HOME

23 Maret, 2022

Tinjauan Umum Tentang Tafsir bil Ra’yi

 

Secara bahasa al-ra’yu berarti al-i’tiqadu  (keyakinan), al-‘aqlu (akal) dan al-tadbiru (perenungan). Ahli fiqh yang sering berijtihad, biasa disebut sebagai ashab al-ra’yi. Karena itu Tafsir bi al-Ra’yi disebut juga sebagai tafsir bi al-‘aqly dan bi al-ijtihady, tafsir atas dasar nalar dan ijtihad.[1]

Sedangkan menurut terminologi, Tafsir bi al-Ra’yi adalah upaya untuk memahami nas Alquran atas dasar ijtihad seorang mufassir yang memahmi betul bahasa Arab dari segala sisinya, mengerti betul lafaz-lafaznya dan dalalahnya, mengerti sya’ir-sya’ir Arab sebagai dasar pemaknaan, mengetahui asbab nuzul, mengerti nasikh dan mansukh di dalam Alquran, dan menguasai juga ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan seorang mufassir.[2]

Tafsir bi al-Ra’yi ialah tafsir yang dalam penjelasan maksudnya, seorang mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada ra’yu semata.[3]

Sedangkan Ahmad Zuhdi dalam Studi al-Qur’an mengatakan Tafsir bi al-Ra’yi bisa disebut juga tafsir dirayah, atau tafsir dengan akal, atau berdasarkan pada ijtihad. Tafsir bi al-Ra’yi adalah tafsir yang dalam menafsirkan Alquran hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan yang didasarkan pada ra’yu, disamping berdasar pada dasar-dasar yang sahih, kaidah yang murni dan tepat.[4]

Menurut Ali S{abuni tafsir bi al-ra'yi adalah tafsir menggunakan ijtihad berdasarkan usul al-S{ahihah, dan kaidah yang benar.[5]

Menurut Acep Hermawan Tafsir bi al-Ra’yi adalah tafsir yang menggunakan rasio/akal sebagai sumber penafsirannya.[6]

Dari pengertian diatas nampaknya Manna’ al-Qattan (w. 1420 H) termasuk ulama’ yang tidak menerima Tafsir bi al-Ra’yi. Penjelasan selengkapnya tentang pendapat para ulama’ terhadap Tafsir bi al-Ra’yi akan dipaparkan secara khusus.

Ijtihad dalam menafsirkan Alquran berbeda dengan ijtihad dalam disiplin ushul fiqh.

    ·     Ijtihad dalam usul fiqh: Kesungguhan seorang ahli fiqh (faqih) atau seorang mujtahid untuk mengetahui hukum syara’ berdasarkan dalil-dalilnya yang terinci dalam rangka penetapan hukum (istinbat al-hukm)

    ·         Ijtihad dalam konteks ilmu tafsir (khususnya Tafsir bi al-Ra’yi): Kesungguhan seorang mufassir untuk memahami makna nas Alquran. Mengungkapkan maksud kata-katanya dan makna yang terkandung di dalamnya. Ini adalah ijtihad yang lebih berarti kesungguhan untuk menjelaskan kandungan nas Alquran, baik berupa hukum-hukum syari’at, hikmah-hikmah, nasihat-nasihat, contoh-contoh teladan dan lain sebagainya.[7]


Baca artikel lain yang berkaitan:


[1] Anshori, Ulumul Qur’an (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2013), 174.

[2] Husein al-Dhahabi, al-tafsir wa al-Mufassirun (Al-Qahirah: Maktabah Wahbah, 2003), 183. Lihat juga: Anshori, Ulumul Qur’an, 174.

[3] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2011), 488.

[4] Acmad Zuhdi, dkk, Studi al-Qur’an (Surabaya: UINSA Press, 2015), 521.

[5] Ali al-S{abuni, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an (Pakistan: Maktabah al-Bushra, 2011), 101.

[6] Acep Hermawan, ‘Ulumul Quran (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), 115.

[7] Anshori, Ulumul Qur’an, 175.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...