkan adalah tidak ada hukum yang pantas untuk diterapkan selain hukum Allah.[7]

Sebenarnya cikal-bakal pemikiran Khawarij sudah ada pada masa Rasulullah SAW seperti yang tertera pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri, ia bercerita:[8]

‘Ali bin Abi Thalib menyerahkan emas dari Yaman kepada Rasulullah SAW di dalam kantong kulit yang disamak dengan daun Qarazh, yang tidak dapat diperoleh dari tanahnya.

Kemudian Rasulullah SAW membagi-baginya kepada empat orang, yaitu ‘Uyainah bin Hisn, al-Aqra bin Habis, Zaid al-Khail, dan yang keempat antara ‘Alqamah bin Alatsah atau ‘Amir bin Thufail. Melihat ini, salah seorang yang hadir melakukan protes dengan berkata, “Kami lebih berhak atas emas itu dari mereka.”

Selanjutnya protes ini disampaikan kepada Rasulullah SAW. Beliau pun bersabda, “Tidakkah kalian mempercayaiku padahal aku adalah orang kepercayaan penduduk langit yang menyampaikan kabar langit kepadaku pagi dan petang?”

Lantas seorang lelaki bermata cekung, berpipi merah, berkening tinggi, berjenggot tebal, berkepala plontos, dan berkain sarung terlipat berkata, “Wahai Rasulullah, bertakwalah pada Allah!” Rasulullah SAW pun bersabda, “Celakalah engkau, bukankah aku penduduk bumi yang paling pantas untuk bertakwa pada Allah?”

Lalu lelaki itu pergi. Khalid bin Walid angkat bicara, “Wahai Rasulullah, bolehkah aku memenggal lehernya?” Rasulullah SAW menjawab, “Jangan, barang kali ia masih shalat.”  Khalid pun menukas, “Betapa banyaknya orang shalat yang mengucapkan dengan mulutnya apa yang tidak ada dalam hatinya.” Rasulullah SAW bersabda, “Aku tidak diperintahkan untuk mengorek isi hati manusia ataupun membelah dada mereka.”

Beliau memandangi lelaki yang sedang pergi itu, dan bersabda, “Dari sumber lelaki itu akan keluar sekelompok orang yang membaca Kitabullah dengan kering; tidak sampai melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah menembus keluar dari tubuh binatang yang dipanah.”

Aku yakin beliau bersabda, “Kalaulah aku mendapati mereka (selagi aku masih hidup), niscaya kutumpas mereka seperti tumpasnya kaum Tsamud.”

Demikianlah sejarah singkat cikal-bakal dan munculnya kelompok Khawarij dalam sejarah Islam.


C.           Karakteristik Utama Khawarij

‘Ali Muhammad al-Salabi dalam Khawarij dan Syiah dalam Timbangan Ahlu Sunnah wal Jama’ah menyebutkan terdapat beberapa karakteristik utama kelompok Khawarij yang menonjol, berikut beberapa ciri tersebut:[9]

1.             Berlebih-lebihan dalam Beragama

Ciri pertama dan paling utama yang sangat melekat pada kelompok Khawarij adalah berlebih-lebihan dalam beragama. Mereka berusaha semaksimal mungkin untuk menerapkan seluruh ajaran Islam. Mereka berpuasa, mendirikan salat, membaca Alquran, namun mereka melampaui batas normal sampai ke tingkatan berlebihan dan ekstrim. Sikap ekstrim inilah yang membuat mereka justru melanggar agama; misalnya mengkafirkan pelaku dosa besar, bahkan sebagian mereka ada yang mengkafirkan pelaku dosa kecil dan menganggapnya kafir dan kelak bertempat kekal di neraka.

Sikap yang berlebihan ini, menurut penulis, akan menganggap diri mereka suci dan bersih dari dosa dan kesalahan. Juga akan menggiring mereka bersifat sombong karena hanya merekalah yang beribadah dengan tekun, puasa mereka tidak ada yang menandingi, salat mereka tak ada yang menyaingi dan tak ada seorang pun yang mampu mengalahkan bacaan Alquran mereka.

Khawarij sangatlah bangga dengan ciri-ciri simbolik, Ibnu ‘Abbas menuturkan, “Aku menemui sekelompok orang yang belum pernah aku lihat ada yang lebih keras kesungguhannya daripada mereka; dahi mereka terluka (berwarna hitam) akibat banyak sujud; tangan mereka bagaikan lutut onta (kulitnya tebal); kemeja mereka selalu dicuci dan muka mereka pucat karena selalu begadang.”

Selain dahi yang menghitam, ciri-ciri lain yang sering penulis temukan, yaitu jenggot yang lebat dan terkesan kurang rapi, terlepas perbedaan hukum menumbuhkan jenggot di kalangan para ulama, menurut penulis Islam adalah agama yang rapi, bersih, dan enak dipandang.

2.             Tidak Tahu Agama

Salah satu tanda yang paling menonjol juga dari kelompok Khawarij adalah mereka bodoh dan tak tahu apa-apa soal agama. Pemahaman mereka sangat buruk, mereka kurang merenung serta memikirkan dan tidak menggunakan teks-teks Alquran dan hadis sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para Sahabat.

‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Mereka mengemukakan ayat-ayat yang sejatinya diturunkan untuk orang-orang kafir, mereka tujukan untuk orang-orang mukmin.” Bahkan setiap ditanya perihal Khawarij, Ibnu ‘Umar selalu menjawab, “Mereka mengkafirkan orang-orang mukmin dan menghalalkan darah dan harta benda mereka.”

Ibnu Taimiyah juga mengomentari salah satu ciri Khawarij ini, “Mereka adalah orang-orang bodoh yang memisahkan diri dari al-Sunnah dan jamaah karena kebodohan mereka.”

3.             Mengkafirkan Pelaku Dosa dan Menghalalkan Darahnya

Kelompok Khawarij memiliki kerangka berpikir sendiri dalam beragama yang memisahkan mereka dengan umat Islam yang lainnya. Bahkan mereka meyakini kerangka berpikir mereka adalah satu-satunya yang sesuai dengan kehendak Allah dan siapapun yang tidak sesuai kerangka berpikir mereka dinyatakan keluar dari Islam.

Salah satu kerangka berpikir mereka adalah mengkafirkan pelaku dosa dan menghalalkan darah serta hartanya. Hal ini dikuatkan dengan penyataan Ibnu Taimiyah, bahwa kelompok Khawarij senang mengkafirkan pelaku dosa besar dan kecil. Konsekuensinya, mereka menghalalkan darah dan harta mereka.”


4.             Meremehkan dan Mengklaim Orang Lain Sesat

Salah satu ciri kelompok Khawarij ialah menganggap remeh orang lain dan mengklaim tindakan orang lain sesat dan hanya kelompok mereka yang benar. Mereka dengan lantang menentang ‘Ali bin Abi Talib, sahabat Nabi yang terkenal dengan keluasan ilmunya. Mereka tak ragu memisahkan diri dari ‘Ali bin Abi Talib dan menuduhnya dengan tidak menjalankan syariat Islam.

Dengan terlalu kerasnya mereka dalam beragama ini, akhirnya mereka dengan mudahnya  mengklaim sesat kepada orang lain. Bahkan dialog Dhu al-Khuwaisir dengan Rasulullah SAW menjadi cikal-bakal ciri menonjol kelompok Khawarij. Dhul Khuwaisir dengan tak tahu malunya mengatakan, “Berbuat adillah, wahai Muhammad!”

5.             Keras terhadap Kaum Muslimin

Berperangai keras, beringas dan kaku adalah salah satu krakteristik kelompok Khawarij. Mereka tidak segan meneror dan membunuh kaum muslimin. Khawarij justru memperlakukan orang-orang kafir dengan lembut dan simpatik.

D.           Nama dan Pengertian Syiah

Muhammad Zakariya al-Nadaf dalam Masail al-I’tiqad ‘inda al-Shi’ah al-Ithna ‘Ashariyah mengutip pendapat Ibn Mandzur perihal makna Syiah secara bahasa. Syiah secara bahasa ialah pengikut seseorang atau pendukungnya.[10]

Pengertian Syiah secara istilah tidak bisa disepakati karena antara pihak Syiah dan Sunni berbeda dalam mendefinisikannya. Syiah mengartikan kata “Syiah” secara istilah adalah orang-orang yang dekat dan mendukung ‘Ali bin Abi Talib baik pada zaman Rasulullah SAW maupun setelah kewafatan beliau.[11] Sedangkan menurut Sunni, Syiah secara istilah ialah mereka yang mendukung ‘Ali bin Abi Talib dan lebih memprioritaskannya dari seluruh sahabat nabi yang lainnya.[12]

 

E.            Sejarah Munculnya Kelompok Syiah

Sebenarnya pemikiran Syiah sudah muncul saat wafatnya Rasulullah SAW. Selepas Rasulullah wafat, ada sebagian kaum muslimin saat itu berpendapat bahwa keluarga beliaulah yang pantas menggantikan beliau sebagai khalifah.[13]

Ada yang berasumsi Syiah muncul pada akhir masa pemerintahan ‘Uthman bin ‘Affan atau pada awal kepemimpinan ‘Ali bin Abi Talib.[14] Pada masa ini, Syiah hanyalah sebagai dukungan politik kepada ‘Ali bin Abi Talib. Ada juga pendapat yang menyebutkan Syiah muncul setelah terjadinya arbitrase. Keputusan yang dihasilkan arbitrase tidak menguntungkan pihak ‘Ali bin Abi Talib, sehingga sebagian pendukungnya keluar (dan kelompok inilah yang dinamakan Khawarij) dan sebagian besar yang lain masih mendukung ‘Ali dan semakin bertambah kefanatikannya.[15]

Menurut Al-Tabataba’i, Syiah muncul karena kritik dan protes besar terhadap dua masalah dasar dalam Islam yaitu pemerintahan Islam dan pengetahuan keagamaan yang menurut Syiah adalah kewenangan keluarga Rasulullah SAW.[16]

Kemunculan Syiah hampir bersamaan dengan Khawarij karena kedua kelompok ini pada mulanya muncul dikarenakan sikap politik, namun karena hawa nafsu dan kebodohan aliran politik mereka berubah menjadi aliran ideologi dan saling menafsirkan Alquran seusai kehendak mereka sendiri, bahkan mereka tidak ragu memalsukan hadis demi kepentingan fanatisme belaka.

     

F.            Pengertian Hadis Palsu atau Hadist Maudu’

1.             Hadis

Secara bahasa hadis adalah antonim dari kata qadim yang berarti lama.[17]Jadi hadis secara bahasa berarti baru.Hadis juga berati sebuah kabar atau berita.[18]

Hadis secara istilah segala sesuatu yang dinisbatkan atau bersumber dari Nabi Muhammad SAW baik berupa ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat, dan biografi.[19]

2.             Palsu/Maudu’

Adapun Maudu’ adalah isim maf’ul dari kata Wada’a yang memiliki beberapa arti, di antaranya menjatuhkan, meninggalkan, atau memalsukan.[20]

Secara istilah, hadith maudu’ adalah segala sesuatu, baik perkataan, perbuatan, persetujuan, yang disandarkan kepada Rasulullah SAW dengan cara berbohong atau mengelabuhi, sedangkan Rasulullah SAW tidak pernah mengatakan, melakukan, dan menyetujui hal itu.[21]

 

G.           Sejarah Munculnya Hadis Palsu dan Peran Khawarij dan Syiah.

Terjadinya konflik dan perpecahan politik pada masa pemerintahan khalifah Ustman bin ‘Affan adalah awal mula munculnya pemalsuan hadis. Konflik tersebut juga memicu pertumpahan darah antara pasukan ‘Ali dan pasukan Mu’awiyah. Semenjak saat itulah, kaum muslimin terpecah ke dalam beberapa golongan. Golongan mayoritas mendukung ‘Ali, golongan lain mendukung Mu’awiyah, dan golongan lain yang keluar dari golongan ‘Ali dan Mu’awiyah. Perpecahan yang terjadi di tubuh kaum muslimin disebabkan karena hasrat politik.[22]

Sangat disayangkan sekali, perpecahan yang mulanya karena politik itu, menjadi kelompok-kelompok keagamaan. Sehingga kelompok-kelompok itu tidak lagi memainkan politik untuk kekuasaan namun juga memainkan agama utama meraih hawa nafsunya tersebut.[23]

Setiap kelompok itu berusaha untuk mengolah Alquran dan hadis untuk mendulang suara politik mereka. Mulanya mereka memainkan Alquran dengan menafsirkan ayat-ayat Alquran. Mereka menafsirkannya dengan sesuai keinginan politik mereka. Setelah memainkan tafsir ngawurnya, mereka tak puas sampai di situ, mereka mencoba untuk memainkan hadis dengan memalsukan hadis yang seakan-akan hadis itu bersumber dari Rasulullah SAW. Hadis-hadis tersebut mereka buat dengan sengaja untuk dijadikan senjata mendukung kelompok-kelompok mereka masing-masing.[24]

Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib menyataakan dalam Usulu al-Hadith nya bahwa pemalsuan hadis masih jarang dilakukan pada abad 1 dan 2 H, karena pada zaman itu, masih banyak sahabat dan tabiin besar yang selalu mengawal hadis-hadis Rasulullah SAW. Hadis palsu terus bertambah banyak seiring dengan bertambahnya fitnah dan bidah di kalangan kaum muslimin.[25]

Al-Khatib melanjutkan, bahwa seiring waktu dan wafatnya para sahabat Nabi dan tabiin besar, maka pemalsuan hadis semakin gencar dan deras. Generasi setelah para sahabat dan tabiin yang terbilang bodoh dan gampang terbuai oleh siasat politik, membuat hadis-hadis palsu semakin bertebaran di telinga kaum muslimin.[26] Adapun golongan pertama kali yang memalsukan hadis adalah Syiah.[27]

Al-Khatib berpendapat bahwa tidak ada bukti atau keterangan bahwa kelompok Khawarij memalsukan hadis, karena bagi mereka berbohong adalah dosa besar dan pelaku dosa besar kafir. Bahkan Abu Dawud mengatakan, “Dari beberapa kelompok yang terbuai dengan hawa nafsu, tidak ada yang lebih sahih dalam meriwayatkan hadis dari kelompok Khawarij.[28]

Musthafa Muhammad Abu ‘Imarah juga berpendapat sama dengan Al-Khatib, bahwa Khawarij adalah kelompok yang paling sahih dalam meriwayatkan hadis. Mustafa menukil pendapat Ibnu Taimiyah, bahwa Khawarij meskipun ajaran mereka melenceng dan keluar dari agama, akan tetapi hadis-hadis yang mereka riwayatkan bisa dipercaya dan sangat kredibel.[29]

Muhammad Muhammad Abu Zahwu dalam Al-Hadist wa al-Muhaddistun menyebutkan beberapa factor mengapa Khawarij sangat jarang memalsukan hadis, di antaranya ialah:[30]

1.         Berbohong dalam mazhab Khawarij termasuk dosa besar dan pelakunya divonis kafir. Oleh karenanya, kelompok Khawarij sangat jarang berbohong.

2.         Dengan kekauan dan jumud nya mereka tidak bias menerima umat lain seperti bangsa Persi, Yahudi yang terkenal dengan memalsukan hadis.

3.         Khawarij tidak mengenal ajaran Taqiyah[31] yang menjadi senjata utama kelompok Syiah.

Adapun hadis palsu yang dibuat oleh kelompok Khawarij dan disandarkan kepada Rasulullah SAW, adalah:

إِذَا أَتَاكُمُ الْحَدِيْثُ عَنِّيْ فَاعْرِضُوْهُ عَلَى كِتَابِ اللهِ فَإِنْ وَافَقَ كِتَابَ اللهِ فَأَنَا قُلْتُهُ...[32]

“Jika kamu mendapatkan hadis, maka rujukkanlah hadis tersebut dengan Alquran. Jika hadis tersebut sesuai dengan Alquran, maka itu perkataanku…”

 

H.           Faktor-faktor Penyebab Munculnya Hadis Palsu

Munzier Suparta dalam Ilmu Hadis nya menguraikan beberapa penyebab munculnya hadis palsu. Pemalsuan hadis tidak hanya dilakukan oleh kaum muslimin saja, namun juga oleh orang-orang non Islam. Berikut beberapa motif mereka memalsukan hadis:[33]

1.             Konflik Politik

Pertikaian politik antara kubu ‘Ali bin Abi Talib dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan merupakan awal mula perpecahan kaum muslimin. Dengan perpecahan itu, setiap kelompok berusaha menjadikan Alquran dan hadis sebagai senjata untuk mendukung dan menguatkan suara politik mereka.

Masing-masing kelompok berusaha menafsirkan Alquran sesuai dengan hasrat politiknya. Dan tak cukup sampai situ, mereka juga memalsukan hadis untuk mendulang suara politik mereka.

Contoh hadis palsu yang dibuat oleh Syiah:

يَاعَلِيُّ إِنَّ اللهَ غَفَرَ لَكَ وَلِذُرِّيَّتِكَ وَلِوَالِدَيْكَ وَلِأَهْلِكَ وَلِشِيْعَتِكَ وَلِمُحِبِّي شِيْعَتِكَ

“Wahai ‘Ali, sesungguhnya Allah telah mengampunimu, keturunanmu, kedua orang tuamu, keluargamu, pendukungmu, dan pecinta pendukungmu.”

Contoh hadis palsu yang dibuat oleh pendukung Mu’awiyah:

الأُمَنَاءُ ثَلاَ ثَةٌ أَناَ وَجِبْرِيْلُ وَمُعَاوِيَةُ أَنْتَ مِنِّيْ ياَ مُعَاوِيَةُ وَ أَناَ مِنْكَ

“Yang dapat dipercaya ada tiga, yaitu aku, Jibril dan Mu’awiyah. Wahai Mu’awiyah, kau termasuk golonganku dan aku bagian dari kamu.”

2.             Campur Tangan Kaum Zindiq

Kaum Zindiq adalah golongan yang paling membenci Islam. Kebenian itu hingga mengarahkan mereka dengan mudahnya memalsukan hadis. Seorang Zindiq bernama ‘Abd al-Karim bin ‘Auja’ mengaku telah memalsukan hadis sebanyak 4.000 hadis sebelum ia dihukum mati oleh gubernur Basrah, Muhammad bin Sulaiman bin ‘Ali. Bahkan Hammad bin Zaid mengatakan kaum zindiq telah memalsukan 12.000 hadis.

Contoh hadis yang dipalsukan kaum zindiq:

اَلنَّظَرُ إِلَى الْوَجْهِ الْجَمِيْلِ صَدَقَةٌ

                  “Melihat wajah cantik termasuk ibadah.”

3.             Fanatisme Kesukuan dan Kebangsaan

Sifat fanatisme kesukuan, kebangsaan atau kenegaraan membuat sebagian kaum muslimin memalsukan hadis. Untuk menonjolkan kesukuan, kebangsaan atau kenegaraan mereka, mereka buat hadis palsu dengan tujuan ingin mengangkat kesukuan atau kebangsaaan mereka dan menghinakan kesukuan atau kebangsaan orang lain.

Contoh hadis yang dipalsukan oleh masyarakat Persi:

إِنَ اللهَ إِذَا غَضِبَ أَنْزَلَ الْوَحْيَ باِلْعَرَبِيَّةِ وَإِذَا رَضِيَ أَنْزَلَ الْوَحْيَ بِالْفاَرِسِيَّةِ

“Apabila Allah murka, Ia akan menurunkan wahyu dengan bahasa Arab. Dan bila senang, Ia akan menurunkan wahyu dengan bahasa Persi.”

 

Begitu juga sebaliknya, orang-orang Arab memalsukan hadis sebaliknya untuk menghina masyarakat Persi,

إِنَ اللهَ إِذَا غَضِبَ أَنْزَلَ الْوَحْيَ بِالْفاَرِسِيَّةِ وَإِذَا رَضِيَ أَنْزَلَ الْوَحْيَ باِلْعَرَبِيَّةِ

“Apabila Allah murka, Ia akan menurunkan wahyu dengan bahasa Persi. Dan bila senang, Ia akan menurunkan wahyu dengan bahasa Arab.”

4.             Bualan Tukang Cerita dan Dai

Sebagian dai dan tukang cerita sengaja membuat hadis palsu guna mendulang simpatik dan kekaguman dari audiensnya. Hadis yang mereka sampaikan sangat tidak masuk akal dan berlebihan. Seperti hadis berikut:

مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهَ خَلَقَ اللهُ مِنْ كُلِّ كَلِمَةٍ طَائِراً مِنْقَارُهُ مِنْ ذَهَبٍ وَوَرِيْشُهُ مِنْ مَرْجَانٍ

“Barang siapa yang mengucapkan kalimat tahlil, maka Allah akan menciptakan seekor burung yang paruhnya dari emas dan bulunya dari marjan di setiap kalimatnya.”

5.             Perselisihan Mazhab Fikih dan Ilmu Kalam

Sebagian hadis-hadis palsu juga bersumber dari para pengikut mazhab. Mereka berani melakukan pemalsuan hadis karena didorong sifat fanatik terhadab mazhab mereka. Di antara hadis-hadis palsu itu, sebagai berikut:

مَنْ رَفَعَ يَدَيْهِ فِيْ الرُّكُوْعِ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ

“Barang siapa yang mengangkat tangannya saat rukuk maka salatnya tidak sah.”

6.             Membangkitkan Gairah Beribadah Tanpa Didasari Ilmunya

Banyak di antara para ulama yang memalsukan hadis dengan mengira bahwa tujuan mereka benar dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah. Mereka berkata, “Kami memalsukan hadis bukan untuk menghinakan derajat Rasulullah SAW justru kami memalsukan hadis untuk menjunjung tinggi nama Rasulullah SAW.”

Nuh bin Maryam membuat hadis-hadis palsu tentang fadilah-fadilah setiap surat dalam Alquran. Dan Ghulam Al-Khail membuat hadis palsu tentang keutamaan zuhud dan tazkiyatu al-nafs.

7.             Menjilat Penguasa

Ghiyath bin Ibrahim salah satu tokoh pemalsu hadis yang bertujuan supaya dekat dan diberi hadiah oleh penguasa. Ia memalsukan hadis tentang perlombaan merpati. Setelah memalsukan hadis tersebut, ia pun mendapatkan uang 10.000 dirham dari khalifah al-Mahdi. Namun sebelum ia keluar dan meninggalkan khalifah, khalifah memanggilnya dan menegurnya tentang pemalsuan hadis tersebut. Khalifah pun memerintahkan untuk menyembelih buruh merpatinya.

I.              Kaedah Melacak Hadis Palsu

Para ulama hadis telah merancang sedemekian rupa tentang kaedah guna melacak dan mengetahui hadis palsu. Ada dua hal untuk bisa mengidentifikasi apakah sebuah hadis itu palsu atau benar bersumber dari Rasululullah SAW, yaitu sanad dan matan.

Berikut penjelasan al-Khatib dalam Usul al-Hadith nya:[34]

1.      Sanad

Salah satu cara melacak hadis palsu adalah dengan sanad hadis tersebut. Ada beberapa kemungkinan sanad bisa menjadi cara jitu mengetahui hadis palsu, di antaranya:

a.             Pengakuan perawi

Seorang Zindiq bernama ‘Abd al-Karim bin ‘Auja’ mengaku telah memalsukan hadis sebanyak 4.000 hadis sebelum ia dihukum mati oleh gubernur Basrah, Muhammad bin Sulaiman bin ‘Ali.

b.             Bukti yang Mendesak Pengakuan Perawi

Sebagian perawi ada yang tetap tidak mau mengakui pemalsuan hadisnya. Namun meski demikian, hadis palsunya tetap bisa dilacak dengan; periwayatannya yang tidak pernah diriwayatkan gurunya, meski ia memastikan pernah mendengar dari gurunya. Atau perawi hadis palsu tersebut meriwayatkan dari seorang guru yang menetap di sebuah daerah yang tak pernah ia kunjungi. Bisa juga periwayatan hadis palsu tersebut dari seorang guru yang mana wafatnya terlebih dahulu daripada lahirnya perawi hadis tersebut. Atau saat sang guru meninggal, perawi itu masih balita dan belum sempat bertemu.

c.             Perawi yang Terkenal dengan Kedustaannya

Hadis palsu bisa juga diketahui dengan kondisi atau sifat perawinya. Bila perawinya seseorang yang dikenal sering berbohong dan tidak ada perawi thiqah yang meriwayatkan hadis darinya, bisa dipastikan bahwa hadis-hadisnya adalah palsu. Apalagi bila seluruh masyarakat di sekitarnya mengakui bahwa dia memang seorang yang sering berbohong hingga mayoritas masyarakat mengetahui kebohongannya.

d.            Perawi Seorang Rafidi dan meriwayatkan hadis-hadis tentang keluarga Nabi Muhammad SAW.[35]

2.             Matan

Matan juga menjadi titik fokus dalam melacak hadis palsu. Ada beberapa tanda yang mencolok dalam matan hadis untuk bisa mengetahui apakah hadis itu asli atau palsu, di antaranya:

a.             Kerancuan Bahasa

Para ulama yang berkecimpung dalam dunia hadis akan dengan mudah membedakan antara bahasa Nabi dengan bahasa orang lain. Mendeteksi kerancuan makna ini dilakukan jika perawi tidak mengaku atas perbuatan pemalsuannya.

b.             Kecataan Makna

Kecataan makna atau ketimbangan arti sebuah hadis adalah ciri-ciri yang termudah dalam melacak apakah hadis tersebut asli atau palsu. Seperti hadis:

البَذِنْجَانُ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ

  “Terong adalah obat dari segala penyakit.”

c.             Menyalahi Nas Alquran atau Hadis Mutawatir dan Ijma’

Hadis yang bertentangan dengan Alquran, hadis mutawatir, dan ijma bisa dihukumi bahwa hadis tersebut palsu seperti hadis yang menjelaskan bahwa umur kehidupan di dunia ini 7000 tahun,

مِقْدَارُ الدُنْيًا وَأَنَّهَا سَبْعَةُ آلاَفِ سَنَةٍ

Tentunya hadis tersebut menyalahi ayat Alquran yang menjelaskan bahwa hari kiamat hanyalah Allah yang mengetahui.

d.            Hadis yang Tak Pernah Diriwayatkan Sahabat

Hadis palsu juga berupa hadis yang diyakini disembunyikan oleh sahabat dan tak pernah diriwayatkan seperti hadis yang dibuat oleh kelompok Syiah,

هَذَ وَصِيِيِّ وَأَخِيْ وَالْخَلِيْفَةُ مِنْ بَعْدِيْ

“Ini (‘Ali) adalah wasiatku dan saudaraku, juga khalifah setelahku.”

e.             Hadis yang Berlebihan dalam Menjelaskan Pahala

Seperti hadis berikut:

مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهَ خَلَقَ اللهُ مِنْ كُلِّ كَلِمَةٍ طَائِراً مِنْقَارُهُ مِنْ ذَهَبوَوَرِيْشُهُ مِنْ مَرْجَانٍ

“Barang siapa yang mengucapkan kalimat tahlil, maka Allah akan menciptakan seekor burung yang paruhnya dari emas dan bulunya dari marjan di setiap kalimatnya.”

 

J.             Peran Ulama Menyelamatkan Hadis dari Pemalsuan

Untuk bisa mengidentifikasi sebuah hadis, para ulama merancang kaedah-kaedah yang bisa diterapkan, apakah sebuah hadis itu asli atau palsu, apakah hadis itu sahih, hasan, atau dloif. Selain itu, para ulama juga melakukan upaya-upaya untuk lebih ketat dalam menyeleksi hadis. Berikut di antara upaya-upaya tersebut yang ditulis oleh Muhammad Mahmud Ahmad Bakkar dalam Bulughu al-Amal min Mustalahi al-Hadith wa al-Rijal[36]:

1.             Memperketat Sanad Hadis

Pada masa Rasulullah SAW dan kedua khalifah pertama dan kedua, tidak ada pemalsuan hadis atau kebohongan yang disandarkan kepada Rasululallah SAW. Setelah masa itu terjadilah fitnah dan pemalsuan-pemalsuan hadis yang dilakukan sebagian kaum muslimin.

Penyataan Muhammad bin Sirin yang sangat terkenal adalah:

لَمْ يَكُوْنُوْا يَسْأَلُوْنَ عَنِ اْلإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوْا: سَمُّوْا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيَنْظُرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ وَيَنْظُرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلاَ يُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ.

“Dulu kaum muslimin tidak pernah menanyakan sanad, namun saat terjadi fitnah, mereka berkata: Sebutkanlah sanad-sanad kalian. Jika sanad itu dari ahlu sunnah, maka diterima. Namun jika dari ahli bidah, maka hadis tersebut ditolak.”

Hisham bin ‘Urwah berkata,

إِذَا حَدَّثَكَ رَجُلٌ بِحَدِيْثٍ فَقُلْ عَمَّنْ هَذَا

“Jika kau seseorang meriwayatkan hadis kepadamu, maka tanyalah dari siapa hadis itu.”

Auza’i berkata,

مَا ذِهَابُ الْعِلْمِ إِلَّا ذِهَابَ اْلإِسْنَادِ

“Ilmu tidak akan hilang kecu’ali dengan hilangnya sanad.”

Ibnu Al-Mubarak mengatakan,

اَلْإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ وَلَوْلاَ اْلإِسْنَادِ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ

“Sanad adalah sebagian dari agama, tanpa sanad maka orang-orang akan berkata semaunya.”

 

2.             Merantau Mencari Hadis dan Menerapkan Validitas Hadis

Sudah menjadi sebuah tradisi, para ulama merantau dari daerah ke daerah, dari negeri ke negeri untuk mencari hadis atau meneliti sebuah hadis. Praktek validasi seperti ini menjadi sebuah keharusan yang selalu dilakukan oleh para ahli hadis.

Dalam ilmu hadis juga terdapat proses kritik sanad dan matan. Pada proses itu, sebuah matan atau para sanad hadis diteliti satu demi satu apakah memenuhi kriteria hadis itu diterima atau tidak.

3.             Merancang Kaedah Umum

Para ulama juga membuat kaedah-kaedah untuk mengklasifikasikan hadis-hadis Nabi. Apakah hadis itu sahih, hasan,  atau da’if? Para ulama juga merancang kaedah khusus untuk bisa membedakan antara hadis asli dan hadis palsu.

 

K.           Hukum Hadis Palsu

Haram hukumnya meriwayatkan hadis palsu kepada siapapun, khususnya masyarakat awam, kecu’ali meriwayatannya dengan tujuan pembelajaran seperti diberi kalimat “Termasuk dari hadis palsu adalah ......”[37]

Hukum ini disandarkan pada sebuah hadis bukhari-muslim,

مَنْ حَدَّثَ عَنِّي بِحَدِيْثٍ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِيْنَ

“Barang siapa yang meriwayatkan sebuah hadis, dan ia tahu bahwa itu palsu, maka ia termasuk memalsukan hadis juga.[38]

 

L.            Daftar Buku-buku Hadis Palsu

Di antara upaya ulama agar umat Islam setelah mereka mengetahuihadis-hadis palsu adalah mengarang buku-buku hadis palsu. Muhammad Mahmud Ahmad Bakkar dalam Bulughu al-Amal min Mustalahi al-Hadith wa al-Rijal menguraikan beberapa buku panduan hadis-hadis palsu, di antaranya:[39]

1.             Tazkiratu al-Maudu’at, Abu al-Fadli Muhammad bin Tahir al-Maqdisi (448-507 H).

2.             Al-Maudu’at al-Kubra, Abu al-Faraj Ibn al-Jauzi (508-597 H).

3.             Al-’Aliu al-Masnu’ah fi al-Ahadist al-Maudu’ah, Al-Hafiz Jalal al-Din al-Suyuti (849-911 H).

4.             Tazkiratu al-Maudu’at, Al-Fatani (w. 986)

5.             Al-Fawaid al-Majmu’ah fi al-Ahadith al-Maudu’at, Al-Shaukani (1173-1255 H).

6.             Al-Ba’ist ‘ala al-Khalas min Hawadith al-Qassas, Al-Hafiz Al-‘Iraqi (725-806).

7.             Dan lain-lain.

Baca artikel tentang Ilmu Hadis lainya :


BAB III

PENUTUP

A.           Kesimpulan

1.             Khawarij secara bahasa tercetak dari kata Kharij atau Kharijiyah yang berarti orang atau golongan yang keluar. Secara isilah mereka adalah kelompok keluar dari barisan ‘Ali dan Mu’awiyah.

2.             Kelompok Khawarij muncul bersamaan dengan kelompok Syiah, pada awalnya pengikut kedua kelompok ini adalah pengikut ‘Ali. Namun pemikiran kelompok Khawarij lebih dahulu muncul dari pada Syiah. Khawarij muncul pertama kali saat memuncaknya peperangan antara pasukan ‘Ali dan Mu’awiyah, saat mereka berdua merencanakan untuk Tahkim atau Arbitrase dengan mengirim ‘Amr bin Ash dari pihak Mu’awiyah dan Abu Musa al-Ash’ari dari pihak ‘Ali. Upaya Tahkim akhirnya memutuskan menurunkan ‘Ali dari jabatan khalifahdan mengukuhkan Mu’awiyah sebagai khalifahyang baru. Anehnya, kelompok yang pada mulanya memaksa ‘Ali untuk menerima tahkim dan menunjuk Abu Musa justru menilai bahwa tahkim adalah sebuah dosa dan mereka menuntut ‘Ali untuk bertaubat. Semboyan yang selalu mereka koarkan adalah tidak ada hukum yang pantas untuk diterapkan selain hukum Allah.

3.             Karakteristik kelompok Khawarij adalah berlebihan dlam beragama, tidak tahu agama, merendahan dan menganggap orang lain sesat, mengkafirkan dan menghalalkan darah umat Islam.

4.             Hadith maudu‘’ adalah segala sesuatu, baik perkataan, perbuatan, persetujuan, yang disandarkan kepada Rasulullah SAW dengan cara berbohong atau mengelabuhi, sedangkan Rasulullah SAW tidak pernah mengatakan, melakukan, dan menyetujui hal itu.

5.             Pemalsuan hadis masih jarang dilakukan pada abad 1 dan 2 H, karena pada zaman itu, masih banyak sahabat dan tabiin besar yang selalu


mengawal hadis-hadis Rasulullah SAW. Hadis palsu terus bertambah banyak seiring dengan bertambahnya fitnah dan bidah di kalangan kaum muslimin.

6.             Banyak faktor penyebab hadis dipalsukan di antaranya konflik politik, menjilat penguasa, propaganda kaum zindiq, dan lain-lain.

7.             Upaya para ulama untuk mengidentifikasi hadis-hadis palsu tidak hanya dengan meletakkan kaedah-kaedah khusus, tapi para ulama juga mengarang buku-buku yang mengupas dan mengulas hadis-hadis palsu.

8.             Titik fokus para ulama dalam melacak hadis-hadis palsu adalah sanad dan matan.

 

B.            Saran

Sesuai dengan dengan kesimpulan di atas, penulis menganjurkan pembaca untuk lebih merujuk buku-buku ilmu hadis dan hadis-hadis palsu guna mendalami dan lebih mengerti tentang hadis palsu dan macam-macamnya. Banyak literatur yang sangat lengkap dan apik dalam mengurai hadis-hadis palsu.


DAFTAR PUSTAKA

Abu Zahrah, Muhammad. ‘Aliran Politik dan Akidah dalam Islam, Terj. Abdurrahman Dahlan dan Ahmad Qarib. Jakarta: Logos Publishing, 1996.

‘Ajjaj al-Khatib, Muhammad. Usul Al-Hadis ‘Ulumuhu wa Mushthalahatuhu. Beirut: Dar Al-Fikr, 1989.

Najjar (al), Amir. ‘Aliran Khawarij, Terj. Solihin Rasjidi dn Afif Muhammad. Jakarta: Lentera, 1993.

Bakkar, Muhammad Mahmud Ahmad. Bulughu al-Amal min Mushtalah al-Hadis wa al-Rijal. Kairo: Dar As-Salam, 2012.

Fuad, ‘Abd al-Fattah Ahmad. “Shiah” Mausu’at al-Firaq wa al-Madhahib fi al-‘Alam al-Islami. Kairo: Wizarat al-Auqaf, 2009.

Jaffal, ‘Ali. Al-Khawarij Tarikhuhum wa Adabuhum. Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1990.

Mazid, ‘Ali ‘Abd al-Basit. Mu’jam al-Mustalahat al-Hadisiyyah. Kairo: al-Jami’ah al-Azhariyah, 2010.

Muhammad Abu ‘Imarah, Mustafa. Al-Tahqiq wa al-‘Idah. Kairo: Jami’ah al-Azhar, 2009.

Muhammad al-Salabi, ‘Ali. Khawarij dan Shiah dalam Timbangan Ahlu Sunnah wal Jama’ah, terj.  Masturi Irham dan M’Alir Supar. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.

Nadaf (al), Muhammad Zakariya. Masail al-I’tiqad ‘inda al-Shi’ah al-Ithna ‘Ashariyah Vol. 1. Kairo: Dar al-Salam, 2011.

Saputra, Munzier. Ilmu Hadis. Jakarta: RajawaliPress, 2002.

Shalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, terj. Muhktar Yahya dan Sanusi Latief. Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995.

Syekh Amin, Bakri, Adab al-Hadith al-Nabawi. Beirut: Dar As-Shuruq, 1981.

Taha, ‘Abd al-Hasib. Adab al-Shi’ah. Kairo: al-Sa’adah, 1968.

Tim Penulis MUI Pusat. Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia. Jakarta: Formas, 2014.

Zahwu, Muhammad Muhammad Abu. Al-Hadist wa al-Muhaddistun. Kairo: Dar Al-Fikr Al-Arabi,  1959.


[1] Malik bin Anas, Muwatho’ Malik (Stuttgart: Maknaz Al-Islami Digital), Hadis Nomor 1628.

[2]‘Ali Jaffal, Al-Khawarij Tarikhuhum wa Adabuhum, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1990), 20.

[3] ‘Amir al-Najjar dalam ‘Aliran Khawarij dan A. Shalabi dalam Sejarah dan Kebudayaan Islam 2 menyebut al-Muhakkimah bukan al-Muhakkamah. Lihat ‘Amir al-Najjar, ‘Aliran Khawarij, terj. Solihin Rasjidi dn Afif Muhammad, (Jakarta: Lentera, 1993), 52. Lihat juga A. Shalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, terj. Muhktar Yahya dan Sanusi Latief, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995), 309.

[4]‘Ali Jaffal, Al-Khawarij Tarikhuhum wa Adabuhum..., 20.

[5] Ibid, 21.

[6]‘Ali Muhammad al-Salabi, Khawarij dan Shiah dalam Timbangan Ahlu Sunnah wal Jama’ah, terj.  Masturi Irham dan M’Alir Supar, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), 13.

[7] Muhammad Abu Zahrah, ‘Aliran Politik dan Akidah dalam Islam, terj. Abdurrahman Dahlan dan Ahmad Qarib. (Jakarta: Logos Publishing, 1996), 63-64.

[8]‘Ali Muhammad Al-Salabi, Khawarij dan Shiah dalam Timbangan Ahlu Sunnah wal Jama’ah...,14-15.

[9]‘Ali Muhammad As-Salabi, Khawarij dan Shiah dalam Timbangan Ahlu Sunnah wal Jama’ah, terj. Masturi Irham dan M’Alir Supar, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), 61-70.

[10] Muhammad Zakariya al-Nadaf, Masail al-I’tiqad ‘inda al-Shi’ah al-Ithna ‘Ashariyah Vol. 1, (Kairo: Dar al-Salam, 2011), 23.

[11] Ibid., 25.

[12] ‘Abd al-Fattah Ahmad Fuad, “Shiah” Mausu’at al-Firaq wa al-Madhahib fi al-‘Alam al-Islami (Kairo; Wizarat al-Auqaf, 2009), 413.

[13] ‘Abd al-Hasib Taha, Adab al-Shi’ah (Kairo: al-Sa’adah, 1968), 11.

[14] Tim Penulis MUI Pusat, Mengenal dan Mewaspadai Syiah di Indonesia (Jakarta: Formas, 2014), 21.

[15] Ibid., 21.

[16] Ibid., 24.

[17] ‘Ali Abd al-Basith Mazid, Mu’jam al-Mushthalahat al-Hadistiyyah, 36.

[18] Bakri Syekh Amin, Adab al-Hadist al-Nabawi (Beirut: Dar al-Shuruq: 1981), 9.

[19]Ibid.,10.

[20]Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, Usul al-Hadis ‘Ulumuhu wa Mushthalahatuhu  (Beirut: Dar Al-Fikr, 1989),    415.

[21] Ibid., 415.

[22]Muhammad Mahmud Ahmad Bakkar, Bulughu al-Amal min Mustalah al-Hadith wa al-Rijal (Kairo: Dar al-Salam, 2012), 288.

[23] Ibid., 288.

[24]Ibid., 288.

[25]Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadis Ulumuhu wa Mushtalahatuhu..., 416.

[26]Ibid., 417.

[27]Muhammad Mahmud Ahmad Bakkar, Bulughu Al-Amal min Musthalahi Al-Hadis wa Ar-Rijal..., 288.

[28]Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Usul Al-Hadis Ulumuhu wa Mushthalahatuhu..., 421.

[29]Mustafa Muhammad Abu ‘Imarah, al-Tahqiq wa al-Idah (Kairo: Jami’ah Al-Azhar, 2009), 238.

[30] Muhammad Muhammad Abu Zahwu, al-Hadist wa al-Muhaddistun (Kairo: Darul Fikr Arabi, 1959), 87.

[31] Ajaran yang menganjurkan berbohong dan bermuka dua. Ajaran ini dianut oleh kelompok Syiah.

[32] Muhammad Muhammad Abu Zahwu, Al-Hadist wa Al-Muhaddistun…, 87.

[33] Munzier Saputra, Ilmu Hadis (jakarta: Rajawalipress, 2002), 181-188.

[34]Muhammad Ajjaj al-Khatib, Usul Al-Hadis Ulumuhu wa Musthalahatuhu..., 432-436.

[35]Muhammad Mahmud Ahmad Bakkar, Bulughu al-Amal min Mustalahi al-Hadis wa al-Rijal...., 300.

[36]Muhammad Mahmud Ahmad Bakkar, Bulughu al-Amal min Mustalahi al-Hadis wa al-Rijal...., 297-299.

[37]Mustafa Muhammad Abu ‘Imarah, al-Tahqiq wa al-Idah ..., 261.

[38]Ibid., 261.

[39]Muhammad Mahmud Ahmad Bakkar, Bulughu al-Amal min Mustalahi al-Hadis wa al-Rijal...., 302-303.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...