HOME

21 April, 2022

Muhammad Mahfudz at-Tarmasi

 


BAB I

PENDAHULUAN

    A.    Latar Belakang

Sejak abad ke 16 dan 17 M., ulama Indonesia sudah mulai banyak yang mengadakan hubungan surat menyurat dengan para ulama di Saudi Arabia. Mereka juga seringkali mengundang para ulama India dan negeri-negeri Arab dengan membawa buku tafsir, fiqih dan lain-lain. Banyak pula ulama-ulama Aceh dan daerah-daerah lain yang pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan kemudian tinggal beberapa lama di beberapa kota Hijaz dan Yaman untuk memperdalam pengetahuan agama mereka.

Dalam perkembangannya, tidak sedikit di antara orang-orang Indonesia ini yang akhirnya berhasil menjadi ulama yang cukup dikenal di Timur Tengah dan dunia Islam umumnya, terutama pada abad ke 19 M. Mereka ini banyak yang berhasil menjadi guru besar di Mekkah dan Madinah. Bahkan beberapa di antaranya menulis kitab dalam bahasa Arab.

Dan salah satunya adalah Mahfuz al-Tirmasi, maka disini penulis akan membahas Mahfuz al-Tirmasi dimulai dari biografinya kemudian metodenya terhadap kitab sharh Imam Suyuti.

 

    B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang diketahui tentang Mahfuz al-Tirmasi?

2.      Bagaimana metode Mahfuz al-Tirmasi terhadap kitab Sharh Manzumah ‘Ilm al-Athar karya Imam Suyuti?

 

    C.    Tujuan

1.      Mengetahui tentang Mahfuzal-Tirmasi

2.      Mengetahui metode Mahfuz at-Tirmasi terhadap kitab Sharh Manzumah ‘Ilm al-Athar

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN :

BAB II

PEMBAHASAN 

A.    Biografi  Mahfuz al-Tirmasi

1.      Nama dan Nasab[1]:

Imam ‘Allamah al Faqih al Usuli al Muhaddith al Muqri’ Muhammad Mahfuz  bin ‘Abdullah bin ‘Abd almanan alTirmasi alJawi, al-Makki, alShafi’i.

2.      Kelahiran dan pertumbuhan:

                                    Lahir di Tarmas, Solo Jawa Tengah pada tanggal 12 Jumad Al-Ula 1285 H.  Ayahnya meninggal di Mekkah Al Mukarromah kemudian beliau diasuh oleh ibu dan para pamannya. Beliau memperoleh ilmu dasar fiqih di usia muda dari beberapa ulama Jawa, dan beliau juga menghafal al-Qur’an. Kemudian ayah beliau, al-‘Allamah al-Faqih Abdullah al-Tirmasi memanggilnya untuk belajar di Makkah. Pada tahun 1291 beliau berangkat menemui sang ayah dan bermukim di Makkah untuk membaca beberapa kitab di hadapan beliau. Kemudian Mahfuz kembali ke Jawa (Semarang)  dan berguru kepada al ‘Allamah Salih bin ‘Umar al-Samarani juga untuk membaca beberapa kitab.[2]

Kemudian, Mahfuz melakukan rihlah talab al-ilm untuk kedua kalinya ke Makkah dan mengambil berbagai disiplin ilmu dari para ulama besarnya. Diantara para guru Mahfuz adalah al-‘Allamah al-Sayyid Abi Bakr bin Muhammad Shata al-Makki, yang merupakan pijakan Mahfuz dalam periwayatan hadis. Mahfuz juga menyimak banyak kitab hadis dan musthalah-nya dari al-‘Allamah al-Muhaddith al-Sayyid Husain bin Muhammad al-Habshi al-Makki yang dikenal sebagai “Ibnu Mufti” (Anak Mufti). Beliau juga banyak membaca kitab hadis dan ilmunya di hadapan al-‘Allamah Al-Shafi’iyah Makkah Muhammad Sa’id Ba Basil. Beliau juga memperoleh ilmu qira’at 14 dari al-‘Allamah Muhammad al-Sharbini al-Dimyati[3].

Dalam menuntut ilmu, beliau benar-benar bermujahadah hingga terlihat kelebihan beliau dalam hadis dan ilmu-ilmunya, juga menguasai fiqih dan ushulnya, serta ilmu qira’at. Sehingga para guru beliau memberikan izin untuk mengajar. Mahfuz mengajar di Bab As Shafa Masjid Al Haram dan di rumah tempat beliau tinggal.[4]

3.      Murid-murid:

 Kyai Raden Dahlan As Samarani (Semarang), Kyai Muhammad Dimyathi At Tarmasi (Termas), Kyai Khalil Al Lasimi (Lasem), Kyai Hasyim Asy’ari Al Jumbangi (Jombang), Kyai Muhammad Faqih bin Abdi Al Jabbar Al Maskumbani (Maskumambang), Kyai Baidhawi, Kyai Abd Al Muhaimin bin Abdul Aziz Al Lasimi, Kyai Nawawi Al Fasuruwani (Pasuruan), Kyai Abbas Buntet As Syirbuni (Cirebon), Kyai Abdul Muhith bin Ya’kub As Sidarjawi As Surabawi (Sidoarjo-Surabaya)[5].

Yang juga meriwayatkan dari Syeikh Mahfudz adalah Al Muhaddits Syeikh Habibullah As Syanqithi, Muhaddits Al Harmain As Syeikh Hamdan, Syeikh Ahmad Al Mukhalilati As Syeikh Muhammad Al Baqir bin Nur Al Jukjawi (Jogja), Kyai Ma’shum bin Ahmad Al Lasimi (Lasem), Kyai Shiddiq bin Abdillah Al Lasimi (Lasem), Kyai Abdul Wahhab bin Hasbullah Al Jumbani (Jombang), Syeikh Umar bin Abi Bakr Ba Junaid Al Makki, Syeikh Muhammad Abdul Baqi Al Ayubi Al Laknawi[6].

Beliau mengajar dengan menggunakan bahasa Arab fuskha (fasih) sebagai pengantar, walau terkadang beliau campur dengan bahasa Jawa[7].

4. Karya-karya[8]:

·         Is'aful Mathali' bi syarhi al-Badru al-Lami' Nazhmu Jam'u al-Jawami

·         Insyirah al-Fu`ad fi Qira`ati al-Imam Hamzah Riwayatai Khalaf wa Khallad

·         Al-Badru al-Munir fi Qira`ati al-Imam Ibnu Katsir

·         Bughyatu al-Adzkiya fi al-Bahtsi 'an Karamati al-Auliya Radhiyallahu 'Anhum

·         Ta'mimu al-Manafi' bi Qira`ati al-Imam Nafi

·         Tanwiru ash-Shadr fi Qira`ati al-Imam Abi 'Amr

·         Tahyi`atu al-Fikar bi Syarhi Alfiyati as-Siyar

·         Tsulatsiyat al-Bukhari

·         Al-Khal'ah al-Fikriyyah Syarh al-Minhah al-Khairiyyah

·         As-Saqayah al-Mardhiyyah fi Asami Kutub Ashabina asy-Syafi'iyyah

·         Inayatu al-Muftaqir fima yata'allaqu bi Sayyidina al-Khidir 'Alaihis Salam

·         Ghaniyatu ath-Thalabah bi Syarhi Nazhmi ath-Thayyibah fi al-Qira'at al-'Asyriyyah

·         Fathul Khabir bi Syari Miftah as-Siyar

·         Al-Fawa`id at-Tarmasiyyah fi Asanid al-Qira`at al-'Asyriyyah

·         Kifayatu al-Mustafid fima 'Alaa min al-Asanid

·         Al-Minhah al-Khairiyyah fi Arba'in Haditsan min Ahaditsi Khairi al-Bariyyah SAW

·         Manhaj Dzaw An-Nazhar fi Syarh Manzhumah 'Ilm Al-Atsar

·         Mauhibatu Dzi al-Fadhl Hasyiyah 'ala Syarh Mukhtashar Bafadhal

·         Nail al-Ma`mul bi Hasyiyati Ghayatu al-Wushul fi 'ilmi al-Ushul

5.      Sifat:

Kelebihan beliau dikenal di berbagai kalangan, dari ketawadhu’an hingga kebaikan akhlak. Beliau juga tidak terlibat hal-hal yang tidak berguna. Datang dari Jawa ke Tanah Suci dengan perbekalan seadanya. Beliau juga dikenal sebagai alim yang wara’. Rumah beliau banyak didatangi para pencari ilmu, baik untuk sekedar mengucap salam maupun untuk mencari ilmu[9].

6.      Wafat[10]

Beliau meninggal di Makkah di tanggal 1 Rajab, sesaat sebelum adzan Maghrib hari Ahad malam Senin tahun 1338 H. Jenazah beliau meninggalkan satu anak, yakni Kyai Muhammad bin Mahfudz. Semoga Allah merahmati beliau.

 

B.     Metode Mahfuz al-Tirmasi terhadap  Sharh Manzumah ‘Ilm al-Athar karya Imam Suyuti

            Untuk mengetahui bagaimana pemikiran Mahfuz terhadap hadis, bisa kita lihat pada karyanya dibidang ulum al-hadis yaitu kitab Manhaj Dzaw Al-Nazar. Manhaj Dzaw Al-Nazar  merupakan sharah dari kitab nazam yang berbentuk bait-bait syair tentang ilmu-ilmu hadis karya Imam Suyuti yang berjudul “Manzumah ‘Ilm al-Athar” yang lebih terkenal dengan nama “Alfiyah Al-Suyuti”.

 Kitab Manhaj Dzaw Al-Nazar dengan tebal 371 halaman ini ditulis oleh Mahfuz selama empat bulan empat belas hari, sejak masuk bulan Dzulhijjah tahun 1328 H. sampai Jumat sore tanggal 14 Rabiul Akhir tahun 1329 H. Yang menarik diantara isi kitab ini beliau tulis pada saat menjalankan wuquf di Arafah dan hari-hari melempar Jumrah di Mina.[11]

Manhaj Mahfuz ketika memberikan syarh adalah membandingkan sekaligus merujukkan kembali karya Suyuti kepada karya-karya sebelumnya yaitu muqaddimah Ibn Salah karya Ibn Salah, Sharh Nukhbah karya Ibn Hajar, Tadrib al-Rawi karya Suyuti dan kitab-kitab lain dalam bidang ulum al-hadis. Ketika melakukan syarh, Mahfuz merasa bahwa apa yang dilakukan Suyuti dengan menyebut nama kitabnya Alfiyah terdapat kekurangan 20 bait, yaitu hanya berjumlah 980 bait. Kemudian ia menambah bait itu sehingga jumlahnya menjadi genap seribu bait. Penambahan yang ia lakukan adalah 14 bait pada bab (المعل), 4 bait pada bab (اسباب الحديث) dan (العشرة الأنواع المزيدة علي إبن الصلاح و ألفية العراقي).[12]

Penjelasan yang dilakukan oleh Mahfuz tentang pembagian jumlah pembahasan, sekaligus cabang Ulum al-Hadis yang ditawarkan Suyuti berjumlah 81 cabang. Hal itu dikarenakan  Mahfuz mengurai kembali cabang-cabang yang telah dikelompokkan tersendiri oleh Suyuti, seperti ketika Suyuti menyatukan kajian tentang الغريب والعزيز والمستفيض والمتواتر sebagai satu bahasan , Mahfuz menguraikannya satu persatu. Mahfuz tidak mengubah susunan yang telah dijelaskan Suyuti dalam kitabnya tersebut, bahkan Mahfuz membantu memisahkan tambahan-tambahan yang diberikan Suyuti terhadap karya al-Iraqy dengan diberi tanda merah pada setiap baitnya.[13]

Dan sering kali Mahfuz mengutip ayat al-Qur`an atau hadis untuk meneguhkan penjelasannya. Misalnya ketika menjelaskan tentang Bismillah al-Rahman al-Rahim, Mahfuz mengutip hadis yang mengatakan: “Bahwa sahabat Utsman bin Affan pernah bertanya kepada Nabi saw tentang Bismillah al-Rahman al-Rahim. Lantas Nabi-pun menjawab: ‘Bahwa itu adalah salah satu nama dari nama-nama Allah…..’”[14]

Bagi pembaca yang memperhatikan hadis-hadis yang dicantumkan dalam kitab Manhaj Dzaw Al-Nazar, dengan serta merta akan mendapat kesan bahwa  Mahfuz merupakan seorang ulama yang cukup teliti dan hati-hati dalam meriwayatkan hadis. Setiap hadis yang dicantumkan selalu disertai dengan sumber perawi dan kitabnya, sekaligus disertai dengan kritik terhadap hadis tersebut. Meskipun para perawi tidak dicantumkan dengan lengkap, tetapi dengan melakukan kritik terhadap sanadnya, menunjukkan bahwa Mahfuz merupakan penulis yang teliti dalam melakukan kritik terhadap hadis. Misalnya saja, hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Abu Dzar ra.,  berkata:

جاء أعرابى إلى رسول الله صلى الله تعالى عليه وسلم , فقال: يا نبىء الله !

 فقال: لست بنبىء الله ولكنى نبى الله

Setelah menulis hadis di atas, Mahfuz memberi cacatan dengan menukil pendapat Al-Dzahabi yang mengatakan, bahwa hadis ini merupakan hadis munkar, karena salah satu rawinya ada yang bernama Hamraan, ia adalah seorang penganut Syiah Rafidah yang tidak bisa dipercaya.[15]

Komentar-komentar seperti ini, baik untuk menjelaskan kesahihan sanad dan kedhaifannya, dilakukan oleh Mahfuz hampir dalam semua hadis-hadis yang dicantumkan dalam kitab Manhaj Dzaw Al-Nazar, kecuali jika hadis tersebut sangat terkenal sebagai hadis sahih.

Dalam penjelasannya, Mahfuz mengatakan: (ilmu hadis), maksudnya secara mutlak adalah ilmu hadis dirayah, sedangkan menurut al-Amir: ini adalah dulu, tetapi sekarang disebut dengan mustalah al-hadis. Ilmu hadis adalah ilmu yang memiliki kaidah-kaidah yang ditentukan. Kata ‘qawanin’ adalah bentuk jamak dari kata qanun yang bermakna kaidah, dengannya dapat diketahui keadaan-keadaan matan, keadaan-keadaan sanad seperti kesahihan, kehasanan, dan kedhaifannya.[16]


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

DAFTAR PUSTAKA 

Rodliyana, Muhammad Dede.  Perkembangan Pemikiran Ulum al-Hadis Dari Klasik Sampai Modern (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2003).

Tirmas, Muhammad Mahfudz.  Mawhibah Dzi AlFadhl ‘Ala Sharh al-‘Alamah Ibn Hajar Muqaddimah Ba Fadhl (Beirut: Dar al-Manhaj, 2011).

Tirmas, Muhammad Mahfudz.  Kifayat al-Mustafid Lima ‘Ala min al-Asanid (t.t: Dar al-Bashair, t.th).

Tirmas, Muhammad Mahfudz.  Manhaj Dzaw al-Nadhar (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th).


[1] Muhammad Mahfuz Al-Tarmas, Mawhibah Dzi AlFadhl ‘Ala Sharh al-‘Alamah Ibn Hajar Muqaddimah Ba Fadhl (Beirut: Dar al-Manhaj, 2011), 11.

[2] Ibid

[3] Ibid

[4] Ibid, 12.

[5] Muhammad Mahfuz al-Tirmas, Kifayat al-Mustafid Lima ‘Ala min al-Asanid (t.t: Dar al-Bashair, t.th), 42.

[6] Ibid

[7] Ibid

[8] Tirmas, Mawhibah…., 20-21.  

[9] Ibid, 12.

[10] Ibid, 20.

[11] Muhammad Mahfuz al-Tirmas, Manhaj Dzaw al-Nadhar (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), 367.

[12] Muhammad Dede Rodliyana, Perkembangan Pemikiran Ulum al-Hadis Dari Klasik Sampai Modern (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2003), 137.

[13] Ibid.

[14] Tirmas, Manhaj Dzaw…, 4.

[15]Ibid, 5.

[16] Ibid, 7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...