Menurut sumbernya,
langkah-langkah kodifikasi hadis bisa diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
1. Kodifikasi hadis dari
sumber primer, yaitu mengumpulkan hadis yang sanadnya langsung dari Rasulullah
tanpa perantara media yang lain. Dari metode yang pertama ini maka muncullah:
a.
Kitab yang di dalamnya berisi
hadis-hadis dan disusun urut berdasarkan bab. Kelebihan dari metode ini adalah
untuk memudahkan dalam mencari hadis dalam permasalahan tertentu, sedangkan
kekurangannya adalah setiap orang yang ingin merujuk pada kitab tersebut harus
mempunyai pengetahuan (ذوقعلمي) tentang hadis yang ingin dicari. Dari metode ini maka
dibuatlah:
-
Al-Jawami’ (jama’
dari jami‘), yaitu kitab yang disusun urut bab yang tidak hanya
berisi hadis-hadis tentang ahkam. Bahkan Imam Bukhari juga memasukkkan
pembahasan masalah tafsir dalam kitabnya. Contohnya adalah al-Jami’ al-Sahih
li al-Bukhari(dikenal dengan Sahih Bukhari) dan al-Jami’
al-Sahih li al-Muslim (dikenal dengan Sahih Muslim).[1]
·
Al-Sunan, kitab yang disusun
sesuai urutan bab yang di dalamnya hanya terdapat ahadith ahkam (hadis
tentang hukum-hukum). Diantaranya: Sunan al-Tirmidhi, Sunan Abi Daud, Sunan
al-Nasa’idanSunan ibn Majah.[2]
·
Musannafat (jama‘
dari Musannaf): Kitab yang disusun penulisnya dengan sanadnya sendiri
tersambung ke Rasulullah, Sahabat, Tabi‘in dan setelahnya, urut bab fiqh,
seperti:Musannaf‘Abdu al-Razaq ibn Himam al-Son‘ani (w. 211 H) dan Musannaf
Abu Bakr ibn Abi Shaibah (w. 235 H).[3]
b.
Kitab yang didalamnya berisi
hadis-hadis yang disusun urut berdasarkan nama sahabat. Metode ini sangat cocok
untuk melihat berapa jumlah riwayat seorang sahabat dari Nabi. Penyusunan buku
semacam ini, terbagi menjadi dua jenis:
·
Masanid (jama‘
dari musnad), yaitu kitab yang disusun urut berdasarkan sahabat, sesuai
huruf hijaiyyah, atau urut orang pertama yang masuk islam, atau nasab yang
mulia, atau kabilah. Biasanya hadis yang diriwayatkan oleh sahabat tersebut
tidak tersusun rapi. Hadis dalam musnad ini tidak mempunyai derajat yang sama.
Di dalamnya terdapat hadis sahih, hasan, da‘if. Salah satu
musnad yang paling fenomenal adalah musnad Ahmad ibn Hanbal (w.
241 H).[4] Khabib al-Baghdadi mengatakan bahwah tartib orang
pertama yang masuk Islam adalah yang lebih disukai.[5]
c.
Mu‘jam, yaitu kitab
yang disusun urut berdasarkan sahabat, atau shuyukh, atau negeri (buldan).
Baik itu diurutkan berdasarkan yang lebih dahulu meninggal, atau hija’iyyah,
atau abjad, atau kemulian, atau tingginya ilmu. Tetapi yang lebih umum urut
berdasarkan huruf hija’iyyah. Salah satu mu’jam yang sangat terkenal
adalan ma‘ajim al-Thalathah li al-Tabrani.[6]
d.
Al-Ajza’, yaitu
kitab yang di dalamnya berisi hadis yang diriwayatkan dari orang tertentu. Baik
itu dari kalangan sahabat ataupun setelahnya. Seperti: Juz Hadith Abu Bakr,
JuzHadithMalik. Terkadang ajza’ hadis diletakkan pada judul
tertentu, seperti: Juz al-Qira‘ah khalfa Imam al-Bukhari.[7]
2. Kodifikasi hadis dari sumber sekunder dan
tersier
a.
Kitab yang di dalamnya berisi
hadis-hadis dan disusun urut berdasarkan bab. Dari metode ini, maka dibuatlah
penyusunan buku sebagai berikut:
·
Mustadrak, yaitu
kitab yang berisi hadis-hadis yang sesuai dengan syarat dari kitab tertentu,
dimana hadis tersebut belum diriwayatkan dalam kitabnya. Salah satu mustadrak
yang paling terkenal adalah mustadrak ala al-sahihain li al-Hakim al-Naisaburi.
·
Mustakhrajat, yaitu
meriwayatkan hadis dalam sebuah buku seorang Imam dengan sanad penulis sendiri
(bukan sanad dari buku tersebut). Contoh: Fulan ingin mengarang mustakhraj
dari Sahih Bukhari, maka fulan menulis hadis dari Sahih Bukhari tapi
menggunakan sanad fulan sendiri. Imam Suyuti mengatakan: “Mustakhraj
tidak hanya dikhususkan untuk sahihain saja. Muhammad ibn ‘Abdi al-Malik
ibn Ayman telah membuat mustakhrajsunan Abi Dawud, Abu ‘Ali al-Tusitelah
membuat mustakhraj sunan al-Tirmidhi, dan Abu Na‘im telah membuat mustakhraj
al-Tauhid karya ibn Khuzaimah.[8]
b.
Zawaid, yaitu
kitab yang di dalamnya berisi hadis zaidah (tambahan) dalam sebagian
kitab hadis terhadap kitab hadis yang lain. Contoh:Majma‘ zawaid wa manba’
al-fawa’id karya Hafidz Nuruddin ’Ali ibn Abu Bakr al-Haithami (w. 807 H).
Di dalamnya berisi hadis zaidah atas kutub sittah yang diambil dari 6
sumber buku hadis, yaitu: Musnad Imam Ahmad, musnadAbu Ya’la
al-Mausili, musnad al-Bazzar dan 3 ma‘ajim Tabrani.[9]
c.
Al-Mashikhat.
Penulis
mengumpulkan hadis-hadis urut nama gurunya. Baik itu bertemu langsung, ataupun
dari kitabnya. Sedangkan sanadnya disandarkan kepada gurunya. Contohnya: al-Irad
li nabdhati al-Mustafad min al-Riwayah wa al-Asanid dan fihrisat al-Imam
Abi Bakr Muhammad ibn Khair.[10]
3. Kodifikasi hadis dari
kitab-kitab hadis:
Kitab yang disusun
berdasarkan urut nama sahabat.
·
Atraf Penulis
terkadang menyebutkan ujung sebuah matan yang menunjukkan kepada hadis
tersebut. Kemudian menyebutkan sanadnya dalam maraji‘ yang diambilnya
(terkadang menyebut sanad secara lengkap dan terkadang meringkasnya).
Dengan metode ini, akan mudah melihat jumlah
hadis yang diriwayatkan oleh seorang sahabat, dengan begitu memudahkan untuk
melihat derajat sebuah hadis tersebut, apakah mutawatir, masyhur, ‘aziz,
atau gharib.Contoh atraf diantaranya:
-
Tuhfatu al-Ashraf bi
ma‘rifati al-Atraf karya Imam Abi al-Hajjaj Yusuf ibn
’Abdurrahman al-Mizzi (w. 742). Kitab ini merupakan kumpulan dari kutub
sittah dan sebagian tambahan yang diambil dari: Muqaddimah Sahih Muslim,
al-Marasil li Abi Dawud al-Sijistani, al-’Ilal al-Saghir li al-Tirmidhi,
al-Shama’il li al-Tirmidhi dan ’amalu al-Yaum wa al-Lailah li al-Nasa’i.
-
Dakha’ir al-Mawarith fi al-Dalalah ala Mawadi‘i al-Hadithkarya Shaikh ’Abdu al-Ghani al-Nablisi.
Kitab ini mengumpulkan kutub sittah dan Muwatta’[11]
·
Al-Majami’(مجاميع)
atau musannafat al-Jami‘ah, yaitu kitab yang berisi kumpulan hadis yang
diambil dari beberapa buku
dan disusun menurut urutan tertentu, sepertu urut bab atau yang lain.[12] Susunan al-Majami’ ada 2
macam:
a.
Urut bab, seperti: Kanzu
al-’Ummal karya Sheikh al-Muhaddith ‘Ali ibn Hisam al-Muttaqi al-Hindi (w.
975 H). Mengambil hadis dari berbagai macam buku, mencapai 93 kitab.
b.
Urut huruf mu’jam, seperti: al-Jami‘
al-Soghir karya Imam Suyuti (w. 911 H). Kitab aslinya adalah Kanz al-‘Ummal.
·
Kitab takhrij, yaitu kitab
yang ditulis berisi takhrij hadis dalam sebuh buku tertentu. Contoh: Nasbu
al-Rayah li ahadithi al-Hidayah karya Imam Hafidz Jamaluddin al-Zaila‘i
al-Hanafi (w. 762 H). Di dalamnya berisi takhrij hadis dalam kitab Hidayah
fi Fiqhi al-Hanafi karya ’Ali ibn Abu Bakr al-Marghinani (w. 593 H), salah
seorang faqih ternama madznab Hanafi.[13]
·
Al-Ta’lif al-Mu‘jami, yaitu kitab yang mengumpulkan kitab-kitab hadis
terdahulu dan diurutkan berdasarkan mu‘jam, seperti: Jam‘u al-Jawami‘,
al-Jami‘ al-Saghir karya Imam Suyuti.[14]
- Pengertian Kodifikasi Hadist
- Sejarah Kodifikasi Hadist
- Faktor-Faktor Pendorong Kodifikasi Hadist
- Metode Kodifikasi Hadist
- Otoritas Hadis Dalam Kehidupan Manusia
- Otoritas Kashaf Dalam Hadis Nabawi
- Studi Kasus Hadis : Hadis tentang Ilmu yang Tersembunyi
- Definisi Hadis Shahih Dan Kriterianya
- Perbedaan Kriteria Hadis Sahih Dalam Kitab Sahih Al-Bukhari, Sahih Muslim, Dan kitab-kitab Hadis Lain
- Macam-Macam Hadis Sahih
- Sanad Yang Paling Sahih Dan Silsilah Al-Dzahab
- Kehujjahan Hadis Sahih
[1]‘Itr,
Manhaj al-Naqd, 198.
[2]Ibid., 199.
[3]Marwan Muhammad Mustafa Shahin, “Sunnah Abad ke-III H Sampai Awal Abad ke-IV”, dalam Mausu‘ah Ulum al-Hadith al-Sharif, 891.
[4]‘Itr, Manhaj al-Naqd, 201.
[5]Muhammad ibn Matar al-Zahrani, Tadwin al-Sunnah al-Nabawiyyah, 100.
[6]Marwan Muhammad Mustafa Shahin, “Sunnah Abad ke-III H Sampai Awal Abad ke-IV”, dalam Mausu‘ah Ulum al-Hadith al-Sharif, 897.
[7]‘Itr, Manhaj al-Naqd, 209.
[8]Mafwan Muhammad Mustafa Shahin, “Sunnah Abad ke-III H Sampai Awal Abad ke-IV”, Mausu‘ah Ulum al-Hadith al-Sharif, 894.
[9]Rif‘at Fauzi ‘Abdul Muttalib, “Manahij
al-Muhaddithin min Muntasafi al-Qarn al-Sabi‘ hatta Awakhiri al-Qarn al-‘Ashir
al-Hijri”, dalam Mausu‘ah Ulum al-Hadith al-Sharif, 973. Lihat juga: ‘Itr, Manhaj al-Naqd,
206.
[10] ‘Itr, Manhaj al-Naqd, 210.
[11]‘Itr, Manhaju al-Naqd, 202.
[12]Rif‘at Fauzi ‘Abdul Muttalib, “Manahij
al-Muhaddithin min Muntasafi al-Qarn al-Sabi‘ hatta Awakhiri al-Qarn al-‘Ashir
al-Hijri”, dalam Mausu‘ah Ulum al-Hadith al-Sharif, 968.
[13]‘Itr, Manhaj al-Naqd, 207.
[14]Rif‘at Fauzi ‘Abdul Muttalib, “Manahij al-Muhaddithin min Muntasafi al-Qarn al-Sabi‘ hatta Awakhiri al-Qarn al-‘Ashir al-Hijri”, dalam Mausu‘ah Ulum al-Hadith al-Sharif, 986.
‘Itr, Nuruddin, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulumi al-Hadits, Suriah: Dar al-Fikr, 1981.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar