HOME

31 Maret, 2022

Saluran Dan Cara Islamisasi Di Indonesia

 

Ada beberapa cara Islamisasi di Indonesia yang dijelaskan oleh ahli sejarah dan penulis mengutip dari penjelasan Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam. Adapunn cara-cara yang digunakan dalam meng-Islam-kan penduduk Indonesia adalah:[1]  

1.    Saluran Perdagangan

Pada abad ke-7 hingga ke-16 M merupakan situasi sibuknya lalu lintas perdagangan sehingga para pedagang Muslim baik yang dari Arab, Persia dan India ikut andil dalam perdagangan dari negeri bagian barat, tenggara dan timur Benua Asia. Para penguasa juga ikut serta dalam perdagangan bahkan menjadi pemilik kapal dan saham.[2]

Sebagian dari pedagang ini ada yang tinggal untuk sementara waktu maupun menetap. Kemudian tempat tinggal mereka ini menjadi koloni-koloni, seperti koloni China dan koloni Arab. Pada tahap selanjutnya, koloni-koloni tersebut menjadi perkampungan pecinan (kampong China) dan Pajokan (kampong orang India yang kemudian diambil alih oleh orang Arab).[3]

2.    Perkawinan

Saudagar-saudagar muslim memiliki status sosial lebih tinggi daripada penduduk pribumi dari segi ekonomi maka tidak heran jika putri-putri bangsawan ingin menjadi istri dari saudagar tersebut. Maka terjadilah perkawinan antara saudagar asing dengan penduduk pribumi yang sebelumnya telah diislamkan.[4] Ikatan perkawinan inilah menjadi awal mula terbentuknya masyarakat muslim karena mereka memiliki keturunan sehingga menjadi keluarga muslim yang nantinya Islam akan berkembang secara turun temurun.[5] Kemudian anak keturunan dari keluarga muslim ini dididik dan memang dipersiapkan untuk menjadi penerus dalam menyebarkan agama Islam.[6]

Lewat perkawinan ini akan lebih menguntungkan jika terjadi antara saudagar dengan putri bangsawan atau putri raja karena akan memudahkan dalam proses islamisasi. Seperti yang terjadi antara Raden Rahmat dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan putri kawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak), dan lain-lain.[7]

3.    Tasawuf

Sebelum Islam, Hindu dan Budha terlebih dahulu dikenal oleh masyarakat Indonesia. Mereka telah mahir dalam bidang magis dan kekuatan menyembuhkan. Ajaran tasawuf yang dibawa oleh orang Islam memiliki persamaan dengan kepercayaan masyarakat pribumi sehingga mudah diterima.[8] Adapun ahli tasawuf tersebut diantaranya Hamzah Fansuri, Syamsudin al-Sumaterani, Syaikh Siti Jenar, dan Sunan Panggung.[9]

4.    Pendidikan

Daerah Islam di Indonesia memiliki system pendidikan yang menitik beratkan pada pendidikan al-Qur’an, pelaksanaan shalat, dan pelajaran tentang kewajiban pokok agama. Lembaga umum yang menampung kebutuhan pendidikan antara lain, masjid, langgar, atau komunitas kecil seperti keluarga. Pendidikan awal dengan belajar membaca al-Qur’an kemudian dilanjutkan belajar di pondok atau pesantren yang didirikan oleh guru agama, ulama atau kiai.[10]

Pesantren atau pondok ini dibangun untuk mendidik generasi muda dalam bidang agama yang siap untuk berdakwah. Setelah mereka keluar dari pesantren mereka pulang ke kampong halamannya masing-masing baru kemudian berdakwah ke tempat tertentu untuk mengajarkan agama Islam. Seperti pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri. Alumni pesantren Giri ini kemudian banyak di undang ke Maluku untuk mengajarkan agama Islam.[11] Selain berdakwah untuk masyarakat umum, ada juga yang sengaja di undang oleh bangsawan atau raja untuk mengajar agama pada keluarganya. Adapula kiai yang kemudian menjadi penasehat kerajaan, sehingga memungkinkan untuk memberi pengaruh dalam hal politik.[12]

5.    Kesenian

Selain dengan cara-cara yang telah disebutkan diatas, salah satu cara yang dilakukan untuk mengislamkan masyarakat pribumi ialah melalui seni baik seni tari, seni music, dan seni sastra. Nilai-nilai keislaman juga dimasukkan dalam upacara-upacara keagamaan misalnya maulid Nabi sering dipertunjukkan seni tari atau seni music tradisional. Sekaten yang terdapat di keratin Yogyakarta dan Surakarta, di Cirebon ada seni music yang dibunyikan ketikan perayaan grebek maulud. Begitu pula dengan tarian dedewan, debu, birahi dan bebeksan. Seni yang paling popular adalah seni wayang yang dimainkan oleh Sunan Kalijaga. Setiap kali melakukan pertunjukan beliau tidak pernah meminta upah, tetapi beliau meminta agar penonton mengikutinya membaca syahadat. Sebagian wayangnya diambil dari cerita Mahabrata dan Ramayana kemudian nama-namanya diganti dengan nama pahlawan Islam.[13]

6.    Politik

Rakyat Maluku dan Sulawesi Selatan kebanyakan masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam. Masuk Islamnya para raja ini sangat mempengaruhi tersebarnya agama Islam. Baik di Sumatera, Jawa maupun Indoonesia bagian timur, mereka memerangi kerajaan non-muslim untuk kepentingan politik. Secara politis, kemenangan kerajaan Islam ini menarik penduduk pribumi untuk memeluk Islam.[14]

Ira M. Lapidus dalam bukunya Sejarah Sosial Ummat Islam, menjelaskan bahwa ada tiga teori yang bisa menjelaskna penerimaan Islam di Nusantara. Pertama, peran pedagang yang tinggal di wilayah pesisir yang melakukan perkawinan dengan keluarga penguasa lokal. Selain itu mereka telah menyumbangkan peran diplomatik serta pengalaman internasional terhadap perusahaan perdagangan penguasa pesisir. Para penguasa lokal menjalin persekutuan untuk menyaingi pedagang Hindu dari Jawa. Kedua, peran guru sufi yang sekaligus menjadi pedagang dan politisi. Para guru sufi ini memasuki lingkungan istana penguasa, perkampungan pedagang, dan pedalaman. Para sufi berhasil mengkomunikasikan visi agamanya karena disesuaikan dengan keyakinan yang berkembang di Nusantara. Ketiga, ajaran Islam sendiri telah menyumbang sebuah landasan teologis bagi kebijakan individu, solidaritas kaum tani, dan pedagang.[15]

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN


[1] Dalam masalah ini bisa di lacak pula di Amin, Sejarah Peradaban, 306-309. Lihat pula Azyumardi Azra,  Ensiklopedi Islam,  (Jkarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, t. th), 180-181.

[2] Yatim, Sejarah Peradaban, 201.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.

[3] Huda, Islam Nusantara, 45.

Huda, Nur.  Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2007.

[4] Yatim, Sejarah Peradaban, 202.

[5] Asyumardi Azra, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, t.th), 180.

[6] Huda, Islam Nusantara, 45-46

[7] Yatim, Sejarah Peradaban, 202

[8] Ibid.

[9] Huda, Islam Nusantara, 47.

[10] Ibid, 48.

[11] Yatim, Sejarah Peradaban, 202.

[12] Huda, Islam Nusantara, 48.

[13] Ibid, 50, lihat pula Yatim, Sejarah Peradaban, 203, lihat pula Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 12.

[14] Yatim, Sejarah Peradaban, 203-204.

[15] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosila Ummat Islam, terj. Ghufron A. Mas’adi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), 720-721.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...