HOME

24 Maret, 2022

Realitas Kisah Dalam Al-Qur'an

 

Secara dogmatis, kisah dalam al-Quran adalah suatu kisah yang benar, dan periwayatannya mengenai peristiwa-peristiwa itu adalah jujur dan betul. Ini karena Allahlah yang menceritakan kisah itu dan benar-benar menyaksikan. Ia juga telah mentakdirkan, peristiwa-peristiwa itu terjadi menurut pengetahuan, kehendak  takdir-Nya. Sebagaimana firman Allah, bahwa kisah itu tidak mungkin mengalami kebatilan (kesalahan) dan keraguan[1]. Disamping kisah dalam al-Quran adalah benar, Allah memberikan penilaian juga sebagai kisah terbaik[2]. Walaupun kisah dalam al-Quran disebut sebagai kisah yang pasti benar dan terbaik, Allah juga menyuruh kita untuk menyelidiki peristiwa-peristiwa atas kisah-kisah, Allah juga menyuruh kita untuk menyelidiki peristiwa-peristiwa atas kisah-kisah al-Quran[3]. Lebih lanjut menurut M. Baqir Ash Shadr, bahwa al-Quran mendesak manusia agar secara tuntas memeriksa peristiwa-peristiwa sejarah dan merenungkannya, agar menemukan hukum alam dan kecenderungan-kecenderungan serta norma-norma sejarah[4]. Hal ini juga seperti yang diungkapkan oleh Syeikh Muhammad Al Ghazali, bahwa kisah dalam al-Quran pada prinsipnya memuat asas-asas pendidikan, tidak hanya pendidikan psikologi tetapi juga aspek rasio. Rasio manusia terbatas dari berbagai bentuk keterpasungan warisan lama yang menyesatkan. Oleh karena itu, memahami kisah dalam al-Quran perlu penelitian lebih dalam.[5]

Dengan demikian sebenarnya kisah-kisah al-Quran sangat realistis, asal saja mampu menempatkan pendekatan yang sesuai untuk memahami kisah antara logika perasaan yang menguasai kisah itu dan logika fikiran dalam memilih peristiwa-peristiwa dan pengurutannya. Berkaitan dengan hal ini, menurut Shalah al Khalidy bahwa rasionalitas Islam adalah Rasionalitas Ilmiah Ghaibiyah bukan Rasionalitas Materialistik yang mengingkari adanya yang gaib. Seorang muslim sejati adalah orang yang beriman bahwa al-Quran adalah Kalamullah dan suci dari pemberian artistik yang tidak memperhatikan sejarah. Kisah Qurani tidak lain adalah hakikat dan fakta sejarah yang dituangkan dalam untaian kata-kata indah dan pilihan serta dalam uslub yang mempesona.[6]

Lebih lanjut, untuk menghindari kesalahpahaman memahami kisah dalam al-Quran berikut akan penulis uraikan beberapa prinsip sebagai manhaj untuk mencermati kisah dalam al-Quran. Dalam hal ini, penulis mengutip pendapat Shalah Al Khalidy, pertama, ia termasuk gaib dimasa lampau, kedua, kita tidak hadir ditengah-tengah mereka, ketiga, tidak mengetahui mereka kecuali Allah, keempat, janganlah kita menanyakan tentang orang-orang terdahulu kepada seorangpun kepada ahli kitab, kelima, jangan kita mengikuti apa yang kita tidak mengetahui pengetahuan tentangnya, keenam, jika datang kepada kita seorang fasik membawa berita maka kita harus memeriksa dulu[7].

Bukti sejarah yang dapat kita lihat sampai sekarang dan masih tetap eksis adalah adalah baitullah Ka’bah serta runtutan ritual ibadah Haji yang dilaksanakan di Mekkah, yang kebanyakan diambil dari kisah nabi Ibrahim dan keluarganya. Selain itu, sudah banyak video-video yang memperlihatakan kepada kita peninggalan dari para Nabi terdahulu, seperti penayangan “Jejak Rosul” yang dapat kita saksikan di setiap bulan Ramadhan, serta bukti-bukti arkeolog lain yang telah banyak ditemukan.[8]

Fakta lain, Melalui studi yang mendalam, diantaranya kisahnya dapat ditelusuri akar sejarahnya, misalnya situs-situs sejarah bangsa Iran yang di identifikasikan sebagai bangsa ‘Ad dalam kisah al-Quran, al-Mu’tafikat yang di identifikasikan sebagai kota-kota palin, Sodom dan Gomorah yang merupakan kota-kota wilayah Nabi Luth. Kemudian berdasarkan penemuan-penemuan modern, mummi Ramses II di sinyalir sebagai Fir’aun yang dikisahkan dalam al-Quran. Disamping itu memang terdapat kisah-kisah yang tampaknya sulit untuk di deteksi sisi historisnya, misalnya peristiwa Isra’ Mi’raj  dan kisah Ratu Saba.[9]


Baca artikel lain yang berkaitan;


[1] Lihat Surat Ali Imran :62

[2] Lihat Surat Yusuf : 10

[3] Lihat Surat Muhammad : 10

[4] M. Baqir Ash Shadr, Trends of History in Quran, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993), 87.

[5] Syeikh Muhammad Al Ghazali, Kayfa Nata’amal Ma’al Quran, (Bandung: Mizan, 1996),  68.

[6]Shalah Al Khalidy, Ma’a his Sabiqiin fil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 36-40.

[7]Ibid, 41-46

[8] M. Baqir Ash Shadr, Trends of History in Quran, 93.

Shadr(al), M. Baqir. Trends of History in Quran. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993.

[9] Ibid, 94.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...