HOME

14 Maret, 2022

Perbedaan Dan Ciri-ciri Khusus Makki Dan Madani

 

Antara Makkiyah dan Madaniyah memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, banyak sisi yang menjadi perbedaan antara Makkiyah dan Madaniyah, yang semuanya kembali kepada makna, sasaran (obyek) dan keistimewaan sastra yang tercermin dari redaksi dan dan bentuk ayat. Hal lain yang juga dijadikan sebagai acuan perbedaan antara Makkiyah dan Madaniyah adalah fase dakwah Nabi saw yang berbeda-beda, sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu.[1]

Untuk mengetahui tanda-tanda suatu surah atau ayat itu Makiyah atau Madaniyah, tidak ada jalan lain kecuali harus dengan dasar riwayat dari para sahabat Nabi atau para tabi’in yang menjelaskan hal tersebut. Sebab tidak ada nas dari Nabi Muhammad saw yang khusus menjelaskan soal-soal Makiyah dan Madaniyah ini. Hal ini di karenakan para sahabat dan tabi’in pada waktu itu tidak membutuhkan penjelasan soal-soal tersebut, karena mereka sudah menyaksikan sendiri waktu-waktu turunnya wahyu, cara-cara turunnya dan materinya serta kasus yang menyebabkan turunnya.[2]

Namun menurut al-Jabari, untuk megetahui Makki dan Madani dapat ditempuh melalui dua cara.[3] Pertama, jalur riwayat yang valid yang notabene mengetahui dan menyaksikan situasi dan kondisi turunnnya wahyu. Selain dari sahabat, riwayat dari tabi’in yang bersumber dari sahabat juga sudah mencukupi untuk dijadikan sebagai tendensi dalam mengetahui dan menentukan Makki dan Madani. Kedua, melalui metode qiyas (penyamaan) seperti menggunaka kaidah-kaidah Makki-Madani.[4]

Dari sini dapat di simpulkan bahwa mengetahui Makkiyah dan Madaniyah sebuah ayat tidak lepas dari ijtihad para ulama’. Riwayat yang berasal dari sahabat tidak cukup untuk mengategorikan semua ayat-ayat Alquran dalam Makkiyah dan Madaniyah.[5]

Setelah para ulama’ meneliti surat Makkiyah dan Madaniyah, mereka membuat kesimpulan analogis bagi keduanya, yang dapat menjelaskan ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang dibicarakan oleh masing-masing ayat yang Makkiyah dan Madaniyah. kemudian, lahirlah kaidah-kaidah kunci untuk mendapatkan ciri-ciri tersebut.[6]

Penetapan Makkiyah dan cirri khas temanya:

1.           Setiap surat yang didalamnya mengandung “ayat-ayat sajdah” adalah Makkiyah

2.           Setiap surat yang mengandung lafaz kalla, adalah Makkiyah, lafaz ini hanya terdapat dalam separo terakhir dari Alquran dan disebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali dalam lima belas surat

3.           Setiap surat yang mengandung “Ya Ayyuhan Nas” dan tidak mengandung “Ya Ayyuha Lazina Amanu” adalah Makkiyah, kecuai surat al-Hajj yang pada akhir suratnya[7] terdapat ya Ya Ayyuha al-Ladhina Amanurka’u wasjudu. Namun demikian, sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah ayat Makkiyah

4.           Setiap surat yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu adalah Makkiyah, kecuali surat Al-Baqarah.

5.           Setiap surat yang mengandug kisah Adam dan iblis adalah Makkiyah kecuali surat al-Baqarah.

6.           Setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf muqata’ah atau hija’i, seperti Alif Lam Mim, Alif Lam Ra, Ha Mim dan lain-lainnya adalah Makkiyah, kecuali surat al-Baqarah dan Ali Imran. Adapun surat al-Ra’ad masih diperselisihkan.[8]

Ini adalah dari segi karakteristik secara umum. Adapun dari segi ciri tema dan gaya bahasanya adalah:

1.           Dakwah kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian menganai risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kedahsyatannya, neraka dan siksanya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrikdengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyah.

2.           Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak yang mulia yang dijadikan dasar terbentuknya suatu masyarakat, pengambilan sikap tegas terhadap kriminalitas orang-orang musyrik yang telah banyak menumpahkan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.

3.           Menyebutkan kisan para nabi terdahulu sebagai pelajaran, sehingga mengetahui nasib orang sebelum mereka yang mendustakan rasul, sebagai hiburan bagi Rasulullah sehingga ia tabah dalam menghadapi gangguan mereka dan yakin akan menang

4.           Kalimatnya singkat padat disertai kata-kata yang mengenaskan sekali, di telinga terasa menembus dan terdengar sangat keras, menggetarkan hati, dan maknanya pun menyakinkan dengan di dukung oleh lafazh-lafazh sumpah, seperti surat-surat yang pendek-pendek, kecuali sedikit yang tidak.[9]

Penetapan Madaniyah dan ciri Khas temanya

1.           Setiap surat yang berisi kewajiban atau sanksi hukum

2.           Setiap surat yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik, kecuali surat al-‘Ankabut. Ia adalah Makkiyah.

3.             Setiap surat yang di dalamnya terdapat dialog degan Ahli Kitab

Ini dari segi karakteristik secara umum. Adapun dari segi tema dan gaya bahasanya, adalah sebagai berikut:

1.             Menjelaskan masalah ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan internasional, baik diwaktu damai maupun diwaktu perang, kaidah hukum, dan masalah perundang-undangan.

2.             Seruan terhadap Ahli Kitab dari kalanyan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan kepada mereka untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah keterangan-keteranan datang kepada mereka karena rasa dengki diantara sesama mereka.

3.             Menyingkap perilaku orang munafik, menganalisasi kejiwaannya, membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa ia berbahaya bagi agama.

4.             Suku kata dan ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan dan syariatnya.[10]

Baca artikel lain yang berkaitan ;

DAFTAR PUSTAKA

Ansari. Ulumul Qur’an. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Anwar , Rosihon. Pengantar Ulumul Quran. Bandung: Pustaka Setia,  2012.

Departemen Agama. al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: al-Jumanatul ‘Ali, 2004.

Dhahaby (al), Muhammad Husain. al-Wahyu wa al-Qur’an al-Karim. Kairo: Maktabah Wahbah, 1985.

Hakim, Muhammad Baqir. Ulum al-Qur’an. terj. Nasirul Haq,  dkk. Jakarta: al-Huda, 2010.

Jalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu, 2012.

Qathan (al), Manna. Mabahis fi ulumul qur’an. terj. Anunur Rafiq El-Mazni. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013.

Tim Forum Karya Ilmiyah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren). Al-Qur’an Kita. Kediri: Lirboyo Press, 2011.

Zarkashy (al), Badr al-Din. al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2006.


[1] Tim Forum Karya Ilmiyah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren), Al-Qur’an Kita (Kediri: Lirboyo Press, 2011), 145.

[2] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, 87.

[3] Badr al-Din al-Zarkashy, al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah,2006), 111.

[4] Tim Forum Karya Ilmiyah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren), Al-Qur’an Kita , 114.

[5] Ibid., 114.

[6] Manna al-Qathan, Mabahis fi ulumul qur’an, terj. Anunur Rafiq El-Mazni (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2013), 75.

[7] Sebelum ayatnya yang terkhir, yaitu ayat ke-77

[8] Manna al-Qathan, Mabahis fi ulumul qur’an, 76.

[9] Ibid., 75.

[10] Ibid., 76.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...