1.
Faktor
kemunduran kerajaan Uthmani.[1]
Disebutkan bahwa yang menjadi
pangkal penyebab runtuhnya pemerintahan Uthmani adalah karna semakin jauhnya
pemerintahan Uthmani dari pemberlakuan Shariat Allah, yang menyebebkan
kesempitan dan kesengsaraan Umat, baik dalam aspek agama, sosial, politik dan
ekonomi. Jauhnya para sultan di akhir-akhir pemerintahan Uthmani dari Shariat
Allah sangat berdampak buruk terhadap kehidupan umat islam. Kaum muslimin pada
akhir pemerintahan Uthmani telah tertimpa kebodohan yang sangat, mereka
kehilangan identitas diri dan semangat. Sehingga tidak ada lagi Amar Ma’ruf
Nahi Munkar.[2] Faktor lain
adalah kekalahan mereka dibidang meliter dari negara-negara barat, dan hal lain
yang berkaitan seperti ilmu pemgetahuan, politik, ekonomi dan teknologi. Di
samping faktor internal yang bersumber dari kerajaan ataupun rakyatnya.[3]
Kehancuran kerajaan Uthmani merupan
transisi yang lebih kompleks dari masyarakat
islam-imperial abad 18M. Menjadi negara-negara nasional modern. Rezim uthmani
menguasai wilayah yang sangat luas, meliputi Balkan, Turki, Timur tengah, Arab,
Mesir dan Afrika utara. Pengaruk kerajaan ini sampai ke Asia tengah, Laut merah,
dan Sahara. Meskipun telah memasuki periode desentralisasi pada abad 17M dan
abad 18M. Dan telah menyerahkan sebagian wilayahnya kepada kekuatan politik dan
komersial Eropa yang menjadi pesaingnya, namun kerajaan uthmani masih mampun
mempertahankan legitimasi politiknya dan landasan struktur institusionalnya.
Pada abad ke-19M, secara subtansional uthmani memperbaiki kekuasaan
pemerintahan pusat, mengkonsolidasi kekuasaan atas beberapa propinsi, dan
melancarkan reformasi ekonomi, sosial dan kultural yang dengan kebijakan
tersebut mereka berharap dapat menjadikan rezim uthmani mampu bertahan di dunia
modern.
Meskipun uthmani telah
berjuang untuk mereformasi negara dan masyarakat, namun perlahan kerajaan
kehilangan wilayah kekuasaannya. Beberapa kekuatan Eropa yang lebih dulu telah
mengkonsolidasikan meliter, ekonomi dan kemajuan teknologi mereka sehingga pada
abad ke-19M, bangsa Eropa jauh lebih kuat dibanding rezim Uthmani. Untuk bisa
bertahan Uthmani semata bergantung pada keseimbangan kekuatan-kekuatan Eropa.
Hingga tahun 1876M kekuatan Inggris dan Rusai berimbang dan hal ini yang
menyelamatkan rezim uthmani dari pencaplokan mereka. Namun antara 1878M dan dan
1914M, sebagian besar wilayah Balkan menjadi merdeka, sehingga Rusia, Inggris, Austria-Hungariy
merebut sejumlah wilayah Uthmani. Proses pelepasan wilayah Uthmani hingga ia
menjadi kerajaan yang yang tidak beranggota, memuncak pada akhir perang dunia I.
Lantaran terbentuknya sejumlah negara baru di Turki dan Timur Tengah.[4]
Setelah sultan Sulaiman al-Qanuni
wafat (1566M) kerajaan Turki Uthmani mulai memasuki fase kemundurannya. Akan
tetapi sebagai kerajaan yang besar dan kuat kemundurannya tidak langsung
terlihat. Proses kemunduran kerajaan uthmani terjadi selama dua abad lebih
setelah ditinggal sultan Sulaiman al-Qanuni. Tidak ada tanda-tanda membaik sampai
separuh pertama abad ke-19M, oleh karna
itu satu persatu negeri di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan
diri. Bahkan bukan hanya negeri-negeri di Eropa yang sedang mengalami kemajuan
yang memberontak terhadap kekuasaan kerajaan uthmani, tetapi juga beberapa
daerah di timur tengah mencoba bangkit untuk memberontak. Seperti Mamalik di
bawah kepemimpinan Ali Bey (1770M) sampai datangnya Napoleon Bonaparte dari Prancis
(1798M), Fakr al-Din pemimpi druze di libanon dan siriya, berhasil menguasai Palestina,
hingga menyerah tahun 1635M. Di Persia kerajaan Safawi ketika berjaya beberapa
kali melakukan perlawanan terhadapa kerajaan uthmani dan beberapa kali menang.
Sementara itu di Arabia bangkit kekuatan baru, yaitu aliansi antara pemimpin
agama Muhammad ibn Abdul wahhab yang dikenal denga gerakan wahabiyah dengan
penguasa lokal Ibnu Su’ud, mereka berhasil menguasai beberapa daerah di Jazirah
Arab dan sekitarnya di awal paroh kedua abad ke- 18M. gerakan-gerakan seperti
terus berlanjut dan bahkan menjadi lebih keras pada masa sesudahnya. Yaitu abad ke-19 dan ke-20 M.
Ditambah dengan gerakan pembaharuan politik di pusat pemerintahan, kerajaan
uthmani berakhir dengan berdirinya Republik Turki pada tahun 1924 M.[5] Pada
masa berikutnya, di periode turki uthmani modern, kelemahan kerajaan ini
menyebabkan kekuatan-kekuatan Eropa tanpa segan menjajah dan menduduki daerah
muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan kerajaan uthmani, terutama di
timur tengah dan afrika utara.[6]
Kemajuan eropa dalam
teknologi militer dan industry perang membuat kerajaan uthmani menjadi kecil di
hadapan Eropa, namun nama besar turki uthmani masih membuat Eropa Barat segan
untuk menyerang atau mengalahkan wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan
kerajaan islam ini. Termasuk daerah-daerah yang berada di Eropa Timur. Namun
kekalahan besar kerajaan uthmani dalam menghadapi serangan Eropa di Wina tahun
1683 M, membuka mata Barat bahwa kerajaan uthmani telah mundur jauh sekali. Sejak itulah berulang kali kerajaan uthmani mendapat
serangan-serangan besar dari barat.
Usaha pembaharuan pun
dilakuka, meskipun usaha tersebut bukan saja gagal menahan kemunduran kerajaan Turki
uthmani yang terus merosot, tetapi juga tidak membawa hasil yang dinginkan.
Penyebab kegagalan itu terutama adalah kelemahan raja-raja uthmani karena
wewenagnya sudah jauh menurun. Usaha turki uthmani baru mengalami kemajuan
setelah penghalang pembaharuan utama yaitu tentara Yenissari dibubarkan oleh
sultan Mahmud II (1807-1839) akan tetapi meski banyak mendatangkan kemajuan,
hasil gerakan pembaharuan tetap tidak behasil menghentikan gerak maju barat ke
dunia islam di abad ke 19. Selama abad ke-18 M
barat menyerang ujung garis pertempuran islam di eropa timur, wilatah kekuasaan
kerajaan uthmani. Akhir dari serangan-serangan itu adalah di tanda tanganinya
perjanjian San Stefano (maret 1878 M) dan perjanjian berlin (juni-juli 1878)
antara uthmani dan rusia. Sementara kebanyakan daerah berpenduduk muslim di
timur tengah pada abad berikutnya mulai diduduki bangsa Eropa.
2. Ekspansi Eropa modern ke Timur
tengah.
Kerajaan yang secara umum
diatur untuk menghadapi peperangan ketimbang memakmurkan rakyatnya, dan
membangun kawasan yang tidak terjangkau tangan pemerintah dengan alat
komunikasi yang baik. Serta populasi yang hiterogen diantara kelompok dan ras
yang berbeda berbeda. Dengan garis perpecahan yang terlihat jelas, antara
golongan muslim dan kristen bahkan antara muslim turki dengan muslim arab dan
antara sekte kristen yang satu dengan sekte kristen yang lain. Menjadi lahan
yang subur bagi tumbunya bibit kehancuran yang nantinya akan mengikis
sendi-sendi kerajaan ini.
Tidak lama setelah wafatnya
sulayman, kerajaan mulai terlihat tanda-tanda kemundurannya, sebuah perjalanan
panjang dan berliku. Kegagalan serangan kedua ke wina pada 1683M,[8] dianggap
sebagai tanda awal berakhirnya kejayaan kerajaan Uthmani, ekspansi turki ke
eropa tidak mengalami kemajuan yang berarti, setelah itu, penguasa turki
memilih untuk mempertahankan apa mereka dapatkan ketimbang mencoba mendapatkan
yang lebih banyak. Peranan angkatan bersenjata tidak lagi untuk menyerang,
tetapi lebih banyak bertahan. Kekuatan internal yang semakin lemah betambah
buruk denga munculnya ganguan dari luar ketika pada abad ke-18 prancis,
inggris, austria, dan terakhir rusia meulai melebarkan pengaruh mereka dan
melirik wilayah-wilayah yang dikuasai oleh kerajaan yang mulai lemah ini.
Pada akhir abad 18 M kerajaan
uthmani tidak mampu lagi mempertahankan dirinya menghadapi kekuatan meliter
eropa, juga tidak mampu mengelak dari penetrasi komersial eropa. Rusia merampas
Cremia dan memeperkokoh diri di laut hitam, sementara pihak inggris setelah
membantu menggagalkan invasi napolion Bonaparte
(panglima ekspedisi prancis) terhadap mesir tahun 1798,
menjadi kekuatan meliter dan perdagangan yang tidak tertandingi di laut tengah.
Rusia bermaksud merampas beberapa wilayah uthmani di balkan dan berhasil
menyusup ke laut tengah, inggris ingin menjadikan kerajaan uthmani sebagai benteng
untuk menghadang ekspansi rusia dan melindungi kepentingan politik dan
komersilanya di laut-tengah, timur tengah dan india. Dengan demikian kerajaan
uthmani yang tengah dalam situasi kritis terlindungi oleh keseimbangan kekuatan
eropa, ini merupakan periode perjuangan satu abad untuk memperebutkan “ The
Sick Man” yaitu negeri Turki di Eropa.
Tantangan pertama terhadap
keseimbangan kekuatan ini datang bersama invasi syiria oleh Muhammad Ali pada
tahu 1831 M, seorang gubernur uthmani di Mesir yang independen (1805-1848),
sebagai jawabanya uthmani menyetujui perjanjian Unkiar Skelessi (juli
1833) dimana mereka melepaskan dardanelles dan bosphorus kepda armada perang
asing sebagai imbalan atas bantuan rusia. Inggris cemas akan kemungkinan
terbentuknya protektorat rusia atas wilayah utmani dan kemungkinan antervnsi
rusia di laut-tengah, menegaskan kecondongannya atas integritas kerajaan
uthmani dan penyerahan kembali syiria kepada kekuasaan uthmani. Pada tahu 1840,
rusia , inggris, dan austria mencapai kata sepakat bahwasanya muhammad ali
harus menarik diri dari syiria, dan melaui persetujuan lanjutan tahun 1841,
kekuatan rusia dan inggris mengizinkan muhammad ali malangsungkan rezimnya
secara turun temurun di mesir. Itulah, krisis internal kerajaan uthmani
menimbulkan sebuah pertunjukan kekeuatan eropa untuk turut menangani urusan
uthmani. Kerajaan uthmani menjadi pemerintahan protektorat di eropa dan menjadi
kerajaan gadaian sejumlah kekuatan adikuasa.
Pada tahu 1855M, Rusia
merebut Sebastapol dari uthmani, krisis berikutnya adalah pemberontakan Bosnia dan
Herzegovina pada tahun 1876M, melawan pemerintahan uthmani. Perlawanan kaum
nasionalis terhadap pemerintahan uthmani di balkan dimulai dengan pemebrontakan
serbia tahun 1804M-1813M. Antara tahun 1821M dan 1829M, Yunani meraih
kemerdekaannya. Serbia, Rumania, dan Bulgaria juga menuntut otonomi. Kampanye Balkan
yang menuntut kemerdekaan berakhir pada tahun 1876M. dengan intervensi Rusia.
Melalui perjanjian San Stefano (1877M)
pihak uthmani dipaksa menyerahkan kemerdekaan Bulgaria, Serbia, Rumania, dan Montenegro.
Prestasi rusia yang besar ini telah memancing kekuatan eropa lainnya menyerukan
kongres antar negara Eropa di Berlin tahun 1878.[9]
Di dataran Arab, wilayah Afrika
utara merupakan wilayah yang pertama lepas dari kekuasaan Uthmani.
Wilayah-wilayah itu membentuk satu blok tersendiri. Jarak yang dekat dengan Eropa
selatan, jauh dari pusat islam di Asia barat, lemahnya tradisi islam serta
proporsi keturunan Barbar dan Eropa yang lebih banyak membuat penduduk di
wilayah itu bertindak mandiri untuk kemajuan mereka sendiri.[10]
Penetrasi barat ke pusat dunia islam di timur tengah pertama-tama di lakukan oleh dua bangsa Eropa terkemuka,
inggris dan prancis, yang memang sedang bersaing. Inggris terlebih dahulu
menanamkan pengaruhnya di india. Prancis merasa perlu memuluskan hubungannya
antara inggris di barat dan india di timur. Oleh karena itu pintu masuk ke
india yaitu mesir harus berada di bawah kekuasaannya, untuk tujuan itu mesir
pun dapat ditaklukkan prancis pada tahun 1798M.[11]persaingan
antara inggris dan prancis di timur tengah memang sudah lama dan terus
berlangsung, persaingan ini terlihat dari penaklukan wilayah islam di timur
tengah dan afrika yang luas itu sebagai berikut;
Tahun |
penaklukan |
1820 |
Oman dab Qatar berada di bawah protektorat inggris |
1839 |
Penaklukan aljazair oleh prancis |
1839 |
Aden dikuasai inggris |
1881-1883 |
Tunisia diserbu prancis |
1882 |
Mesir diduduki inggris |
1898 |
Sudan ditaklukkan inggris |
1900 |
Chad diserbu prancis |
Abad ke-20 |
Italia dan spanyol ikut bersama inggris dan perancis
memperebutkan wilayah-wilayah di afrika. |
1906 |
Kesultanan muslim di Nigeria utara menjadi
protektorat inggris |
1912-1913 |
Kesultanan Tripoli dan Cyrenaica diserbu italia |
1912 |
Maroko diserbu prancis dan spanyol |
1912-1915 |
Maroko melawan spanyol |
1914 |
Kuwait di bawah protektorat inggris |
1919-1926 |
Maroko berjuang melawan prancis |
1919-1920 |
Maroko berjuang melawan spanyol |
1919-1921 |
Sisilia wilayah turki diduduki prancis |
1920 |
Irak menjadi protektorat inggris |
1920 |
Syiria dan libanon di bawah mandate prancis |
1925-1927 |
Pemberontakan druze melawan prancis di syiria |
1926-1927 |
Perebutan seluruh Somalia oleh italia |
Sementra itu rusia
mengrogoti wilayah-wilayah muslim di asia tengah, terutama terutama setelah
berhasil mengalahkan turki uthmani yang berakhir dengan perjanjian san Stefano
dan perjanjian berlin. Satu persatu wilayah pula negeri-negeri muslim jatuh ke
tangan rusia, seperti daftar berikut;
tahun |
Penaklukan |
1834-1859 |
Pencaplokan kaukasia
oleh rusia |
1837-1847 |
Perlawanan di asia
tengah terhadap rusia |
1853-1865 |
Serbuan pertama rusia
ke khoakan dan jatuhnya Tashkent |
1866-1872 |
Daerah-daerah sekitar
Samarkand dan Bukhara ditaklukkan rusia |
1873-1887 |
Usbekistan ditaklukkan
rusia |
1941-1946 |
Pendudukan
anglo-rusia di iran |
Aljazair
merupakan negara Arab pertama
yang memisahkan dari kerajaan uthmani pada tahu 1830M. Pada tahun 1942M laval
menuntut keluarnya dekrit 1848M yang menyatakan bahwa Aljazair merupakan
perpanjangan wilayah Prancis.[12]
Ekspansi Prancis ke bagian timur juga memberi hasil pada 1881M dengan
didudukinya Tunisia. Meskipun statusnya lebih sebagai negara protektoriat,
keseluruhan wilayah Tunisia menjadi milik Prancis kecuali namanya. Di Tunisia sebagaimana
di Aljazair, Ribuan penduduk Prancis menetap di negara itu, dan situasi orang Tunisia
semakin rumit dengan banyaknya bermunculan koloni-koloni Italia.[13]
Pada tahu 1901M, Prancis memulai
upaya penaklukan maroko yang pernah menjadi pusat dua kerajaan besar arab-barbar,
tetapi tidak pernah menjadi bagian dari kerajaan uthmani. Wilayah ini
sepenuhnya dikuasai prancis sejak 1907 hingga 1912.[14]
Antara tahun 1887M dan 1908M pecahnya
kerajaan uthmani tertunda oleh persaingan sejumlah kekuatan Eropa. Tahun 1908M
terjadilah krisis politik internal ditubuh uthmani yang mengganggu perimbangan
kekuatan. Dengan memanfaatkan pergolakan tersebut Austria mencaplok Boznia dan Herzegovina,
pencaplokan ini ditentang oleh Rusia dan Serbia, namun Austria mendapat dukungan
dari Jerman, sehingga Rusia dan Serbia dipaksa mundur. Krisis tersebut membuka
kembali persaingan sengit antara Rusia dan Austria sehingga memancing
negara-negara Balkan membentuk persekutuan mereka sendiri. Pada tahun 1912M,
antara Serbia dan Bulgaria, kemudian antara Yunani dan Bulgaria yang akhirnya antara
Bulgaria dan Montenegro, untuk menahan gerak Austria. Namun dengan maksud
terpendam menyerang kerajaan uthmani. Pada tahun 1912M, tentara gabungan Balkan
mengalahkan uthmani dan merebut seluruh wilayah uthmani, tidak ada yang tersisa
di Eropa kecuali sebidang wilayah di Istambul. Kemudian pada tahun 1913M,
negara-negara Balkan terlibat peperangan antara mereka yang memperubutkan
pembagian wilayah, ini memeberi kesempatan bagi uthmani untuk merebut kembali
sebagian dari wilayahnya di Thrace. Persaingan ini berlangsung setahun yang
menimbulkan peperangan Eropa yang bersifat umum.
Perang dunia I menyempurnakan
kesendirian uthmani. Pada bulan desember 1914M uthmani melibatkan diri dalam perang
dunia I dengan bergabung pada kubu Jerman dan Austria. Lantaran bantuan ekonomi
dan meliter, kecemasan uthmani tradisional terhadap Rusia, dan mungkin juga
kerena keinginan untuk mengembalikan sejumlah propinsi yang terlepas telah
mendorong uthmani untuk menyatukan beberapa kekuatan pusat. sebagai responnya, Inggris, Perancis,
Rusia, dan Italia sepakat untuk membagi-bagi beberapa propinsi uthmani. Melalui
perjanjian Sykes-Picot (1916M).[15]
Pada tahun 1918M sekutu Eropa berhasil mengalahkan Jerman, Austria dan uthmani, Inggris menundukkan Palestina, Syiria, dan Iraq. Sementara negara-negara sekutu merebut Istanbul dan sekitarnya. Ingrris dan Prancis sepakat membagi timur tengah menjadi sejumlah negara baru, yang mana Libanon dan Syiria menjadi wilayah pengaruh Perancis, sedang Palestina, Yordan dan Iraq menjadi wilayah pengaruh Inggris. Italia kebagian Barat-daya Anatolia. Yunani dibiarkan menduduki Thrace, Izmir dan kepulauan Aegean.[16]Armenia menjadi negara merdeka, sedang Kurdisan menjadi propinsi yang Otonom. Istambul dan sekitarnya jatuh ke dalam pendudukan bersama sekutu. Demikian antara tahun 1912M dan 1920M uthmani telah kehilangan seluruh wilayah kerajaannya di Balkan. Beberapa negara baru terbentuk di Libanon, Syiria, Palestina, Transjordan dan di Iraq. Di bawah protektorasi Inggris, Mesir merupakan wilayah kekuasaan uthmani yang bena-benar independen. Proses politik pelepasan wilayah kerajaan uthmani yang berlangsung selama lebih dari dua abad berakhir dengan pembentukan sistem baru negara-negara Nasional.[17]
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN
- Letak Geografi Arab Pra-Islam
- Perjuangan Dakwah Nabi Muhammad
- Pembentukan Negara Madinah
- Khulafaur Rasyidin
- Renaisans Di Eropa
- Kedatangan Barat Di Berbagai Dunia Islam
- Kemunduran Kerajaan Utsmani Dan Ekspansi Barat Ke Timur Tengah
- Bangkitnya Nasionalisme Di Dunia Islam Untuk Kemerdekaan Negaranya
- Kemerdekaan Negara-Negara Islam Dari Penjajahan
- Teori Datangnya Islam Ke Indonesia
- Saluran Dan Cara Islamisasi Di Indonesia
[1] Sulasman, Sejarah Islam di Asia &
Eropa
(Bandung: Pustaka setia, 2013),193
[2] Ali Muhammad as-Shalabi.
Bangkit
Dan Runtuhya Khilafah Utmaniyah (Jakarta: Pustaka al-Kauthar, 2014). 614
[3] Ading kusniadi, Sejarah & Kebudayaan
Islam
(Bandung: Pustaka setia, 2013).
147
[4] Ira.M, Sejarah Sosial Umat Islam. Terj, Ghufron A. Mas’adi(Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 1999).
65
[5] Badri yatim, sejarah
peradapan islam, 166.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007)
[6] Ibid., 169
[7] Badri
yatim, Sejarah
Peradaban Islam
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007), 178-181
[8] Serangan ke wina ke
satu terjadi pada masa kekuasaan sulayman I (1520M-1566M). Yaitu dalam
penaklukan wilayah Hungaria. Lihat Philip k. Hitti, history of the Arab, 910
[9] Ira, M. Sejarah Sosial Umat Islam. Terj,
Ghufron A. Mas’adi (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1999), 69
[10] Philip k. Hitti, History Of The Arabs (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2008),
914
[11] Badri
yatim. Sejarah
Peradaban Islam
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007), 181
[12] Philip k. Hitti, History Of The Arabs (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2008),
915
[13] Ibid., 916
[14] Ibid., 916
[15] Ira. M, Sejarah Sosial Umat Islam. Terj, Ghufron A.
Mas’adi(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1999), 71
[16] Ibid., 71
[17] Ibid., 72
Tidak ada komentar:
Posting Komentar