HOME

25 Maret, 2022

Kitab Tafsir Mafatih Al-Ghaib

 

1.    Karakteristik tafsir Mafatih al-Ghaib.

Tafsir Mafaihul Ghaib atau yang dikenal sebagai Tafsir al-Kabir dikategorikan sebagai tafsir bil ra’yi (tafsir yang menggunakan pendekatan aqli), dengan pendekatan Madhhab Syafi’iyyah dan Asy’ariyah. Tafsir ini merujuk pada kitab al-Zujaj fi Ma’anil Qur’an, Al-Farra’ wal Barrad dan Gharibul Quran, karya Ibnu Qutaibah dalam masalah gramatika.

Riwayat-riwayat tafsir bil ma’tsur yang jadi rujukan adalah riwayat dari Ibn Abbas, Mujahid, Qatadah, Sudai, Said bin Jubair, riwayat dalam tafsir At-Thabari dan tafsir al-Tha’labi, juga berbagai riwayat dari Nabi saw, keluarga, para sahabatnya serta tabi’in. Sedangkan tafsir bil ra’yi yang jadi rujukan adalah tafsir Abu Ali Al-Juba’i, Abu Muslim al-Asfahani, Qadhi Abdul Jabbar, Abu Bakar Al-Ashmam, Ali bin Isa Ar-Rumaini, al-Zamakhsyari dan tafsir Abul Futuh al-Razi.

Ada riwayat yang menjelaskan bahwa Al-Razi tidak menyelesaikan tafsir ini secara utuh. Ibnu Qadi Syuhbah mengatakan, “Imam Al-Razi belum menyelesaikan seluruh tafsirnya”. Ajalnya menjemputnya sebelum ia menyelesaikan tafsir al-Kabir. Ibnu Khulakan dalam kitabnya wafiyatul a’yan nya juga berkata demikian. Jadi siapa yang menyempurnakan dan menyelesaikan tafsir ini?dan sampai dimana beliau mengerjakan tafsirnya?[1].

Ibnu hajar al-‘Asqalani menyatakan pada kitabnya ,” Yang menyempurnakan tafsir Al-Razi adalah Ahmad bin Muhammad bin Abi al Hazm Makki Najamuddin al-Makhzumi al-Qammuli, wafat pada tahun 727 H, beliau orang mesir[2]. Dan penulis kasyfu Ad dzunuun juga menuturkan,” Yang merampungkan tafsir al-Razi adalah Najamuddin Ahmad bin Muhammad Al Qamuli, dan beliau wafat  tahun 727 H. Qadi al-Qudat Syihabuddin bin Khalil Al Khuway Ad Damasyqy, juga menyempurnakan apa yang belum terselesaikan, beliau wafat tahun 639 H[3].

Kemudian, sampai dimana al-Razi terhenti dalam menulis tafsirnya? DR. Muhammad Husain Ad Zahabi menjelaskan pada kitabnya tafsir al mufassiruun,” Imam Fakhruddin telah menulis tafsirnya sampai surah al-Anbiya, setelah itu datang Syihabuddin Al Khaubi melanjutkan tafsir ini, namun beliau belum menyelesaikan seluruhnya, kemudian datang Najamuddin al-Qamuli menyempurnakan tafsir Al-Razi[4].

Al-Dhahabi juga mengatakan bisa jadi yang menyelesaikan tafsir al-Razi sampai akhir adalah Al Khuway. Namun, Sayyid Muhammad Ali Iyazi, dengan merujuk pada keterangan Syaikh Muhsin Abdul Hamid, memberikan klarifikasi bahwa sekelompok mufasir era  belakangan yang meneliti tafsir ini menetapkan kitab tafsir ini sebagai karya mandiri dari Al-Razi secara utuh.

Adapun maksud tafsir ini dan segala uraiannya, antara lain.

Pertama; menjaga dan membersihkan Al-Quran beserta segala isinya dari kecenderungan-kecenderungan rasional yang dengan itu diupayakan bisa memperkuat keyakinan terhadap Al-Quran.

Kedua; pada sisi lain, al-Razi meyakini pembuktian eksistensi Allah swt dengan dua hal. Yaitu “bukti terlihat”, dalam bentuk wujud kebendaan dan kehidupan, serta “bukti terbaca”, dalam bentuk al-Quran. Apabila merenungi hal yang pertama secara mendalam, kita akan semakin memahami hal yang kedua. Karena itu al-Razi merelevansikan keyakinan ilmiyah dengan kebenaran ilmiyah dalam tafsirnya.

Ketiga; al-Razi ingin menegaskan sesungguhnya studi balaghah dan pemikiran bisa dijadikan sebagai materi tafsir, serta digunakan untuk menakwil ayat-ayat Al-Quran, selama berdasarkan kepada kaidah-kaidah yang jelas, yaitu kaidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

2.    Volume Kitab.

Imam Fahruddin al-Razi melalui kitab tafsirnya Mafatihul Ghaib atau At-Tafsir Kabir. Dalam kitab yang cukup kontroversial di kalangan mufassir konservatif tersebut Imam Fahruddin al-Razi memaparkan berbagai bidang ilmu pengetahuan yang sangat menonjol dalam ilmu-ilmu naqli dan ‘aqli bahkan ia anggap memiliki keterkaitan dengan ayat-ayat Al-Quran[5].

Sementara bagi ulama lain yang menerima karyanya, Mafatih Al-Ghaib atau At-Tafsir Al-Kabir yang terdiri dari 8 jilid itu justru dilihat memiliki berbagai keistimewaan. Di antaranya dalam penjelasan munasabah atau korelasi (keterkaitan) antar ayat atau antar surah. Dalam menguraikan penafsiran suatu ayat, ia selalu menguraikan pembahasan yang memadai tentang munasabah antar ayat tersebut dengan ayat-ayat lain, bahkan antara surah dengan surah yang lain[6].

 

3.    Sistematika Penulisan Tafsir.

Adapun sistematika penulisan Tafsir al-Razi, yaitu menyebut nama surat, tempat turunnya, bilangan ayatnya, perkataan-perkataan yang terdapat didalamnya, kemudian menyebut satu atau beberapa ayat, lalu mengulas munasabah antara satu ayat dengan ayat sesudahnya, sehingga pembaca dapat terfokus pada satu topic tertentu pada sekumpulan ayat. Namun al-Razi tidak hanya munasabah antara ayat saja, ia juga menyebut munasabah antara surat.

Setelah itu al-Razi mulai menjelaskan maslah dan jumlah masalah tersebut, misalnya ia mengatakan bahwa dalam sebuah ayat al-Qur’an terdapat beberapa yang jumlahnya mencapai sepuluh atau lebih. Lalu menjelaskan masalah tersebut dari sisi nahwunya, ushul, sabab al-nuzul, dan perbedaan qiraat dan lain sebagainya.

Sebelum ia menjelaska suatu ayat, al-Razi terlebih dahulu mengungkapkan penafsiran yang bersumber dari Nabi, Sahabat, tabi’in ataupun memaparkan masalah antara nasikh dan mansukh, bahkan jarh wat’ta’dil barulah ia menafsirkan ayat disertai argumentasi ilmiyahnya dibidang ilmu pengtahuan, filsafat, ilmu alam maupun yang lainnya.

 

Metode Penafsiran

. Sumber Penafsiran.

               Kitab tafsir Mafatihul Ghoib tergolong tafsir bi al-ra’yi atau bil ijtihad, al-dirayah atau bi al-ma’qul, karena penafsirannya didasarkana atas sumber ijtihad dan pemikiran terhadap tuntutan kaidah bahasa arab dan kesusastraan, serta teori ilmu pengetahuan. Karena didalam karya ini Fakhruddin al-Razi banyak mengemukakan ijtihadnya mengenai arti yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an disertai dengan penukilan dari pendapat-pendapat ulama’ dan fuqaha’. Dalam menafsirkan ayat demi ayat Fakhruddin al-Razi memberika porsi yang terbatas untuk hadis, bahkan ketika ia memaparkan pendapat para fuqaha’ terkait perdebatan seputar fiqih beliau memaparkannya dan mendebatnya tanpa menjadikan hadis sebagai dasar   pijakan. Ini adalah salah satu kitab tafsir yang komperhensif, karena menjelaskan seluruh ayat al-Qur’an, sang pengarang berusaha menangkap substansi ruh yang terkandung dalan setiap ayat al-Qur’an[7].

a.      Cara Penjelasan.

Adapun cara penjelasan kitab ini bisa di kategorikan sebagai kitab tafsir muqarin. Karena Fakhruddin al-Razi dalam penafsirannya sering mengkomparasikan pendapatnya atau pendapat seorang ulama lainnya. Nama beberapa ulama’ selain sahabat dan tabiin dalam berbagai disiplin ilmu yang sering kali disebutkan pendapatnya dan dikomparasikan antara lain adalah: al-Syafi’i, Abu hanifah, Malik, Ahmad ibn Hambal, al-Ghazali, kelompok Mu’tazilah dan Ash’ariyah, Hasan al-Basyri, al-Zamakhsari, al-Farrah, ibn Kathir dan masih banyak lagi.

c   Keluasan Penjelasan.

Di tinjau dari segi keluasan penjelasan, kitab tafsir Mafatihul Ghaib bisa dikategorikan sebagai kitab tafsir yang sangat luas penjelasannya dan mendetail (rinci) atau tafsili, bahkan mungkin bisa dikatan terlalu luas untuk ukuran kitab tafsir. Karena dalam kitab tersebut terdapat berbagai pembahasan, mulai dari kebahasaan sastra, fiqih, ilmu kalam, filsafat, ilmu eksakta, fisika, falak dan lain sebagainya.

Dalam kitab tersebut terdapat penafsiran yang begitu luas, satu  ayat dengan 3-7 masail dan satu surat dijelaskan dengan 8-10 fasal, tentulah ini cukup menggambarkan keluasan pembahaan dalam penafsiran kitab Mafatihul ghaib.

d. Sasaran Dan Tertib Ayat Yang Ditafsirkan.

     tafsir Mafatihul ghaib disusun oleh Fakhruddin al-Razi secara berurutan ayat demi ayat dan surat demi surat. Semuanya sesuai dengan urutan yang ada dalam mushaf, dimulai dari penafsiran terhadap surat al-Fatihah, al-Baqarah dan seterusnya sampai. Karena disusun secara berurutan ayat demi ayat maka kitab tersebut dikategorikan tahlili. Dan karena disusun berurutan surat demi surat maka kitab tersebut bisa dikategorikan Mushafi[8].


Corak Tafsir

a   Perhatiannya dengan menjelaskan munasabah antar surah.

1)      Perhatian Al-Razi pada ilmu riyadhiyah, dan fisafat.

Seyelah penulis amatia bahwa salah satu corak penafsiran yang di gunakan oleh al-Razi dalam menafsirkan kitab tafsir ini adalah dengan menggunakan corak sufiyyah.

Al-Razi dalam tafsirnya sangat memperhatikan terhadap ilmu riyadhiyah ( ilmu pasti), filsafat dan lain sebagainya. Beliau juga memaparkan argumen-argumen filsafat kemudian membantahnya dengan argumen yang lebih kuat.

Walaupun beliau membantah dengan menggunakan dalil akal, namun tetap sejalan dengan keyakinan ahlusunnah. Penulis kasyfu al dhunun  mengatakan,” Didalam tafsir Al-Razi terdapat begitu banyak perkataan-perkataan mutakallimin  dan filosof. Ia keluar dari permasalahan kepermasalahan yang lain, sehinggga membuat pembaca mengagumi tafsir beliau

2) Sikap beliau terhadap  Muktazilah.

Al-Razi, beliau sangat serius dalam menghadapi muktazilah, dalam tafsirnya, terlebih dahulu beliau memaparakan pendapat-pendapat muktazilah dan kemudian beliau membantah dengan argumen yang kuat. Ibnu Hajar pernah mengatakan,” Bahwa Al-Razi dicela karena banyak meriwayatkan syubhat secara tunai dan mengatasinya secara kredit”. Namun hal ini tidak mengurangi kehebatan beliau sebagai seorang ulama yang memperjuangkan agama islam.

3 Pandangannya terhadap Ilmu Fiqih, Usul, Nahwu dan Balaghah.

Fakhru Al-Razi hampir-hampir tidak melewatkan ayat-ayat hukum kecuali beliau sebutkan semua mazhab-mazhab  fiqih[9]. Begitu juga ketika beliau memaparkan masalah-masalah fiqih, nahwu dan balaghah, namun beliau tidak berbicara panjang lebar pada masalah tersebut lebih dari pembahasan beliau yang berkaitan dengan alam ini, dan riyadhiah[10].

