1. Hadis
Hasan li Dhatih dan Hadis Hasan li Ghairih
Hadis hasan
terbagi menjadi dua yaitu hadis hasan lidhatih dan hasan
lighairih. Subhi al-Shalih dan kebanyakan ulama’ hadis lainnya mengungkapkan
bahwa apabila hanya disebut hadis hasan maka yang dimaksud adalah
hadith hasan lidhatih.[1]
Adapun definisi yang dikemukakan oleh al-Sakhawi, hadith hasan lidhatih
adalah hadis yang sanadnya bersambung, dinukil oleh periwayat
yang adil dan dabit, namun ke-dabit-annya tidak sempurna,
meski tidak terdapat ada shadh dan ‘illat padanya.[2]
Dari
definisi-definisi yang ada dapat di simpulkan bahwa yang dimaksud hasan
lidhatih adalah hasan yang mencapai derajat hasan dengan
sendirinya, meskipun tidak ada dukungan dari hasan lain. Dan kalau hanya di
sebutkan hadis hasan maka
yang di maksud adalah hadis hasan lidhatih.[3]
Sedangkan
hadith hasan lighairih adalah hasan yang bukan karena dirinya
sendiri melainkan karena di bantu oleh keterangan lain, baik dari shahid
atau mutabi’. Dengan demikian, hadith hasan lighairih adalah hadis
yang kualitas hadisnya pada dasarnya berada di bawah derajat hadis
hasan. Ia berada pada derajat hadis da’if.[4]
Dari
definisi ini dapat di tarik kesimpulan bahwa hadith da’if akan bisa naik
kepada derajat hasan lighairih karena dua perkara:
a.
Bila hadis tersebut diriwayatkan
dari jalan lain atau lebih banyak lagi, di mana jalan yang lain tersebut
semisalnya atau lebih kuat dari padanya.
b.
Bilamana sebab ke-da’if-an
hadis tersebut berupa kejelekan hafalan rawinya atau karena
terputus sanadnya atau tidak diketahui identitas rawi-rawi
sanadnya.
Jadi hadis
hasan lighairih adalah hadis yang memiliki kelemahan yang tidak
terlalu parah, seperti halnya rawinya da’if tetapi tidak keluar dari jajaran rawi
yang diterima kehadirannya, atau seorang rawi mudallis yang tidak
menyatakan bahwa ia meriwayatkan hadis dengan cara al-sima’,
atau sanadnya munqathi’. Semua itu harus memenuhi dua syarat,
yaitu hadisnya tidak janggal dan diriwayatkan pula melalui sanad
lain yang sederajat atau lebih kuat, dengan redaksi yang sama maupun hanya
dengan maknanya saja.[5]
Dengan demikian, tingkatan hadis
hasan berada di antara hadis sahih dan hadis da’if.
Kadang-kadang ia dekat kepada hadis sahih dan kadang-kadang dekat
kepada hadis da’if. Hasil ijtihad serta penelitian para
‘ulama senantiasa demikian. Hadis seperti ini merupakan bahan
kekhawatiran mereka, sehingga ada di antara mereka yang merasa kesulitan untuk
mengungkapkan dan membatasinya; karena hal itu bergantung kepada faktor subjektivitas
yang dianggap sebagai suatu hal yang kurang terpuji bagi seorang hafiz,
bahkan kadang-kadang ungkapan untuknya tidak mengesankan kebersihan dan
kebaikannya secara terperinci.[6]
2.Perbedaan Pokok dan Contoh Hadis Hasan
dan Hadis sahih
Hadis hasan ada dua jenis,
yaitu Hasan hasan li dhatih dan hadis hasan li ghairih, disebut
dengan hadis hasan li dhatih karena ke-hasan-annya muncul karena
memenuhi syarat-syarat tertentu, bukan karena faktor lain di luarnya. Sedang hadis
hasan li ghairih adalah hadis yang didalamnya terdapat perawi
“mastur” yang belum tegas kualitasnya.[7]
Dengan demikian, hadis hasan li ghairih mulanya merupakan hadis
da’if, yang naik menjadi hasan karena ada penguat. Jadi di mungkinkan
berkualitas hasan karena penguat itu, seandainya tidak ada penguat
tentunya masih berstatus da’if.[8]
Bila suatu hadis hasan diriwayatkan
dari jalur lain, maka ia menjadi kuat dan naik derajat hasan menuju
derajat sahih. Karena perawi hadis hasan berada di
bawah derajat perawi yang sempurna hafalannya, namun tetap berstatus adil.
Sisi kekurangan daya hafal yang dikhawatirkan telah sirna dengan adanya jalur
lain atau jalur-jalur lain yang menyumbat kekurangan itu dan naik dari hasan ke sahih,
karena masing-masing saling mengukuhkan.[9]
Salah satu contohnya adalah hadis Muhammad ibn Amr dari Abu Salamah dari
Abi Hurairah, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
حَدَّثَنَا
أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْلَا أَنْ
أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ
عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ
“Telah
menceritakan kepada kami Abu Kuraib berkata, telah menceritakan kepada kami
Abdah bin Sulaiman dari Muhammad bin 'Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah
ia berkata, Rasulullah Sallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Sekiranya tidak
memberatkan umatku sungguh akan aku perintahkan untuk bersiwak setiap kali akan
shalat”.[10]
Muhammad Ibn Amr ibn ‘Alqamah termasuk perawi
yang terkenal jujur, tetapi tidak termasuk Ahlu al-Itqan (mereka yang memiliki
hafalan yang kuat). Sehingga ada yang menilainya da’if dari sisi
hafalan, namun yang lain menilainya thiqat dari segi kejujurannya. Jadi hadisnya
ini termasuk hasan li dhtih dan sahih lighairih. Karena ia meriwayatkan
dari guru Muhammad ibn Amr dari guru-gurunya, melalui jalur lain. Ada yang meriwayatkannya
dari Abu Hurairah, yaitu al-A’raj, Sa’id al-Maqbariy, ayahnya dan lain-lain.[11]
Dalam
kitab al-Bukhari, al-A’raj meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi
bersabda:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ
عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى
أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ
مَعَ كُلِّ صَلَاةٍ
Telah
menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada
kami Malik dari Abu al-Zinad dari al-A'raj dari Abu Hurairah radiallahu 'anhu,
bahwa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sekiranya tidak
memberatkan ummatku atau manusia, niscaya aku akan perintahkan kepada mereka
untuk bersiwak pada setiap kali hendak shalat."[12]
Baca selanjutnya, artikel yang lainya :
- Definisi Dan Kriteria Hadis Hasan
- Macam-Macam Hadis Hasan
- Kehujjahan Hadis Hasan
- Kitab-Kitab Yang Memuat Hadis Hasan
- Pengertian Hadis Dha'if & Kriteriannya
- Macam-Macam Hadis Dha'if
- Kehujjahan Hadis Dha’if
- Hadis Mutawattir
- Klasifikasi Hadis Dari Segi Kuantitasnya
- Klasifikasi Hadis Dari Segi Posisinya Dalam Hujjah
- Klasifikasi Hadis Dari Segi Ketersambungan Sanad
- Klasifikasi Hadis Dari Segi Penyandaran Berita
- Hadis Qudsi
- Definisi Hadis Ahad
- Hukum Mengamalkan Hadis Ahad
- Kehujjahan Hadis Ahad Dalam Penetapan Hukum Menurut Ulama Empat Mazhab
DAFTAR PUSTAKA
‘Asqalani (al), Ibn Hajar.
Sharh al-Nukhbah. Kairo: Dar al-Basair, 2011.
Bukhari
(al), Abu Abdullah Muhammad ibn Isma’il Ibn Ibrahim. al-Jami’ al-Sahih. Beirut:
Dar al-Fikr, 2006.
Idri. Studi Hadis. Jakarta:
Kencana, 2010.
Ismail, M. Syuhudi. Pengantar
Ilmu Hadis. Bandung: Angkasa, t.th.
‘Itr,
Nuruddin, Ulum al-Hadith, terj.Mujiyo. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.
Khattib (al), Muhammad
‘Ajjaj. Ushul al-Hadis, terj. Qadirun
Nur dan Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013.
Khon, Abdul Majid. Ulum al-Hadith, Jakarta:
Amzah, 2011.
Rahman, Fatchur. Ikhtisar
Mustalah al-Hadis. Bandung: Alma’arif, 1974.
Shakir,
Ahmad Muhammad. al-Ba’is al-Hasis sharh Ikhtisar ‘Ulum al-Hadith Li al-Hafiz
Ibnu Kathir. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, 1995.
Suryadilaga,
Muhammad al-Fatih, Ulum al-Hadith. Yogyakarta: Sukses Offset, 2010.
Tahhan,
Mahmud. Taisir Mustalah al-Hadith. Beirut: Dar al-Thaqafah al-Islamiyah,
t.th.
[1] Mahmud Tahhan, Taisir , 12.
[2] Ibid., 11.
[3] Muhammad al-Fatih Suryadilaga,
Ulum al-Hadith, (Yogyakarta:
Sukses Offset,2010), 262.
[4] Ibid.,263
[5] Nuruddin ‘itr, Ulum al-Hadith,
273.
[6] Ibid., 269.
[7] Ibn Hajar al-‘Asqalani, Shrh
al-Nukhbah, 67.
[8] Al-Qasimi, Qawaid al-Tahdith,
102.
[9] Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushu.l al-Hadith, terj.
Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013), 300.
[10]Abu Isa Muhammad ibn Isa Ibn
Surah al-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidhi, Juz 1 (Beirut: Dar al-Fikr, 1980),
18.
[11] Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis, 301.
[12] Abu Abdillah Muhammad ibn Isma’il Ibn Ibrahim al-Bukhari, al-Jami’ al-Sahih, Juz 1 (Beirut: Dar al-Fikr,2006),196.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar