HOME

06 Maret, 2022

Macam-Macam Hadis Hasan

1. Hadis Hasan li Dhatih dan Hadis Hasan li Ghairih

Hadis hasan terbagi menjadi dua yaitu hadis hasan lidhatih dan hasan lighairih. Subhi al-Shalih dan kebanyakan ulama’ hadis lainnya mengungkapkan bahwa apabila hanya disebut hadis hasan maka yang dimaksud adalah hadith hasan lidhatih.[1] Adapun definisi yang dikemukakan oleh al-Sakhawi, hadith hasan lidhatih adalah hadis yang sanadnya bersambung, dinukil oleh periwayat yang adil dan dabit, namun ke-dabit-annya tidak sempurna, meski tidak terdapat ada shadh dan ‘illat padanya.[2]

Dari definisi-definisi yang ada dapat di simpulkan bahwa yang dimaksud hasan lidhatih adalah hasan yang mencapai derajat hasan dengan sendirinya, meskipun tidak ada dukungan dari hasan lain. Dan kalau hanya di sebutkan  hadis hasan maka yang di maksud adalah hadis hasan lidhatih.[3]

Sedangkan hadith hasan lighairih adalah hasan yang bukan karena dirinya sendiri melainkan karena di bantu oleh keterangan lain, baik dari shahid atau mutabi’. Dengan demikian, hadith hasan lighairih adalah hadis yang kualitas hadisnya pada dasarnya berada di bawah derajat hadis hasan. Ia berada pada derajat hadis da’if.[4]

Dari definisi ini dapat di tarik kesimpulan bahwa hadith da’if akan bisa naik kepada derajat hasan lighairih karena dua perkara:

a.    Bila hadis tersebut diriwayatkan dari jalan lain atau lebih banyak lagi, di mana jalan yang lain tersebut semisalnya atau lebih kuat dari padanya.

b.    Bilamana sebab ke-da’if-an hadis tersebut berupa kejelekan hafalan rawinya atau karena terputus sanadnya atau tidak diketahui identitas rawi-rawi sanadnya.

Jadi hadis hasan lighairih adalah hadis yang memiliki kelemahan yang tidak terlalu parah, seperti halnya rawinya da’if  tetapi tidak keluar dari jajaran rawi yang diterima kehadirannya, atau seorang rawi mudallis yang tidak menyatakan bahwa ia meriwayatkan hadis dengan cara al-sima’, atau sanadnya munqathi’. Semua itu harus memenuhi dua syarat, yaitu hadisnya tidak janggal dan diriwayatkan pula melalui sanad lain yang sederajat atau lebih kuat, dengan redaksi yang sama maupun hanya dengan maknanya saja.[5]

Dengan demikian, tingkatan hadis hasan berada di antara hadis sahih dan hadis da’if. Kadang-kadang ia dekat kepada hadis sahih dan kadang-kadang dekat kepada hadis da’if. Hasil ijtihad serta penelitian para ‘ulama senantiasa demikian. Hadis seperti ini merupakan bahan kekhawatiran mereka, sehingga ada di antara mereka yang merasa kesulitan untuk mengungkapkan dan membatasinya; karena hal itu bergantung kepada faktor subjektivitas yang dianggap sebagai suatu hal yang kurang terpuji bagi seorang hafiz, bahkan kadang-kadang ungkapan untuknya tidak mengesankan kebersihan dan kebaikannya secara terperinci.[6]

2.Perbedaan Pokok dan Contoh Hadis Hasan dan Hadis sahih

Hadis hasan ada dua jenis, yaitu Hasan hasan li dhatih dan hadis hasan li ghairih, disebut dengan hadis hasan li dhatih  karena ke-hasan-annya muncul karena memenuhi syarat-syarat tertentu, bukan karena faktor lain di luarnya. Sedang hadis hasan li ghairih adalah hadis yang didalamnya terdapat perawimastur” yang belum tegas kualitasnya.[7] Dengan demikian, hadis hasan li ghairih mulanya merupakan hadis da’if, yang naik menjadi hasan karena ada penguat. Jadi di mungkinkan berkualitas hasan karena penguat itu, seandainya tidak ada penguat tentunya masih berstatus da’if.[8]

Bila suatu hadis hasan diriwayatkan dari jalur lain, maka ia menjadi kuat dan naik derajat hasan menuju derajat sahih. Karena perawi hadis hasan berada di bawah derajat perawi yang sempurna hafalannya, namun tetap berstatus adil. Sisi kekurangan daya hafal yang dikhawatirkan telah sirna dengan adanya jalur lain atau jalur-jalur lain yang menyumbat kekurangan itu  dan naik dari hasan ke sahih, karena masing-masing saling mengukuhkan.[9] Salah satu contohnya adalah hadis Muhammad ibn Amr dari Abu Salamah dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ

Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib berkata, telah menceritakan kepada kami Abdah bin Sulaiman dari Muhammad bin 'Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah Sallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Sekiranya tidak memberatkan umatku sungguh akan aku perintahkan untuk bersiwak setiap kali akan shalat”.[10]

Muhammad Ibn Amr ibn ‘Alqamah termasuk perawi yang terkenal jujur, tetapi tidak termasuk Ahlu al-Itqan (mereka yang memiliki hafalan yang kuat). Sehingga ada yang menilainya da’if dari sisi hafalan, namun yang lain menilainya thiqat dari segi kejujurannya. Jadi hadisnya ini termasuk hasan li dhtih dan sahih lighairih. Karena ia meriwayatkan dari guru Muhammad ibn Amr dari guru-gurunya, melalui jalur lain. Ada yang meriwayatkannya dari Abu Hurairah, yaitu al-A’raj, Sa’id al-Maqbariy, ayahnya dan lain-lain.[11]

Dalam kitab al-Bukhari, al-A’raj meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلَاةٍ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abu al-Zinad dari al-A'raj dari Abu Hurairah radiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sekiranya tidak memberatkan ummatku atau manusia, niscaya aku akan perintahkan kepada mereka untuk bersiwak  pada setiap kali hendak shalat."[12]

Baca selanjutnya, artikel yang lainya :

DAFTAR PUSTAKA 

‘Asqalani (al), Ibn Hajar. Sharh al-Nukhbah. Kairo: Dar al-Basair, 2011.

Bukhari (al), Abu Abdullah Muhammad ibn Isma’il Ibn Ibrahim. al-Jami’ al-Sahih. Beirut: Dar al-Fikr, 2006.

Idri. Studi Hadis. Jakarta: Kencana, 2010.

Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadis. Bandung: Angkasa, t.th.

‘Itr, Nuruddin, Ulum al-Hadith, terj.Mujiyo. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.

Khattib (al), Muhammad ‘Ajjaj. Ushul  al-Hadis, terj. Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013.

Khon, Abdul Majid. Ulum al-Hadith, Jakarta: Amzah, 2011.

Rahman, Fatchur. Ikhtisar Mustalah al-Hadis. Bandung: Alma’arif, 1974.

Shakir, Ahmad Muhammad. al-Ba’is al-Hasis sharh Ikhtisar ‘Ulum al-Hadith Li al-Hafiz Ibnu Kathir. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, 1995.

Suryadilaga, Muhammad al-Fatih, Ulum al-Hadith. Yogyakarta: Sukses Offset, 2010.

Tahhan, Mahmud. Taisir Mustalah al-Hadith. Beirut: Dar al-Thaqafah al-Islamiyah, t.th.

Tirmidhi (al), Abu Isa Muhammad ibn Isa Ibn Surah, Sunan al-Tirmidhi. Bairut: Dar al-Fikr, 1980.

[1] Mahmud Tahhan, Taisir , 12.

[2] Ibid., 11.

[3] Muhammad al-Fatih Suryadilaga, Ulum al-Hadith,  (Yogyakarta: Sukses Offset,2010), 262.

[4] Ibid.,263

[5] Nuruddin ‘itr, Ulum al-Hadith, 273.

[6] Ibid., 269.

[7] Ibn Hajar al-‘Asqalani, Shrh al-Nukhbah, 67.

[8] Al-Qasimi, Qawaid al-Tahdith, 102.

[9]  Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushu.l  al-Hadith, terj. Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013), 300.

[10]Abu Isa Muhammad ibn Isa Ibn Surah al-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidhi, Juz 1 (Beirut: Dar al-Fikr, 1980), 18.

[11] Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul  al-Hadis, 301.

[12] Abu Abdillah Muhammad ibn Isma’il Ibn Ibrahim al-Bukhari, al-Jami’ al-Sahih, Juz 1 (Beirut: Dar al-Fikr,2006),196.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...