Dengan keluasan dan pemahaman beliau terhadap ilmu fiqih, sampai-sampai beliau pernah mengutarakan,”Ketahuilah suatu waktu, terlintas pada lisanku, bahwa surat yang mulia ini yaitu Al fatihah bisa ditarik hikmah-hikmah dan permasalahan sebanyak sepuluh ribu[11]


Timbangan Terhadap Kitab

   a. Kelebihan Tafsir.

dari sekian banyak ulama yang meneliti tentang tafsirnya al-Razi, maka di temukanlah beberapa kelebihan yang terdapat dalam tafsirnya antara lain.

a)    Dia sangat mengutamakan munasabah (korelasi) surat dan ayat dengan keilmuan yang berkembang. Bahkan tak jarang beliau menyebutkan lebih dari satu munasabah untuk satu ayat tertentu atau surat tertentu.

b)   bisa menghubungkan tafsir itu dengan ilmu riadhiyah (matematika) dan falsafah, serta ilmu lainnya yang di anggap baru di kalangan agama pada masanya.

c)    Beliau bisa menjelaskan tentang akidah yang berbeda dan bisa mencocokkan di mana perbedaan itu.

d)    Beliau mengemukakan tentang balaghoh Al-Quran dan menjelaskan beberapa kaidah usul.

 

b.      Keterbatasan Tafsir.

Ada beberapa ulama yang telah mengkritik kitab tafsir mafatihul ghoib karya fahrudin ar rozi di antaranya adalah:

1)   Fahrudin ar rozi terlalu banyak mengumpulkan  masalah dan pembahasan dalam tafsirnya. Sampai pembahasan yang tidak bersangkutpaut dengan ayat atau yang ditafsirkan pun ia sebutkan. Bahkan lebih tegas lagi, beberapa ulama mengatakan bahwa di dalam nya terdapat segala sesuatu kecuali tafsir.

2)   Dalam tafsir tersebut, ia terlalu banyak mencantumkan hal-hal yang tidak berhubungan tafsir, secara berlebihan.

3)   At-Tufi mengatakan bahwa banyak kekurangan yang ditemukan dalam kitab tafsir mafatihul ghaib.


Baca artikel lain yang berkaitan;

DAFTAR PUSTAKA

Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut : Darul al-Fikr), 1994

Manna’ Khalil al Qattan, Mabahith fi ulumil Qur’an, perj, Mudzakir, Pustaka Litera AntarNusa, Jakarta

Muhammad husai az zahabi, al Tafsir wa al Mufassirun, darul hadits kairo, 2005.

Mahmud, Mani’ Abdul Hakim, Metodologi Tafsir (kajian komprehensif metode para tafsir), (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada

Yunus Hasan, Dirasat wa Mabahith fi Tarikh al-Tafsir wa Manahij al-Mufassirin (Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufassir),terj. Qadirun Nur, (Jakarta : Gaya Media Pratama), 2007.

Zamakhsyari (Al)al-Kasysyaf, ( Beirut : Darul Kutub al-‘Alamiyah) 2006)


[1] Muhammad Husain al dhahabi, , al Tafsir wa al Mufassirun, darul hadits kairo,th. 2005, jilid 1, hal 249

[2] Al durarul kaminah. Jilid 2, hal 304

[3] al Tafsir wa al Mufassirun, darul hadits kairo,th. 2005, jilid 1, hal 293

[4] Manna’ Khalil al Qattan, Mabahith fi ulumil Qur’an, perj, Mudzakir, Pustaka Litera AntarNusa, Jakarta, hlm, 507

[5] Mabahith fi ulumil Qur’an, perj, Mudzakir, Pustaka Litera AntarNusa, Jakarta, hlm, 506

[6] Ibit, hlm 506 – 507

[7] Mahmud, Mani’ Abdul Haklim, Metodologi Tafsir (kajian komprehensif metode para tafsir), (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2006

[8] .ibid

[9] Muhammad Husain al Dhahabi, , al Tafsir wa al Mufassirun, darul hadits kairo,th. 2005, jilid 1, hal 253

[10] Ibid

[11] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...