HOME

13 April, 2022

SUNAN ABU DAWUD

 BAB 1

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Banyaknya problematika di masyarakat tentang amaliyah amaliyah, ini menjadikan perlunya dasar dasar hukum yang otentik untuk di jadikan sebagai pegangan atau untuk landasan hukum, karena tidak bisa di pungkiri lagi bahwa problematika problematika di kalangan masyarakat harus terpecahkan, maka penulis tergerak untuk membahas tentang hadis hadis yang di pandang otentik oleh para ulama.

Karena juga tidak bisa di pungkiri lagi bahwa Sahih bukhari dan Muslim merupakan salah satu kumpulan kitab hadis yang isi nya merupakan kebanyakan hadis sahih. Oleh krena dua kitab ini telah ter akui di kalangan masyarakat, maka penulis ingin menyingkap kitab lain yang mungkin kualitas nya bisa di akui di kalangan ulama kalau itu ke ontentikan ber iringan degan dua kitab tersebut.

Dan setelah penulis cari cari informasi ternyata kitab ke tiga setelah Sahih Bukhari dan Sahih Muslim adalah Sunan Abu Dawud.

 

B.     Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka bisa kami rumusan masalah sebagai berikut

1.      Siapakah Imam Abu Dawud?

2.      Apa sajakah karya Imam Abu Dawud?

3.      Bagaimanakah sistematika Sunan Abu Dawud ?

4.      Bagaimanakah pendapat para ulama tentang Abu Dawud?


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN;


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Biografi Imam Abu Dawud

1.  Latar Belakang Kehidupan Abu Dawud

Nama lengkap Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman Bin al-Asy’as Bin Ishaq Al-Azdy al-Sijistaniy. Ia dilahirkan pada 202 H di Sijistani.[1]Suatu kota di Basrah. Sebagai ulama Mutaqaddimin yang produktif, beliau selalu memanfaatkan waktunya untuk menuntut ilmu dan beribadah. Namun sangat disayangkan, informasi kehidupan Abu Dawud di masa kecil sangat sedikit. Sedangkan masa dewasanya banyak riwayat yang mengatakan bahwa beliau termasuk ulama Hadis yang terkenal,

Abu Dawud adalah seorang perawi hadis yang mengumpulkan sekitar 50.000 hadis lalu memilih dan menuliskan 4.800, di antaranya dalam kitab Sunan Abu Dawud.[2]

 Abu Zahwu dalam kitab nya Hadith Wal Muhaddithun mengatakan bahwa Imam Abu. Dawud merupaka Imam yang paling Faqih di antara A’imah Al-Sittah setelah Imam Bukhari. [3]

Abu Dawud terlahir di tengah keluarga yang agamis. Mengawali intelektualitasnya, ia mempelajari al-Qur’an dan literatur (bahasa) Arab serta sejumlah materi lainnya sebelum mempelajari Hadis, sebagaimana tradisi masyarakat saat itu. Dalam usianya kurang lebih dua puluh tahun, ia telah berkelana ke Baghdad.[4]

Setelah dewasa, beliau melakukan rihlah dengan intensif untuk mempelajari Hadis. Ia melakukan perjalanan ke Hijaz, Syam, Irak, Jazirah Arab dan Khurasan untuk bertemu ulama-ulama Hadis.[5] Pengembaraannya ini menunjang Abu Dawud mendapatkan  Hadis sebanyak-banyaknya untuk dijadikan referensi dalam penyusunan kitab sunannya.

Pola hidup sederhana tercermin dalam kehidupannya. Hal ini terlihat dari cara berpakaiannya, yaitu salah satu lengan bajunya lebar dan satunya lagi sempit. Menurutnya, lengan yang ini (lebar) untuk membawa kitab sedang yang satunya tidak diperlukan, kalau lebar berarti pemborosan. Maka tidak heran jika banyak ulama yang semasanya atau sesudahnya memberikan gelar Zaid (mampu meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi) dan Wara’ (teguh atau tegar dalam mensikapi kehidupan).[6]

Abu Dawud berhasil meraih reputasi tinggi dalam hidupnya di basrah, setelah basrah mengalami kegersangan ilmu pasca serbuan Zarji pada tahun 257 H. gubernur basrah pada waktu itu mengunjungi Abu Dawud di Baghdad untuk meminta Abu Dawud pindah ke Basrah.

Diriwayatkan oleh al-Kahttabi dari Abdillah bin Muhammad al-Miski dari Abu Bakar bin Jabir (pembantu Abu Dawud), dia berkata: “Bahwa Amir Abu Ahmad al-Muffaq minta untuk bertemu Abu Dawud, lalu Abu Dawud bertanya: “Apa yang mendorong amir ke sini?”, Amir menjadi: “Hendaknya anda mengajarkan Sunan kepada anak-anakmu”. Yang kedua tanya Abu Dawud, Amir menjawab: “Hendaknya anda membuat majlis tersendiri untuk mengajarkan Hadis kepada keluarga khalifah, sebab mereka enggan duduk bersama orang umum”. Abu Dawud menjawab: “Permintaan kedua tidak bisa aku kabulkan, sebab derajat manusia itu baik pejabat terhormat maupun rakyat jelata dalam menuntut ilmu dipandang sama”. Ibnu Jabir berkata: “Sejak itulah putera-putera khalifah menghadiri majlis ta’lim, duduk bersama orang umum dan diberi tirai pemisah.”[7]

Atas permintaan Gubernur Abu Ahmad tersebut, maka Abu Dawud pindah ke Basrah dan menetap di sana hingga wafat. Pada tahun 275 H Abu Dawud al-Sijistaniy menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 73 tahun atau tepatnya pada tanggal 16 syawal 275 H di Basrah.[8]

 

2.    Guru-guru Imam Abu Dawud

Imam Abu Dawud memiliki banyak guru di antaranya ialah :

a.       Ahmad Ibn Hanbal

b.      Al-qa’abi

c.       Abu Umar al-darir

d.      Muslim Ibn Ibrahim

e.       Abdullah Ibn Raja’

f.       Abu al-walid al-tayalisi

g.      dll

 

3.    Murid-murid Imam Abu Dawud

Seperti hal nya jumlah guru gurunya, murid murid dari Imam Abu Dawud juga banyak di antaranya :

a.    Abu ‘isa al-Tirmidhi

b.    Abu Abd Al-Rahman Al-Nasa’i

c.    Abu Bakar Ibn Abu Dawud (anak nya sendiri)

d.   Abu ‘Iwanah

e.    Abu Sa’id

f.     dll

 

            B.  Karya-karya Imam Abu Dawud

1.    Karya tulis Imam Abu Dawud Di antaranya adalah:[9]

a.    Al-Marasil, kitab ini merupakan kumpulan Hadis-hadis mursal (gugur perawinya), yang disusun secara tematik, adapun jumlah hadisnya adalah 6000 Hadis

b.   Masail al-Imam Ahmad

 

c.   Al-Naskh wa al-Mansukh

 

d.   Risalah fi Wasf Kitab al-Sunan

 

e.   Al-Zuhd

 

f.     Ijabat al-Salawat al-‘Ajjuri

 

g.    As’illah Ahmad bin Hanbal

 

h.   Tasmiyah al-Akhwan

 

i.     Qaul Adar

 

j.     Al-Ba’as wa Al-Nusyur

 

k.   Al-Masa’il allati Halaf ‘Alaihi Al-Imam Ahmad

 

l.     Dala’il Al-Ansar

 

m.  Fadha’il Al-Ansar

 

n.   Musnad Malik

 

o.   Al-Du’a

 

p.   Ibtida’ Al-Wahyi

 

q.   Al-Tafarrud fi Al-Sunan

 

r.    Akhbar Al-Khawarij

 

s.    A’lam Al-Nubuwwat

 

t.    Sunan Abu Dawud

Sedangkan menurut Abu Shuhbah dalam kitab nya Fi Rihab Al-Sunnah, Kitab-kitab karya Abu Dawud ada sembilan macam yaitu[10] :

1)      Kitab al-Sunan

2)      Kitab al-Marasil

3)      Kitab al-Qadr

4)      Al-Nasikh wa al-Mansukh

5)      Fada’il al-A’mal

6)      Kitab al-Zuhd

7)      Dalail al-Nubuwwah

8)      Ibtida’ al-Wahyu

9)      Ikhbar al-Khawarij

Dari karya-karya tersebut di atas, yang paling populer adalah kitab sunan Abu Dawud. Menurut riwayat Abu Ali bin Ahmad bin ‘Amr Al-Lu’lui Al-Basri, seorang ulama’ Hadis mengatakan: ‘Hadis telah dilunakkan Abu Dawud, sebagaimana besi telah dilunakkan Nabi Daud”. Ungkapan tersebut adalah perumpamaan bagi seorang ahli Hadis yang telah mempermudah yang rumit dan mendekatkan yang jauh, serta memudahkan yang sukar.[11]

Di kalangan kritikus Hadis, Abu Dawud mendapatkan penilaian.[12]

a.   Musa bin Harun berkata: bahwa Abu Dawud diciptakan di dunia untuk Hadis dan di akhirat untuk surga. “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih utama dari dia.”

b.  Abu Halim bin Hibban menyatakan bahwa Abu Dawud adalah seorang imam dunia dalam bidang fiqh, ilmu hafalan, dan ibadah. Beliau telah mengumpulkan Hadis-hadis dan tegak mempertahankan sunnah.

c.   Al-Hakim mengatakan bahwa Abu Dawud adalah imam ahli Hadis pada zamannya, tidak ada yang menyamainya.

d.  Maslahah bin Qasim mengatakan bahwa Abu Dawud adalah seorang zahid, mempunyai ilmu pengetahuan tentang Hadis, seorang Imam pada zamannya.

           Ahmad bin Muhammad bin Yasin al-Harawi menyatakan bahwa Abu Dawud adalah salah satu orang yang hafiz dalam bidang Hadis, yang memahami Hadis beserta illat dan sanadnya, dan memiliki derajat tinggi dalam beribadah, kesucian diri, ke-sahih-an, dan ke-wara’an

 

            C.      Kitab Sunan Abu Dawud

1.      Metode Penyusunan Kitab Sunan Abu Dawud

Kitab Sunan menurut para ahli Hadis adalah kitab Hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh, Kitab Sunan ini hanya memuat Hadis-hadis marfu’, tidak memuat Hadis manqut atau maqtu’, sebab dua macam Hadis terakhir Hadis ini disebut sunnah, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan moralitas, sejarah, dan zuhud. Sebagaimana pernyataan Al-Khatani dalam kitab al-Risalah Al-Mustatrafah: “Diantara kitab-kitab Hadis adalah kitab-kitab Sunan yaitu kitab Hadis yang disusun menurut bab-bab fiqh, mula-mula dari bab taharah, salat, zakat, dan sebagainya, dan di dalamnya tidak terdapat Hadis mauquf, karena Hadis ini tidak disebut sebagai sunnah, namun hanya disebut sebagai Hadis.[13]

Oleh karena  kitab ini datang denagan membawa kumpulan tentang bab-bab Fiqh dan hadith, maka tidak mengherankan jiaka kitab ini di jadikan oleh Fuqaha’ mesir menjadi rujukan untuk pengambilan suatu dalil dan juga di gunakan untuk memutuskan suatu hukum, sampai sampai mereka berkata : sesungguh nya sdah di cukupkan - bagi para Mujtahid (dalam berijtihad) –dengan menggunakan kitab tersebut (Sunan Abu Dawud) setelah Al-Quran oleh karena sebab inilah kitab ini sangat masyhur di kalangan para Fuqaha’ karna terkumpulnya  hadis-hadis hukum di dalam nya [14]

Imam Abu Dawud menyusun kitabnya di baghdad. Minat utamanya adalah Shari’at, jadi kumpulan hadisnnya berfocus murni pada hadis tentang syariat. Setiap hadis dalam kumpulanya di periksa kesesuainya dengan Al-Quran, begitu pula sanadnya. Dia pernah memperlihatkan kitab tersebut kepada Imam Ahmad untuk meminta saran perbaikan.[15]

Kitab Sunan Abu Dawud di akui oleh mayoritas dunia muslim sebagai salah satu kitab hadis yang paling otentik. Namun di ketahui bahwa kitab ni mengandung beberapa hadis lemah (yang sebagian di tandai oleh Imam Abu Dawud dan sebagian tidak)[16]

Metode yang dipakai oleh Abu Dawud berbeda dengan metode yang dipakai oleh ulama-ulama sebelumnya, seperti Imam Ahmad bin Hanbal yang menyusun kitab musnad dan Imam Bukhari dan Muslim yang menyusun kitabnya dengan hanya membatasi pada Hadis-hadis yang sahih saja. Adapun Abu Dawud menyusun kitabnya dengan mengumpulkan Hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum (Fiqh), dan dalam menyusunnya berdasarkan urutan bab-bab fiqh. Hadis-hadis yang berkenaan dengan fada’il al-Amal (keutamaan-keutamaan amal). Dan kisah-kisah tidak dimasukkan dalam kitabnya.

 

2.  Sistematika Penyusunan Kitab

Dalam Sunan Abu Dawud, ia membagi hadisnya dalam beberapa kitab, dan setiap kitab dibagi menjadi beberapa bab. Adapun perinciannya adalah 35 kitab, 1871 bab, serta 4800 Hadis. Tetapi menurut Muhammad Muhyudin Abdul Hamid, jumlanya sebanyak 5274 Hadis. Perbedaan perhitungan tersebut tidak aneh, karena Abu Dawud sering mencantumkan sebuah Hadis di tempat yang berbeda, hal ini dilakukan karena untuk menjelaskan suatu hukum dari Hadis tersebut, dan di samping itu untuk memperbanyak jalur sanad.[17]

Adapun  sistematika  (urutan)  penulisan  Hadis  dalam Sunan  Abu

Dawud menurut Zainul Arifin dalam kitabnya Studi Hadith dengan perbandingan sistematika penyusunan dalam Maktabah al-Syamilah yang telah di tahqiq oleh Imam al-Bani adalah:[18]

 

No.

 

Judul BAB

Jumlah Bab versi

Fi Rihab                     al-Sunnah

Maktabah al-Shamilah

1.

al-Taharah

159

144

2.

al-Salat

251

259

3.

al-Istisqa’

11

12

4

Salat al-Safar

20

20

5

al-Tatawwu’

27

28

6

Shahru Ramadan

10

10

7

Sujud Al-Quran

8

8

8

al-Witr

32

32

9

al-Zakat

46

47

10

al-Luqatah

20

1

11

al-Manasik

96

99

12

al-Nikah

49

50

13

al-Talaq

50

50

14

al-Saum

81

82

15

al-Jihad

170

182

16

al-Duhaya

25

21

17

al-Said

 

4

18

al-Wasaya

17

17

19

al-Faraid

18

18

20

al-Kharaj

41

41

21

al-Janaiz

80

84

22

al-‘Aiman Wa al-Nudhur

25

32

23

al-Buyu’

90

36

24

al-Ijarah

 

56

25

al-Aqdiyah

31

31

26

al-‘Ilm

13

13

27

al-Ashribah

22

22

28

al-At’imah

54

55

29

al-Tib

24

24

30

al-‘itq

15

15

31

al-Huruf wa al-Qira’at

39

1

32

al-Hamam

2

3

33

al-Libas

45

47

34

al-Tarajjal

21

21

35

al-Khatim

8

8

36

al-Fitan

7

7

37

al-Mahdi

12

1

38

al-Malahim

18

18

39

al-Hudud

38

40

40

al-Diyat

28

32

41

al-Sunnah

29

32

42

al-Adab

169

182

 

3.Contoh Hadith Dalam kitab Sunan Abu Dawud

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَمِّهِ أَبِى سُهَيْلِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَمِعَ طَلْحَةَ بْنَ عُبَيْدِ اللَّهِ يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ثَائِرَ الرَّأْسِ يُسْمَعُ دَوِىُّ صَوْتِهِ وَلاَ يُفْقَهُ مَا يَقُولُ حَتَّى دَنَا فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلاَمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ ». قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُنَّ قَالَ « لاَ إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ ». قَالَ وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صِيَامَ شَهْرِ رَمَضَانَ قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُ قَالَ « لاَ إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ ». قَالَ وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الصَّدَقَةَ. قَالَ فَهَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ « لاَ إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ ». فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ[19] »

 

            D.  Sharh Sunan Abu Dawud

Sunan Abu Dawud memiliki banyak Sharh

1.      Sharh al-tashannif al-Mufidah, Karya al-Imam Abi Sulaiman Ahmad Bin Ibrahim Bin Khitab al-Basti, yang wafat tahun 388 H. Yang juga memiliki nama lain yaitu" معالم السنن " ini merupakan Sharh pertengahan yang di dalam nya sering di gunakan sebagai pengambilan hukum dan adab.

2.      Sharh ‘aun al-Ma’bud ‘ala Sunan Abi Dawud, karya al-Imam al-syaikh Syarful al-haq yang masyhur di panggil Muhammad Ashraf Ibn ‘aly Haidar al-Sadiqy, yang wafat pada kurun ke empat Hijriyyah , Kitab ini merupakan kitab yang menyingkap sebagian lughat dan ‘ibarat yang di pandang sulit

3.      Al-Minhal al-‘Adhbu al-Maurud Sharh Sunan Abi Dawud, karya al-‘alim al-‘Arif Billah al-Syaikh Mahmud bin Muhammad Bin Khitab al-Subki ini merupakan salah satu kita Sharh dari Sunan Abu Dawud yang memiliki pembahasan yang luas, karna dalam kitab ini di jelaskan tentan Biografi perawi hadis, Penjelasan tentang lafaz dan ma’na nya, serta penjelasan tentang pengambilan tentang beberapa  hukum dan juga msalah adab, begitu juga dan kitab ini dijelaskan tentang Mukharrij Hadith yang bersangkutan selain Abu Dawud, serta menjelaskan tentang kualitas hadis yang bersangkutan apakah itu Sahih, hasan, maupun da’if[20]

 

E.  Komentar Para Ulama tentak Imam Abu Dawud

Imam Abu Dawud adalah orang yang alim dari salah satu orang alimnya agama islam baik dari segi hafalan maupun pemahaman, begitu pula dalam masalah hadis serta illat-illat nya, al-Hafidh Musa Ibn Harun berkata “Abu Dawud di ciptakan ke dunia untuk (memperjuangkan) Hadis, dan di akhirat untuk surga, saya tidak pernah melihat orang yang lebih utama daripada dia.[21]

Imam Abu Dawud adalah imam dari Imam Imam Ahlusunnah wa Al-Jama’ah yang hidup di bashrah, kota berkembangnya kelompok Qodariyah dan pemikiran Khawarij , Mu’tazilah, Murji’ah, Syi’ah Rafidhah, Jahmiyyah serta lain-lainya. Walaupun demikian, a tetap dalam ke-istiqamah-an di atas sunnah dan membantah Qadariyah dengan kitbnya Al-Qadar. Demikian pula bantahanya atas Khawarij dalam kitabnya Akhbar Al-Khawarij dan beliau juga berani membantah pemahaman yag menyimpang dari kemurnian ajaran Islam yang telah di sampaikan oleh Rasul Allah. Tentang hal itu bisa di lihat dalam kitabnya Al-Sunan yang di dalam nya terdapat bantahan- bantahan terhadap jahmiyyah, Murji’ah, dan Mu’tazilah.[22]

BAB III

PENUTUP

Kitab Sunan menurut para ahli Hadis adalah kitab Hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh, Kitab Sunan ini hanya memuat Hadis-hadis marfu’, tidak memuat Hadis manqut atau maqtu’, sebab dua macam Hadis terakhir Hadis ini disebut sunnah, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan moralitas, sejarah, dan zuhud. Sebagaimana pernyataan Al-Khatani dalam kitab al-Risalah Al-Mustatrafah: “Diantara kitab-kitab Hadis adalah kitab-kitab Sunan yaitu kitab Hadis yang disusun menurut bab-bab fiqh, mula-mula dari bab taharah, salat, zakat, dan sebagainya, dan di dalambya tidak terdapat Hadis mauquf, karena Hadis ini tidak disebut sebagai sunnah, namun hanya disebut sebagai Hadis.


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN;

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khatib Muhammad ‘Ajajj, Ushul al-Hadith: ‘Ilmuhu wa Musthalahuhu(Damaskus:    Dar al-Fikri, 1975)

Azami Mustafa, Ilmu Hadis, terj., (Jakarta: Lentera, 1995) 

Ash-Shiddieqi Hasbi Teungku Muhammad, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadith, (Semarang: Pusaka Rieky Putra, 1998)

Dilaga M. Faith Surya, Studi Kitab Hadith, (Yogyakarta: Teras, 2003)

 

Salahuddin Agus dan Agus Suyadi, Ulum al-Hadith, (CV Pustaka setia, Bandung 2009)

 

Mudasir, Ilmu Hadith, (Bandung: Pusaka Setia, 1999)

 

Shuhbah Abu Muhammad Muhammad, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub Al-Sihah al-Sittah, (Kitab Digital/Pdf )

 

Zahwu Abu Muhammad muhammad, Hadith wa al-Muhaddithun, (kitab Digital, Pdf)


[1] Muhammad ‘Ajajj al-Khatib, Ushul al-Hadith: ‘Ilmuhu wa Musthalahuhu, (Damaskus: Dar al-Fikri, 1975), 320

 [2] Agus Salahuddin dan Agus Suyadi, Ulum al-Hadith, (CV Pustaka setia, Bandung 2009), 240

 [3] Muhammad muhammad Abu Zahwu, Hadith wa al-Muhaddithun, (kitab Digital, Pdf) ,411

[4]  Mudasir, Ilmu Hadith, (Bandung: Pusaka Setia, 1999, 110

 [5]  Muhammad ‘Ajajj al-Khatib, Ushul, 320

[6] Mudasir, Ilmu Hadis…, 110

[7]  Ibid

[8] Muhammad ‘Ajajj al-Khatib, Ushul al-Hadis…, 320

[9] Mustafa Azami, Ilmu Hadis, terj., (Jakarta: Lentera, 1995), 1429

[10] Muhammad Muhammad Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub Al-Sihah al-Sittah, (Kitab Digital/Pdf ), 136

[11]  Ibid., 142

[12]  M. Faith Surya Dilaga, Studi Kitab Hadith, (Yogyakarta: Teras, 2003), 88

[13]  Mustafa Azami, Ilmu Hadis, 143

[14]  Muhammad muhammad Abu Zahwu, Hadith wa al-Muhaddithun, 411

[15]  Agus Salahuddin dan Agus Suyadi, Ulum al-Hadith, 241

[16] Ibid.

[17]  Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieq, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: Pusaka Rieky Putra, 1998), 88

[18]  Zainal Arifin,Studi Hadith, (Al-Muna, Surabaya, 2010), 78

[19]   سنن أبي داود ـ محقق وبتعليق الألباني – مكتبه الشاملة (1 / 150)

[20]  Muhammad Muhammad Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub Al-Sihah al-Sittah, 143

[21]  Ibid

[22] Agus Salahuddin dan Agus Suyadi, Ulum al-Hadith 242

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...