HOME

06 Maret, 2022

Klasifikasi Hadis Dari Segi Kuantitasnya

 

1.      Hadis Mutawattir

a.       Definisi

Menurut bahasa, kata Mutawattir merupakan bentuk isim fa’il dari "التواتر"  yang bermakna "التتابع" (berkesinambungan).[1]

Sedangkan menurut istilah, hadis Mutawattir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang (rawi) pada setiap tingkatan sanad, dimana menurut kebiasaan, mustahil mereka untuk berdusta atau bersepakat untuk membuat hadis tersebut, dan akhir periwayatannya harus disandarkan pada panca indra.[2]

b.      Syarat-Syarat Hadis Mutawattir

Dari definisi yang telah dipaparkan di atas, bisa kita pahami bahwa suatu hadis bisa dikatakan Mutawattir apabila telah memenuhi empat syarat, yaitu:[3]

1)      Hadis tersebut harus diriwayatkan oleh orang yang banyak.

Adapun jumlah banyaknya bilangan orang (rawi) tersebut dikatakan banyak, para ulama hadis berbeda pendapat dalam hal tersebut.

Al-Baqillani berpendapat paling sedikit empat orang, al-Istikhri mengatakan paling sedikit sepuluh orang, menurut Abu al-Hudhail al-Mu’tazili paling sedikit dua puluh orang.[4] Namun pendapat yang lebih dipilih oleh mayoritas ulama hadis dan ulama fiqh adalah bahwa keMutawattiran suatu hadis tidak ditentukan oleh jumlah bilangan tertentu, yang menjadi tolak ukur adalah bahwa bilangan orang disetiap tingkatan sanad bisa menghasilkan keyakinan pasti terhadap kebenaran suatu berita.[5] 

2)      Jumlah rawi yang banyak tersebuat harus terdapat pada setiap tingkatan sanad.

3)      Menurut kebiasaan, mustahil para rawi yang banyak itu bersepakat untuk berdusta.

4)      Akhir periwayatan hadis tersebut haruslah disandarkan pada panca indera.  

c.       Pembagian Hadis Mutawattir

Hadis Mutawattir terbagi menjadi dua, Mutawattir lafdhi dan Mutawattir ma’nawi. Hadis Mutawattir lafdhi adalah hadis yang lafadz dan maknanya sama-sama Mutawattir. Contoh hadis Mutawattir lafdhi adalah hadis

مَنْ كَذَّبَ عَلَىَّ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barang siapa yang berbuat dusta atas diriku, maka bersiaplah ia (menempati) tempatnya di neraka.”

hadis tersebut diriwayatkan oleh sejumlah besar sahabat

d.      Kehujjahan Hadis Mutawattir

Menurut Mahmud al-Tahhan, hadis Mutawattir memberikan keyakinan yang sangat pasti dan kuat. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak mempercayainya. Dan tidak perlu lagi untuk membahas kondisi para perawinya.[6]  

e.       Kitab-kitab yang membahas dan menghimpun hadis-hadis Mutawattir

Di antara kitab-kitab yang membahas tentang hadis mutawatir adalah: Al-Athar al-Mutanathirah fi al-Akhbar al-Mutawattirah karya Imam al-Suyuti

2.      Hadis Ahad

a.       Definisi

Ahad merupakan bentuk jamak dari kata "أحد" yang mempunyai arti satu. Jadi hadis ahad secara bahasa adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang.[7]

Hadis ahad menurut istilah adalah hadis yang di dalamnya tidak memenuhi kriteria hadis Mutawattir. Dikatakan khabar ahad karena ia menyamai khabar ahad dalam hal memberikan kepastian yg bersifat zann bukan yaqin.[8]

b.      Pembagian Hadis Ahad

Ditinjau dari jumlah perawinya, hadis ahad terbagi menjadi tiga:

1)      Hadis Gharib

Secara bahasa merupakan sifat mushabbihah dari kata "الغربة" dan "الغرابة" dengan makna isim fa’il. Kata “Gharib” memiliki dua makna: pertama "المنفرد في الجماعة بشيء ما"  yang menyendiri atau terpisah dalam sebuah kelompok/golongan. Kedua "البعيد عن وطنه وأقاربه"  yang jauh dari negara dan kerabat.[9]

Menurut istilah, hadis gharib adalah hadis yang dalam sanadnya hanya terdapat satu rawi saja yang meriwayatkan. Satu rawi tersebut bisa saja berada pada salah satu tingkatan sanad atau pada keseluruhan sanad.[10]

Menurut Mahmud al-Tahhan, hadis gharib terbagi menjadi dua: gharib mutlaq dan gharib nisbi.

Gharib mutlaq adalah hadis yang pada pokok sanadnya hanya ada satu rawi yang meriwayatkan. Yang dimaksud dengan pokok sanad di sini adalah sahabat. Jadi, gharib mutlaq adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang sahabat saja. Contohnya adalah hadis "إنما الأعمال بالنيات" , di mana hanya Umar bin Khattab saja yang meriwayatkan hadis tersebut dari Nabi Muhammad SAW.

Gharib nisbi adalah hadis di mana ke gharibannya terletak di tengah-tengah sanad meskipun pada permulaan sanad diriwayatkan oleh banyak rawi. Contohnya adalah hadis "مالك عن الزهري عن أنس رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم دخل مكة وعلى رأسه المغفر" ,

“Dari Malik, dari al-Zuhri, dari Anas RA. bahwa sesungguhya nabi muhammad SAW. memasuki kota mekkah dalam keadaa

dalam periwayatan hadis tersebut, hanya Malik yang meriwayatkan dari al-Zuhri. [11]

2)      Hadis Aziz

Dari segi bahasa, aziz bisa mempunyai dua makna: pertama merupakan sifat mushabbihah dari "عزّ يعِزّ" yang bermakna sedikit, atau yang kedua merupakan sifat mushabbihah dari "عزّ يعَزّ" yang bermakna kuat.[12]

Menurut istilah, hadis aziz adalah hadis yang dalam rangkaian sanadnya terdapat dua orang rawi. Pendapat ini adalah pendapat Ibnu Hajar al-Asqalani dan merupakan pendapat yang mashhur. ada juga yang berpendapat bahwa hadis aziz adalah hadis yang dalam rangkaian sanadnya terdapat dua orang rawi atau tiga. Pendapat ini merupakan pendapat Ibnu Salah dan al-Baiquni.[13]

3)      Hadis Mashhur

Menurut bahasa, mashhur merupakan ism maf’ul dari "شهرت الأمر" yang bermakna aku mengumumkan dan menampakkan suatu perkara.

Sedangkan menurut istilah, hadis mashhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, dimana tidak sampai pada batas Mutawattir.[14]

Hadis mashhur non terminologis

Yang dimaksud dengan hadis mashhur non terminologis adalah hadis mashhur atau terkenal dikalangan masyarakat tanpa adanya syarat dan batasan yang mengikat. Terdapat bermacam-macam hadis mashhur seperti ini, di antaranya:

a)      Hadis yang Mashhur khusus di kalangan ahli hadis, seperti hadis

"عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوعِ يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ"

Dari Anas ibn Malik ia berkata: Rasulullah SAW. melaksanakan doa qunut selama satu bulan untuk kabilah Ri’l dan Dhakwan”

b)      Hadis yang Mashhur di kalangan Ahli Hadis, Ulama, dan orang awam, contonhnya hadis

"الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ"

“Seorang Muslim (sesungguhnya) adalah orang yang orang islam lainnya selamat dari (kejelekan) lisan dan tangannya”

c)      Hadis yang Mashhur di kalangan Ahli Ushu al-Fiqh, seperti hadis

" رفع عن أمتى الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه "

“Dimaafkan (tidak disiksa) dari ummatku (perbuatan dikarenakan) tersalah, lupa, dan apa yang dipaksakan kepadanya”

d)     Hadis yang mashhur di kalangan ahli nahwu, seperti hadis

"نعم العبد صهيب، لو لم يخف الله لم يعصه"

“Sebaik-baik hamba adalah Suhaib, walupun ia tidak takut kepada Allah, ia tidak bermaksiat kepada-Nya” 

e)      Hadis yang Mashhur secara umum

" الْعَجَلَةُ مِنْ الشَّيْطَانِ "

“Terburu-buru termasuk dari (godaan) syaitan”

c.       Kehujjahan Hadis Ahad

Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, ahli hadis, ahli fiqh, dan ahli ushul berpendapat bahwa hadis ahad bisa dijadikan hujjah dengan syarat harus sahih.[15]

Baca selanjutnya, artikel yang lainya :


[1] Muhammad Abu al-Laits al-Khaira Abadi, Ulum al-Hadis Ashiluha wa Mu’ashiruha (Malaysia: Dar al-Syakir, cet.7, 2011),133.

[2] Ibid

[3] Mahmud al-Tahhan, Taisir Musthalah al-Hadis (Beirut: Dar al-Fikr), 14.

[4] Abd al-Rahman bin Abu Bakar al-Suyut, Tadrib al-RawiI (Beirut: Dar al-Kutub al-‘ilmiyyah, Juz 2), 104.,  Muhammad Abu al-Laits,Ulum al-Hadis Ashiluha wa Mu’ashiruha, 134.

[5] Muhammad Abu al-Laits, Ibid, dan  Idri,Studi Hadis, (Jakarta: Kencana Media Group, cet. 1, 2010), 133.

[6] Mahmud al-Tahhan, Taisir Musthalah al-Hadis, 20.

[7] Ibid, hal 21.

[8] Muhammad Abu al-Laits al-Khaira Abadi, Ulum al-Hadis Ashiluha wa Mu’ashiruha, 139.

[9] Ibid, hal. 140

[10] Ibid,

[11] Mahmud al-Tahhan, Taisir Musthalah al-Hadis, 26

[12] Muhammad ibn Alawi al-Maliki, al-Minhal al-Latif fi Usul al-Hadith al-Sharif (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), 95.

[13] Ibid.

[14] Mahmud al-Tahhan, Taisir Musthalah al-Hadis, 22.

[15] Idri, Studi Hadis, 154.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...