BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejak abad ke 16 dan 17 M., ulama Indonesia sudah mulai banyak yang mengadakan hubungan surat menyurat dengan para ulama di Saudi Arabia. Mereka juga seringkali mengundang para ulama India dan negeri-negeri Arab dengan membawa buku tafsir, fiqih dan lain-lain. Banyak pula ulama-ulama Aceh dan daerah-daerah lain yang pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan kemudian tinggal beberapa lama di beberapa kota Hijaz dan Yaman untuk memperdalam pengetahuan agama mereka.
Dalam perkembangannya, tidak sedikit di antara orang-orang Indonesia ini yang akhirnya berhasil menjadi ulama yang cukup dikenal di Timur Tengah dan dunia Islam umumnya, terutama pada abad ke 19 M. Mereka ini banyak yang berhasil menjadi guru besar di Mekkah dan Madinah. Bahkan beberapa di antaranya menulis kitab dalam bahasa Arab.
Dan salah satunya adalah Mahfuz al-Tirmasi, maka disini penulis akan membahas Mahfuz al-Tirmasi dimulai dari biografinya kemudian metodenya terhadap kitab sharh Imam Suyuti.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang diketahui tentang Mahfuz
al-Tirmasi?
2.
Bagaimana metode Mahfuz al-Tirmasi
terhadap kitab Sharh Manzumah ‘Ilm al-Athar karya Imam Suyuti?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
tentang Mahfuzal-Tirmasi
2. Mengetahui
metode Mahfuz at-Tirmasi terhadap kitab Sharh Manzumah ‘Ilm al-Athar
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN :
- Biografi Imam Bukhari
- Kitab Sahih Bukhari
- Biografi Imam Shafi’i
- Imam Shafi’i Pembela Hadis Nabi Nasir Al-Sunnah
- Kedudukan Hadis Dalam Pandangan Imam Shafi’i
- Biografi Imam Malik Ibn Anas
- Al-Muwatta’ Imam Malik ibn Anas
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Mahfuz al-Tirmasi
1. Nama dan Nasab[1]:
Imam ‘Allamah al Faqih al Usuli al Muhaddith al Muqri’
Muhammad Mahfuz bin ‘Abdullah bin ‘Abd almanan alTirmasi alJawi,
al-Makki, alShafi’i.
2. Kelahiran dan pertumbuhan:
Lahir di Tarmas, Solo Jawa Tengah pada
tanggal 12 Jumad Al-Ula 1285 H. Ayahnya
meninggal di Mekkah Al Mukarromah kemudian beliau diasuh oleh ibu dan para
pamannya. Beliau memperoleh ilmu dasar fiqih di usia muda dari beberapa ulama Jawa,
dan beliau juga menghafal al-Qur’an. Kemudian ayah beliau, al-‘Allamah al-Faqih
Abdullah al-Tirmasi memanggilnya untuk belajar di Makkah. Pada tahun 1291
beliau berangkat menemui sang ayah dan bermukim di Makkah untuk membaca
beberapa kitab di hadapan beliau. Kemudian Mahfuz kembali ke Jawa (Semarang) dan berguru kepada al ‘Allamah Salih bin ‘Umar
al-Samarani juga untuk membaca beberapa kitab.[2]
Kemudian, Mahfuz melakukan rihlah talab
al-ilm untuk kedua kalinya ke Makkah dan mengambil berbagai disiplin ilmu dari
para ulama besarnya. Diantara para guru Mahfuz adalah al-‘Allamah al-Sayyid Abi
Bakr bin Muhammad Shata al-Makki, yang merupakan pijakan Mahfuz dalam
periwayatan hadis. Mahfuz juga menyimak banyak kitab hadis dan musthalah-nya
dari al-‘Allamah al-Muhaddith al-Sayyid Husain bin Muhammad al-Habshi al-Makki
yang dikenal sebagai “Ibnu Mufti” (Anak Mufti). Beliau juga banyak membaca
kitab hadis dan ilmunya di hadapan al-‘Allamah Al-Shafi’iyah Makkah Muhammad
Sa’id Ba Basil. Beliau juga memperoleh ilmu qira’at 14 dari al-‘Allamah Muhammad
al-Sharbini al-Dimyati[3].
Dalam menuntut ilmu, beliau benar-benar
bermujahadah hingga terlihat kelebihan beliau dalam hadis dan ilmu-ilmunya,
juga menguasai fiqih dan ushulnya, serta ilmu qira’at. Sehingga para guru
beliau memberikan izin untuk mengajar. Mahfuz mengajar di Bab As Shafa Masjid
Al Haram dan di rumah tempat beliau tinggal.[4]
Kyai Raden Dahlan As Samarani (Semarang), Kyai
Muhammad Dimyathi At Tarmasi (Termas), Kyai Khalil Al Lasimi (Lasem), Kyai
Hasyim Asy’ari Al Jumbangi (Jombang), Kyai Muhammad Faqih bin Abdi Al Jabbar Al
Maskumbani (Maskumambang), Kyai Baidhawi, Kyai Abd Al Muhaimin bin Abdul Aziz
Al Lasimi, Kyai Nawawi Al Fasuruwani (Pasuruan), Kyai Abbas Buntet As Syirbuni
(Cirebon), Kyai Abdul Muhith bin Ya’kub As Sidarjawi As Surabawi
(Sidoarjo-Surabaya)[5].
Yang juga meriwayatkan
dari Syeikh Mahfudz adalah Al Muhaddits Syeikh Habibullah As Syanqithi,
Muhaddits Al Harmain As Syeikh Hamdan, Syeikh Ahmad Al Mukhalilati As Syeikh
Muhammad Al Baqir bin Nur Al Jukjawi (Jogja), Kyai Ma’shum bin Ahmad Al Lasimi
(Lasem), Kyai Shiddiq bin Abdillah Al Lasimi (Lasem), Kyai Abdul Wahhab bin
Hasbullah Al Jumbani (Jombang), Syeikh Umar bin Abi Bakr Ba Junaid Al Makki,
Syeikh Muhammad Abdul Baqi Al Ayubi Al Laknawi[6].
Beliau
mengajar dengan menggunakan bahasa Arab fuskha (fasih) sebagai pengantar, walau
terkadang beliau campur dengan bahasa Jawa[7].
4. Karya-karya[8]:
·
Is'aful Mathali' bi syarhi al-Badru al-Lami' Nazhmu Jam'u al-Jawami
·
Insyirah al-Fu`ad fi Qira`ati al-Imam Hamzah Riwayatai Khalaf wa Khallad
·
Al-Badru al-Munir fi Qira`ati al-Imam Ibnu Katsir
·
Bughyatu al-Adzkiya fi al-Bahtsi 'an Karamati al-Auliya Radhiyallahu 'Anhum
·
Ta'mimu al-Manafi' bi Qira`ati al-Imam Nafi
·
Tanwiru ash-Shadr fi Qira`ati al-Imam Abi 'Amr
·
Tahyi`atu al-Fikar bi Syarhi Alfiyati as-Siyar
·
Tsulatsiyat al-Bukhari
·
Al-Khal'ah al-Fikriyyah Syarh al-Minhah al-Khairiyyah
·
As-Saqayah al-Mardhiyyah fi Asami Kutub Ashabina asy-Syafi'iyyah
·
Inayatu al-Muftaqir fima yata'allaqu bi Sayyidina al-Khidir 'Alaihis Salam
·
Ghaniyatu ath-Thalabah bi Syarhi Nazhmi ath-Thayyibah fi al-Qira'at
al-'Asyriyyah
·
Fathul Khabir bi Syari Miftah as-Siyar
·
Al-Fawa`id at-Tarmasiyyah fi Asanid al-Qira`at al-'Asyriyyah
·
Kifayatu al-Mustafid fima 'Alaa min al-Asanid
·
Al-Minhah al-Khairiyyah fi Arba'in Haditsan min Ahaditsi Khairi
al-Bariyyah SAW
·
Manhaj Dzaw An-Nazhar fi Syarh Manzhumah 'Ilm Al-Atsar
·
Mauhibatu Dzi al-Fadhl Hasyiyah 'ala Syarh Mukhtashar Bafadhal
·
Nail al-Ma`mul bi Hasyiyati Ghayatu al-Wushul fi 'ilmi al-Ushul
5. Sifat:
Kelebihan beliau dikenal di
berbagai kalangan, dari ketawadhu’an hingga kebaikan akhlak. Beliau juga tidak
terlibat hal-hal yang tidak berguna. Datang dari Jawa ke Tanah Suci dengan
perbekalan seadanya. Beliau juga dikenal sebagai alim yang wara’. Rumah beliau
banyak didatangi para pencari ilmu, baik untuk sekedar mengucap salam maupun
untuk mencari ilmu[9].
6. Wafat[10]
Beliau meninggal di Makkah di
tanggal 1 Rajab, sesaat sebelum adzan Maghrib hari Ahad malam Senin tahun 1338
H. Jenazah beliau meninggalkan satu anak, yakni Kyai Muhammad bin Mahfudz.
Semoga Allah merahmati beliau.
B.
Metode Mahfuz
al-Tirmasi terhadap Sharh Manzumah ‘Ilm
al-Athar karya Imam Suyuti
Untuk mengetahui bagaimana
pemikiran Mahfuz terhadap hadis, bisa kita lihat pada karyanya dibidang ulum al-hadis
yaitu kitab Manhaj Dzaw Al-Nazar.
Manhaj Dzaw Al-Nazar merupakan sharah dari kitab nazam yang
berbentuk bait-bait syair tentang ilmu-ilmu hadis karya Imam Suyuti yang
berjudul “Manzumah ‘Ilm al-Athar” yang lebih terkenal dengan
nama “Alfiyah Al-Suyuti”.
Kitab Manhaj Dzaw Al-Nazar dengan
tebal 371 halaman ini ditulis oleh Mahfuz selama empat bulan empat belas hari,
sejak masuk bulan Dzulhijjah tahun 1328 H. sampai Jumat sore tanggal 14 Rabiul
Akhir tahun 1329 H. Yang menarik diantara isi kitab ini beliau tulis pada saat
menjalankan wuquf di Arafah dan hari-hari melempar Jumrah di Mina.[11]
Manhaj Mahfuz ketika memberikan syarh adalah
membandingkan sekaligus merujukkan kembali karya Suyuti kepada karya-karya sebelumnya
yaitu muqaddimah Ibn Salah karya Ibn Salah, Sharh Nukhbah karya
Ibn Hajar, Tadrib al-Rawi karya Suyuti dan kitab-kitab lain dalam bidang
ulum al-hadis. Ketika melakukan syarh, Mahfuz merasa bahwa apa yang dilakukan Suyuti
dengan menyebut nama kitabnya Alfiyah terdapat kekurangan 20 bait, yaitu hanya
berjumlah 980 bait. Kemudian ia menambah bait itu sehingga jumlahnya menjadi
genap seribu bait. Penambahan yang ia lakukan adalah 14 bait pada bab (المعل), 4 bait pada
bab (اسباب الحديث) dan (العشرة الأنواع
المزيدة علي إبن الصلاح و ألفية العراقي).[12]
Penjelasan yang dilakukan oleh Mahfuz tentang pembagian jumlah
pembahasan, sekaligus cabang Ulum al-Hadis yang ditawarkan Suyuti berjumlah 81
cabang. Hal itu dikarenakan Mahfuz
mengurai kembali cabang-cabang yang telah dikelompokkan tersendiri oleh Suyuti,
seperti ketika Suyuti menyatukan kajian tentang الغريب والعزيز
والمستفيض والمتواتر sebagai satu bahasan , Mahfuz menguraikannya
satu persatu. Mahfuz tidak mengubah susunan yang telah dijelaskan Suyuti dalam kitabnya
tersebut, bahkan Mahfuz membantu memisahkan tambahan-tambahan yang diberikan
Suyuti terhadap karya al-Iraqy dengan diberi tanda merah pada setiap baitnya.[13]
Dan sering kali Mahfuz
mengutip ayat al-Qur`an atau hadis untuk meneguhkan penjelasannya. Misalnya
ketika menjelaskan tentang Bismillah al-Rahman al-Rahim, Mahfuz
mengutip hadis yang mengatakan: “Bahwa sahabat Utsman bin Affan pernah bertanya
kepada Nabi saw tentang Bismillah al-Rahman al-Rahim. Lantas
Nabi-pun menjawab: ‘Bahwa itu adalah salah satu nama dari nama-nama Allah…..’”[14]
Bagi pembaca yang memperhatikan hadis-hadis
yang dicantumkan dalam kitab Manhaj Dzaw Al-Nazar, dengan serta
merta akan mendapat kesan bahwa Mahfuz
merupakan seorang ulama yang cukup teliti dan hati-hati dalam meriwayatkan
hadis. Setiap hadis yang dicantumkan selalu disertai dengan sumber perawi dan
kitabnya, sekaligus disertai dengan kritik terhadap hadis tersebut. Meskipun
para perawi tidak dicantumkan dengan lengkap, tetapi dengan melakukan kritik
terhadap sanadnya, menunjukkan bahwa Mahfuz merupakan penulis yang teliti dalam
melakukan kritik terhadap hadis. Misalnya saja, hadis yang diriwayatkan oleh
Al-Hakim dari Abu Dzar ra., berkata:
جاء
أعرابى إلى رسول الله صلى الله تعالى عليه وسلم , فقال: يا نبىء الله !
فقال: لست بنبىء الله
ولكنى نبى الله
Setelah menulis hadis di atas, Mahfuz memberi
cacatan dengan menukil pendapat Al-Dzahabi yang mengatakan, bahwa hadis ini merupakan hadis
munkar, karena salah satu rawinya ada yang bernama Hamraan, ia adalah
seorang penganut Syiah Rafidah yang tidak bisa dipercaya.[15]
Komentar-komentar seperti ini, baik untuk
menjelaskan kesahihan sanad dan kedhaifannya, dilakukan oleh Mahfuz hampir
dalam semua hadis-hadis yang dicantumkan dalam kitab Manhaj Dzaw Al-Nazar,
kecuali jika hadis tersebut sangat terkenal sebagai hadis sahih.
Dalam penjelasannya, Mahfuz mengatakan: (ilmu
hadis), maksudnya secara mutlak adalah ilmu hadis dirayah, sedangkan menurut
al-Amir: ini adalah dulu, tetapi sekarang disebut dengan mustalah al-hadis.
Ilmu hadis adalah ilmu yang memiliki kaidah-kaidah yang ditentukan. Kata
‘qawanin’ adalah bentuk jamak dari kata qanun yang bermakna kaidah, dengannya
dapat diketahui keadaan-keadaan matan, keadaan-keadaan sanad seperti kesahihan,
kehasanan, dan kedhaifannya.[16]
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
- Biografi Ibn Hajar Al ‘Asqalani
- Syaikh Nawawi Al-Bantani
- Kiai Ihsan Jampes
- K H Moenawar Chalil
- Muhammad Yasin Al-Fadani
- Pengertian Sahabat
- Pengertian Tabi'in
- Perawi Hadis Era Dinasti Umayyah
DAFTAR PUSTAKA
Rodliyana, Muhammad Dede. Perkembangan Pemikiran Ulum al-Hadis Dari Klasik Sampai Modern (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2003).
Tirmas, Muhammad Mahfudz. Mawhibah Dzi AlFadhl ‘Ala Sharh al-‘Alamah Ibn Hajar Muqaddimah Ba Fadhl (Beirut: Dar al-Manhaj, 2011).
Tirmas, Muhammad Mahfudz. Kifayat al-Mustafid Lima ‘Ala min al-Asanid (t.t: Dar al-Bashair, t.th).
Tirmas, Muhammad Mahfudz. Manhaj Dzaw al-Nadhar (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th).
[1] Muhammad Mahfuz Al-Tarmas,
Mawhibah Dzi AlFadhl ‘Ala Sharh al-‘Alamah Ibn Hajar Muqaddimah Ba Fadhl (Beirut:
Dar al-Manhaj, 2011), 11.
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Ibid, 12.
[5] Muhammad Mahfuz al-Tirmas, Kifayat
al-Mustafid Lima ‘Ala min al-Asanid (t.t: Dar al-Bashair, t.th), 42.
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Tirmas, Mawhibah….,
20-21.
[9] Ibid, 12.
[10] Ibid, 20.
[11] Muhammad Mahfuz al-Tirmas, Manhaj
Dzaw al-Nadhar (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), 367.
[12] Muhammad Dede Rodliyana, Perkembangan
Pemikiran Ulum al-Hadis Dari Klasik Sampai Modern (Bandung: CV.Pustaka
Setia, 2003), 137.
[13] Ibid.
[14] Tirmas, Manhaj Dzaw…,
4.
[15]Ibid, 5.
[16] Ibid, 7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar