Jawami’ al-Kalim
Kemampuan Nabi Muhammad SAW mengemukakan Jawami’
al-Kalim,
Nabi
SAW bersabda :
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بُعِثْتُ بِجَوَامِعِ
الْكَلِمِ وَنُصِرْتُ بِالرُّعْبِ فَبَيْنَا أَنَا نَائِمٌ أُتِيتُ
بِمَفَاتِيحِ خَزَائِنِ الْأَرْضِ فَوُضِعَتْ فِي يَدِي قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ
وَقَدْ ذَهَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنْتُمْ
تَنْتَثِلُونَهَا[1]
Saya diutus oleh Allah dengan kemampuan untuk menyatakan
ungkapan ungkapan yang singkat, namun padat makna. (HR. Bukhari Muslim).
Berdasarkan pernyataan Nabi tersebut
maka tidaklah mengherankan bila banyak
di jumpai matan hadis Nabi yang berbentuk Jawami’ al-Kalim[2],.
Hal itu merupakan salah satu keutamaan yang dimiliki oleh sabda-sabda Nabi
SAW.
Berikut ini akan kami kemukakan
beberapa macam matan hadis yang berbentuk Jawami’ al-Kalim tersebut.
1.
Perang itu siasat
Nabi
SAW bersabda :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هَلَكَ
كِسْرَى ثُمَّ لَا يَكُونُ كِسْرَى بَعْدَهُ وَقَيْصَرٌ لَيَهْلِكَنَّ ثُمَّ لَا
يَكُونُ قَيْصَرٌ بَعْدَهُ وَلَتُقْسَمَنَّ كُنُوزُهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
وَسَمَّى الْحَرْبَ خَدْعَة[3]ً
“Perang itu siasat” (HR. Bukhari
Muslim).
Pemahaman terhadap petunjuk hadis hadis
tersebut sejalan dengan bunyi teksnya, yakni bahwa setiap perang pastilah
memakai siasat. Ketentuan yang demikian itu berlaku secara Universal, sebab tidak terkait oleh tempat
dan waktu tertentu. Perang yang di lakukan
dengan cara dan alat apapun pastilah memerlukan siasat. Perang tanpa siasat
sama dengan menyatakan takluk kepada lawan tanpa syarat.
2.
Minuman Khamar
Nabi bersabda :
حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ الْعَتَكِيُّ وَأَبُو كَامِلٍ
قَالَا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ
مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَمَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ فِي
الدُّنْيَا فَمَاتَ وَهُوَ يُدْمِنُهَا لَمْ يَتُبْ لَمْ يَشْرَبْهَا فِي
الْآخِرَةِ[4]
Setiap (minuman) yang memabukkan adalah Khamar,
dan setiap (minuman) yang memabukkan adalah haram. (HR. Imam Muslim)
Hadis tersebut secara tekstual memberi petunjuk bahwa
keharaman Khamar tidak terkait oleh waktu dan tempat. Dalam hubungannya
dalam kebijaksanaan dakwah, dispensasi kepada orang orang tertentu yang di
bolehkan untuk sementara waktu meminum Khamar memang ada sebagaimana
yang dapat di pahami dari proses keharaman Khamar dalam Al-Quran.[5] Dispensari itu untuk masa
sekarang dapat di terapkan, misalnya pada seorang yang baru saja masuk Islam,
sedang ia sebelum masuk Islam telah terbiasa meminum Khamar . Dia di
perkenankan untuk tidak sekaligus pada saat memeluk Islam menghentikan
kebiasaanya itu, dia di perkenankan untuk secara bertahap, tetapi pasti,
berusaha menghentikan kebiasaan meminum Khamar[6].
Dengan pemahaman yang demikian itu, maka dapatlah
dinyatakan bahwa khamar adalah minumah haram, namun secara temporal, kepada
orang orang tertentu, meminum khamar di bolehkan dalam rangka
kebijaksanaan dakwah.
3.
Mahram karena Susuan
Nabi SAW bersabda :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا
مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهَا
أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ عِنْدَهَا وَأَنَّهَا سَمِعَتْ
صَوْتَ رَجُلٍ يَسْتَأْذِنُ فِي بَيْتِ حَفْصَةَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ هَذَا رَجُلٌ يَسْتَأْذِنُ فِي بَيْتِكَ قَالَتْ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرَاهُ فُلَانًا لِعَمِّ حَفْصَةَ
مِنْ الرَّضَاعَةِ فَقَالَتْ عَائِشَةُ لَوْ كَانَ فُلَانٌ حَيًّا لِعَمِّهَا مِنْ
الرَّضَاعَةِ دَخَلَ عَلَيَّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَعَمْ إِنَّ الرَّضَاعَةَ تُحَرِّمُ مَا يَحْرُمُ مِنْ الْوِلَادَةِ[7]
“Sesungguhnya susuan itu
mengharamkan apa yang menjadi haram karena kelahiran (keturunan). (HR.Bukhari
Muslim)
Teks hadi
tersebut merupakan penjelasan terhadap ketentuan Al-Quran Surat al-Nisa’: 23.
Nabi Muhammad melalui hadis nya menjelaskan bahwa ke-mahram-an atas
dasar Susuan berkedudukan sama dengan ke-mahram-an atas dasar keturunan.
Ketentuan itu bersifat Universal. Dengan
demikian sekiranya ada pihak tertentu bank Asi (air susu ibu), maka faktor ke-mahram-an
harus di jadikan bahan pertimbangan utama.
Dari beberapa kutipan hadis Nabi di atas dapatlah di nyatakan bahwa pada umumnya, hadis-hadis Nabi yang berbentuk Jawami’ al-Kalim tersebut, ada juga yang dapat di lakukan pemahaman secara kontekstual dan menunjukkan adanya bagian ajaran Islam yang bersifat temporal, di samping yang Universal[8].
- Hadis Dengan Pemahaman Tekstual Yang Bersifat Lokal
- Hadis Dengan Pemahaman Tekstual Yang Bersifat Universal
- Hadis Dengan Pemahaman Kontekstual Yang Bersifat Universal
- Hadis Dengan Pemahaman Kontekstual Yang Bersifat Lokal
- Hadist Ungkapan Simbolik
- Hadist Tamstil (Perumpamaan)
- Hadis Yang Singkat Padat Makna
- Hadis Tentang Nabi Musa Menampar Malaikat
- Hadis Tentang Nabi Musa Mandi Telanjang Di Depan Umum
- Hadis Tentang Hal-Hal Yang Menyebabkan Lupa
[1] (Shahih Bukhari- (ج 10 / ص 145
[2] Abu Bakar Bin al-Sina, al-Ijaz Wa Jawami’ al-Kalim Min
al-Sunan al-Ma’thurah.
[3] (Shahih Bukhari- (ج 10 / ص 227
[4] (صحيح مسلم - (ج 10 / ص 258
[5] Lihat surat al-Baqarah:219, al-Nisa’: 43, al-Ma’idah:
90 beserta penjelasan ulama dalam berbagai kitab tafsir untuk ayat-ayat
tersebut.
[6] Syuhudi
Ismail, Pemahaman Hadis Nabi Secara Tekstual Dan Kontekstual, “Tela’ah
Ma’ani al-Hadis tentang Ajaran Islam
yang Universal, Temporal, dan Lokal” Pidato Pengukuhan Guru Besar (IAIN
Alaudin Ujung Pandang ,1994) Hal, 7.
[7] Shahih Bukhari- (ج
9 / ص 125
[8] Syuhudi Ismail, Pemahaman Hadis Nabi Secara Tekstual
Dan Kontekstual. 8.
Ismail, Suhudi. Metodologi penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan bintang ,1992.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar