Antara Makkiyah dan Madaniyah
memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya, banyak sisi yang menjadi perbedaan antara Makkiyah dan Madaniyah, yang
semuanya kembali kepada makna, sasaran (obyek) dan keistimewaan sastra yang tercermin
dari redaksi dan dan bentuk ayat. Hal lain yang juga dijadikan sebagai acuan
perbedaan antara Makkiyah dan Madaniyah adalah fase dakwah Nabi saw yang
berbeda-beda, sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu.[1]
Untuk mengetahui tanda-tanda
suatu surah atau ayat itu Makiyah atau Madaniyah, tidak ada jalan lain kecuali
harus dengan dasar riwayat dari para sahabat Nabi atau para tabi’in yang
menjelaskan hal tersebut. Sebab tidak ada nas dari Nabi Muhammad saw yang
khusus menjelaskan soal-soal Makiyah dan Madaniyah ini. Hal ini di karenakan
para sahabat dan tabi’in pada waktu itu tidak membutuhkan penjelasan soal-soal
tersebut, karena mereka sudah menyaksikan sendiri waktu-waktu turunnya wahyu,
cara-cara turunnya dan materinya serta kasus yang menyebabkan turunnya.[2]
Namun menurut al-Jabari,
untuk megetahui Makki dan Madani dapat ditempuh melalui dua cara.[3] Pertama,
jalur riwayat yang valid yang notabene mengetahui dan menyaksikan situasi dan
kondisi turunnnya wahyu. Selain dari sahabat, riwayat dari tabi’in yang
bersumber dari sahabat juga sudah mencukupi untuk dijadikan sebagai tendensi
dalam mengetahui dan menentukan Makki dan Madani. Kedua, melalui metode qiyas
(penyamaan) seperti menggunaka kaidah-kaidah Makki-Madani.[4]
Dari sini dapat di simpulkan
bahwa mengetahui Makkiyah dan Madaniyah sebuah ayat tidak lepas dari ijtihad
para ulama’. Riwayat yang berasal dari sahabat tidak cukup untuk mengategorikan
semua ayat-ayat Alquran dalam Makkiyah dan Madaniyah.[5]
Setelah para ulama’ meneliti
surat Makkiyah dan Madaniyah, mereka membuat kesimpulan analogis bagi keduanya,
yang dapat menjelaskan ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang
dibicarakan oleh masing-masing ayat yang Makkiyah dan Madaniyah. kemudian,
lahirlah kaidah-kaidah kunci untuk mendapatkan ciri-ciri tersebut.[6]
Penetapan Makkiyah dan cirri khas temanya:
1.
Setiap surat yang didalamnya
mengandung “ayat-ayat sajdah” adalah Makkiyah
2.
Setiap surat yang mengandung lafaz
kalla, adalah Makkiyah, lafaz ini hanya terdapat dalam separo
terakhir dari Alquran dan disebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali dalam lima
belas surat
3.
Setiap surat yang mengandung “Ya
Ayyuhan Nas” dan tidak mengandung “Ya Ayyuha Lazina Amanu” adalah
Makkiyah, kecuai surat al-Hajj yang pada akhir suratnya[7]
terdapat ya Ya Ayyuha al-Ladhina Amanurka’u wasjudu. Namun demikian,
sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah ayat Makkiyah
4.
Setiap surat yang mengandung
kisah para nabi dan umat terdahulu adalah Makkiyah, kecuali surat Al-Baqarah.
5.
Setiap surat yang mengandug
kisah Adam dan iblis adalah Makkiyah kecuali surat al-Baqarah.
6.
Setiap surat yang dibuka
dengan huruf-huruf muqata’ah atau hija’i, seperti Alif Lam Mim,
Alif Lam Ra, Ha Mim dan lain-lainnya adalah Makkiyah, kecuali surat al-Baqarah
dan Ali Imran. Adapun surat al-Ra’ad masih diperselisihkan.[8]
Ini
adalah dari segi karakteristik secara umum. Adapun dari segi ciri tema dan gaya
bahasanya adalah:
1.
Dakwah kepada tauhid dan beribadah
hanya kepada Allah, pembuktian menganai risalah, kebangkitan dan hari
pembalasan, hari kiamat dan kedahsyatannya, neraka dan siksanya, surga dan
nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrikdengan menggunakan bukti-bukti
rasional dan ayat-ayat kauniyah.
2.
Peletakan dasar-dasar umum
bagi perundang-undangan dan akhlak yang mulia yang dijadikan dasar terbentuknya
suatu masyarakat, pengambilan sikap tegas terhadap kriminalitas orang-orang
musyrik yang telah banyak menumpahkan darah, memakan harta anak yatim secara zalim,
penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.
3.
Menyebutkan kisan para nabi
terdahulu sebagai pelajaran, sehingga mengetahui nasib orang sebelum mereka
yang mendustakan rasul, sebagai hiburan bagi Rasulullah sehingga ia tabah dalam
menghadapi gangguan mereka dan yakin akan menang
4.
Kalimatnya singkat padat
disertai kata-kata yang mengenaskan sekali, di telinga terasa menembus dan
terdengar sangat keras, menggetarkan hati, dan maknanya pun menyakinkan dengan
di dukung oleh lafazh-lafazh sumpah, seperti surat-surat yang pendek-pendek,
kecuali sedikit yang tidak.[9]
Penetapan Madaniyah dan ciri Khas temanya
1.
Setiap surat yang berisi
kewajiban atau sanksi hukum
2.
Setiap surat yang didalamnya
disebutkan orang-orang munafik, kecuali surat al-‘Ankabut. Ia adalah Makkiyah.
3.
Setiap surat yang di dalamnya
terdapat dialog degan Ahli Kitab
Ini dari segi karakteristik
secara umum. Adapun dari segi tema dan gaya bahasanya, adalah sebagai berikut:
1.
Menjelaskan masalah ibadah,
muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan
internasional, baik diwaktu damai maupun diwaktu perang, kaidah hukum, dan
masalah perundang-undangan.
2.
Seruan terhadap Ahli Kitab
dari kalanyan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan kepada mereka untuk masuk Islam,
penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan
mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah keterangan-keteranan
datang kepada mereka karena rasa dengki diantara sesama mereka.
3.
Menyingkap perilaku orang munafik,
menganalisasi kejiwaannya, membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa ia berbahaya
bagi agama.
4. Suku kata dan ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan dan syariatnya.[10]
Baca artikel lain yang berkaitan ;
- Resume Kitab Al-Itqan
- Pengertian Makki Dan Madani
- Perbedaan Dan Ciri-ciri Khusus Makki Dan Madani
- Macam-Macam Surat Makkiyah Dan Madaniyah
- Faedah Mengetahui Makki Dan Madani
- Definisi al-Quran
- Perbedaan Antara Al-Quran Dan Hadis
- Proses Pembukuan Dan Pembakuan Al-Quran
- Bukti Keotentikan Al-Quran
DAFTAR
PUSTAKA
Ansari. Ulumul Qur’an.
Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Anwar , Rosihon. Pengantar Ulumul Quran. Bandung:
Pustaka Setia, 2012.
Departemen
Agama. al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: al-Jumanatul ‘Ali, 2004.
Dhahaby
(al), Muhammad Husain. al-Wahyu wa al-Qur’an al-Karim. Kairo: Maktabah
Wahbah, 1985.
Hakim, Muhammad
Baqir. Ulum al-Qur’an. terj. Nasirul Haq, dkk. Jakarta: al-Huda, 2010.
Jalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya:
Dunia Ilmu, 2012.
Qathan
(al), Manna. Mabahis fi ulumul qur’an. terj. Anunur Rafiq El-Mazni. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2013.
Tim
Forum Karya Ilmiyah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren). Al-Qur’an Kita.
Kediri: Lirboyo Press, 2011.
Zarkashy (al), Badr al-Din. al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2006.
[1] Tim Forum
Karya Ilmiyah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren), Al-Qur’an Kita
(Kediri: Lirboyo Press, 2011), 145.
[2] Abdul Jalal, Ulumul
Qur’an, 87.
[3] Badr al-Din
al-Zarkashy, al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyah,2006), 111.
[4] Tim Forum
Karya Ilmiyah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren), Al-Qur’an Kita , 114.
[5] Ibid., 114.
[6] Manna
al-Qathan, Mabahis fi ulumul qur’an, terj. Anunur Rafiq El-Mazni
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2013), 75.
[7] Sebelum
ayatnya yang terkhir, yaitu ayat ke-77
[8] Manna
al-Qathan, Mabahis
fi ulumul qur’an, 76.
[9] Ibid., 75.
[10] Ibid., 76.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar