HOME

13 April, 2022

SEJARAH PENYUSUNAN KITAB SAHIH BUKHARI

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Kitab Sahih Bukhari merupakan salah satu buku yang menjadi pedoman dalam keilmuan Islam. Bahkan mayoritas umat Islam sepakat bahwa Sahih Bukhari merupakan buku yang paling sahih setelah Alquran.

Bukan perkara mudah untuk menyusun kitab Sahih Bukhari. Imam Bukhari membutuhkan waktu selama 16 tahun untuk menyusunnya. Belum lagi perjuangan Imam Bukhari dalam mengambil hadis dari guru-gurunya dari berbagai macam negara.

Tak semudah yang dibayangkan, seorang ulama’ sekaliber Imam Bukhari pun pernah mendapatkan fitnah yang menyebabkan ia diusir dari Naisaburi.

Tentunya perjalanan hidup Imam Bukhari tersebut sangat menarik untuk dikaji lebih dalam, dibahas dan diteliti.

 

B.     RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini adalah:

A. Biografi Imam Bukhari 

    ·         Masa kecil Imam Bukhari

    ·         Guru Imam Bukhari

    ·         Tingkatan guru Imam Bukhari

    ·         Murid Imam Bukhari

    ·         Kekuatan hafalan Imam Bukhari

    ·         Pujian para ulama’ untuk Imam Bukhari

    ·         Fitnah

    ·         Wafatnya Imam Bukhari


B. Kitab Sahih Bukhari

    ·         Motivasi membuat Sahih Bukhari

    ·         Jumlah hadis Sahih Bukhari

    ·         Sahih Bukhari merupakan kitab sahih pertama

    ·         Istilah sahih mujarrad

    ·         Metode penyusunan Sahih Bukhari

    ·         Ketelitian Imam Bukhari dalam menyusun Sahihnya

    ·         Kitab dan Bab dalam Sahih Bukhari

    ·         Mengapa Sahih Bukhari lebih unggul daripada Sahih Muslim

    ·         Ta’liqat dalam Sahih Bukhari

    ·         Istifadah kitab Sahih Bukhari

    ·         Kritik terhadap Sahih Bukhari

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Biografi Imam Bukhari

Imam Bukhari bernama lengkap Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Isma‘il ibn al-Mughirah ibn Bardizbah. Bardizbah beragama Majusi dan meninggal dalam keadaan Majusi. Sedangkan anaknya al-Mughirah berhasil memeluk agama Islam[1]. Ia lahir pada tanggal 13 Shawwal 194 H di Bukhara, sekarang Uzbekistan dan meninggal di Samarqand malam Sabtu tanggal 30 Ramadan 256 H.[2]

Ayahnya merupakan seorang ulama’ besar dalam bidang hadis dan terkenal sebagai orang yang wara’ dan baik akhlaqnya[3]. Pernah meriwayatkan langsung dari Malik ibn Anas, Hammad ibn Zaid dan berteman baik dengan ‘Abdullah ibn Mubarak[4]. Ayahnya meninggal ketika ia masih kecil.[5]

Diceritakan bahwa Imam Bukhari terserang penyakit ketika kecil sehingga menyebabkan ia tidak bisa melihat. Ibunya sangat sedih, lalu berdo’a kepada Allah. Sampai akhirnya ibunya bermimpi melihat Ibrahim u berkata kepadanya:

يا هذه قد رد الله على ولدِكِ بصره بكثرة دعائك

“Allah telah mengembalikan penglihatan anakmu berkat do’amu”. Maka di pagi hanya ia melihat anaknya sudah bisa melihat.[6]

Imam Bukhari hidup pada masa dinasti ‘Abbasiyyah periode pertama sampai awal periode kedua, yaitu pada masa khalifah al-Ma’mun (198 – 218 H), al-Mu’tasim (218 – 227 H), al-Wathiq (227 – 232 H), al-Mutawakkil (232 – 247 H), al-muntasir (247 – 248 H), al-Musta```‘in (248 – 252 H) dan al-Mu‘taz (252 – 255 H)[7].[8]


Masa Kecil Imam Bukhari

Allah telah memberi Imam Bukhari suatu kelebihan yang tidak biasa diberikan kepada orang lain, yaitu daya hafal yang sangat kuat. Di saat usianya belum mencapai 10 tahun, ia telah memulai belajar hadis, sehingga tidak mengherankan apabila pada usia kurang lebih 16 tahun telah hafal banyak matan sekaligus sanadnya. Diantaranya hadis-hadis pada kitab karangan Ibn Mubarak dan Waqi’, serta memahami pendapat-pendapat ahli ra'yi, dasar-dasar dan alirannya.[9]

Pada tahun 210 H (umur 16 tahun), ia bersama ibu dan kakaknya yang bernama Ahmad pergi untuk menunaikan haji. Lalu menetap disana selama 6 tahun untuk mendalami hadis[10]. Kemudian pergilah ia ke Madinah dan mengarang beberapa kitabnya. Ia menetapkan dasar pondasi untuk al-Jami’ al-Sahih. Di makam Rasulullah r ia menulis Tarikh al-Kabir, al-Ausat  dan al-Saghir pada beberapa malam bulan purnama.[11]

Setelah itu berkelana untuk mencari hadis dari berbagai daerah, seperti:, Khurasan, Sham, Mesir, Baghdad, Basrah dan tempat-tempat yang lain. Dari situlah Imam Bukhari banyak berguru kepada ahli hadis, ia mengatakat: “Aku menulis hadis dari 1080 orang guru yang semuanya ahli hadis”, diantaranya adalah Ali bin al-Madini, Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma’in, Muhammad ibn Yusuf al-Firyabi dan ibn Rahawaih[12].[13]

Imam Bukhari biasanya bangun ketika tengah malam, kemudian menyalakan lampunya dan menulis hadis yang dihafalnya. Lalu mematikan lampunya. Kadang-kadang ia bisa bangun sampai 20 kali dalam semalam.[14]

Berkat ketekunan, ketelitian, kecerdasan dan daya hafalnya terhadap hadis, menjadikannya terkenal sebagai ahli hadis dan mendapatkan gelar Amir al-Mu’minin fi al-Hadith. Kemudian banyaklah ulama’ dan pelajar yang meriwayatkan hadis darinya, diantaranya: Muslim ibn Hajjaj, al-Tirmizi, al-Nasa’i, ibn Khuzaimah dan ibn Dawud.[15]

 

Guru Imam Bukhari

Diriwayatkan dari Imam Bukhari:

كتبت عن ألف وثمانين رجلا ليس فيهم إلا صاحب حديث

Aku menulis hadis dari 1080 orang guru yang semuanya ahli hadis.[16]

Diantara guru-gurunya adalah: Ali ibn al-Madiniy, Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma’in, Muhammad ibn Yusuf al-Firyabi, Makky ibn Ibrahim al-Balkhiy, ibn Rahawaih dan perawi-perawi yang diriwayatkannya di dalam Sahih Bukhari sebaganyak 289 orang.[17]


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN;


Tingkatan Guru Imam Bukhari

Imam Bukhari mempunyai banyak sekali guru di masa hidupnya. Guru-guru Imam Bukhari dapat diklasifikasikan menjadi 5 kelompok:

1.      Menceritakan langsung dari tabi‘in. Seperti

-          Muhammad ibn ‘Abdullah al-Ansariy menceritakan dari Hamid

-          Makkiy ibn Ibrahim menceritakan dari Yazid ibn ‘Ubaid

-          ‘Abdullah ibn Musa menceritakan dari Isma’il ibn Abi Khalid dan Hisham ibn ‘Urwah.

2.      Hidup pada masa mereka, tapi tidak mendengar langsung dari thiqot tabi‘in, seperti:

-          ’Adam ibn Abi Iyyas

-          Abu Mashar ‘Abdu al-A’la ibn Mashar

-          Sa’id ibn Abi Maryam

-          Ayyub ibn Sulaiman ibn Bilal

3.      Mereka yang tidak bertemu dengan tabi‘in tetapi mengambil dari kibar tabi’u al-tabi‘in, seperti:

-          Sulaiman ibn Harb

-          Qutaibah ibn Sa’id

-          Na’im ibn Hammad

-          Ali ibn al-Madini

-          Yahya ibn Ma’in

-          Ahmad ibn Hanbal

-          Ishaq ibn Rahawaih


4.      Teman Imam Bukhari dalam menuntut ilmu, seperti:

-          Abu Hatim al-Raziy

-          Muhammad ibn ‘Abdu al-Rahim

-          ‘Abd ibn Hamid

5.      Beberapa orang yang seumuran dengan muridnya. Imam Bukhari mengambil dari mereka hanya untuk mengambil faedah.

-          ‘Abdullah ibn Hammad al-Amaliy

-          Al-Tirmizi

-          Khawarizmiy[18]


Murid Imam Bukhari

Sangat banyak sekali yang meriwayatkan dari Imam Bukhari, dikatakan jumlahnya mencapai 90.000 orang. Diantara muridnya yang terkenal yaitu: Muslim ibn Hajjaj, al-Tirmidhi, al-Nasa’i, ibn Khuzaimah, ibn Abi Dawud, Muhammad ibn Yusuf al-Farbiray[19], Ibrahim ibn Ma’qil al-Nafsiy, Hammad ibn Shakir al-Nasawiy dan Mansur ibn Muhammad al-Bazdawiy.[20]


Kekuatan Hafalan Imam Bukhari

Diriwayatkan dari Imam Bukhari:

أحفظ مائة ألف حديث صحيح، ومائتى ألف حديث غير صحيح

Aku hafal 100.000 hadis sahih dan 200.000 hadis tidak sahih.[21]

Pernah suatu ketika Imam Bukhari mengunjungi Baghdad. Dan telah berkumpul para ahli hadis se-Baghdad untuk menguji Imam Bukhari. Mereka mengumpulkan 100 hadis yang sudah dibolak-balik matan dan sanadnya. Kemudian setiap dari mereka memberikan 10 hadis (yang sudah dibolak-balik tadi).

Lalu diberikanlah 10 soal pertama. Dan setiap kali Imam Bukhari diberi pertanyaan hadis, ia menjawab “لا أعرف(aku tidak tau). Begitulah sampai selesai semua pertanyaan. Melihat kejadian tersebut, orang yang hadir melecehkan Imam Bukhari.

Kemudian menghadaplah Imam Bukhari kepada penguji pertama dan mengatakan:

أما حديثك الأول فصحته كذا، وأما حديثك الثاني فصحته كذا

Sesungguhnya hadis Anda yang pertama yang tepat adalah demikian, hadis Anda yang kedua yang tepat adalah demikian

Sampai selesai 10 soal. Lalu menghadap ke penguji yang kedua, ketiga dan seterusnya sampai selesai.[22]

 

Pujian para ulama’ untuk Imam Bukhari

Al-Hakim Abu ‘Abdullah al-Naisaburiy mengatakan:

هو إمام أهل الحديث بلا خلاف بين أئمة النقل

Dia (Imam Bukhari) adalah pemimpin ahli hadis tanpa ada khilaf (semua sepakat) menurut para ulama’ hadis.

Al-Darimiy mengatakan:

محمد ابن إسماعيل أعلمنا وأفقهنا وأغوصنا وأكثرنا طلبا

Muhammad ibn Isma’il orang yang paling berilmu di antara kita, yang paling faqih, yang paling dalam (ilmunya), yang paling banyak meminta (hadis).

Abu Hatim al-Raziy mengatakan:

محمد ابن إسماعيل أعلم من دخل العراق

Muhammad ibn Isma’il (Imam Bukhari) adalah orang yang paling ‘alim yang masuk di Iraq

Al-Tirmizi mengatakan

لم أر بالعراق ولا بخراسان في معنى العلل والتاريخ ومعرفة الأسانيد أعلم من محمد بن إسماعيل

Aku belum pernah menemukan baik di Iraq maupun di Khurasan orang yang (paling) paham ‘ilal (jama’ dari ‘illah), tarikh dan pengetahuan tentang sanad selain Muhammad ibn Isma’il (Imam Bukhari).

 

Fitnah

Sebelum terkena fitnah, Imam Bukhari sempat disanjung-sanjung Muhammad ibn Yahya al-Dhahliy, yang juga merupakan gurunya. Yaitu ketika imam Bukhari ke Naysabur pada tahun 250 H. Ia disambut oleh al-Dhahliy dan beberapa ulama’ yang lain. Diriwayatkan oleh Imam Muslim:

من أراد أن يستقبل محمد بن إسماعيل غدا قليستقبله فإني أستقبله، فاستقبله محمد بن يحيى الذهلي وعامة علماء نيسابور

Al-Dhahliy juga berwasiat kepada kaum muslimin untuk mendengarkan riwayat dari Imam Bukhari.

اذهبوا إلى هذا الرجل الصالح العالم فاسمعوا منه

Pergilah kepada orang yang salih ini dan dengarlah (hadis) darinya.[23]

Namun ketika imam Bukhari mendapat fitnah, maka banyak orang yang menjauhinya. Sebab kejadian tersebut yaitu ada beberapa orang yang dengki dan memfitnah Imam Bukhari yang mengatakan bahwa Alquran itu makhluk. Sampai-sampai al-Dhahliy yang merupakan guru imam Bukhari mengatakan:

من زعم لفظى بالقرآن مخلوق فهو مبتدع ولا يجالس، ولا يكلم، ومن ذهب بعد هذا إلى مجلسه فاتهموه

Barangsiapa yang menganggap Alquran itu makhluk, maka dia ahli bid’ah. Tidak selayaknya duduk bersama dia, dan mengobrol denganya. Dan barangsiapa setelah ini yang berangkat ke majelisnya (Imam Bukhari), maka aku mencurigainya.[24]

Maka pergilah orang-orang dalam majelis tersebut, kecuali Muslim ibn Hajjaj dan Ahmad ibn Salamah. Sampai akhirnya Imam Bukhari terlepas dari fitnah tersebut ketika salah seorang laki-laki pergi kepadanya dan menanyakan:

ما تقول في اللفظ بالقرآن مخلوق هو أو غير مخلوق؟ فأعرض عنه البخاري ولم يجبه "ثلاثا" فألح عليه الرجل فقال البخاري: القرآن كلام الله غير مخلوق، وأفعال العباد مخلوقة

Apa yang Anda maksud dengan lafadh Alquran makhluk atau bukan makhluk? Imam Bukhari berpaling darinya dan tidak menjawabnya sampai 3 kali. Lelaki tadi terus mendesa, maka Imam Bukhari berkata: Alquran adalah kalamullah dan bukan makhluk, sedangkan af‘alu al-‘Ibad[25] adalah makhluk.[26]

Diriwayatkan juga bahwa Imam Bukhari berkata:

من زعم أني قلت: لفظى بالقرآن مخلوق فهو كذاب

Barangsiapa yang menggangap aku mengatakan: Alquran makhluk, maka dia pendusta.[27]

Semakin marahlah al-Dhahliy kepada Bukhari atas pernyataannya tersebut. Sampai-sampai al-Dhahliy berkata:

لا يساكنني هذا الرجل في البلد

Hendaknya lelaki ini tidak tinggal satu daerah denganku.[28]

Maka Imam Bukhari melihat keluar dari daerahnya merupakan jalan yang terbaik baginya, maka ia pun pergi  dari Naisaburi ke Bukhara. Sesampainya di Bukhara, ia disambut masyarakat setempat. Imam Bukhari pun menetap dan mengajar.[29]

Tak lama berselang terjadi perselisihan antara Imam Bukhari dan pemimpin daerah setempat yang bernama Khalid ibn Ahmad al-Dhahliy. Yaitu ketika Khalid mengutus seseorang untuk pergi ke kediaman Imam Bukhari, dan memerintahkan Imam Bukhari untuk membawa kitab Jami’ (Sahih Bukhari) dan Tarikhnya ke kerajaan supaya Khalid bisa mendengar hadis darinya. Maka imam Bukhari pun menjawab kepada utusan tersebut:

قل له: إني لا أذل العلم ولا أحمله إلى أبواب السلاطين، فإن لم يعجبك هذا، فأنت سلطان فامنعني من المجلس، ليكون لي عذر عند الله يوم القيامة إني أكتم العلم

Katakan kepadanya: Sesungguhnya aku tidak akan menghinakan ilmu, dan aku tidak akan membawanya (kitabku) ke pintu-pintu kerajaan. Maka apabila jawaban ini tidak membuat Anda terkejut, maka Anda adalah Penguasa, laranglah aku dari majelis. Supaya aku mempunyai alasan di hadapan Allah ketika hari kiamat nanti, aku menyembunyikan ilmu (karena penguasa melarangku).[30]

Marahlah Khalid dengan jawaban tersebut dan berniat untuk mengusir Imam Bukhari dari daerahnya. Tapi atas kuasa Allah, Khalid mendapat panggilan dari ibn Tahir kemudian dipenjara.[31] 

 

Wafatnya Imam Bukhari

Suatu ketika penduduk Samarqand meminta Imam Bukhari untuk mengajar di daerahnya. Maka berangkatlah ia. Tetapi ketika ia tiba di “بخرتنك”, yaitu sebuah desa yang terletak 2 farsakh dari Samarqand, Imam Bukhari meninggal.

Imam Bukhari meninggal pada malam ‘Idul Fitri tahun 256 H dengan umur 62 tahun kurang 13 hari[32]. Muhammad Abdurrahman menyebutkan Imam Bukhari meninggal pada malam Sabtu tanggal 30 Ramadan 256 H[33]. lalu dikebumikan pada keesokan harinya yaitu pada hari Idul Fitri.[34]

 

B.     Kitab Sahih Bukhari

Motivasi membuat Sahih Bukhari

Ibn Solah menjelaskan dalam kitabnya muqaddimah ibn Solah bahwa ulama’ yang pertama kali mengarang kitab berisi hanya hadits-hadits sahih adalah Imam Bukhari (w. 256 H).[35]

Sebab pembuatan kitab tersebut adalah sebuah riwayat dari Ibrahim ibn Ma’qil al-Nafsy sebagai berikut:

كنا عند إسحاق بن راهوية فقال: لوجمعتم كتابا مختصرا لصحيح سنة النبي صلى الله عليه وسلم. قال: فوقع ذلك في قلبي، فأخذت في جمع الجامع الصحيح

berkata: Dulu ketika kita bersama Ishaq ibn Rahawiyah, dia berkata: Kalau kiranya kalian bisa mengumpulkan kitab mukhtashar sahih sunnah Rasulullah r. Bukhari berkata berkata: Terbesitlah dalam hatiku, dan aku membuat Jami’ al-Sahih.[36]

و عنه: رأيت النبي صلى الله عليه و سلم وكأنني واقف بين يديه وبيدي مروحة اذب بها عنه فسألت بعض المعبرين فقال لي أنت تذب عنه الكذب

Diriwayatkan dari Bukhari: “Aku melihat Rasulullah r (dalam mimpi), seakan-akan aku berdiri di hadapan beliau. Dan di tanganku ada sebuah kipas, yang mana dengan kipas tersebut akan mengipasinya. Lalu aku bertanya kepada ahli ta’wil mimpi”. Dia mengatakan kepadaku: “Engkau mengipas kebohongan-kebohongan dari Rasulullah r”.[37]

Dalam penyusunan kitabnya, Imam Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun.[38]


Jumlah Hadis Sahih Bukhari

Sahih Bukhari atau nama buku lengkapnya al-Jami’ al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min Umuri Rasulillah r wa Sunanihi wa Ayyamihi[39] merupakan kitab hadis yang berisi hadis-hadis sahih.

Zainul ‘Arifin[40] menukil perkataan Abu Shuhbah, bawah jumlah hadis Sahih Bukhari adalah sebagai berikut:

    a.       Jumlah hadis (ditambah hadis terulang-ulang, belum ditambah mu’allaq dan mutaba’at): 7.397 buah

    b.      Hadis mu’allaq: 1.341 buah

    c.       Mutaba’at: 384 buah (Zainul Arifin menyebutkan 344 hadis)

    d.      Jadi jumlah seluruhnya: 8.122 buah[41]. (Zainul Arifin menyebutkan 9.082 hadis)

Sedangkan menurut Shauqi Abu Khalil, Imam Bukhari dalam menyusun kitabnya terlebih dahulu menyeleksi 100.000 hadis. Dari 100.000 hadis tersebut terseleksi sebagai berikut:

    a.       7.562 hadis (dengan hadis yang terulang).

    b.      Sedangkan jumlah hadis yang tidak terulang sekitar 4000 hadis.[42]

Zainul Arifin dalam Studi Kitab Hadis menyebutkan jumlah yang berbeda untuk mutaba’at  dan jumlah hadis keseluruhan.

    a.       Mutaba’at: 344 hadis

    b.      Jadi jumlah seluruhnya: 9.082 hadis[43]

Setelah menyeleksi hadis-hadis tersebut, lalu disesuaikan dengan bab-bab dalam fiqih dan diberi judul dengan jelas.[44]


Sahih Bukhari Merupakan Kitab sahih Pertama

Kitab Sahih Bukhari ini menjadi kitab sahih pertama karena kitab-kitab sebelumnya bercampur antara hadits mawsul, mauquf dan munqati’, sebagaimana dalam kitab Muwatta’ Imam Malik. Sedangkan dalam Sahih Bukhari hanya berisi hadits sahih saja.[45]

Meskipun begitu, ada keterkaitan yang erat antara Sahih Bukhari dan Muwatta’ Imam Malik, sebagaimana perkataan Abu Bakr ibn ‘Arabiy:

الموطأ هو الأصل الأول والبخاري هو الأصل الثاني. وعليهما بني جميع من بعدهما كمسلم والتمذي وغيرهما

Muwatta’ Malik merupakan sumber pertama dan Sahih Bukhari adalah sumber kedua. Dari keduanya ulama’ setelahnya mengarang kitab-kitabnya.[46]

 

Istilah sahih mujarrad

Ulama’ pertama yang mengenalkan istilah sahih mujarrad untuk kitab Sahih Bukhari adalah ibn Solah. Mengapa Ibn Solah menggunakan istilah tersebut?

Al-‘Iraqiy (w. 806 H) berpendapat bahwa Malik tidak mengkhususkan hadits sahih di dalamnya, melainkan juga memasukkan mursal, munqati’ dan balaghat. Dan diantara balaghat nya ada beberapa hadits yang tidak diketahui sebagaimana dijelaskan ibn ‘Abdil Bar.[47]

Ibn Hajar menambahkan dalam Nukat-nya, hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Muwatta’ itu sahih bagi yang berpendapat bolehnya berhujjah dengan hadits mursal, munqati’ dan aqwal sahabah.[48]

 

Metode penyusunan Sahih Bukhari

Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dalam disiplin ilmu hadis, diantara:

    1.      Menta’dil dan mentarjih

    2.      Menggunakan syarat mu’asarah dan liqa’

    3.      Menggunakan syarat-syarat yang sudah disepakati para ulama’, yaitu: Orang Islam, berakal, jujur, tidak mudallis, ‘adil, dabit, sanadnya muttasil, tidak shadh, tidak ada ‘illah.[49]

Penyusunan bab dilakukan di Masjidil Haram, kemudian dilanjutkan menulis pendahuluan dan pembahasannya di Rawdah Majid Nabawi. Lalu menempatkan hadis-hadis tersebut pada bab yang sesuai. Semua itu dilakukan di Makkah, Madinah dan beberapa negara tempat pengembaraannya.[50]

 

Ketelitian Imam Bukhari dalam menyusun Sahihnya

Imam Bukhari membutuhkan waktu selama 16 tahun untuk mengarang dan menyusun kitab Sahih Bukhari.[51]

Imam Bukhari mulai menyusun kitabnya di Makkah, dan dilengkapinya di Madinah, Bukhara dan Basrah. Ramadan Mutawalliy menjelaskan dalam A’imma Ilmi al-Hadith al-Nabawiy bahwa Imam Bukhari tidak pernah menulis satupun hadis kecuali setelah istikharah, mandi, sholat dua raka’at dan yakin akan kesahihan hadis tersebut.[52]

 

Kitab dan Bab dalam Sahih Bukhari

Mengutip dari Zainul Arifin dalam Studi Kitab Hadis[53], Imam Bukhari dalam menulis kitabnya membagi menjadi beberapa kitab. Setiap kitab dibagi menjadi beberapa bab.

Dia memulai dengan bab permulaan wahyu, kemudian disusul dengan:

    ·         Kitab Iman

    ·         Kitab ‘Ilmi

    ·         Kitab Taharah

    ·         Kitab Shalat

    ·         Kitab Zakat

    ·         Kitab Buyu’

    ·         Kitab Mu’amalah (hukum perdata)

    ·         Kitab Murafa’at (hukum acara)

    ·         Kitab Sulh (perdamaian)

    ·         Kitab wasiyyah

    ·         Kitab Waqaf

    ·         Kitab Jihad

Selanjutnya bab-bab yang tidak menyangkut fiqih, seperti bab tentang:

·         Permulanaan penciptaan makhluk

·         Biografi para Nabi

·         Cerita surga dan neraka

·         Manaqib,

·         Fada’il

·         Sadaqah.

Bab selanjutnya tentang Sirah Nabawiyyah, Maghaziy (peperangan) dan Kitab Tafsir.

Kemudian kembali lagi ke kitab fiqih (nikah, talaq dan nafaqah). Lalu membahas tentang:

·         Al-At’imah (makanan)

·         Ashribah (minuman)

·         Tibb (pengobatan)

·         Adab

·         Birr

·         Shilah

·         Isti’zab

·         Nuzur

·         Kafarat

·         Hudud

·         Ikrah (paksaan)

·         Ta’bir al-Ru’ya

·         Fitan

·         Ahkam

·         I’tisham bi al-Kitab wa al-Sunnah

·         Tawhid sebagai kitab penutup


Mengapa masih ada hadits munqati’ dalam Sahih Bukhari?

Jika terdapat hadits munqati’ dalam Sahih Bukhari itu bisa disebabkan karena dua hal:

    1.      Sudah ada hadits sebelumnya yang serupa, sehingga tidak perlu mengulang sanad dengan lengkap dengan tujuan agar kitab tidak terlalu tebal.

    2.      Sebagai istish-had (penguat) dan tafsir sebagian ayat al-Qur’an.[54]

 

Mengapa Sahih Bukhari lebih unggul daripada Sahih Muslim?

    1.      Imam Suyuti menyebutkan Rijal yang diriwayatkan Imam Bukhari sendiri (tanpa Imam Muslim) berjumlah 430an orang, sedangkan Ibn hajar menyebutkan dalam Nukatnya[55] jumlah rijal yang dianggap da’if dari Bukhari berjumlah 435 orang. Yang dianggap da’if berjumlah 80 orang. Sedangkan rijal yang diriwayatkan Imam Muslim sendiri (tanpa Imam Bukhari) berjumlah 620 orang. Yang dianggap da’if berjumlah 120 orang.

    2.      Imam Bukhari tidak mengambil banyak hadits dari rijal nya yang dianggap da’if kecuali tarjamah ‘ikrimah dari ibn ‘Abbas. Berbeda dengan Imam Muslim yang meriwayatkan banyak hadits dari rijal-nya yang da’if. seperti: Abu Zubair dari Jabir, Suhail dari ayahnya, ‘Ala’ ibn ‘Abdirrahman dari ayahnya, Hammad ibn Salamah dari Thabit dan lain sebagianya

    3.      Rijal yang dianggap da’if dari Imam Bukhari kebanyakan gurunya langsung yang mana Imam Bukhari bertemu langsung dan tahu keadaan mereka, tau yang jayyid dan yang tidak. Berbeda rijal yang dianggap da’if dari Imam Muslim yang kebanyakan pada masa tabi’in dan setelahnya.

    4.      Kebanyakan riwayat Imam Bukhari dari rijal tabaqal al-ula yang mempunyai daya hafal yang tinggi dan mutqin.

    5.      Imam Muslim beranggapan bahwa mu’an’an dihukumi muttasil apabila berada dalam satu masa (meskipun belum pasti bertemu). Sedangkan Imam Bukhari mensyaratkan harus bertemu.

    6.      Hadits dalam Sahih Muslim yang dikritik berjumlah sekitar 210 hadits, sedangkan dalam Sahih Bukhari kurang dari 80 hadits.[56]

Ibn hajar juga menyatakan: Imam Bukhari meriwayatkan dari Rijal yang dianggap da’if hanya untuk istish-had, mutaba’at dan ta’liqat. berbeda dengan Imam Muslim yang meriwayatkan dari mereka untuk ushul al-ihtijaj.[57]

Ibn Hajar berpendapat: Para Ulama’ bersepakat bahwa Imam Bukhari mempunyai kredibilitas lebih dari pada Imam Muslim dan lebih mengetahui ilmu hadits. Sedangkan Imam Muslim merupakan muridnya, masih mengambil faedah darinya dan mengikuti jejaknya. Sampai-sampai Imam Daru Quthni mengatakan:

لولا البخاري ما راح مسلم ولا جاء

Kalau sekiranya tidak ada Bukhari, niscaya tidak akan ada Muslim.[58]

 

Ta’liqat dalam Sahih Bukhari

Tidak bisa dipungkiri terdapat banyak hadis mu’allaq dalam Sahih Bukhari. Zainul Arifin menjelaskan bahwa jika ada hadis mu’allaq dan mauquf  itu dimaksudkan sebagai penguat hal yang dibicarakan, bukan untuk dijadikan pegangan.[59]

Ibn Kathir mengutip perkataan sheikh Abu ‘Amru menanggapi ta’liqat yang ada di dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim: “Ta’liqat yang ada di dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim[60], dikatakan ada pada 14 tempat. Jadi hadits mu’allaq yang ada di Sahih Bukhari dengan sighah jazm seperti: “قال” dan “روى” dihukumi muttasil kepada dita’liq-kan. Tetapi jika sighah-nya tamrid seperti: “رُوِيَ”, “يُرْوَى” dan “يُذكر” maka tidak dihukumi sahih dan tidak pula dinafyikan kesahihannya.[61]

Ibn Hajar membantah perkatan Hafidz Abu Ja’far ibn Hamdan yang mengatakan:

إذا قال البخاري: "وقال لي فلان" فهو مما سمعه عرضا ومناولة

Apabila Imam Bukhari menggunakan simbol “وقال لي فلان” maka maksudnya beliau meriwayatkan ‘ardan[62] dan munawalatan.[63]

Apabila Imam Bukhari mengatakan “قال لنا[64], “قال لي فلان كذا”, “زادني” atau semacamnya, hal tersebut dihukumi muttasil oleh kebanyakan ahli hadits.[65] 

 

Istifadah kitab Sahih Bukhari

A.    Sharh

Sahih Bukhari merupakan kitab yang sangat penting dalam keilmuan Islam, oleh karenanya banyak sekali ulama’-ulama’ setelah mengambil faedah dari kitab tersebut. Dari kitab ini muncullah sharh sebanyak 82 buah, diantara:

1.      Fathul Bari oleh ibn Hajar al-Athqalani

2.      ‘Umdatul Qari oleh Badruddin al-‘Ini

3.      Al-Tauqih oleh Badruddin al-Zarkashi

4.      Al-Tausiah oleh Jalaluddin al-Suyuti[66] 


 

B.     Dikumpulkan dalam musnad

Ibn al-Furad mengumpulkan hadis dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim dalam satu musnad yang kemudian diringkas, yaitu:

1.      Al-Tajrid al-Sahih susunan al-Husain ibn al-Mubarak

2.      Al-Tajrid al-Sahih susunan Abu al-‘Abbas Sharafuddin Ahmad al-Sharaji al-Zalidi

Selanjutnya kitab mukhtasar ini di sharh oleh al-‘Allamah Hasan Khan dan ‘Abdullah al-Sharqawi.[67] 

 

Kritik terhadap Sahih Bukhari

Ibn Hajar mengatakan ada beberapa kekurangan yang ada di dalam Sahih Bukhari, diantara:

    1.      Ada yang berisi beberapa hadis saja, ada yang berisi satu ayat dan satu hadis saja, bahkan ada yang berisi ayat al-Qur’an tanpa hadis.

    2.      Terkadang mengungkapkan hadis dalam keadaan terpotong-potong dan kadang-kadang singkat.

    3.      Ada pula hadis-hadis yang dikemukakan tanpa sanad. Hal ini dilakukan apabila hadis tersebut sudah diketahui atau dikenal secara umum.[68]

 

Sementara Ahmad Amin dalam Duha Islam mengatakan:

    1.      Sistematika penyusunan kitabnya menyesuaikan kitab fiqih. Hal tersebut memberi kesan Imam Bukhari cenderung lebih menekankan pada tujuan istinbat hukum fiqih. Namun sayangnya tidak hanya memuat masalah-masalah fiqih, tetapi juga diselingi dengan masalah lain.

    2.      Dalam Sahih Bukhari hadis disebutkan secara terpotong-potong. Sebagian disebutkan pada suatu bab tertentu (dengan sanad muttasil) dan potongan lainnya disebutkan pada bab lain (dengan sanad munqati).

    3.      Sebanyak 80 rawi hadis yang terdapat pada Sahih Bukhari mendapat kritikan karena tidak thiqah. [69]

Kritikan terhadap Sahih Bukhari tidaklah mengurangi arti nilai dari kitab tersebut. Bahkan menurut Ahmad Umar Hakim dalam Qawa’id Usul al-Hadith, Sahih Bukhari merupakan kitab dari kutub sittah ranking pertama dan paling baik.[70]


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN;

BAB III

PENUTUP

1.      Salah satu ulama’ besar sepanjang sejarah telah meninggal dalam sebuah perjalanan di malam Idul Fitri tahun 261 H. Dialah Imam Bukhari yang berjuang dalam menuntut ilmu mengarungi berbagai negara dan menyebarkan ilmunya  tanpa mengharapkan imbalan apapun.

2.      Imam Bukhari meskipun diberi kecerdasan dan daya hafal yang kuat oleh Allah, tapi ia tetap tekun, rajin dan berjuang dalam thalabu al-‘ilm. Itulah yang sepatutnya dicontoh bagi setiap penuntut ilmu.

3.      Teguh pendirian adalah salah satu sifat yang dimiliki Imam Bukhari. Sebagaimana ketika beliau mendapat fitnah di Naisaburi dan sikap gigih beliau menentang penguasa ketika di Bukhara yang kurang menghargai seorang ulama.

4.      Sahih Bukhari meskipun mendapatkan beberapa kritik tetapi mayoritas umat muslim sepakat bahwa Sahih Bukhari merupakan kitab paling sahih setelah Alquran Karim.


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Muhammad, Studi Kitab Hadis (Yogyakarta: TERAS, 2009)

Amin, Ahmad, Duha Islam, Juz 2 (Kairo: Maktabah Nahdah al-Misriyyah, t.th.)

Arifin, Zainul, Studi Kitab Hadis (Surabaya: Pustaka al-Muna, 2010)

Bukhari, Imam, al-Jami’ al-Sahih (Stuttgart – Germany: Jam’iyyatu al-Maknaz al-Islamy, 2000)

Hajar, Ibn, Fathul Bari, Juz 1 (Beirut: Darul Ma’rifah, t.th.)

Hajar, Ibn, Hadyu al-Sari Muqadiimah Fath al-Bari (Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1963)

Hajar Ibn, Nukat ‘ala kitabi ibn Solah, Jilid 1  (Riyad: Daru Rayah, Cet. 3, 1415 H / 1994 M)

Kathir, Ibn, al-Baith al-Hathith (Riyad: Maktabah al-Ma’arif, Cet. 1, 1417 H / 1996 M)

Khalil, Shauqiy ‘Abu, Atlas al-Tarikh al-‘Arabiy al-Islamiy (Suriah: Darul Fikr, Cet. 15, 1430 H / 2009 M)

Khalil, Shauqiy ‘Abu, Athlas al-Hadith (Damaskus: Dar al-Fikr, 1423 H)

Al-Iraqiy, Al-Taqyid wa al-idah (Halab: Matba’ah ‘Ilmiyyah, 1350 H / 1931 M)

Mutawalliy, Ramadan Ramadan, A’immatu ‘Ilmi al-Hadith al-Nabawiy (Kairo: al-Hai’ah al-Misriyyah al-‘Ammah, 2010)

Shuhbah, Muhammad Muhammad Abu, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah (Kairo: Majma‘ al-Buhuth al-Islamiyyah, 1415 H / 1995 M)

Solah, Ibn, Muqaddimah ibn Solah (Halab: Maktabah ‘Ilmiyyah, Cet. 1, 1450 H / 1931 M)

Suyuti, Imam, Tadrib al-Rawi (Riyad: Darul ‘Asimah, 1424 H / 2003 M)



[1] Muhammad Muhammad Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah (Kairo: Majma‘ al-Buhuth al-Islamiyyah, 1415 H / 1995 M), 57. Ramadan Ramadan Mutawalliy, A’immatu ‘Ilmi al-Hadith al-Nabawiy (Kairo: al-Hai’ah al-Misriyyah al-‘Ammah, 2010), 371.

[2] Muhammad Abdurrahman, Studi Kitab Hadis (Yogyakarta: TERAS, 2009), 45.

[3] Mutawalliy, A’immatu ‘Ilmi al-Hadith al-Nabawiy, 371.

[4] Zainul ‘Arifin menyebutkan dalam Studi kitab Hadis “Imam Bukhari belajar hadits dari Hammad ibn Zayd dan Imam Malik”. Agaknya kurang tepat jika Imam Bukhari meriwayatkan langsung dari Imam Malik, karena Imam Malik meninggal 197 sedangkan Imam Bukhari lahir 194 H. Penulis berpendapat bahwa ayah Imam Bukhari lah yang meriwayakan langsung dari Imam Malik. Lihat Mutawalliy, A’immatu ‘Ilmi al-Hadith al-Nabawiy, 371. Muhammad Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, 45.

[5] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis (Surabaya: Pustaka al-Muna, 2010), 98.

[6] Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah, 57.

[7] Shauqiy ‘Abu Khalil, Atlas al-Tarikh al-‘Arabiy al-Islamiy (Suriah: Darul Fikr, Cet. 15, 1430 H / 2009 M), 170.

[8] Mutawalliy, A’immatu ‘Ilmi al-Hadith al-Nabawiy, 369.

[9] Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah, 59. Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 98.

[10] Muhammad Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, 46.

[11] Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah, 60.

[12] Muhammad Abdurrahman menuliskan ibn Ruhawaih dalam Studi Kitab Hadis.

[13] Muhammad Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, 46.

[14] Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah, 61.

[15] Muhammad Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, 46.

[16] Ibid.

[17] Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah, 67.

[18] Mutawalliy, A’immatu ‘Ilmi al-Hadith al-Nabawiy, 375.

[19] Nama daerah di Bukhara. Lihat Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah, 67.

[20] Ibid.

[21] Abu Shuhbah menjelaskan yang dimaksud disini bukan berarti 200.000 ribu hadis yang berbeda. Tetapi dari sanad yang berbeda. Terkadang Imam Bukhari meriwayatkan 1 hadis dengan 10 sanad. Lihat Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah, 68.

[22] Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah, 69.

[23] Ibid. 62.

[24] Ibid. 63.

[25] Yang dimaksud dengan af‘alu al-‘Ibad adalah bacaannya dan pelafadhannya. Lihat  Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah, 64

[26] Ibid. 63.

[27] Ibid.

[28] Ibid.

[29] Ibid.

[30] Ibid.

[31] Ibid.

[32] Ibid.

[33] Muhammad Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, 45.

[34] Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah, 66.

[35] Ibn Solah, Muqaddimah ibn Solah (Halab: Maktabah ‘Ilmiyyah, Cet. 1, 1450 H / 1931 M), 13.

[36] Imam Suyuti, Tadrib al-Rawi (Riyad: Darul ‘Asimah, 1424 H / 2003 M), 117.

[37] Ibid. Ibn Hajar, Fathul Bari, Juz 1 (Beirut: Darul Ma’rifah, t.th.), 7.

[38] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 100.

[39] Imam Bukhari, al-Jami’ al-Sahih, Muqaddimah Sahih Bukhari (Stuttgart – Germany: Jam’iyyatu al-Maknaz al-Islamy, 2000)

[40] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 100.

[41] Abu Shuhbah, Fi. Rihab al-Sunnah, 42

[42] Syauqi Abu Kholil, Athlas al-Hadith (Damaskus: Dar al-Fikr, 1423 H), 11.

[43] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 103.

[44] Ibid. 101.

[45] Imam Suyuti, Tadrib al-Rawi, 117.

[46] Ibn Hajar, Nukat ‘ala kitabi ibn Solah, Jilid 1  (Riyad: Daru Rayah, Cet. 3, 1415 H / 1994 M), 279.

[47] Al-Iraqiy, Al-Taqyid wa al-idah (Halab: Matba’ah ‘Ilmiyyah, 1350 H / 1931 M), 13.

[48] Ibn Hajar, Nukat ‘ala kitabi ibn Solah, 278.

[49] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 102.

[50] Ibid. 102.

[51] Mutawalliy, A’immatu ‘Ilmi al-Hadith al-Nabawiy, 381.

[52] Ibid.

[53] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 103.

[54] Imam Suyuti, Tadrib al-Rawi, 120.

[55] Ibn Hajar, Nukat ‘ala kitabi ibn Solah, 286.

[56] Imam Suyuti, Tadrib al-Rawi, 123.

[57] Ibn Hajar, Nukat ‘ala kitabi ibn Solah, 288.

[58] Imam Suyuti, Tadrib al-Rawi, 124.

[59] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 100.

[60]Ta’liqat yang terdapat dalam Sahih Muslim berjumlah lebih sedikit dibandingkan Sahih Bukhari. Dikatakan hanya terdapat pada 14 tempat. Ibn Hajar sampai membuat satu kitab khusus berjudul taghliqu al-ta’liq, lalu diringkasnya dalam muqaddimah Fathu al-Bari. Berjumlah 56 halaman.  Lihat Ibn Kathir, al-Baith al-Hathith (Riyad: Maktabah al-Ma’arif, Cet. 1, 1417 H / 1996 M), 121.

[61] Ibid.

[62] Murid menunjukkan kitabnya kepada sheikh nya.

[63] Ibn Kathir, al-Baith al-Hathith, 123.

[64] Ibn Hajar berkata: “Aku menemukan di banyak tempat pada Sahih Bukhari simbol “قال لي”, tetapi setelah aku rujuk hadits yang sama pada buku hadits yang lain, mereka menggunakan “حدثنا”. Imam Bukhari membedakan simbol “حدثنا” untuk perawi yang memenuhi syaratnya, sedangkan simbol “قال لي” bagi perawi yang belum memenuhi syaratnya. Lihat Fathul Bari (1/156)

[65] Ibn Kathir, al-Baith al-Hathith, 122.

[66] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 101.

[67] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 101.

[68] Ibn Hajar, Hadyu al-Sari Muqadiimah Fath al-Bari (Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1963), 264-265.

[69] Ahmad Amin, Duha Islam, Juz 2 (Kairo: Maktabah Nahdah al-Misriyyah, t.th.), 116.

[70] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 105.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...