A. Nama dan Pengertian Khawarij
Ada beberapa sebutan
atau nama Khawarij, di antaranya:[1]
1.
Muhakkamah,
disebut Muhakkamah karena mereka selalu membawa jargon La Hukma illa
lillah, tidak ada hukum yang bisa diterapkan selain hukum Allah.[2]
2.
Al-Haruriyah,
dinamakan al-Haruriyah sebab dinisbatkan ke daerah Harura, sebuah daerah
di dekat Kufah. Khawarij muncul pertama kali dari daerah ini.
3.
Al-Shurat,
yang berarti menjual. Menurut
mereka, mereka menjual diri mereka untuk menggapai rida Allah SWT.
Namun nama yang paling
tenar untuk kelompok ini adalah Khawarij yang tercetak dari kata Kharij
atau Kharijiyah yang berarti orang atau golongan yang keluar. Secara
isilah mereka adalah kelompok keluar dari barisan ‘Ali dan Mu’awiyah.[3]
Al-Shahrastani
mengatakan setiap orang yang keluar dari pemerintahan yang benar, legal dan
disetujui oleh mayoritas masyarakat disebut Kharijiyan.[4]
‘Ali
Muhammad Al-Salabi mendefinisian Khawarij sebagai kelompok yang memberontak
terhadap ‘Ali bin Abi Talib setelah ia mengambil kebijakan Al-Tahkim
dalam perang siffin.[5]
Kelompok Khawarij muncul bersamaan
dengan kelompok Syiah, pada awalnya pengikut kedua kelompok ini adalah pengikut
‘Ali. Namun pemikiran
kelompok Khawarij lebih dahulu muncul dari pada Syiah. Khawarij muncul pertama kali
saat memuncaknya peperangan antara pasukan ‘Ali dan Mu’awiyah, saat mereka
berdua merencanakan untuk Tahkim atau Arbitrase dengan mengirim
‘Amr bin Ash dari pihak Mu’awiyah dan Abu Musa al-Ash’ari dari pihak ‘Ali.
Upaya Tahkim akhirnya memutuskan menurunkan ‘Ali dari jabatan khalifah
dan mengukuhkan Mu’awiyah sebagai khalifah yang baru. Anehnya, kelompok yang
pada mulanya memaksa ‘Ali untuk menerima tahkim dan menunjuk Abu Musa justru
menilai bahwa tahkim adalah sebuah dosa dan mereka menuntut ‘Ali untuk
bertaubat. Semboyan yang selalu mereka koarkan adalah tidak ada hukum yang
pantas untuk diterapkan selain hukum Allah.[6]
Sebenarnya cikal-bakal pemikiran
Khawarij sudah ada pada masa Rasulullah SAW seperti yang tertera pada sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri, ia bercerita:[7]
‘Ali
bin Abi Thalib menyerahkan emas dari Yaman kepada Rasulullah SAW di dalam
kantong kulit yang disamak dengan daun Qarazh, yang tidak dapat diperoleh dari
tanahnya.
Kemudian Rasulullah SAW membagi-baginya
kepada empat orang, yaitu ‘Uyainah bin Hisn, al-Aqra bin Habis, Zaid al-Khail,
dan yang keempat antara ‘Alqamah bin Alatsah atau ‘Amir bin Thufail. Melihat
ini, salah seorang yang hadir melakukan protes dengan berkata, “Kami lebih
berhak atas emas itu dari mereka.”
Selanjutnya protes ini disampaikan
kepada Rasulullah SAW. Beliau pun bersabda, “Tidakkah kalian mempercayaiku
padahal aku adalah orang kepercayaan penduduk langit yang menyampaikan kabar
langit kepadaku pagi dan petang?”
Lantas seorang lelaki bermata cekung,
berpipi merah, berkening tinggi, berjenggot tebal, berkepala plontos, dan
berkain sarung terlipat berkata, “Wahai Rasulullah, bertakwalah pada Allah!”
Rasulullah SAW pun bersabda, “Celakalah engkau, bukankah aku penduduk bumi
yang paling pantas untuk bertakwa pada Allah?”
Lalu lelaki itu pergi. Khalid bin Walid
angkat bicara, “Wahai Rasulullah, bolehkah aku memenggal lehernya?” Rasulullah
SAW menjawab, “Jangan, barang kali ia masih shalat.” Khalid pun menukas, “Betapa banyaknya orang
shalat yang mengucapkan dengan mulutnya apa yang tidak ada dalam hatinya.”
Rasulullah SAW bersabda, “Aku tidak diperintahkan untuk mengorek isi hati
manusia ataupun membelah dada mereka.”
Beliau memandangi lelaki yang sedang
pergi itu, dan bersabda, “Dari sumber lelaki itu akan keluar sekelompok
orang yang membaca Kitabullah dengan kering; tidak sampai melewati tenggorokan
mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah menembus keluar dari
tubuh binatang yang dipanah.”
Aku yakin beliau bersabda, “Kalaulah
aku mendapati mereka (selagi aku masih hidup), niscaya kutumpas mereka seperti
tumpasnya kaum Tsamud.”
Demikianlah sejarah singkat cikal-bakal dan munculnya kelompok Khawarij dalam sejarah Islam.
C. Karakteristik Utama Khawarij
‘Ali Muhammad al-Salabi
dalam Khawarij dan Syiah dalam Timbangan Ahlu Sunnah wal Jama’ah
menyebutkan terdapat beberapa karakteristik utama kelompok Khawarij yang
menonjol, berikut beberapa ciri tersebut:[8]
1.
Berlebih-lebihan
dalam Beragama
Ciri pertama dan paling
utama yang sangat melekat pada kelompok Khawarij adalah berlebih-lebihan dalam
beragama. Mereka berusaha semaksimal mungkin untuk menerapkan seluruh ajaran
Islam. Mereka berpuasa, mendirikan salat, membaca Alquran, namun mereka
melampaui batas normal sampai ke tingkatan berlebihan dan ekstrim. Sikap
ekstrim inilah yang membuat mereka justru melanggar agama; misalnya
mengkafirkan pelaku dosa besar, bahkan sebagian mereka ada yang mengkafirkan
pelaku dosa kecil dan menganggapnya kafir dan kelak bertempat kekal di neraka.
Sikap yang berlebihan
ini, menurut penulis, akan menganggap diri mereka suci dan bersih dari dosa dan
kesalahan. Juga akan menggiring mereka bersifat sombong karena hanya merekalah
yang beribadah dengan tekun, puasa mereka tidak ada yang menandingi, salat
mereka tak ada yang menyaingi dan tak ada seorang pun yang mampu mengalahkan
bacaan Alquran mereka.
Khawarij sangatlah
bangga dengan ciri-ciri simbolik, Ibnu ‘Abbas menuturkan, “Aku menemui
sekelompok orang yang belum pernah aku lihat ada yang lebih keras
kesungguhannya daripada mereka; dahi mereka terluka (berwarna hitam) akibat
banyak sujud; tangan mereka bagaikan lutut onta (kulitnya tebal); kemeja mereka
selalu dicuci dan muka mereka pucat karena selalu begadang.”
Selain dahi yang
menghitam, ciri-ciri lain yang sering penulis temukan, yaitu jenggot yang lebat
dan terkesan kurang rapi, terlepas perbedaan hukum menumbuhkan jenggot di
kalangan para ulama, menurut penulis Islam adalah agama yang rapi, bersih, dan
enak dipandang.
Salah satu tanda yang paling
menonjol juga dari kelompok Khawarij adalah mereka bodoh dan tak tahu apa-apa
soal agama. Pemahaman mereka sangat buruk, mereka kurang merenung serta
memikirkan dan tidak menggunakan teks-teks Alquran dan hadis sesuai dengan yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para Sahabat.
‘Abdullah bin ‘Umar
berkata, “Mereka mengemukakan ayat-ayat yang sejatinya diturunkan untuk
orang-orang kafir, mereka tujukan untuk orang-orang mukmin.” Bahkan setiap
ditanya perihal Khawarij, Ibnu ‘Umar selalu menjawab, “Mereka mengkafirkan
orang-orang mukmin dan menghalalkan darah dan harta benda mereka.”
Ibnu Taimiyah juga
mengomentari salah satu ciri Khawarij ini, “Mereka adalah orang-orang bodoh
yang memisahkan diri dari al-Sunnah dan jamaah karena kebodohan mereka.”
3.
Mengkafirkan
Pelaku Dosa dan Menghalalkan Darahnya
Kelompok Khawarij
memiliki kerangka berpikir sendiri dalam beragama yang memisahkan mereka dengan
umat Islam yang lainnya. Bahkan mereka meyakini kerangka berpikir mereka adalah
satu-satunya yang sesuai dengan kehendak Allah dan siapapun yang tidak sesuai
kerangka berpikir mereka dinyatakan keluar dari Islam.
Salah satu kerangka
berpikir mereka adalah mengkafirkan pelaku dosa dan menghalalkan darah serta
hartanya. Hal ini dikuatkan dengan penyataan Ibnu Taimiyah, bahwa kelompok
Khawarij senang mengkafirkan pelaku dosa besar dan kecil. Konsekuensinya,
mereka menghalalkan darah dan harta mereka.”
4.
Meremehkan
dan Mengklaim Orang Lain Sesat
Salah satu ciri
kelompok Khawarij ialah menganggap remeh orang lain dan mengklaim tindakan
orang lain sesat dan hanya kelompok mereka yang benar. Mereka dengan lantang
menentang ‘Ali bin Abi Talib, sahabat Nabi yang terkenal dengan keluasan
ilmunya. Mereka tak ragu memisahkan diri dari ‘Ali bin Abi Talib dan menuduhnya
dengan tidak menjalankan syariat Islam.
Dengan terlalu
kerasnya mereka dalam beragama ini, akhirnya mereka dengan mudahnya mengklaim sesat kepada orang lain. Bahkan
dialog Dhu
al-Khuwaisir dengan Rasulullah SAW menjadi
cikal-bakal ciri menonjol kelompok Khawarij. Dhul Khuwaisir
dengan tak tahu malunya mengatakan, “Berbuat adillah, wahai Muhammad!”
5.
Keras
terhadap Kaum Muslimin
Berperangai keras, beringas dan kaku adalah salah satu krakteristik kelompok Khawarij. Mereka tidak segan meneror dan membunuh kaum muslimin. Khawarij justru memperlakukan orang-orang kafir dengan lembut dan simpatik.
Baca artikel tentang Hadis lainya :
- Aliran Khawarij, Sejarah Kemunculan, & Karakteristiknya
- Aliran Syi'ah & Sejarah Kemunculanya
- Hadis Palsu Atau Hadist Maudu’ Serta Faktor Kemunculanya
- Kaedah Melacak Hadis Palsu
- Peran Ulama Menyelamatkan Hadis Dari Pemalsuan
- Hukum Hadis Palsu Dan Daftar Buku Hadis Palsu
- Metode Dan Contoh Penyelesaian Mukhtalif Al-Hadith
- Mukhtalif Hadis
- Imam Al-Daruquthni
- Sunan Al-Daruqutni
- Imam Abu Dawud
- Kitab Sunan Abu Dawud
- Jarh wa ta‘dil
- Lafaz Jarh Wa Ta‘dil Serta Tingkatannya
- Beberapa Hal Yang Perlu Diketahui Dan Tertolak Dalam Jarh wa ta‘dil
- Metode Dalam Tarjih Dan Ta‘dil Perawi
- Pertentangan Dalam Jarh Wa Ta‘dil
- Kitab-Kitab Jarh Wa Ta'dil
[1]‘Ali Jaffal, Al-Khawarij Tarikhuhum wa Adabuhum, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1990), 20.
[2] ‘Amir al-Najjar dalam ‘Aliran Khawarij dan A. Shalabi dalam Sejarah dan Kebudayaan Islam 2 menyebut al-Muhakkimah bukan al-Muhakkamah. Lihat ‘Amir al-Najjar, ‘Aliran Khawarij, terj. Solihin Rasjidi dn Afif Muhammad, (Jakarta: Lentera, 1993), 52. Lihat juga A. Shalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, terj. Muhktar Yahya dan Sanusi Latief, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995), 309.
[3]‘Ali Jaffal, Al-Khawarij Tarikhuhum wa Adabuhum..., 20.
[4] Ibid, 21.
[5]‘Ali Muhammad al-Salabi, Khawarij dan Shiah dalam Timbangan Ahlu Sunnah wal Jama’ah, terj. Masturi Irham dan M’Alir Supar, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), 13.
[6] Muhammad Abu Zahrah, ‘Aliran Politik dan Akidah dalam Islam, terj. Abdurrahman Dahlan dan Ahmad Qarib. (Jakarta: Logos Publishing, 1996), 63-64.
[7]‘Ali Muhammad Al-Salabi, Khawarij dan Shiah dalam Timbangan Ahlu Sunnah wal Jama’ah...,14-15.
[8]‘Ali Muhammad As-Salabi, Khawarij dan Shiah dalam Timbangan Ahlu Sunnah wal Jama’ah, terj. Masturi Irham dan M’Alir Supar, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), 61-70.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar