a)
Imam al-Bukhari
Nama lengkapnya adalah
Abu’abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah
Al-Bukhari. Ia dilahirkan pada bulan Syawal 194 H di negeri Bukhara, Uzbekistan, Asia
Tengah sehingga lebih di kenal dengan nama Al-Bukhari[1]
Sejak kecil ia telah
menunjukkan kecerdasanya, ia hafal Al-Qur’an pada masa kanak-kanak, kemudian
menghafalkan hadis dari gurunya di Bukhara.[2]
Imam Bukhari adalah salah
satu tokoh yang memilki hafalan dan keteguhan ingatan yang sangat kuat.
Sumber-sumber yang menyebutkan biografi beliau semuanya menyebutkan hal ini.
Oleh karena itu, kita tidak perlu merasa heran bahwa majlis Imam Bukhari di
baghdad dihadiri tidak kurang dari sepuluh ribu orang.
Pada ahir hayat beliau
Imam bukhari keluar menuju Khartank suatu tempat berjarak dua farsakh dari Samarkand. Di sanalah beliau wafat pada tanggal 30
Ramadhan 256 H.[3]
Imam Bukhari meninggalkan
sekitar dua puluh karya dalam bidang hadis, ilmu-ilmunya
dan tokoh-tokohnya serta ilmu ke-Islaman lainya. Yang terpopuler adalah al-Jami’ al-Sahih, yang
lebih di kenal dengan sebutan Sahih Bukhari.
Sahih Bukhari di anggap sebagai karya pertama yang memuat hadis
sahih saja. Imam Bukhari menghimpun 9082 buah hadis di dalamnya
–dengan pengulangan di dalam nya- yang beliau pilih dari enam ratus ribu hadis.
Dengan segenap upaya dan dalam waktu yang lama, kurang lebih
enam belas tahun, beliau menyusun karya itu sampai muncul seperti yang kita
lihat sekarang. Beliau tidak meletakkan satu hadis pun kecuali shalat
dua rakaat terlebih dahulu. Dalam hal ini beliau mengatakan : “Aku jadikan ia
sebagai hujjah antara diriku dengan Allah SWT”.
Kitab Bukhari itu telah didengar
oleh kurang lebih sembilan puluh ribu orang pada masanya.[4]
1)
Syarat Imam Bukhari dalam kitab Sahihnya
Al-Bukhari berkata :
“Dahulu kami pernah berada di samping Ishaq bin Rahawaih, Ia berkata “Alangkah
baiknya jka engkau himpun suatu kitab khusus untuk Sunnah Nabi, yang Sahih”
. Kemudian al-Bukhari berkata “Pesan itu begitu membekas dalam hatiku, maka
mulailah aku melangkah menyusun al-Jami’ al-Sahih[5].
Imam Bukhari tidak
menyebutkan secara tegas syarat yang beliau terapkan dalam mentakhrij hadis-hadis
dalam kitabnya itu. Akan tetapi ulama’ menggalinya dari metode yang beliau
tempuh. Orang yang meneliti dengan cermat akan memukan, bahwa beliau memilih
perawi-perawi yang telah terkenal ‘adil dabit dan teguh. Tak
seorang alim pun tak mengetahui hal ini, yakni metode spesifik yang
beliau tempuh dalam kitab itu yang mengindikasikan kekuatan hafalan, keluasan
ilmu dan kemampuan istinbat beliau.
Dalam penyusunan kitab sahih nya Imam bukhari tidak merasa cukup dengan
kesejamanan (mu’asarah) perawi dengan gurunya, tetapi mengharuskan
adanya pertemuanantara keduanya, meski hanya sekali. Dari sinilah, Ulama
mengatakan Imam Bukhari memiliki dua syarat, yaitu syarat mu’asyarah (Kesejamanan)
dan syarat liqa’ (bertemunya perawi dengan gurunya)[6]
Berdasarkan kriteria
kriteria itulah para Imam, yang klasik maupun modern, menilai bahwa kitab
bukhari merupakan kitab hadis yang paling sahih. Bahkan merupakan
kitab paling sahih setelah al-Qur’an. Para Ahli sepakat bahwa hadis muttasil
yang marfu’ berstatus sahih dan di terima oleh umat.[7]
b)
Imam Muslim
Nama lengkapnya adalah
Al-Imam Abu Husain Muslim Al-Hajjaj
Al-Qusyairi al-Naisaburi. ia di lahirkan pada tahun 204 hijriah dan meninggal
dunia pada sore hari Ahad bulan Rajab tahun 261 Hijriah dan di makamkan di
Naisaburi. Ia juga sudah belajar hadis sejak kecil seperti Imam Bukhari
dan pernah mendengar dari guru-guru Al-Bukhari dan ulama lain selain mereka. Ia
juga telah menyusun beberapa karangan yang bermutu dan bermanfaat, yang paling
bermanfaat adalah kitab sahih nya yang di kenal dengan Sahih Muslim.[8]
Para tokoh ilmu memujinya.
Abu Zur’ah dan Abu Hatim mendahulukanya di atas para imam semasanya[9].
Imam muslim menyusun kitab
nya itu dari tiga ratus ribu hadis yang di dengarnya langsung. Untuk
menyeleksinya, beliau menghabiskan waktu sekitar lima belas tahun. Dalam hal
ini Imam Muslim mengatakan “Aku tidak meletakkan suatu hadis pun dalam
kitabku ini kecuali dengan Hujjah, dan aku tidak menggugurkan suatu hadispun
dari kitabku ini kecuali dengan hujjah pula”.
Di tempat lain beliau mengatakan “Tidaklah semua hadis sahih
yang ada pada ku aku letakkan letakkan dalam kitab ku ini. Aku hanya meletakkan
yang di sepakati kesahihanya oleh ulama”. Maksudnya hadis sahih
yang memenuhi syarat yang telah di sepakati oleh para ulama.[10]
Selain hadis hadis yang terulang, jumlah hadis yang ada pada sahih Muslim ada 3030 buah hadis, dan bila di hitung berdasarkan sanad sanad yang beragam mencapai sekitar sepuluh ribu hadis
1)
Syarat Imam Muslim Dalam kitab Sahih nya.
Setelah membicarakan
syarat Imam bukhari dalam kitab Sahihnya, maka saatnya kita membicarakan syarat Imam Muslim.
Tak seorang pun di antara keduanya yang menyebut secara tegas syarat yang
keduanya terapkan. Ulama menggali syarat keduanya melalui metode takhrij
keduanya, patut saya tegaskan di sini, bahwa masing masing men-takhrij hadis
yang memenuhi syarat kesahihan, yakni muttasil sanad nya,
diriwayatkan oleh perawi yang ‘adil lagi dabit dari perawi lain
yang ‘adil lagi dabit pula, dari awal sampai akhir sanadnya tanpa
shudhudh dan tanpa ‘illat.
Al-Nawawi berkata “Para
ulama sepakat atas ke agunganya, keimananya, ketinggian martabatnya,
kecerdasanya, dan kepeloporanya dalam dunia perhadisan ini[11].
Imam Muslim berbeda dengan
Imam bukhari dalam hal, Imam muslim menghukumi snanad mu’an’an sebagai muttasil
dan hal ini beliau sebutkan secara tegas dalam muqaddimah Sahihnya.
Beliau berpendapat, bahwa kesejamanan cukub bisa menjadikan suatu riwayat
diterima secara ‘an’anah, meski tidak ada riwayat yang falid bertemunya
perawi dengan gurunya. Sedang Imam Bukhari tidak menilainya sebagai muttasil,
kecuali ada riwayat yang valid bahwa keduanya pernah bertemu. Imam Muslim
menilai bahwa perawi thiqah tidak
akan meriwayatkan kecuali dari orang yang ia dengar dari orang itu. Dan ia
tidak akan meriwayatkan dari orang itu, kecuali hadis-hadis yang di dengarnya.
Kesimpulannya adalah bahwa
Imam Muslim merasa cukup dengan kesejamanan antara perawi dengan gurunya (‘an’anah
), sedangkan Imam Bukhari tidak merasa cukup dengan kesejamanan (mu’asarah),
tetapi mensyaratkan adanya pertemuan antara keduanya, meski hanya sekali.
Intinya bahwa syarat yang di gunakan
oleh Imam Muslim itu tidak menurunkan kualitas kitabnya, meskipun harus diakui
bahwa syarat Imam Bukhari lebih ketat. Namun yang jelas keduanya mentakhrij hadis-hadis yang memenuhi syarat-syarat kesahihan.[12]
c)
Imam Abu Daud al-Sijistani
Beliau adalah Sulaiman Ibn
Al-‘As’at Ibn Ishaq al-Azdiy al-Sijistaniy, penulis kitab terpopuler. Beliau
lahir tahun 202 H dan telah
mulai belajar sejak berusia dini. Kemudian beliau mengembara ke Hijaz, Syam, Irak, Mesir, al-Jazair, dan Khurasan. Beliau berguru kepada imam-imam terkemuka,
antara lain Abu Amr adh-dharir, al-Qa’nabiy, Abu Al-Walid ath-Tayalisiy,
Sulaiman ibn Harb Imam Ahmad Ibn Hambal dll.[13]
Abu Daud meninggalkan
banyak karya, Khususnya dalam bidang hadis dan sebagaian ilmu syari’ah pada
umumnya. Karya-karya beliau mencapai dua belas karya. Yang termasyhur adalah kitab sunan.
Abu Daud menjelaskan metode yang beliau gunakan dalam kitab
sunan itu. Beliau mengatakan “saya menyebut hadis sahih dan yang
serupa dengannya. Dan yang terlalu da’if akan saya jelaskan”. Lebih
lanjut beliau mengatakan “ Dalam kitab sunan yang saya susun ini tidak ada satu
hadis pun yang berasal dari perawi yang matruk. Bila ada hadis
yang munkar, maka saya akan menjelaskan bahwa ia munkar,dan
memang dalam bab tertentu tidak ada lainya, selain hadis itu.
Dengan demikian, Abu Daud mentakhrij dalam kitabnya itu yang sahih
dengan yang lainnya. Beliau juga menjelaskan bahwa di dalam nya ada yang sangat
da’if[14]
d)
Imam Tirmidhi
Beliau adalah Abu Isa
Muhammad Ibn Isa Ibn Surah al-Tirmidhi. Beliau lahir pada tahun 209 H, Di desa
“buj”, wilayah tirmidh tepi sungai jihun. Beliau telah memulai menuntut
ilmu sejak dini. Untuk itu, beliau melakukan pengembraan ilmiah ke Irak, Hijaz,
Khurasan, dan lain-lain. Beliau berhasil bertemu dengan imam-imam dan
syaikh-syaikh hadis, mendengar dan meriwayatkan dari mereka. Yang
terpopuler antara lain Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Abu Daud. Beliau juga
mendengar dari sebagian guru mereka, seperti Quthaibah Ibn Sa’id, Muhammad Ibn
Basyar dan lain-lain. Banyak ahli ilmu yang meriwayatkan dari beliau.
Imam Tirmidhi meninggalkan
banyak karya dalam biang hadis dan yang lain. Karya yang terpopuler adalah dalam bidang hadis
yang berjudul Al-jami’ yang lebih
di kenal dengan Sunan Al-Tirmidhi . Ia termasuk karya yang paling banyak mengandung faedah
dan paling sedikit pengulangannya. Kitab ini lebih di kenal dengan sebutan Sunan
Tirmidhi, di samping di kenal pula
dengan sebutan “Jami’ Al-Tirmidhi”. Sebagian ulama bersikap longgar
dengan memberikan sebutan “Al-Jami’ Al-Sahih” untuknya.
Imam Tirmidhi di dalam kitab itu mentakhrij hadis-hadis Shahih, hasan. da’if, gharib, dan mu’allal dengan menyebutkan ‘illatnya. Di samping itu, beliau juga menyebutkan hadis munkar dengan memberika penjelasan alasanya.[15]
- Pengertian Kodifikasi Hadist
- Sejarah Kodifikasi Hadist
- Faktor-Faktor Pendorong Kodifikasi Hadist
- Metode Kodifikasi Hadist
- Otoritas Hadis Dalam Kehidupan Manusia
- Otoritas Kashaf Dalam Hadis Nabawi
- Studi Kasus Hadis : Hadis tentang Ilmu yang Tersembunyi
- Definisi Hadis Shahih Dan Kriterianya
- Perbedaan Kriteria Hadis Sahih Dalam Kitab Sahih Al-Bukhari, Sahih Muslim, Dan kitab-kitab Hadis Lain
- Macam-Macam Hadis Sahih
- Sanad Yang Paling Sahih Dan Silsilah Al-Dzahab
- Kehujjahan Hadis Sahih
DAFTAR PUSTAKA
Ajaj, Muhammad Al-Khatib Usul Al-Hadith, Jakarta, Gaya Media Pratama, 1998
-------------------------------------, Hadis Nabi Sebelum Dibukukan, Terj AH. Akraom Fahmi (Gema Insani Press,1999)
Anas, Malik Ibn, Muwatta’.
Bukhari Sahih Bukhari.
Idri, Studi Hadith, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010
Nuruddin Itr, Ulum Al-Hadith, Bandung, PT Remaja Rosdakarya 2012
Habshy, Muhammad Al-Shidiqie, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadith Semarang Pustaka Rizqi Putra 2009
Sholahudin, Muhammad Agus & Suyadi, Agus, Ulum Al-Hadith, Bandung, Pustaka setia.
Tirmidhi Sunan Al-Tirmidhi..
[1] Agus
Solahudin dan Agus Suyadi, Ulum Al-Hadith, 230
[2] Nur al-Din
Itr, Ulumul Hadis,235
[3] ‘Ajaj Al-Khatib, Usul
Al-Hadith, (Gaya media Pratama,1998), 281
[4] ‘Ibid, .281.
[5] Nur al-Din Itr, Ulumul Hadis, 254.
[6] Ajaj Al-Khatib, Usul Al-Hadith. 282.
[7] Ibid., 282.
[8] Agus
Solahudin dan Agus Suyadi, Ulum Al-Hadith. 234.
[9] Nur al-Din
Itr, Ulumul Hadis, 255.
[10] Ajaj Al-Khatib, Usul Al-Hadith,.283.
[11] Nur al-Din Itr, Ulumul Hadis, 255.
[12] Ajaj Al-Khatib, Usul Al-Hadith. 284.
[13] Ibid., 287.
[14] Ajaj Al-Khatib, Usul Al-Hadith. 287.
[15] Ibid. 288.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar