Untuk bisa
mengidentifikasi sebuah hadis, para ulama merancang kaedah-kaedah yang bisa
diterapkan, apakah sebuah hadis itu asli atau palsu, apakah hadis itu sahih,
hasan, atau dloif. Selain itu, para ulama juga melakukan upaya-upaya
untuk lebih ketat dalam menyeleksi hadis. Berikut di antara upaya-upaya
tersebut yang ditulis oleh Muhammad Mahmud Ahmad Bakkar dalam Bulughu al-Amal min
Mustalahi al-Hadith wa al-Rijal[1]:
Pada masa Rasulullah
SAW dan kedua khalifah pertama
dan kedua, tidak ada pemalsuan hadis atau kebohongan yang disandarkan kepada
Rasululallah SAW. Setelah masa itu terjadilah fitnah dan pemalsuan-pemalsuan
hadis yang dilakukan sebagian kaum muslimin.
Penyataan Muhammad bin
Sirin yang sangat terkenal adalah:
لَمْ
يَكُوْنُوْا يَسْأَلُوْنَ عَنِ اْلإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوْا:
سَمُّوْا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيَنْظُرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ
وَيَنْظُرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلاَ يُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ.
“Dulu
kaum muslimin tidak pernah menanyakan sanad, namun
saat terjadi fitnah, mereka berkata: Sebutkanlah sanad-sanad
kalian. Jika sanad itu dari ahlu sunnah, maka diterima. Namun jika dari ahli
bidah, maka hadis tersebut ditolak.”
Hisham
bin ‘Urwah berkata,
إِذَا حَدَّثَكَ رَجُلٌ بِحَدِيْثٍ فَقُلْ عَمَّنْ هَذَا
“Jika kau seseorang
meriwayatkan hadis kepadamu, maka tanyalah dari siapa hadis itu.”
Auza’i
berkata,
مَا ذِهَابُ الْعِلْمِ إِلَّا ذِهَابَ
اْلإِسْنَادِ
“Ilmu tidak
akan hilang kecu’ali dengan
hilangnya sanad.”
Ibnu
Al-Mubarak mengatakan,
اَلْإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ وَلَوْلاَ
اْلإِسْنَادِ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ
“Sanad adalah sebagian dari
agama, tanpa sanad maka orang-orang akan berkata semaunya.”
2.
Merantau
Mencari Hadis dan Menerapkan Validitas Hadis
Sudah menjadi sebuah
tradisi, para ulama merantau dari daerah ke daerah, dari negeri ke negeri untuk
mencari hadis atau meneliti sebuah hadis. Praktek validasi seperti ini menjadi
sebuah keharusan yang selalu dilakukan oleh para ahli hadis.
Dalam ilmu hadis juga
terdapat proses kritik sanad dan matan. Pada proses itu, sebuah matan atau para
sanad hadis diteliti satu demi satu apakah memenuhi kriteria hadis itu diterima
atau tidak.
Para ulama juga membuat kaedah-kaedah untuk mengklasifikasikan hadis-hadis Nabi. Apakah hadis itu sahih, hasan, atau da’if? Para ulama juga merancang kaedah khusus untuk bisa membedakan antara hadis asli dan hadis palsu.
Baca artikel tentang Hadis lainya :
- Aliran Khawarij, Sejarah Kemunculan, & Karakteristiknya
- Aliran Syi'ah & Sejarah Kemunculanya
- Hadis Palsu Atau Hadist Maudu’ Serta Faktor Kemunculanya
- Kaedah Melacak Hadis Palsu
- Peran Ulama Menyelamatkan Hadis Dari Pemalsuan
- Hukum Hadis Palsu Dan Daftar Buku Hadis Palsu
- Metode Dan Contoh Penyelesaian Mukhtalif Al-Hadith
- Mukhtalif Hadis
- Imam Al-Daruquthni
- Sunan Al-Daruqutni
- Imam Abu Dawud
- Kitab Sunan Abu Dawud
- Jarh wa ta‘dil
- Lafaz Jarh Wa Ta‘dil Serta Tingkatannya
- Beberapa Hal Yang Perlu Diketahui Dan Tertolak Dalam Jarh wa ta‘dil
- Metode Dalam Tarjih Dan Ta‘dil Perawi
- Pertentangan Dalam Jarh Wa Ta‘dil
- Kitab-Kitab Jarh Wa Ta'dil
[1]Muhammad Mahmud Ahmad Bakkar, Bulughu al-Amal min Mustalahi al-Hadis wa al-Rijal...., 297-299.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar