BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Banyaknya
problematika di masyarakat tentang amaliyah amaliyah, ini menjadikan perlunya
dasar dasar hukum yang otentik untuk di jadikan sebagai pegangan atau untuk
landasan hukum, karena tidak bisa di pungkiri lagi bahwa problematika
problematika di kalangan masyarakat harus terpecahkan, maka penulis tergerak
untuk membahas tentang hadis hadis yang di pandang otentik oleh para ulama.
Karena juga tidak
bisa di pungkiri lagi bahwa Sahih bukhari dan Muslim merupakan salah satu
kumpulan kitab hadis yang isi nya merupakan kebanyakan hadis sahih. Oleh
krena dua kitab ini telah ter akui di kalangan masyarakat, maka penulis ingin
menyingkap kitab lain yang mungkin kualitas nya bisa di akui di kalangan ulama
kalau itu ke ontentikan ber iringan degan dua kitab tersebut.
Dan setelah
penulis cari cari informasi ternyata kitab ke tiga setelah Sahih Bukhari dan
Sahih Muslim adalah Sunan Abu Dawud.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka bisa kami rumusan
masalah sebagai berikut
1.
Siapakah Imam Abu
Dawud?
2.
Apa sajakah karya
Imam Abu Dawud?
3.
Bagaimanakah
sistematika Sunan Abu Dawud ?
4. Bagaimanakah pendapat para ulama tentang Abu Dawud?
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN;
- PERKEMBANGAN HADIS PADA KE IV HIJRIYAH
- SUNAN ABU DAWUD
- PEMBUKUAN HADIS
- SEJARAH PENYUSUNAN KITAB SAHIH BUKHARI
- PERKEMBANGAN HADIS PADA MASA SAHABAT KECIL DAN TABI‘IN BESAR (40 H-AKHIR ABAD 1 H)
- SEJARAH PENYUSUNAN MUSNAD AHMAD BIN HANBAL
- PERKEMBANGAN HADIS PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Imam Abu Dawud
1. Latar Belakang Kehidupan Abu Dawud
Nama
lengkap Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman Bin al-Asy’as Bin Ishaq Al-Azdy
al-Sijistaniy. Ia dilahirkan pada 202 H di Sijistani.[1]Suatu
kota di Basrah. Sebagai ulama Mutaqaddimin yang produktif, beliau selalu
memanfaatkan waktunya untuk menuntut ilmu dan beribadah. Namun sangat
disayangkan, informasi kehidupan Abu Dawud di masa kecil sangat sedikit.
Sedangkan masa dewasanya banyak riwayat yang mengatakan bahwa beliau termasuk
ulama Hadis yang terkenal,
Abu Dawud adalah seorang perawi hadis yang mengumpulkan
sekitar 50.000 hadis lalu memilih dan menuliskan 4.800, di antaranya dalam
kitab Sunan Abu Dawud.[2]
Abu Zahwu dalam
kitab nya Hadith Wal Muhaddithun mengatakan bahwa Imam Abu. Dawud
merupaka Imam yang paling Faqih di antara A’imah Al-Sittah setelah
Imam Bukhari. [3]
Abu
Dawud terlahir di tengah keluarga yang agamis. Mengawali intelektualitasnya, ia
mempelajari al-Qur’an dan literatur (bahasa) Arab serta sejumlah materi lainnya
sebelum mempelajari Hadis, sebagaimana tradisi masyarakat saat itu. Dalam
usianya kurang lebih dua puluh tahun, ia telah berkelana ke Baghdad.[4]
Setelah
dewasa, beliau melakukan rihlah
dengan intensif untuk mempelajari Hadis. Ia melakukan perjalanan ke
Hijaz, Syam, Irak, Jazirah Arab dan Khurasan untuk bertemu ulama-ulama Hadis.[5]
Pengembaraannya ini menunjang Abu Dawud mendapatkan Hadis sebanyak-banyaknya untuk dijadikan referensi dalam
penyusunan kitab sunannya.
Pola
hidup sederhana tercermin dalam kehidupannya. Hal ini terlihat dari cara
berpakaiannya, yaitu salah satu lengan bajunya lebar dan satunya lagi sempit.
Menurutnya, lengan yang ini (lebar) untuk membawa kitab sedang yang satunya
tidak diperlukan, kalau lebar berarti pemborosan. Maka tidak heran jika banyak
ulama yang semasanya atau sesudahnya memberikan gelar Zaid (mampu
meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi) dan Wara’ (teguh atau tegar
dalam mensikapi kehidupan).[6]
Abu Dawud berhasil meraih reputasi tinggi dalam hidupnya
di basrah, setelah basrah mengalami kegersangan ilmu pasca serbuan Zarji pada
tahun 257 H. gubernur basrah pada waktu itu mengunjungi Abu Dawud di Baghdad
untuk meminta Abu Dawud pindah ke Basrah.
Diriwayatkan oleh al-Kahttabi dari Abdillah bin Muhammad
al-Miski dari Abu Bakar bin Jabir (pembantu Abu Dawud), dia berkata: “Bahwa
Amir Abu Ahmad al-Muffaq minta untuk bertemu Abu Dawud, lalu Abu Dawud
bertanya: “Apa yang mendorong amir ke sini?”, Amir menjadi: “Hendaknya anda
mengajarkan Sunan kepada anak-anakmu”. Yang kedua tanya Abu Dawud, Amir
menjawab: “Hendaknya anda membuat majlis tersendiri untuk mengajarkan Hadis
kepada keluarga khalifah, sebab mereka enggan duduk bersama orang umum”. Abu
Dawud menjawab: “Permintaan kedua tidak bisa aku kabulkan, sebab derajat
manusia itu baik pejabat terhormat maupun rakyat jelata dalam menuntut ilmu
dipandang sama”. Ibnu Jabir berkata: “Sejak itulah putera-putera khalifah
menghadiri majlis ta’lim, duduk bersama orang umum dan diberi tirai pemisah.”[7]
Atas
permintaan Gubernur Abu Ahmad tersebut, maka Abu Dawud pindah ke Basrah dan
menetap di sana hingga wafat. Pada tahun 275 H Abu Dawud al-Sijistaniy
menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 73 tahun atau tepatnya pada tanggal
16 syawal 275 H di Basrah.[8]
2.
Guru-guru Imam Abu
Dawud
Imam Abu Dawud memiliki banyak guru di antaranya ialah :
a.
Ahmad Ibn Hanbal
b.
Al-qa’abi
c.
Abu Umar al-darir
d.
Muslim Ibn Ibrahim
e.
Abdullah Ibn Raja’
f.
Abu al-walid
al-tayalisi
g.
dll
3.
Murid-murid Imam
Abu Dawud
Seperti hal nya jumlah guru gurunya, murid murid dari
Imam Abu Dawud juga banyak di antaranya :
a.
Abu ‘isa
al-Tirmidhi
b.
Abu Abd Al-Rahman
Al-Nasa’i
c.
Abu Bakar Ibn Abu Dawud
(anak nya sendiri)
d.
Abu ‘Iwanah
e.
Abu Sa’id
f.
dll
B.
Karya-karya Imam
Abu Dawud
1.
Karya tulis Imam
Abu Dawud Di antaranya adalah:[9]
a.
Al-Marasil, kitab ini merupakan kumpulan Hadis-hadis mursal (gugur
perawinya), yang disusun secara tematik, adapun jumlah hadisnya adalah 6000 Hadis
b.
Masail al-Imam Ahmad
c.
Al-Naskh wa al-Mansukh
d.
Risalah fi Wasf Kitab al-Sunan
e.
Al-Zuhd
f.
Ijabat al-Salawat al-‘Ajjuri
g.
As’illah Ahmad bin Hanbal
h.
Tasmiyah al-Akhwan
i.
Qaul Adar
j.
Al-Ba’as wa Al-Nusyur
k.
Al-Masa’il allati Halaf ‘Alaihi Al-Imam Ahmad
l.
Dala’il Al-Ansar
m. Fadha’il
Al-Ansar
n.
Musnad Malik
o.
Al-Du’a
p.
Ibtida’ Al-Wahyi
q.
Al-Tafarrud fi Al-Sunan
r.
Akhbar Al-Khawarij
s.
A’lam Al-Nubuwwat
t.
Sunan
Abu Dawud
Sedangkan menurut Abu Shuhbah dalam kitab nya Fi Rihab
Al-Sunnah, Kitab-kitab karya Abu Dawud ada sembilan macam yaitu[10] :
1)
Kitab al-Sunan
2)
Kitab al-Marasil
3)
Kitab al-Qadr
4)
Al-Nasikh wa
al-Mansukh
5)
Fada’il al-A’mal
6)
Kitab al-Zuhd
7)
Dalail al-Nubuwwah
8)
Ibtida’ al-Wahyu
9) Ikhbar al-Khawarij
Dari
karya-karya tersebut di atas, yang paling populer adalah kitab sunan Abu Dawud.
Menurut riwayat Abu Ali bin Ahmad bin ‘Amr Al-Lu’lui Al-Basri, seorang ulama’ Hadis
mengatakan: ‘Hadis telah dilunakkan Abu Dawud, sebagaimana besi telah
dilunakkan Nabi Daud”. Ungkapan tersebut adalah perumpamaan bagi seorang ahli Hadis
yang telah mempermudah yang rumit dan mendekatkan yang jauh, serta memudahkan
yang sukar.[11]
Di kalangan kritikus Hadis, Abu Dawud
mendapatkan penilaian.[12]
a. Musa bin Harun berkata: bahwa Abu Dawud
diciptakan di dunia untuk Hadis dan di akhirat untuk surga. “Aku tidak pernah
melihat orang yang lebih utama dari dia.”
b.
Abu Halim bin Hibban menyatakan bahwa Abu Dawud adalah seorang imam dunia
dalam bidang fiqh, ilmu hafalan, dan ibadah. Beliau telah mengumpulkan Hadis-hadis
dan tegak mempertahankan sunnah.
c. Al-Hakim mengatakan bahwa Abu Dawud
adalah imam ahli Hadis pada zamannya, tidak ada yang menyamainya.
d.
Maslahah bin Qasim mengatakan bahwa Abu Dawud adalah seorang zahid,
mempunyai ilmu pengetahuan tentang Hadis, seorang Imam pada zamannya.
Ahmad bin Muhammad bin Yasin
al-Harawi menyatakan bahwa Abu Dawud adalah salah satu orang yang hafiz
dalam bidang Hadis, yang memahami Hadis beserta illat dan sanadnya,
dan memiliki derajat tinggi dalam beribadah, kesucian diri, ke-sahih-an,
dan ke-wara’an
C.
Kitab Sunan Abu Dawud
1.
Metode Penyusunan Kitab Sunan Abu Dawud
Kitab
Sunan menurut para ahli Hadis adalah kitab Hadis yang disusun berdasarkan
bab-bab fiqh, Kitab Sunan ini hanya memuat Hadis-hadis marfu’,
tidak memuat Hadis manqut atau maqtu’, sebab dua macam Hadis
terakhir Hadis ini disebut sunnah, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan
moralitas, sejarah, dan zuhud. Sebagaimana
pernyataan Al-Khatani dalam kitab al-Risalah
Al-Mustatrafah: “Diantara kitab-kitab Hadis adalah kitab-kitab Sunan
yaitu kitab Hadis yang disusun menurut bab-bab fiqh, mula-mula dari bab taharah,
salat, zakat, dan sebagainya, dan di dalamnya tidak terdapat Hadis
mauquf, karena Hadis ini tidak disebut sebagai sunnah, namun hanya disebut
sebagai Hadis.[13]
Oleh karena kitab
ini datang denagan membawa kumpulan tentang bab-bab Fiqh dan hadith, maka
tidak mengherankan jiaka kitab ini di jadikan oleh Fuqaha’ mesir menjadi
rujukan untuk pengambilan suatu dalil dan juga di gunakan untuk memutuskan
suatu hukum, sampai sampai mereka berkata : sesungguh nya sdah di cukupkan -
bagi para Mujtahid (dalam berijtihad) –dengan menggunakan kitab tersebut (Sunan
Abu Dawud) setelah Al-Quran oleh karena sebab inilah kitab ini sangat masyhur
di kalangan para Fuqaha’ karna terkumpulnya hadis-hadis hukum di dalam nya [14]
Imam Abu Dawud menyusun kitabnya di baghdad. Minat
utamanya adalah Shari’at, jadi kumpulan hadisnnya berfocus murni pada
hadis tentang syariat. Setiap hadis dalam kumpulanya di periksa kesesuainya
dengan Al-Quran, begitu pula sanadnya. Dia pernah memperlihatkan kitab tersebut
kepada Imam Ahmad untuk meminta saran perbaikan.[15]
Kitab Sunan Abu Dawud di akui oleh mayoritas dunia muslim
sebagai salah satu kitab hadis yang paling otentik. Namun di ketahui bahwa
kitab ni mengandung beberapa hadis lemah (yang sebagian di tandai oleh Imam Abu
Dawud dan sebagian tidak)[16]
Metode yang dipakai oleh Abu Dawud berbeda dengan metode
yang dipakai oleh ulama-ulama sebelumnya, seperti Imam Ahmad bin Hanbal yang
menyusun kitab musnad dan Imam Bukhari dan Muslim yang menyusun kitabnya dengan
hanya membatasi pada Hadis-hadis yang sahih saja. Adapun Abu Dawud menyusun kitabnya
dengan mengumpulkan Hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum (Fiqh), dan dalam
menyusunnya berdasarkan urutan bab-bab fiqh. Hadis-hadis yang berkenaan dengan
fada’il al-Amal (keutamaan-keutamaan amal). Dan
kisah-kisah tidak dimasukkan dalam kitabnya.
2.
Sistematika Penyusunan Kitab
Dalam
Sunan Abu Dawud, ia membagi hadisnya dalam beberapa kitab, dan setiap kitab
dibagi menjadi beberapa bab. Adapun perinciannya adalah 35 kitab, 1871 bab,
serta 4800 Hadis. Tetapi menurut Muhammad Muhyudin Abdul Hamid, jumlanya
sebanyak 5274 Hadis. Perbedaan perhitungan tersebut tidak aneh, karena Abu
Dawud sering mencantumkan sebuah Hadis di tempat yang berbeda, hal ini
dilakukan karena untuk menjelaskan suatu hukum dari Hadis tersebut, dan di
samping itu untuk memperbanyak
jalur sanad.[17]
Adapun
sistematika (urutan) penulisan
Hadis dalam Sunan Abu
Dawud menurut Zainul
Arifin dalam kitabnya Studi Hadith dengan perbandingan sistematika
penyusunan dalam Maktabah al-Syamilah yang telah di tahqiq oleh Imam
al-Bani adalah:[18]
No. |
Judul BAB |
Jumlah Bab versi |
|
Fi Rihab al-Sunnah |
Maktabah al-Shamilah |
||
1. |
al-Taharah |
159 |
144 |
2. |
al-Salat |
251 |
259 |
3. |
al-Istisqa’ |
11 |
12 |
4 |
Salat al-Safar |
20 |
20 |
5 |
al-Tatawwu’ |
27 |
28 |
6 |
Shahru Ramadan |
10 |
10 |
7 |
Sujud Al-Quran |
8 |
8 |
8 |
al-Witr |
32 |
32 |
9 |
al-Zakat |
46 |
47 |
10 |
al-Luqatah |
20 |
1 |
11 |
al-Manasik |
96 |
99 |
12 |
al-Nikah |
49 |
50 |
13 |
al-Talaq |
50 |
50 |
14 |
al-Saum |
81 |
82 |
15 |
al-Jihad |
170 |
182 |
16 |
al-Duhaya |
25 |
21 |
17 |
al-Said |
|
4 |
18 |
al-Wasaya |
17 |
17 |
19 |
al-Faraid |
18 |
18 |
20 |
al-Kharaj |
41 |
41 |
21 |
al-Janaiz |
80 |
84 |
22 |
al-‘Aiman Wa al-Nudhur |
25 |
32 |
23 |
al-Buyu’ |
90 |
36 |
24 |
al-Ijarah |
|
56 |
25 |
al-Aqdiyah |
31 |
31 |
26 |
al-‘Ilm |
13 |
13 |
27 |
al-Ashribah |
22 |
22 |
28 |
al-At’imah |
54 |
55 |
29 |
al-Tib |
24 |
24 |
30 |
al-‘itq |
15 |
15 |
31 |
al-Huruf wa al-Qira’at |
39 |
1 |
32 |
al-Hamam |
2 |
3 |
33 |
al-Libas |
45 |
47 |
34 |
al-Tarajjal |
21 |
21 |
35 |
al-Khatim |
8 |
8 |
36 |
al-Fitan |
7 |
7 |
37 |
al-Mahdi |
12 |
1 |
38 |
al-Malahim |
18 |
18 |
39 |
al-Hudud |
38 |
40 |
40 |
al-Diyat |
28 |
32 |
41 |
al-Sunnah |
29 |
32 |
42 |
al-Adab |
169 |
182 |
3.Contoh Hadith Dalam kitab Sunan Abu Dawud
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ
عَنْ عَمِّهِ أَبِى سُهَيْلِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَمِعَ طَلْحَةَ
بْنَ عُبَيْدِ اللَّهِ يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ثَائِرَ الرَّأْسِ يُسْمَعُ دَوِىُّ صَوْتِهِ وَلاَ
يُفْقَهُ مَا يَقُولُ حَتَّى دَنَا فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلاَمِ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ
وَاللَّيْلَةِ ». قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُنَّ قَالَ « لاَ إِلاَّ أَنْ
تَطَّوَّعَ ». قَالَ وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صِيَامَ
شَهْرِ رَمَضَانَ قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُ قَالَ « لاَ إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ
». قَالَ وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الصَّدَقَةَ. قَالَ
فَهَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ « لاَ إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ ». فَأَدْبَرَ
الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ[19]
»
D.
Sharh Sunan Abu Dawud
Sunan Abu Dawud
memiliki banyak Sharh
1. Sharh al-tashannif al-Mufidah, Karya al-Imam Abi Sulaiman Ahmad Bin Ibrahim Bin Khitab al-Basti, yang wafat tahun 388 H. Yang juga memiliki nama lain yaitu" معالم السنن " ini merupakan Sharh pertengahan yang di dalam nya sering di gunakan sebagai pengambilan hukum dan adab.
2. Sharh ‘aun al-Ma’bud ‘ala Sunan Abi Dawud, karya al-Imam al-syaikh Syarful al-haq yang masyhur di panggil Muhammad Ashraf Ibn ‘aly Haidar al-Sadiqy, yang wafat pada kurun ke empat Hijriyyah , Kitab ini merupakan kitab yang menyingkap sebagian lughat dan ‘ibarat yang di pandang sulit
3.
Al-Minhal
al-‘Adhbu al-Maurud Sharh Sunan Abi Dawud, karya al-‘alim
al-‘Arif Billah al-Syaikh Mahmud bin Muhammad Bin Khitab al-Subki ini
merupakan salah satu kita Sharh dari Sunan Abu Dawud yang memiliki
pembahasan yang luas, karna dalam kitab ini di jelaskan tentan Biografi perawi
hadis, Penjelasan tentang lafaz dan ma’na nya, serta penjelasan tentang
pengambilan tentang beberapa hukum dan
juga msalah adab, begitu juga dan kitab ini dijelaskan tentang Mukharrij
Hadith yang bersangkutan selain Abu Dawud, serta menjelaskan tentang
kualitas hadis yang bersangkutan apakah itu Sahih, hasan, maupun
da’if[20]
E.
Komentar Para
Ulama tentak Imam Abu Dawud
Imam Abu Dawud adalah orang yang alim dari salah satu
orang alimnya agama islam baik dari segi hafalan maupun pemahaman, begitu pula
dalam masalah hadis serta illat-illat nya, al-Hafidh Musa Ibn Harun
berkata “Abu Dawud di ciptakan ke dunia untuk (memperjuangkan) Hadis, dan di
akhirat untuk surga, saya tidak pernah melihat orang yang lebih utama daripada
dia.[21]
Imam Abu Dawud adalah imam dari Imam Imam Ahlusunnah wa Al-Jama’ah yang hidup di bashrah, kota berkembangnya kelompok Qodariyah dan pemikiran Khawarij , Mu’tazilah, Murji’ah, Syi’ah Rafidhah, Jahmiyyah serta lain-lainya. Walaupun demikian, a tetap dalam ke-istiqamah-an di atas sunnah dan membantah Qadariyah dengan kitbnya Al-Qadar. Demikian pula bantahanya atas Khawarij dalam kitabnya Akhbar Al-Khawarij dan beliau juga berani membantah pemahaman yag menyimpang dari kemurnian ajaran Islam yang telah di sampaikan oleh Rasul Allah. Tentang hal itu bisa di lihat dalam kitabnya Al-Sunan yang di dalam nya terdapat bantahan- bantahan terhadap jahmiyyah, Murji’ah, dan Mu’tazilah.[22]
BAB III
PENUTUP
Kitab Sunan menurut para ahli Hadis adalah kitab Hadis
yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh, Kitab Sunan ini hanya memuat
Hadis-hadis marfu’, tidak memuat Hadis manqut atau maqtu’,
sebab dua macam Hadis terakhir Hadis ini disebut sunnah, termasuk hal-hal yang
berkaitan dengan moralitas, sejarah, dan zuhud. Sebagaimana pernyataan
Al-Khatani dalam kitab al-Risalah Al-Mustatrafah: “Diantara
kitab-kitab Hadis adalah kitab-kitab Sunan yaitu kitab Hadis yang disusun
menurut bab-bab fiqh, mula-mula dari bab taharah, salat, zakat,
dan sebagainya, dan di dalambya tidak terdapat Hadis mauquf, karena Hadis ini
tidak disebut sebagai sunnah, namun hanya disebut sebagai Hadis.
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN;
- PANDANGAN IMAM SHAFI'I TERHADAP HADIS
- HADIS PADA MASA RASULULLAH
- IMAM MALIK IBN ANAS DAN KITAB AL-MUWATTA’
- SUNNAH ANTARA WAHYU ILAHI DAN IJTIHAD NABI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP TASYRI’
- PEMIKIRAN K. H. MUHAMMAD AHMAD SAHAL MAHFUZ AL-HAJINI TENTANG HADIS
- MUHAMMAD NASIR AL-DIN AL-ALBANI
- KAJIAN HADIS DI INDIA
- STUDI KRITIS PEMIKIRAN IBN HAJAR AL-‘ASQALANI DALAM KAJIAN ILMU HADIS
- IMAM NAWAWI
- HADIS DALAM PANDANGAN SYAIKH NAWAWI AL-BANTANI
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khatib Muhammad ‘Ajajj, Ushul al-Hadith: ‘Ilmuhu wa Musthalahuhu, (Damaskus: Dar al-Fikri, 1975)
Azami Mustafa, Ilmu Hadis, terj., (Jakarta: Lentera, 1995)
Ash-Shiddieqi Hasbi Teungku Muhammad, Sejarah dan Pengantar ‘Ilmu Hadith, (Semarang: Pusaka Rieky Putra, 1998)
Dilaga M. Faith Surya, Studi Kitab Hadith, (Yogyakarta: Teras, 2003)
Salahuddin Agus dan Agus Suyadi, Ulum al-Hadith, (CV Pustaka setia, Bandung 2009)
Mudasir, Ilmu Hadith, (Bandung: Pusaka Setia, 1999)
Shuhbah Abu Muhammad Muhammad, Fi Rihab al-Sunnah
al-Kutub Al-Sihah al-Sittah, (Kitab Digital/Pdf )
Zahwu Abu Muhammad muhammad, Hadith wa al-Muhaddithun, (kitab Digital, Pdf)
[1]
Muhammad ‘Ajajj al-Khatib, Ushul
al-Hadith:
‘Ilmuhu wa Musthalahuhu,
(Damaskus: Dar al-Fikri, 1975), 320
[4] Mudasir, Ilmu Hadith, (Bandung: Pusaka Setia, 1999, 110
[6] Mudasir,
Ilmu Hadis…, 110
[7]
Ibid
[8] Muhammad
‘Ajajj al-Khatib, Ushul al-Hadis…, 320
[9] Mustafa Azami, Ilmu Hadis, terj., (Jakarta: Lentera, 1995), 1429
[10]
Muhammad Muhammad Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub Al-Sihah
al-Sittah, (Kitab Digital/Pdf ), 136
[11]
Ibid., 142
[12]
M. Faith Surya Dilaga, Studi Kitab Hadith, (Yogyakarta: Teras, 2003), 88
[13]
Mustafa Azami, Ilmu
Hadis, 143
[14]
Muhammad
muhammad Abu Zahwu, Hadith wa al-Muhaddithun, 411
[15] Agus Salahuddin dan Agus Suyadi, Ulum al-Hadith, 241
[16]
Ibid.
[17]
Teungku
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieq, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,
(Semarang: Pusaka Rieky Putra, 1998), 88
[18]
Zainal Arifin,Studi Hadith, (Al-Muna, Surabaya,
2010), 78
[19] سنن أبي داود ـ محقق وبتعليق الألباني – مكتبه الشاملة (1 / 150)
[20] Muhammad
Muhammad Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub Al-Sihah al-Sittah, 143
[21]
Ibid
[22]
Agus Salahuddin dan Agus Suyadi, Ulum al-Hadith 242
Tidak ada komentar:
Posting Komentar