HOME

30 Maret, 2022

Pembentukan Negara Madinah

 

Setelah Nabi hijrah ke Yathrib, kota tersebut dijadikan pusat jamaah kaum muslimin, dan selanjutnya diubah namanya menjadi kota Madinah. Di kota ini, keadaan Nabi dan umat muslim mengalami perubahan besar, dari kaum yang tertindas menjadi kaum yang mempunyai kedudukan yang baik dan kuat serta mandiri. Nabi sendiri menjadi kepala masyarakat yang baru dibentuk itu, sampai kekuasaanya meliputi seluruh Semenanjung Arabia di akhir hayatnya. Dengan kata lain, otoritas Muhammad di Madinah bukan hanya sebagai Rasul saja tetapi sebagai kepala Negara.

Mengingat kondisi masyarakat Madinah yang menyambut baik dakwah Nabi, maka cara Nabi dakwah pun diarahkan dalam rangka menciptakan dan membina suatu masyarakat Islam, karena jumlah umat Islam sudah banyak. Rasulullah kemudian meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat sebagai berikut:

1.    Membangun Masjid Nabawy.

Selain sebagai sarana shalat, Masjid Nabawy berperan penting sebagai tempat untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, di samping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Masjid Nabawy juga berfungsi sebagai pusat pemerintah Islam.

Masjid itu merupakan sebuah ruangan terbuka yang luas, keempat temboknya dibuat dari batu bata dan tanah. Atapnya sebagian terdiri dari daun kurma dan yang sebagian lagi dibiarkan terbuka, dengan salah satu bagian lagi digunakan tempat kaum fakir miskin yang tidak punya tempat tinggal. Tak ada penerangan dalam masjid itu pada malam hari. Hanya pada waktu shalat isya’ diadakan penerangan dengan mebakar jerami. Yang demikian ini berjalan selama Sembilan tahun. Sesudah itu kemudian baru mempergunakan lampu-lampu yang dipasang pada batang-batang kurma yang dijadikan penopong atap itu. Sebenarnya tempat tinggal nabi sendiri tidak lebih mewah keadaannya dari pada masjid, meskipun memang sudah sepatutnya lebih tertutup.[1]


2.    Mendamaikan suku Aus dah suku Khazraj.

Sebelum Islam datang suku Aus dan Khazraj selalu terjadi perselisihan dan bersitegang bahkan tidak jarang terjadinya pertumpahan darah, hal ini dipicu oleh adanya pihak ketiga, yakni Yahudi. Kedatangan Rasulullah SAW memberikan dampak yang sangat positif pada kedua suku tersebut. Kedua suku tersebut banyak yang memeluk agama Islam, sehingga semuanya telah terikat dalam tali keimanan. Walaupun sama sekali tidak bisa meninggalkan sisi fanatisme kesukuan namun telah tertanam dalam jiwa mereka bahwa semua manusia dalam pandangan Islam sama. Yang membedakan derajat manusia disisi Allah hanyalah ketakwaanya.

 

3.    Ukhuwah Islamiyah.

Sekarang ia bermusyawarah dengan kedua wazirnya itu, Abu Bakar dan Umar. Dengan sendirinya yang menjadi pokok pikirannya yang mula-mula adalah menyusun barisan Muslimin serta mempererat persatuan mereka guna menghilangkan segala bayangan yang akan membangkitkan api permusuhan lama di kalangan mereka sendiri. Untuk mencapai tujuan ini ia mempersaudarakan muslimin masin-masing dua orang, demi Allah. Dia sendiri bersaudara dengan Ali bin Abi T{alib, Hamzah pamannya bersaudara dengan Zaid bekas budaknya, Abu Bakar bersaudara dengan Kharijah bin Zaid, Umar bin al-Khattab dipersaudarakan dengan Itban bin Malik al-Khazraji. Demikian juga setiap orang dari kalangan muhajirin yang sekarang sudah banyak jumlahnya di Yathrib (sesudah mereka yang tadinya masih tinggal di mekah menyusul ke maadinah setelah Rasul hijrah) dipersaudarakan dengan setiap orang dari pihak Ansar, yang oleh Rasulullah lalu dijadikan hukum saudara sedarah senasab. Dengan persaudaraan demikian, persaudaraan muslimin bertambah kukuh adanya.[2]

Nabi berusaha mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Ansar, dengan demikian diharapkan setiap muslimin merasa terikat dalam satu persaudaraan dan kekeluargaan. Dan inilah bentuk baru ikatan persaudaraan, yakni tidak berdasarkan pada ikatan darah melainkan atas dasar agama.


4.    Mendeklarasikan Piagam Madinah.

Umat Islam yang hidup bebas dan merdeka di Madinah di bawah kepemimpinan Rasulullah bukanlah satu-satunya komunitas yang hidup di kota ini. Ada banyak komunitas lain yang terdiri dari Yahudi  dan sisa-sisa suku Arab yang belum mau menerima Islam dan masih memuja berhala.[3] dan Nabi juga mempersatukan antara golongan Yahudi dari Bani Qainuqa’, Bani Nadir dan Bani Quraizah.

Mengingat hal itu, Nabi kemudian menawarkan deklarasi kepada kedua golongan ini guna menciptakan stabilitas keamanan dalam masyarakat Madinah. Deklarasi yang kemudian dikenal dengan nama Piagam Madinah ini didasarkan pada prinsip al-adalat al-insaniyah (keadilan dan kemanusiaan), al-shura, al-wahdah al-islamiyah, dan al-ukhuwah al-islamiyah.

Rasululah menawarkan sebuah perjanjian yang isinya merupakan kesepakatan untuk saling memberikan kebebasan menjalankan agama, memutar kekayaan, tidak boleh saling menyerang, dan memusuhi. Setelah dikukuhkan di kalangan kaum Muslimin, lalu disodorkan kepada kaum yahudi. Berikut ini adalah butir-butir perjanjian tersebut:

1.    Orang-orang yahudi dari bani ‘Auf adalah satu umat dengan kaum mukminin. Orang Yahudi dengan agamanya dan orang-mukmin dengan agamanya sendiri. Termasuk pengikut-pengikut mereka serta diri mereka sendiri. Hal ini juga berlaku bagi kelompok Yahudi di luar bani ‘Auf.

2.    Tanggungan nafkah dibebankan kepada masing-masing. Orang-orang Yahudi menanggung beban nafkahnya, demikian juga orang-orang mukmin.

3.    Mereka harus bersatu memerangi siapa saja yang hendak membatalkan perjanjian ini.

4.    Mereka harus saling menasehati, berbuat kebaikan dan tidak boleh berbuat jahat.

5.    Tidak boleh menyakiti dan berbuat jahat terhadap orang yang sudah terikat dengan perjanjian ini.

6.    Harus menolong orang yang dizalimi

7.    Orang-orang Yahudi harus beriringan bersama kaum mukminin selagi mereka dalam kondisi berperang.

8.    Yasrib menjadi kota suci bagi setiap orang yang terikat dengan perjanjian ini.

9.    Jika ada perselisihan antara orang-orang yang terikat dengan perjanjian ini sehingga khawatir mengarah pada kerusakan, maka harus dikembalikan kepada Allah dan Muhammad Rasul-Nya.

10.    Orang-orang Quraish tidak memperoleh pertolongan dan perlindungan

11.    Mereka harus bersatu melawan pihak yang hendak menyerang Yasrib.

12.    Perjanjian ini tidak boleh dilanggar.[4]

Dengan disepakati perjanjian ini. Kota Madinah dan sekitarnya seakanakan menjadi sebuah negara yang makmur yang menjadi presidennya adalah Rasulullah saw. Jalannya pemerintahan didomonasi oleh peran kaum muslim sehingga dengan begitu kota Madinah menjadi ibu kota bagi Islam.[5]


5.    Meletakkan  Dasar-Dasar Politik , Ekonomi, dan Sosial.

Ketika masyarakat islam terbentuk maka diperlukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat  yang baru tersebut. Oleh  karena itu ayat-ayat Alquran  yang diturunkan saat di Madinah ditujukan kepada pembinaan hukum. Ayat-ayat tersebut dijelaskan oleh Rasulullah,baik lisan maupun tulisan. Sehingga jadilah dua pedoman umat Islam al-Quran dan hadis. Dari dua sumber hukum islam tersebut didapat suatu sistem untuk bidang politik, yaitu sistem musyawarah. Dan untuk bidang ekonomi dititikberatkan pada jaminan keadilan sosial, serta  dalam bidang kemasyarakatan, diletakkan pula dasar-dasar persamaan derajat antara masyarakat atau manusia, dengan penekanan bahwa yang menentukan derajat manusia adalah ketakwaan.

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN


[1] Muhamad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Bogor: Litera Antar Nusa2011), 196.

[2] Ibid., 200.

[3]  Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 26.

[4] Hisam, Abi Muhammad Abd al-Malik ibn. al-Sirah al-Nabawi (Bairut: Dar Ibn Hazm, 2009), 232.

[5] Safi al-Rahman al-Mubarakfuri, al-Rahiq al-Makhtum (Kairo: Dar al-Wafa’, 2010), 181.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...