HOME

05 April, 2022

SUNAN AL-BAIHAQI

 


PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

Hadis merupakan sumber hukum kedua dalam agama Islam setelah Al-Quran. Posisi hadis sangat penting dalam menentukan hukum syariat, karena selain hadis menjadi sumber hukum tersendiri, hadis juga berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Al-Quran. Oleh karenanya, Al-Quran dan hadis bak dua sisi mata uang yang tidak mungkin terpisahkan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW.:

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ

“Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian yaitu kitab Allah (Al-Quran) dan sunnah Nabi-Nya (Hadis), bilamana kalian pegang teguh keduanya, kalian tak akan pernah tersesat.”[1]

 

Mulai dari zaman Muhammad bin Muslim bin Shihab Al-Zuhri, hadis memulai sejarahnya dengan proses kodifikasi.[2] Kemudian ulama setelah Al-Zuhri menapaki pejuangan Al-Zuhri dengan membukukan hadis-hadis yang telah didengar dan diajarkan. Sebut saja Malik bin Anas dengan karya monumentalnya Al-Muwatto, Ahmad dengan Musnadnya, lalu Al-Bukhari dan Muslim dengan Sahih keduanya. Al-Tirmidzi, Abu Dawud, Al-Nasai dan Ibnu Majah dengan kitab Al-Sunan mereka.[3] Al-Baihaqi (384-458 H) yang terhitung paling muda dan terakhir wafatnya di antara ulama tersebut turut ikut andil dalam mengabadikan sabda-sabda nabi.[4]

Dalam memahami kitab-kitab hadis tersebut, perlu adanya kajian khusus dengan mendalami metode yang dipakai oleh pengarang dalam karyanya tersebut, latar belakang terciptanya karya tersebut, dan sejarah hidup pengarang. Kitab-kitab hadis tidak seperti kitab-kitab lain, sebab dalam kitab-kitab hadis para ulama memiliki tipe atau model masing-masing dalam penulisan karyanya, ada semacam Musnad, Al-Jami’, Al-Sunan, Al-Mustakhraj, Al-Mustadrak, dan lain-lain. Oleh karenanya para ulama hadis meletakkan sebuah pondasi khusus untuk mempelajari karya-karya ulama hadis dengan istilah Manahij Al-Muhaddisin.

 

B.            Rumusan Masalah

1.             Bagaimana sejarah hidup dan biografi Al-Baihaqi?

2.             Bagaimana metode yang digunakan Al-Baihaqi dalam kitab Al-Sunannya?

 

C.           Tujuan

1.             Mengetahui biografi Al-Baihaqi.

2.             Memahami kitab Al-Sunan dan metode yang digunakan Al-Baihaqi dalam kitab tersebut.


BAB II

PEMBAHASAN

A.           Biografi Al-Baihaqi

Ahmad ‘Umar Hashim dalam Mausu’at A’lam Al-Fikr Al-Islami mengutip dari Wafiyat Al-A’yan  nama asli Al-Baihaqi yaitu Abu Bakar Ahmad bin Al-Husain bin ‘Ali, bin Musa Al-Baihaqi.[5]

Al-Baihaqi adalah sebutan yang dinisbatkan ke sebuah kota di kawasan Nisabur yaitu Baihaq. Terkadang dinisbatkan ke sebuah daerah yang berdekatan dengan Baihaq, yaitu Khasra dan Jirda.[6]

Para ahli sejarah sepakat bahwasannya Al-Baihaqi lahir pada bulan Syaban tahun 383 H yang bertepatan pada bulan September tahun 994 M. Ibnu Al-Atsir, pengarang kitab Al-Kamil, berpendapat bahwa tahun kelahiran Al-Baihaqi bukan 383 H, melainkan 387 H.[7]

Menurut mayoritas ulama dan pakar sejarah, Al-Baihaqi wafat pada tahun 458 H/1066 M. akan tetapi, Yaqut Al-Hamawi memiliki pandangan lain, ia berpendapat bahwa Al-Baihaqi meninggal pada tahun 454 H. Pendapat yang paling rajih adalah pendapat mayoritas ulama dan pakar sejarah. Pendapat ini dikuatkan oleh Khatib Al-Baghdadi yang secara langsung bertanya kepada salah satu anak Al-Baihaqi dan mendapatkan jawaban sesuai dengan pendapat mayoritas ulama dan pakar sejarah.[8]


Pernyataan Al-Dhahabi perihal akhir hayat Al-Baihaqi dikutip dalam mukadimah Dalail Al-Nubuwat yang juga karya Al-Baihaqi. Al-Dzahabi mengatakan, “Di akhir hayatnya, Al-Baihaqi berpindah dari Baihaq ke Nisabur. Ia mengajarkan karya-karyanya di sana sampai ajal menjemputnya pada bulan Jumadal Awal tahun 458 H. Jasad Al-Baihaqi dipindahkan ke Tabut dan disemayamkan di Baihaq.”[9]

Pendapat Al-Dhahabi dalam Al-‘Ibar tersebut dikutip oleh ‘Abd Al-Rahman Al-Asnawi dalam karyanya Al-Tabaqat Al-Shafi’iyah, bahwa Al-Baihaqi wafat tanggal 10 bulan Jumada Al-Ula.[10]

Sejarah kehilangan jejak sehingga tidak mencatat secara detail nama-nama anak dan keturunan Al-Baihaqi. Al-Baihaqi mempunyai beberapa anak dan cucu, bahkan ia masih menjumpai cucu-cucunya. Sebagian di antara mereka ada yang secara langsung berguru kepada Al-Baihaqi. Adapun nama anak Al-Baihaqi yang tercatat dalam buku sejarah adalah ‘Ismail bin Ahmad. Ia ahli di bidang fikih dan hadis. Ia menjadi hakim di negara Asia kawasan utara (Uzbekistan, Azerbaijan, Kazakstan). Ia lahir di tanah air ayahnya pada tahun 428 H dan meninggal di Baihaq tahun 507 H.[11]

Adapun cucu Al-Baihaqi yang tercatat dalam buku sejarah ialah Abu Al-Hasan ‘Ubaidillah bin Abi ‘Abdillah Muhammad bin Abi Bakar. Ia tidak begitu mengerti tentang hadis, bahkan Al-Dzahabi dalam Al-Mizan mengatagorikannya termasuk dari perawi yang lemah/dla’if. Ia meninggal pada tahun 523 H.[12]

Al-Baihaqi merupakan ulama yang kecintaannya terhadap ilmu tidak diragukan lagi. Ia berkelana dan merantau ke berbagai negara Islam.[13] Di antara para guru Al-Baihaqi adalah:[14]

1.            
Al-Hakim Al-Hafidz Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Abdillah Al-Nisaburi (321-405 H). Ia merupakan guru ulama hadis di masanya, pengarang kitab Al-Mustadrak ‘ala Al-Sahihaini, ‘Ulum Al-Hadits, Al-Tarikh, Al-Madkhal ila Ma’rifat Al-Iklil, Manaqib Al-Shafi’i, dan lain-lain. Al-Dzahabi berkomentar, bahwa Al-Baihaqi menyerap banyak ilmu dari Al-Hakim Al-Nisaburi.

2.             Abu Al-Hasan Muhammad bin Al-Husain Al-‘Alawi Al-Hasani Al-Nisaburi. Ia merupakan keturunan Nabi dan guru Al-Baihaqi yang paling sepuh. Ia meninggal secara tiba-tiba pada Jumada Al-Akhirah 401 H.

3.             Abu ‘Abd Al-Rahman Al-Sulami Muhammad bin Al-Husain bin Musa Al-Azdi Al-Nisaburi (303-412 H). Ia merupakan guru besar di bidang tasawuf. Penulis kitab Al-Tabaqat Al-Sufiyyah.

4.             ‘Abdullah bin Yusuf bin Ahmad Al-Asbahani. Salah satu ulama sufi yang terkenal dan juga termasuk perawi hadis yang tsiqah. Al-Baihaqi meriwayatkan banyak hadis darinya.

5.             ‘Abdullah bin Yusuf Abu Muhammad Al-Juawaini, ayah Imam Al-Haramain. Ia merupakan pembesar ulama mazhab Shafi’i. Seorang ahli fikih, nahwu, dan tafsir. Ia mengarang kitab Al-Tabsirah dalam ranah fikih, Al-Tafsir Al-Kabir di bidang tafsir dan lain-lain.[15]

Al-Baihaqi memiliki murid banyak dan tersebar di berbagai negara. Al-Baihaqi merupakan ulama dengan kapasitas dan keilmuan yang luar biasa sehingga banyak para pencari ilmu yang berdatangan kepadanya mengambil ilmu, baik ilmu fikih, hadis, dan lain sebagainya. Bahkan para imam atau ulama besar Al-Nisaburi berdatangan menghadiri majelis ilmunya.[16]

Adapun murid-murid Al-Baihaqi yang terkenal di antaranya yaitu:[17]

1.     
Abu ‘Abdillah Al-Farawi Muhammad bin Al-Fadl (441-530 H). Ia terkenal sebagai ahli fikihnya tanah Haram karena ia tinggal di sana sangat lama.

2.        ‘Ismail bin Ahmad Al-Baihaqi, putra kandung Al-Baihaqi (428-507 H). Ia mendengar banyak ilmu dari ayahnya. Ia juga berkelana mencari ilmu. Ia meninggal di Baihaq.

3.      Abu Al-Hasan ‘Ubaidillah bin Muhammad bin Ahmad merupakan cucu dari Al-Baihaqi. ‘Ubaidillah bin Muhammad meriwayatkan kitab kakeknya Dalail Al-Nubuwah wa Ma’rifat Ahwal Sahib Al-Shari’ah. Ia meninggal di usia 74 pada tahun 523 H.

4.       Abu Al-Ma’ali Muhammad bin ‘Ismail bin Muhammad bin Al-Husain Al-Farisi Al-Nisaburi. Ia meriwayatkan kitab Al-Sunan Al-Kubra secara langsung dari Al-Baihaqi. Ia wafat tahun 539 H.

5.     Al-Hafidz Abu Zakariya Yahya bin ‘Abd Al-Wahhab bin Muhammad bin Ishaq bin Al-Mundah Al-‘Abdi Al-Asbahani. Ia wafat tahun 511 H. Ia murid Al-Baihaqi di Nisabur.

Al-Baihaqi termasuk ulama yang produktif dalam tulis-menulis. Ia memiliki karya yang luar biasa  dan banyak sekali. Bahkan ada yang mengatakan karya Al-Baihaqi mendekati 1000 jilid. Pencapaian ini tidak ada yang menandinginya.[18]

Di antara karya ilmiyah dan buku yang telah ditulis Al-Baihaqi ialah:[19]

1.      Al-Sunan Al-Kubra. Al-Dhahabi berkomentar, bahwa tak ada yang menandingi karya Al-Baihaqi ini.

2.             Al-Sunan Al-Sughra.

3.             Dalail Al-Nubuwat wa Ma’rifat Ahwal Sahib Al-Shari’ah.

4.             Ahkam Alquran; penjelasan-penjelasan Al-Shafi’I yang dihimpun oleh Al-Baihaqi.

5.             Al-I’tiqad.

6.            
Al-Qiraah Khalfa Al-Imam.

7.             Hayat Al-Anbiya fi Quburihim.

8.             Manaqib Al-Shafi’i.

9.             Al-Madkhal ila Al-Sunan.

10.         Al-Ba’tsu wa Al-Nushur.

11.         Al-Targhib wa Al-Targhib.

12.         Fadlail Al-Sahabah.

13.         Manaqib Al-Imam Ahmad.

14.         Shu’ab Al-Iman. Kitab ini merupakan kitab pertama yang menghimpun seluruh cabang-cabang iman.

15.         Risalat Abi Muhammad Al-Juwaini.

16.         Yanabi’u Al-Usul.

17.         Jami’u Abwabi Qiraat Alquran.

18.         Kitab Al-Intiqad ‘ala Abi Abdillah Al-Shafi’i.

19.         Kitab Al-Asra.

20.         Kitab Ayyam Abi Bakr Al-Siddiq.

Sebenarnya kita tidak perlu takjub dengan karya-karya Al-Baihaqi yang begitu banyak. Ia hidup selama 74 tahun dan mencari ilmu mulai umur 15 tahun. Karena kecintaannya terhadap ilmu, ia berkelana mencari ilmu dari kota ke kota dan dari negara ke negara lain hingga jumlah gurunya mencapai 100 guru. Ia menghabiskan umurnya dengan mengarang dan menulis. Pertama kali ia meluncurkan karyanya pada tahun 406 H.[20]

Kesan dan kesaksian para ulama kepada Al-Baihaqi mengalir begitu deras. Dalam mukadimah Dalail Al-Nubuwah, ada beberapa komentar ulama yang dinukil tentang Al-Baihaqi, di antaranya:[21]

1.            
Ibnu Al-Jauzi mengatakan, “Tak ada seorang pun yang seperti Al-Baihaqi pada masanya dalam menghafal, belajar dan  berkarya. Ia menguasai ilmu-ilmu hadis, fikih dan usul fikih. Ia termasuk murid pilihan Al-Hakim Al-Nisaburi yang sukses. Setelah belajar dari Al-Hakim, ia berkelana mencari ilmu hingga bisa mengarang tulisan-tulisan yang sangat baik.”

2.             Al-Sam’ani berkata, “Al-Baihaqi adalah seorang imam yang sangat ahli di bidang fikih. Ia menggabungkan antara ilmu hadis dan fikih.”

3.             Ibnu Al-Atsir berkomentar, ”Al-Baihaqi seorang imam yang patut dijadikan rujukan dalam ilmu hadis dan bermazhab dengan mazhab Al-Shafi’i.

4.             Al-Dhahabi menyatakan, “Andai saja Al-Baihaqi membuat mazhab fikih sendiri, niscaya ia mampu karena keluasan ilmu dan pengetahuannya tentang perbedaan hukum.”

Al-Dhahabi juga mengumpulkan ulasan para ulama tentang Al-Baihaqi dalam Tadzkiratu Al-Huffadhnya. Di antaranya:[22]

1.             Imam Al-Haramain Abu Al-Ma’ali berkata, “Tidak ada pengikut mazhab Shafi’i yang memberikan peranan yang besar bagi Al-Shafi’i dalam mazhabnya kecualiAl-Baihaqi. Peran Al-Baihaqi sangat besar dalam menolong dan membumikan mazhab Al-Shafi’i lewat karya-karyanya.

2.             Abu Al-Hasan ‘Abd Al-Ghafir dalam Dzail Tarikh Nisabur mengatakan, “Al-Baihaqi adalah seorang ahli hadis dan usul fikih, warak dan tak ada yang seperti dia dalam menghafal dan memahami ilmu-ilmu agama.”


Dalam setiap karyanya, Al-Baihaqi selalu menyebutkan bahwa dalam mengarang buku-bukunya ia selalu menghadirkan hadis-hadis sahih dan terkenal atau umum di telinga masyarakat. Namun jika hadis-hadis tersebut dikira kurang jelas dan penjelasannya ada dalam hadis-hadis dlo’if  atau gharib, maka ia akan mencantumkan hadis-hadis tersebut guna membantu pemahaman pembaca.[23]

Di antara metode yang digunakan Al-Baihaqi dalam meriwayatkan hadis ialah:[24]

1.             Al-Baihaqi membatasi karya-karyanya dengan hadis-hadis sahih saja.

2.             Terkadang Al-Baihaqi juga mencantumkan hadis-hadis selain sahih namun hanya sebagai penjelas dan penguat hadis-hadis sahih yang telah disebutkan.


B.            Kitab Sunan Al-Baihaqi

Buah karya Al-Baihaqi cukup memadati khazanah keilmuan Islam dengan kualitas dan kuantitas yang tak perlu lagi diperdebatkan. Di antara karya tulisnya yang monumental dan sangat terkenal adalah di bidang hadis, yaitu kitab Al-Sunan. Al-Baihaqi menulis dua macam kitab Al-Sunan, Al-Sunan Al-Kubra berupa 10 jilid dan Al-Sunan Al-Sughra 2 jilid.[25]

1.             Al-Sunan Al-Kubra:


Kitab Al-Sunan Al-Kubra ini ditulis oleh Al-Baihaqi dalam rangka membela fikih Al-Shafi’i dan memperkuat pendapat-pendapatnya dengan mengemukakan hadis beserta shawahid nya.[26] Al-Baihaqi mengklasifikasikan bab-bab pembahasan masalah fikih dalam kitabnya. Dalam kitab ini Al-Baihaqi juga memaparkan status nilai sebuah hadis apakah sahih atau da’if.[27]

Berikut beberapa poin metode yang digunakan Al-Baihaqi dalam penulisan Al-Sunan Al-Kubra ini –sebagaimana disebutkan oleh pentahkik di mukadimah kitab Al-Sunan Al-Kubra --,:[28]

a.             Al-Baihaqi memulai menulis kitab ini pada tahun 405 H. Zahir bin Tahir bin Muhammad Al-Shami, salah satu perawi kitab ini, mengatakan bahwa Al-Baihaqi meriwayatkan kitab ini secara qiraah kepada ayahnya pada bulan Sha’ban tahun 405 H dan kitab ini rampung pada tahun 432 H.

Dari keterangan Zahir bisa disimpulkan bahwa Al-Baihaqi mengumpulkan hadis dan memetakannya dengan bab-bab fikih lalu mendektekannya kepada murid-muridnya selama kurang lebih 27 tahun.

b.             Al-Baihaqi juga menulis mukadimah yang cukup panjang dalam kitabnya ini sehingga ia jadikan pembahasan tersendiri dan ia beri judul Al-Madkhal ila Al-Sunan atau Pengantar kitab Al-Sunan.

c.             Al-Baihaqi memetakan kitabnya dengan urutan bab-bab fikih sepertihalnya Al-Muzani dalam Mukhtasar nya. Al-Muzani memulai Mukhtasar nya dengan bab Al-Taharah dan Al-Miyah, Al-Baihaqi juga mengawali kitabnya dengan bab Al-Taharah dan bab-bab tentang Al-Miyah.

d.            Al-Baihaqi juga selalu menjaga kesinambungan antar hadis-hadis dalam kitabnya.

e.             Salah satu metode Al-Baihaqi adalah mengulang hadis seperti yang dilakukan Al-Bukhari dalam Sahih nya. Terkadang Al-Baihaqi mengulang hadis yang sama dengan sanad yang berbeda. Seperti pada pembahasan Al-Hudud hadis tentang bahwa Rasulullah SAW senang memerangi orang-orang yang makar. Setelah mengulang hadis tersebut, Al-Baihaqi mengomentari bahwa hadis tersebut ia ulang dengan sanad yang berbeda.

f.              Al-Baihaqi juga terkadang memberi pendahuluan atau pengantar sebelum masuk ke pembahasan secara detail. Contoh pembahasan tentang Al-Janaiz, sebelum mengulas pembahasan tersebut, Al-Baihaqi memaparkan 15 bab yang berhubungan dengan pembahasan tersebut, seperti bab Qasru Al-Amal fi Al-Hayati Al-Dunya, Wujub Isti’dad Al-Maut, Husnu Al-Zan bi Allah, dan lain-lain.

g.             Al-Baihaqi juga mencantumkan status hadis dalam kitabnya ini apakah sahih atau da’if.[29]

h.             Hadis-hadis yang dihadirkan Al-Baihaqi dalam kitabnya merupakan hadis-hadis yang merujuk kitab-kitab hadis sebelumnya seperti Al-Sahihain dan Sunan Abu Dawud, dan lain-lain.[30]

Kitab Al-Sunan Al-Kubra ini diringkas oleh Al-Dhahabi dan diberi nama Al-Muhadhab. ‘Abd Al-Wahhab Al-Sha’rani juga meringkasnya dan menamakannya Al-Manhaj Al-Mubin fi Bayani Adillati Al-Mujtahidin.[31]

2.             Al-Sunan Al-Sughra:

Dalam mukadimahnya, Al-Baihaqi menyatakan bahwa kitabnya ini memuat tentang bab ibadah, muamalah, nikah, hudud, biografi dan hukumat. kitab ini juga diperuntukkan sebagai bayan ringkas terhadap mazhab Ahlu Al-Sunnah wa Al-Jama’ah dalam mengamalkan syariat. Al-Sunan Al-Sughra bukanlah ringkasan dari Al-Sunan Al-Kubra karena tidak semua hadis dalam Al-Sughra diambil dari Al-Kubra. Al-Sughra disusun untuk memenuhi kebutuhan pencari ilmu sebagai rujukan dan tuntunan.[32]

Dalam kitab ini Al-Baihaqi tidak fokus memaparkan hadis-hadis nabi saja, tapi juga mencantumkan perkataan sahabat nabi, tabiin, bahkan ulama seperti Al-Shafi’i. oleh karenanya Al-Baihaqi mencampurkan unsur fikih dan hadis dalam kitab ini tidak murni hadis.[33] Dalam kitab ini hadis dan non hadis dipetakan oleh Al-Baihaqi dengan sangat rapi dan sistematik. Berikut sistematika kitab ini:[34]

NO

PEMBAHASAN

JUMLAH HADIS

NOMOR HADIS

1.

Mukadimah

3

1-8

2.

Al-Taharah

22

19-226

3.

Al-Salat

188

227-958

4.

Fadail Alquran

13

959-1033

5.

Al-Janaiz

16

1190-1321

6.

Al-Zakat

17

1190-1321

7.

Al-Siyam

35

1322-1484

8.

Al-Manasik

57

1485-1913

9.

Al-Buyu’

78

1914-2374

10.

Al-Faraid

26

2375-2449

11.

Al-Nikah

55

2450-2759

12.

Al-Khulu’ wa Al-Talaq

18

2760-2879

13.

Al-Ila’

26

2880-3087

14.

Al-Wafaqat

9

3088-3114

15.

Al-Jirah

15

3115-3211

16.

Al-Diyat

13

3212-3382

17.


Qital Ahl Al-Baghi

4

3383-3408

18.

Al-Murtad

4

3409-3435

19.

Al-Hudud

19

3436-3621

20.

Al-Ashribah

16

3622-3721

21.

Al-Siyar

28

3722-4049

22.

Al-Jizyah

10

4040-4148

23.

Al-Said wa Al-Dhabaih

26

4149-4356

24.

Al-Aiman wa Al-Nudhur

19

4357-4481

25.

Adab Al-Qadi

10

4482-4541

26.

Al-Shahadat

11

4542-4760

27.

Al-Da’wah wa Al-Bayan

5

4718-4760

28.

Al-‘Itq

8

4761-4823

29.

Al-Makatib

9

4824-4887

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:


PENUTUP

A.           Kesimpulan

1.             Al-Baihaqi merupakan ulama terkenal bermazhab Shafi’i yang hidup pada abad 5 H. Ia terkenal sebagai ahli hadis dan fikih. Karya-karyanya memadati jagat keilmuan Islam  hingga salah satu riwayat mengatakan tidak ada orang yang seperti Al-Baihaqi di zamannya.

2.             Di antara karya Al-Baihaqi yang monumental adalah dua kita Al-Sunan, Al-Sunan Al-Kubra Al-Sunan dan Al-Sughra.

3.             Al-Sunan Al-Kubra terdiri dari sepuluh jilid dan berisi tentang hadis-hadis yang dipetakan sesuai dengan bab-bab fikih. Dalam kita tersebut Al-Baihaqi juga mencantumkan status sebuah hadis. Al-Baihaqi juga memakai metode Al-Bukhari dengan mengulang-ulang hadis yang sama. Hadis-hadis dalam kitab Al-Sunan Al-Kubra merupakan rujukan dari kitab-kitab hadis terdahulu seperti Al-Sahih karya Al-Bukhari dan Muslim, serta kitab-kitab hadis lainnya.

4.             Al-Sunan Al-Sughra bukanlah ringkasan dari Al-Sunan Al-Kubra, karena tidak semua hadis di Al-Sunan Al-Sughra dari Al-Sunan Al-Kubra. Al-Sughra ditulis oleh Al-Baihaqi supaya menjadi rujukan dan tuntunan para pencari ilmu dalam melaksanakan syariat Islam. Dalam kitab ini, Al-Baihaqi tidak hanya mencantumkan hadis saja tapi juga perkataan sahabat nabi, tabiin, bahkan ulama seperti Al-Shafi’i.

 

B.            Saran

Sesuai kesimpulan di atas, penulis menyarankan pembaca untuk merujuk langsung kitab-kitab biografi para ulama untuk mengenal lebih jauh Al-Baihaqi. Untuk mengkaji lebih dalam tentang dua karya Al-Baihaqi di atas, penulis juga menganjurkan pembaca untuk membuka langsung dan membaca mukadimah kedua kitab tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Ajwah, ‘Isma’il. Manahij Al-Muhaddithin Al-Riwayah wa Al-Dirayah wa Al-Rijal. Kairo: Maktabah Kulliyat Usul Al-Din, 2014.

‘Alwan, Muhammad Sayid ‘Abd Al-Majid. Sunan Al-Muhadditsin Manaratu li Al-Bahitsin. Kairo: Rashwan, 2001.

Amin, Bakri Shekh. Adab Al-Hadist Al-Nabawi. Beirut: Dar Al-Shuruk, 1981.

Arifin, Zainul. Studi Kitab Hadis. Al-Muna: Surabaya, 2010.

Asnawi (al), ‘Abd Al-Rahman. Al-Tabaqat Al-Shafi’iyah. Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1987.

Baihaqi (al), Ahmad bin Husain bin ‘Ali. Al-Sunan Al-Kubra. ditahkik oleh Islam Mansur. Kairo: Dar Al-Hadist 2008.

 _________. Dalail Al-Nubuwat wa Ma’rifat Ahwal Sahib Al-Shari’ah. ditaklik oleh ‘Abd Al-Mu’ti. Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1985.

Dhahabi (al),Abu ‘Abdillah Muhammad. Tadzkiratu Al-Huffadh. Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1987.

Hashim, Ahmad ‘Umar. Mausu’at A’lam Al-Fikr Al-Islami. Kairo: Majlis A’la, 2007.

Malik bin Anas, Muwatho’ Malik. Stuttgart: Maknaz Al-Islami Digital, 2010.

Siba’i (al), Mustafa. Al-Sunnah wa Makanatuha fi Al-Tashri’ Al-Islami. Kairo: Dar Al-Salam, 2012.


[1] Malik bin Anas, Muwatho’ Malik (Stuttgart: Maknaz Al-Islami), Hadis Nomor 1628.

[2] Mustafa Al-Siba’i, Al-Sunnah wa Makanatuha fi Al-Tashri’ Al-Islami (Kairo: Dar Al-Salam, 2012), 104.

[3] Bakri Shekh Amin, Adab Al-Hadist Al-Nabawi (Beirut: Dar Al-Shuruk, 1981), 41-47.

[4] Muhammad Sayid ‘Abd Al-Majid ‘Alwan, Sunan Al-Muhadditsin Manaratu li Al-Bahitsin (Kairo: Rashwan, 2001), 111.

[5] Ahmad ‘Umar Hashim, Mausu’at A’lam Al-Fikr Al-Islami (Kairo: Majlis A’la, 2007), 166.

[6] Ahmad bin Husain bin ‘Ali Al-Baihaqi, Al-Sunan Al-Kubra, ditahkik oleh Islam Mansur, (Kairo: Dar Al-Hadist 2008), 1/6.

[7] Ibid., 1/6.

[8] Ibid., 1/7.

[9] Ahmad bin Husain bin ‘Ali Al-Baihaqi, Dalail Al-Nubuwat wa Ma’rifat Ahwal Sahib Al-Shari’ah, ditaklik oleh ‘Abd Al-Mu’ti, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1985), 1/118.

[10] ‘Abd Al-Rahman Al-Asnawi, Al-Tabaqat Al-Shafi’iyah (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1987), 1/98.

[11] Al-Baihaqi, Al-Sunan Al-Kubra…, 1/8.

[12] Ibid., 1/8.

[13] Ahmad ‘Umar Hashim, Mausu’at…, 166.

[14] Al-Baihaqi, Dalail Al-Nubuwat…,1/94-109.

[15] Untuk mengetahui para guru Al-Baihaqi secara lengkap, silahkan merujuk ke buku-buku sejarah seperti Al Bidayah wa Al-Nihayah, Siyar A’lam Al-Nubala, Tabaqat Al-Shafi’iyah, dan lainnya.

[16] Ahmad ‘Umar Hashim, Mausu’at…, 166.

[17] Al-Baihaqi, Dalail Al-Nubuwat…,1/109-110.

[18] Ahmad ‘Umar Hashim, Mausu’at…, 166.

[19] Al-Baihaqi, Dalail Al-Nubuwat…,1/111-112.

[20] Ibid., 1/112.

[21] Ibid., 1/114-115.

[22] Abu ‘Abdillah Muhammad Al-Dzahabi, Tadzkiratu Al-Huffadh (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1987), 3/1133.

[23] Al-Baihaqi, Al-Sunan Al-Kubra…, 1/14.

[24] Ibid., 1/14-18.

[25] ‘Isma’il ‘Ajwah, Manahij Al-Muhaddithin Al-Riwayah wa Al-Dirayah wa Al-Rijal (Kairo: Maktabah Kulliyat Usul Al-Din, 2014), 54.

[26] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis (Al-Muna: Surabaya, 2010), 155.

[27] ‘Alwan, Sunan Al-Muhaddithin…, 123.

[28] Al-Baihaqi, Al-Sunan Al-Kubra…, 1/26-31.

[29] ‘Alwan, Sunan Al-Muhaddithin…, 123.

[30] Ibid., 123.

[31] Ibid., 123.

[32] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis.., 155.

[33] Ibid., 156.

[34] Ibid., 157-158.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...