Secara bahasa al-ra’yu berarti al-i’tiqadu (keyakinan), al-‘aqlu (akal) dan al-tadbiru
(perenungan). Ahli fiqh yang sering berijtihad, biasa disebut sebagai ashab al-ra’yi.
Karena itu Tafsir bi al-Ra’yi disebut juga sebagai tafsir bi al-‘aqly
dan bi al-ijtihady, tafsir atas dasar nalar dan ijtihad.[1]
Sedangkan
menurut terminologi, Tafsir bi al-Ra’yi adalah upaya untuk memahami nas
Alquran atas dasar ijtihad seorang mufassir yang memahmi betul bahasa
Arab dari segala sisinya, mengerti betul lafaz-lafaznya dan dalalahnya, mengerti sya’ir-sya’ir
Arab sebagai dasar pemaknaan, mengetahui asbab nuzul, mengerti nasikh
dan mansukh di dalam Alquran, dan menguasai juga ilmu-ilmu lain yang
dibutuhkan seorang mufassir.[2]
Tafsir bi al-Ra’yi ialah tafsir yang dalam penjelasan maksudnya, seorang mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada ra’yu semata.[3]
Sedangkan Ahmad Zuhdi dalam Studi al-Qur’an mengatakan Tafsir bi al-Ra’yi bisa disebut juga tafsir dirayah, atau tafsir dengan akal, atau berdasarkan pada ijtihad. Tafsir bi al-Ra’yi adalah tafsir yang dalam menafsirkan Alquran hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan yang didasarkan pada ra’yu, disamping berdasar pada dasar-dasar yang sahih, kaidah yang murni dan tepat.[4]
Menurut Ali S{abuni tafsir bi al-ra'yi adalah tafsir menggunakan ijtihad berdasarkan usul al-S{ahihah, dan kaidah yang benar.[5]
Menurut Acep Hermawan Tafsir bi al-Ra’yi adalah tafsir yang menggunakan rasio/akal sebagai sumber penafsirannya.[6]
Dari pengertian diatas nampaknya Manna’ al-Qattan (w. 1420 H) termasuk ulama’ yang tidak menerima Tafsir bi al-Ra’yi. Penjelasan selengkapnya tentang pendapat para ulama’ terhadap Tafsir bi al-Ra’yi akan dipaparkan secara khusus.
Ijtihad dalam menafsirkan Alquran berbeda dengan ijtihad dalam disiplin ushul fiqh.
· Ijtihad dalam usul fiqh: Kesungguhan seorang ahli fiqh (faqih) atau seorang mujtahid untuk mengetahui hukum syara’ berdasarkan dalil-dalilnya yang terinci dalam rangka penetapan hukum (istinbat al-hukm)
· Ijtihad dalam konteks ilmu tafsir (khususnya Tafsir bi al-Ra’yi): Kesungguhan seorang mufassir untuk memahami makna nas Alquran. Mengungkapkan maksud kata-katanya dan makna yang terkandung di dalamnya. Ini adalah ijtihad yang lebih berarti kesungguhan untuk menjelaskan kandungan nas Alquran, baik berupa hukum-hukum syari’at, hikmah-hikmah, nasihat-nasihat, contoh-contoh teladan dan lain sebagainya.[7]
Baca artikel lain yang berkaitan:
- Qisas Al-Tafsir, Dr. Ahmad Shurbashi
- Pengertian Aqsamul Qur’an Dan Bentuk-Bentuknya
- Macam-Macam Qasam
- Faedah Qasam Dalam Al-Quran
- Tinjauan Umum Tentang Tafsir bil Ra’yi
- Pendapat Para Ulama Tentang Tafsir Bil Ra’yi
- Bantahan Ulama Yang Melarang Terhadap Larangan Tafsir bi al-Ra'yi
- Macam-Macam Tafsir Bi Al-Ra’yi Dengan Contohnya
- Syarat-Syarat Menjadi Mufassir
[1] Anshori, Ulumul Qur’an (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2013), 174.
[2] Husein al-Dhahabi, al-tafsir wa al-Mufassirun (Al-Qahirah: Maktabah Wahbah, 2003), 183. Lihat juga: Anshori, Ulumul Qur’an, 174.
[3] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2011), 488.
[4] Acmad Zuhdi, dkk, Studi al-Qur’an (Surabaya: UINSA Press, 2015), 521.
[5] Ali al-S{abuni, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an (Pakistan: Maktabah al-Bushra, 2011), 101.
[6] Acep Hermawan, ‘Ulumul Quran (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), 115.
[7] Anshori, Ulumul Qur’an, 175.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar