Menurut ulama’ tafsir, Alquran
dibagi menjadi dua pembahasan, yaitu Makkiyah dan Madaniyah. Artinya sebagian ayat
yang terdapat dalam Alquran adalah ayat Makiyah dan bagian yang lainnya adalah
Madaniyah. Dalam ilmu Tafsir sendiri, ditemukan beberapa penafsiran mengenai
istilah ini.[1]
Pertama,
Pendapat
yang banyak di ikuti, yaitu bahwasanya penafsiran tersebut disusun atas dasar
susunan waktu dari tahapan diturunkannya Alquran, dan hijrah sebagai pemisah
antara dua tahapan (marhalah) yang ada. Maka ayat-ayat Alquran yang
diturunkan sebelum Rasulullah saw hijrah disebut ayat-ayat Makkiyah sedangkan setiap ayat Alquran
yang diturunkan setelah Rasulullah saw melakukan hijrah disebut dengan ayat
Madaniyah meskipun ayat-ayat tersebut turun dikota Makkah.[2]
Begitu juga ayat-ayat atau surat yang diturunkan pada waktu nabi dalam keadaan
bepergian setelah hijrah semuanya itu termasuk kategori Madaniyah.[3]
Dengan demikian surat al-Nisa’
ayat 58 yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (٥٨)
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha melihat”. (Q.S. al-Nisa>’: 58).[4]
termasuk kategori madaniyah kendatipun
diturunkan di makkah, yaitu pada peristiwa terbukanya kota makkah (fath
al-Makkah). Begitu pula surat al-Maidah ayat 3 yang berbunyi:
tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYÏ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYÏ ÇÌÈ
Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. (Q.S. al-Ma>idah: 3).[5]
termasuk
kategori Madaniyah kendatipun tidak diturunkan dimadinah karena ayat itu
diturunkan pada peristiwa haji wada’.[6]
Kedua, Pembagian
yang dilakukan atas dasar pembagian tempat, sebagai tolak ukur untuk membedakan
antara ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah. Maka setiap ayat yang menjadi
perhatiannya adalah tempat ayat tersebut diturunkan.[7]
Jika suatu ayat diturunkan kepada Nabi saw sedangkan beliau sedang berada
dikota mekkah dan sekitarnya seperti Mina, ‘Arafah dan Hudaibiyah, sekalipun
turun setelah hijrah maka ayat itu dinamakan ayat Makkiyah. Sedangkan jika
ketika ayat itu diturunkan dan beliau sedang berada dikota Madinah dan
sekitarnya seperti Uhud dan Sila’ maka ayat tersebut disebut ayat Madaniyah[8]
Pendapat ini memiliki
kelemahan antara lain tidak bisa menampung ayat-ayat yang diturunkan ketika
nabi saw melakukan perjalanan keluar wilayah Makkah dan Madinah. Berdasarkan
definisi ini, maka ayat-ayat yang diturunkan di luar daerah Makkah dan Madinah tidak
bisa dikategorikan sebagai ayat Makkiyah ataupun Madaniyah.[9]
Padahal kenyataannya, ada
beberapa ayat yang turun diluar kedua daerah tersebut, misalnya, seperti ayat
sebagai berikut:
öqs9 tb%x.
$ZÊ{tã
$Y7Ìs% #\xÿyur
#YϹ$s% x8qãèt7¨?^w
ÇÍËÈ
“ kalau yang kamu serukan kepada mereka itu Keuntungan yang
mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka
mengikutimu”.(Q.S. al-Taubah: 42).[10]
Ayat ini diturunkan di daerah
Tabuk, jauh dari kota Makkah maupun
Madinah.[11]
ö@t«óur ô`tB $oYù=yör&
`ÏB
y7Î=ö6s% `ÏB
!$uZÎ=ß $uZù=yèy_r&
`ÏB
Èbrß
Ç`»uH÷q§9$# ZpygÏ9#uä
tbrßt7÷èã
ÇÍÎÈ
“Dan Tanyakanlah kepada Rasul-rasul Kami yang telah Kami utus
sebelum kamu: "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain
Allah yang Maha Pemurah?" (Q.S. al-Zukhruf: 45).[12]
Ayat ini diturunkan di Bait
al-Muqaddas, daerah Palestina pada malam Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. Karena
itu, ayat ini juga tidak bisa termasuk Makkiyah atau pun Madaniyah, karena jauh sekali dengan
kedua kota tersebut.[13]
Ketiga, Dengan
melihat individu-idividu yang menjadi objek diturunkannya Alquran. Atas dasar
ini, maka sebuah ayat dikatakan ayat Makkiyah jika ayat tersebut ditujukan bagi
para penduduk Makkah baik turun di Makkah atau di Madinah, baik sebelum atau
sesudah hijrah, sebaliknya ayat Madaniyah adalah ayat yang diturunkan bagi para
penduduk Madinah baik turun di Makkah atau di Madinah, baik sebelum atau
sesudah hijrah [14]
Pendapat ini mempunyai banyak
kelemahan salah satunya karena rumusan kreterianya tidak dapat berlaku secara
menyeluruh, bahwa semua ayat yang dimulai dengan “Ya Aiyuhan Nasu” itu
pasti Makiyah, dan seluruh ayat yang dimulai: “Ya Aiyuha Lazi>na Amanu”
itu tentu Madaniyah. karena itu, teori ini tidak mudah dipegangi dan tidak
dapat dipertanggung jawabkan. Sebab ternyata ada beberapa ayat yang dimulai
dengan nida’: “Ya Ayyuhan Nasu” itu bukan Makiyah, melainkan Madaniyah.
contohnya seperti ayat sebagai berikut:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3/u $ ÇÊÈ
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu”.(Q.S. al-Nisa’:
1).[15]
$pkr'¯»t â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3/u ÇËÊÈ
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu”.(Q.S.al-Baqarah: 21).[16]
Sebaliknya, ada pula beberapa
ayat yang dimulai dengan nida’ “Ya Ayyuha Ladhina Amanu” itu bukan
Madaniyah, melainkan Makiyah.[17]
Contohnya, seperti dalam ayat Alquran:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãè2ö$# (#rßàfó$#ur (#rßç6ôã$#ur öNä3/u ÇÐÐÈ
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu”.(Q.S.al-haj:77).[18]
Keempat,
Dengan
teori content analysis, yaitu suatu teori yang mendasarkan kriterianya
dalam membedakan Makiyah dan Madaniyahnya
kepada isi dari pada ayat atau surat yang bersangkutan.[19]
Yang dinamakan Makiyah
menurut teori content analysis ini ialah surah atau ayat yang berisi
cerita-cerita umat dan para Nabi dan Rasul dahulu. Sedang yang disebut
Madaniyah adalah surah atau ayat brisi hukum hudu>d, fara>id, dan
sebagainya.[20]
Kelebihan dari content
analysis ini adalah, bahwa kriterianya jelas, sehingga mudah difahami,
sebab gampang dilihat orang. Orang tinggal melihat saja tanda-tanda tertentu
itu, nampak atau tidak dalam sesuatu surah atau ayat, sehingga dengan demikian
dia mudah menentukannya.[21]
Pembagian yang pertama
memiliki kelebihan dan keistimewaan jika dibandinngkan dengan dua, tiga dan
yang terakhir. Karena dengan sistem pembagian seperti poin yang pertama ini,
maka seluruh ayat akan termasuk salah satu dari ayat Makkiyah dan Madaniyah.
Karena jika kita menggunakan pembagian menurut waktu, maka seluruh ayat tidak
ada yang keluar dari pembagian Makkiyah dan Madaniyah. Adapun dengan pembagian
kedua dan ketiga dalam istilah Makkiyah dan Madaniyah ini, maka kita akan
mendapatkan suatu ayat yang tidak termasuk ayat Makiyah dan ayat Madaniyah.
Juga apabila ada ayat yang diturunkan tidak pada salah satu kota antara Makkah
dan Madinah dan tujuan dari pembicaraan Alquran itu bukan untuk penduduk Makkah
dan Madinah, seperti yang pernah turun pada Rasulullah saw ketika beliau sedang
melaksanakan perintah Isra’ dan Mi’raj.[22]
Sedangkan jika kita menggunakan metode keempat pelaksanaan pembedaan Makiyah dan Madaniyah menurut teori ini tidak
praktis. Sebab, orang harus mempelajari isi kandungan masing-masing ayat
dahulu, baru bisa mengetahui kriteria atau kategorinya.[23]
Jika kita ingin membandingkan
dari keempat pendapat yang telah kami sebutkan untuk lebih mengetahui mana
kiranya pendapat yang harus kita ambil dan pilih, maka hendaknya kita
memperhatikan pendapat yang ketiga, yang memang miliki dasar salah, yaitu
keyakinan bahwa dari ayat-ayat yang terdapat dalam Alquran semuanya pasti
ditujukan khusus bagi para penduduk dikota Makkah atau dikota Madinan. Padahal
pendapat seperti itu adalah pendapat yang salah karena ayat-ayat yang terdapat
dalam Alquran adalah umum bagi siapapun umat manusia dimuka bumi ini. Hanya
saja ketika itu memang memiliki keterkaitan dengan peristiwa-peristiawa yang
terjadi pada penduduk kota Makkah dan Madinah. Akan tetapi, hal itu bukanlah
berarti Alquran hanya khusus ditujukan bagi mereka saja, baik itu ayat Alquran
yang berupa arahan, nasehat, maupun hukum syariat yang harus mereka laksanakan.
Akan tetapi, pendapat yang benar adalah bahwa Alquran adalah umum bagi siapa
pun selama lafazh dalam ayat tersebut memang umum bagi semua orang.[24]
Definisi atas istilah
Makkiyah dan Madaniyah yang berdasarkan atas perhitungan waktu –sebagaimana
yang dikatakan oleh pendapat pertama- adalah lebih baik dan bermanfaat dalam
rangka mendalami ilmu Alquran. Hal itu disebabkan karena perbedaaan yang
didasarkan atas pembagian waktu antara ayat Alquran yang diturunkan sebelum dan
sesudah hijrah memiliki urgensi yang lebih penting untuk lebih diteliti dan
dibahas lebih lanjut dari pada perbedaan yang didasarkan pada pembagian tempat
yang membaginya antara ayat yang diturunkan di kota Makkah dan yang diturunkan
dikota Madinah.[25]
Ketetapan cara pembagian ayat
Alquran yang berdasarkan waktu dari pada yang menggunakan sistem pembagian yang
berdasarkan atas tempat dapat kita lihat dalam dua poin dibawah ini:
Pertama,
karena
pembagian tersebut akan berkaitan erat dengan permasalahan fikih dan ilmu
fikih. Dengan pembagian yang menggunakan sistem perbedaan waktu, yaitu Makkiyah
adalah yang diturunkan sebelum Rasul melakukan hijrah dan Madaniyah adalah yang
diturunkan setelah beliau sampai dikota Madinah dalam pelaksaan hijrah, maka
pembagian ini akan membantu sekali dalam proses utuk mengetahui lebih jauh
permasalahan nasikh dan mansukh ayat-ayat
dalam Alquran. Karena ayat yang nasikh (yang menghapus) adalah ayat yang
datang belakangan setelah ayat yang mansukh (yang dihapus) diturunkan.
Kedua, pembagian
yang menggunakan sistem perbedaan waktu untuk difinisi Makkiyah dan Madaniyah
akan membantu kita untuk dapat mengetahui tingkatan dan tahapan-tahapan dakwah
risalah Islam yang dialami oleh Rasulullah saw. Hal itu karena sesungguhnya
perjalanan hijrah bukanlah hanya sekedar peristiwa yang merupakan bagian dari
kehidupan dan keberlangsunngan dakwah tetapi juga sebagai pembatas antara dua tahapan
(periode) perjalan dari unsur dakwah itu sendiri, yaitu periode dakwah dibawah
lingkungan masyarakat yang dipimpin dan dikuasai oleh kepemimpinan dan
kekuasaan kafir yang menguasai segenap aspek politik, sosial dan kebudayaan,
serta periode dakwah di bawah naungan Daulah Islamiyah. Meskipun demikian,
sebenanya bisa saja kita membagi dua periode (tahapan) dakwah Rasulullah saw
dengan menggunakan sistem waktu, yaitu periode Makkiyah dan Periode Madaniyah.
Akan tetapi, jelasnya bahwa pembagian tersebut pada dasarnya berdasarkan atas
peristiwa hijrah.[26]
Jika kita membedakan antara ayat-ayat yang diturunkan sebelum hijrah dan dan ayar-ayat yang diturunkan setelah hijrah, maka kita akan dapat mengetahui perkembangan dakwah dan keistimewaan-keistiewaan yang terdapat pada masig-masing marhalah (periode). Akan tetapi perbedaan yang hanya didasarkan pada perbedaan tempat diturunkannya ayat Alquran, dengan mengabaikan pembagian yang didasarkan pada perbedaan waktu, tidak akan dapat membantu kita untuk membedakan dua periode dakwah tersebut. Sehingga pada akhirnya, hal di atas dapat membuat kita mencampur adukkan antara keduanya, dan juga akan menghalangi kita untuk membedakan antara ayat yang nasikh dan yang mansukh dari sudut pandang ilmu fikih.[27]
Baca artikel lain yang berkaitan ;
- Resume Kitab Al-Itqan
- Pengertian Makki Dan Madani
- Perbedaan Dan Ciri-ciri Khusus Makki Dan Madani
- Macam-Macam Surat Makkiyah Dan Madaniyah
- Faedah Mengetahui Makki Dan Madani
- Definisi al-Quran
- Perbedaan Antara Al-Quran Dan Hadis
- Proses Pembukuan Dan Pembakuan Al-Quran
- Bukti Keotentikan Al-Quran
[1] Muhammad Baqir
Hakim, Ulum al-Qur’an terj. Nasirul Haq,
dkk (Jakarta: Al-Huda, 2010), 97.
[2] Ibid., 97.
[3] Muhammad Husain al-Dhahaby, al-Wahyu
wa al-Qur’an al-Karim (Kairo: Maktabah Wahbah,1986), 119.
[4] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: al-Jumanatul ‘Ali, 2004), 88.
[5] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya,108.
[6] Rosihan Anwar,
Pengantar Ulumul Quran (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 114.
[7] Muhammad Baqir Hakim, Ulum al-Qur’an, 98.
[8] Ansari, Ulumul
Qur’an (Jakarta: Rajawali Pers,2013),117. Muhammad Baqir Hakim, Ulum al-Qur’an,
98.
[9] Ansari, Ulumul Qur’an, 117.
[10] Departemen
Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, 195.
[11] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu,2012), 79.
[12] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, 493.
[13] Ibid.,80
[14]Muhammad Baqir Hakim, Ulum al-Qur’an,
98, Ansari, Ulumul Qur’an, 117.
[15] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya , 78.
[16] Ibid., 5.
[17] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, 83.
[18] Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, 342.
[19] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, 86.
[20] Ibid.
[21] Ibid., 87.
[22] Muhammad Baqir
Hakim, Ulum al-Qur’an, 98.
[23] Ibid., 98.
[24] Ibid., 99.
[25] Ibid., 100.
[26] Ibid., 102.
[27] Ibid., 102.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar