Hadis merupakan sumber hukum kedua dalam agama Islam
setelah Al-Quran. Posisi hadis sangat penting dalam menentukan hukum syariat,
karena selain hadis menjadi sumber hukum tersendiri, hadis juga berfungsi
sebagai penjelas ayat-ayat Al-Quran. Oleh karenanya, Al-Quran dan hadis bak dua
sisi mata uang yang tidak mungkin terpisahkan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad
SAW.:
تَرَكْتُ
فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ
وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
“Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian yaitu
kitab Allah (Al-Quran) dan sunnah Nabi-Nya (Hadis), bilamana kalian pegang
teguh keduanya, kalian tak akan pernah tersesat.”[1]
Mulai dari zaman Muhammad bin Muslim bin Shihab Al-Zuhri,
hadis memulai sejarahnya dengan proses kodifikasi.[2]
Kemudian ulama setelah Al-Zuhri menapaki pejuangan Al-Zuhri dengan membukukan
hadis-hadis yang telah didengar dan diajarkan. Sebut saja Malik bin Anas dengan
karya monumentalnya Al-Muwatto, Ahmad dengan Musnadnya,
lalu Al-Bukhari dan Muslim dengan Sahih keduanya. Al-Tirmidzi, Abu
Dawud, Al-Nasai dan Ibnu Majah dengan kitab Al-Sunan mereka.[3]
Al-Baihaqi (384-458 H) yang terhitung paling muda dan terakhir wafatnya di
antara ulama tersebut turut ikut andil dalam mengabadikan sabda-sabda nabi.[4]
Dalam memahami kitab-kitab hadis tersebut, perlu
adanya kajian khusus dengan mendalami metode yang dipakai oleh pengarang dalam
karyanya tersebut, latar belakang terciptanya karya tersebut, dan sejarah hidup
pengarang. Kitab-kitab hadis tidak seperti kitab-kitab lain, sebab dalam
kitab-kitab hadis para ulama memiliki tipe atau model masing-masing dalam
penulisan karyanya, ada semacam Musnad, Al-Jami’, Al-Sunan, Al-Mustakhraj,
Al-Mustadrak, dan lain-lain. Oleh karenanya para ulama hadis meletakkan
sebuah pondasi khusus untuk mempelajari karya-karya ulama hadis dengan istilah Manahij
Al-Muhaddisin.
1.
Bagaimana sejarah hidup dan biografi Al-Baihaqi?
2.
Bagaimana metode yang digunakan Al-Baihaqi dalam kitab Al-Sunannya?
1.
Mengetahui
biografi Al-Baihaqi.
2. Memahami kitab Al-Sunan dan metode yang digunakan Al-Baihaqi dalam kitab tersebut.
Ahmad ‘Umar Hashim dalam Mausu’at A’lam Al-Fikr
Al-Islami mengutip dari Wafiyat Al-A’yan
nama asli Al-Baihaqi yaitu Abu Bakar Ahmad bin Al-Husain bin ‘Ali,
bin Musa Al-Baihaqi.[5]
Al-Baihaqi adalah sebutan yang dinisbatkan ke sebuah kota
di kawasan Nisabur yaitu Baihaq. Terkadang dinisbatkan ke sebuah daerah yang
berdekatan dengan Baihaq, yaitu Khasra dan Jirda.[6]
Para ahli sejarah sepakat bahwasannya Al-Baihaqi lahir
pada bulan Syaban tahun 383 H yang bertepatan pada bulan September tahun 994 M.
Ibnu Al-Atsir, pengarang kitab Al-Kamil, berpendapat bahwa tahun
kelahiran Al-Baihaqi bukan 383 H, melainkan 387 H.[7]
Menurut mayoritas ulama dan pakar sejarah, Al-Baihaqi
wafat pada tahun 458 H/1066 M. akan tetapi, Yaqut Al-Hamawi memiliki pandangan
lain, ia berpendapat bahwa Al-Baihaqi meninggal pada tahun 454 H. Pendapat yang
paling rajih adalah pendapat mayoritas ulama dan pakar sejarah. Pendapat
ini dikuatkan oleh Khatib Al-Baghdadi yang secara langsung bertanya kepada
salah satu anak Al-Baihaqi dan mendapatkan jawaban sesuai dengan pendapat
mayoritas ulama dan pakar sejarah.[8]
Pernyataan
Al-Dhahabi perihal akhir hayat Al-Baihaqi dikutip dalam mukadimah Dalail
Al-Nubuwat yang juga karya Al-Baihaqi. Al-Dzahabi mengatakan, “Di akhir
hayatnya, Al-Baihaqi berpindah dari Baihaq ke Nisabur. Ia mengajarkan
karya-karyanya di sana sampai ajal menjemputnya pada bulan Jumadal Awal tahun
458 H. Jasad Al-Baihaqi dipindahkan ke Tabut dan disemayamkan di Baihaq.”[9]
Pendapat Al-Dhahabi dalam Al-‘Ibar tersebut
dikutip oleh ‘Abd Al-Rahman Al-Asnawi dalam karyanya Al-Tabaqat
Al-Shafi’iyah, bahwa Al-Baihaqi wafat tanggal 10 bulan Jumada Al-Ula.[10]
Sejarah kehilangan jejak sehingga tidak mencatat secara
detail nama-nama anak dan keturunan Al-Baihaqi. Al-Baihaqi mempunyai beberapa
anak dan cucu, bahkan ia masih menjumpai cucu-cucunya. Sebagian di antara
mereka ada yang secara langsung berguru kepada Al-Baihaqi. Adapun nama anak
Al-Baihaqi yang tercatat dalam buku sejarah adalah ‘Ismail bin Ahmad. Ia ahli
di bidang fikih dan hadis. Ia menjadi hakim di negara Asia kawasan utara
(Uzbekistan, Azerbaijan, Kazakstan). Ia lahir di tanah air ayahnya pada tahun
428 H dan meninggal di Baihaq tahun 507 H.[11]
Adapun cucu Al-Baihaqi yang tercatat dalam buku sejarah
ialah Abu Al-Hasan ‘Ubaidillah bin Abi ‘Abdillah Muhammad bin Abi Bakar. Ia
tidak begitu mengerti tentang hadis, bahkan Al-Dzahabi dalam Al-Mizan
mengatagorikannya termasuk dari perawi yang lemah/dla’if. Ia meninggal
pada tahun 523 H.[12]
Al-Baihaqi merupakan ulama yang kecintaannya terhadap
ilmu tidak diragukan lagi. Ia berkelana dan merantau ke berbagai negara Islam.[13] Di antara para guru Al-Baihaqi adalah:[14]
1.
Al-Hakim
Al-Hafidz Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Abdillah Al-Nisaburi (321-405 H). Ia
merupakan guru ulama hadis di masanya, pengarang kitab Al-Mustadrak ‘ala
Al-Sahihaini, ‘Ulum Al-Hadits, Al-Tarikh, Al-Madkhal ila Ma’rifat Al-Iklil,
Manaqib Al-Shafi’i, dan lain-lain. Al-Dzahabi berkomentar, bahwa Al-Baihaqi
menyerap banyak ilmu dari Al-Hakim Al-Nisaburi.
2.
Abu Al-Hasan Muhammad bin Al-Husain Al-‘Alawi Al-Hasani
Al-Nisaburi. Ia merupakan keturunan Nabi dan guru Al-Baihaqi yang paling sepuh.
Ia meninggal secara tiba-tiba pada Jumada Al-Akhirah 401 H.
3.
Abu ‘Abd Al-Rahman Al-Sulami Muhammad bin Al-Husain bin
Musa Al-Azdi Al-Nisaburi (303-412 H). Ia merupakan guru besar di bidang
tasawuf. Penulis kitab Al-Tabaqat Al-Sufiyyah.
4.
‘Abdullah bin Yusuf bin Ahmad Al-Asbahani. Salah satu
ulama sufi yang terkenal dan juga termasuk perawi hadis yang tsiqah. Al-Baihaqi
meriwayatkan banyak hadis darinya.
5.
‘Abdullah bin
Yusuf Abu Muhammad Al-Juawaini, ayah Imam Al-Haramain. Ia merupakan pembesar
ulama mazhab Shafi’i. Seorang ahli fikih, nahwu, dan tafsir. Ia mengarang kitab
Al-Tabsirah dalam ranah fikih, Al-Tafsir Al-Kabir di bidang
tafsir dan lain-lain.[15]
Al-Baihaqi memiliki murid banyak dan
tersebar di berbagai negara. Al-Baihaqi merupakan ulama dengan kapasitas
dan keilmuan yang luar biasa sehingga banyak para pencari ilmu yang berdatangan
kepadanya mengambil ilmu, baik ilmu fikih, hadis, dan lain sebagainya. Bahkan
para imam atau ulama besar Al-Nisaburi berdatangan menghadiri majelis ilmunya.[16]
Adapun murid-murid Al-Baihaqi yang
terkenal di antaranya yaitu:[17]
1.
Abu ‘Abdillah
Al-Farawi Muhammad bin Al-Fadl (441-530 H). Ia terkenal sebagai ahli fikihnya
tanah Haram karena ia tinggal di sana sangat lama.
2. ‘Ismail bin
Ahmad Al-Baihaqi, putra kandung Al-Baihaqi (428-507 H). Ia mendengar banyak
ilmu dari ayahnya. Ia juga berkelana mencari ilmu. Ia meninggal di Baihaq.
3. Abu Al-Hasan
‘Ubaidillah bin Muhammad bin Ahmad merupakan cucu dari Al-Baihaqi. ‘Ubaidillah
bin Muhammad meriwayatkan kitab kakeknya Dalail Al-Nubuwah wa Ma’rifat Ahwal
Sahib Al-Shari’ah. Ia meninggal di usia 74 pada tahun 523 H.
4. Abu Al-Ma’ali
Muhammad bin ‘Ismail bin Muhammad bin Al-Husain Al-Farisi Al-Nisaburi. Ia
meriwayatkan kitab Al-Sunan Al-Kubra secara langsung dari Al-Baihaqi. Ia
wafat tahun 539 H.
5. Al-Hafidz Abu
Zakariya Yahya bin ‘Abd Al-Wahhab bin Muhammad bin Ishaq bin Al-Mundah Al-‘Abdi
Al-Asbahani. Ia wafat tahun 511 H. Ia murid Al-Baihaqi di Nisabur.
Al-Baihaqi termasuk ulama yang
produktif dalam tulis-menulis. Ia memiliki karya yang luar biasa dan banyak sekali. Bahkan ada yang mengatakan
karya Al-Baihaqi mendekati 1000 jilid. Pencapaian ini tidak ada yang
menandinginya.[18]
Di antara karya
ilmiyah dan buku yang telah ditulis Al-Baihaqi ialah:[19]
1. Al-Sunan
Al-Kubra. Al-Dhahabi
berkomentar, bahwa tak ada yang menandingi karya Al-Baihaqi ini.
2.
Al-Sunan
Al-Sughra.
3.
Dalail
Al-Nubuwat wa Ma’rifat Ahwal Sahib Al-Shari’ah.
4.
Ahkam Alquran;
penjelasan-penjelasan Al-Shafi’I yang dihimpun oleh Al-Baihaqi.
5.
Al-I’tiqad.
6.
Al-Qiraah Khalfa
Al-Imam.
7.
Hayat Al-Anbiya
fi Quburihim.
8.
Manaqib
Al-Shafi’i.
9.
Al-Madkhal ila
Al-Sunan.
10.
Al-Ba’tsu wa
Al-Nushur.
11.
Al-Targhib wa
Al-Targhib.
12.
Fadlail
Al-Sahabah.
13.
Manaqib Al-Imam
Ahmad.
14.
Shu’ab Al-Iman.
Kitab ini merupakan kitab pertama yang menghimpun seluruh cabang-cabang iman.
15.
Risalat Abi Muhammad Al-Juwaini.
16.
Yanabi’u Al-Usul.
17.
Jami’u Abwabi
Qiraat Alquran.
18.
Kitab
Al-Intiqad ‘ala Abi Abdillah Al-Shafi’i.
19.
Kitab Al-Asra.
20.
Kitab Ayyam Abi
Bakr Al-Siddiq.
Sebenarnya kita tidak perlu takjub
dengan karya-karya Al-Baihaqi yang begitu banyak. Ia hidup selama 74 tahun dan mencari ilmu mulai umur 15
tahun. Karena kecintaannya terhadap ilmu, ia berkelana mencari ilmu dari kota
ke kota dan dari negara ke negara lain hingga jumlah gurunya mencapai 100 guru.
Ia menghabiskan umurnya dengan mengarang dan menulis. Pertama kali ia
meluncurkan karyanya pada tahun 406 H.[20]
Kesan dan
kesaksian para ulama kepada Al-Baihaqi mengalir begitu deras. Dalam mukadimah Dalail
Al-Nubuwah, ada beberapa komentar ulama yang dinukil tentang Al-Baihaqi, di
antaranya:[21]
1.
Ibnu
Al-Jauzi mengatakan, “Tak ada seorang pun yang seperti Al-Baihaqi pada masanya
dalam menghafal, belajar
dan berkarya. Ia menguasai ilmu-ilmu hadis, fikih
dan usul fikih. Ia termasuk murid pilihan Al-Hakim Al-Nisaburi yang sukses.
Setelah belajar dari Al-Hakim, ia berkelana mencari ilmu hingga bisa mengarang
tulisan-tulisan yang sangat baik.”
2.
Al-Sam’ani berkata, “Al-Baihaqi adalah seorang imam yang
sangat ahli di bidang fikih. Ia menggabungkan antara ilmu hadis
dan fikih.”
3.
Ibnu Al-Atsir
berkomentar, ”Al-Baihaqi seorang imam yang patut dijadikan rujukan dalam ilmu
hadis dan bermazhab dengan mazhab Al-Shafi’i.
4.
Al-Dhahabi menyatakan, “Andai saja
Al-Baihaqi membuat mazhab fikih sendiri, niscaya ia mampu karena keluasan ilmu
dan pengetahuannya tentang perbedaan hukum.”
Al-Dhahabi juga mengumpulkan ulasan para
ulama tentang Al-Baihaqi dalam Tadzkiratu Al-Huffadhnya. Di antaranya:[22]
1.
Imam
Al-Haramain Abu Al-Ma’ali berkata, “Tidak ada pengikut mazhab Shafi’i yang
memberikan peranan yang besar bagi Al-Shafi’i dalam mazhabnya
kecualiAl-Baihaqi. Peran Al-Baihaqi sangat besar dalam menolong dan membumikan
mazhab Al-Shafi’i lewat karya-karyanya.
2.
Abu Al-Hasan
‘Abd Al-Ghafir dalam Dzail Tarikh Nisabur mengatakan, “Al-Baihaqi adalah
seorang ahli hadis dan usul fikih, warak dan tak ada yang seperti dia dalam
menghafal dan memahami ilmu-ilmu agama.”
Dalam setiap karyanya,
Al-Baihaqi selalu menyebutkan bahwa dalam mengarang buku-bukunya ia selalu
menghadirkan hadis-hadis sahih dan terkenal atau umum di telinga masyarakat.
Namun jika hadis-hadis tersebut dikira kurang jelas dan penjelasannya ada dalam
hadis-hadis dlo’if atau gharib,
maka ia akan mencantumkan hadis-hadis tersebut guna membantu pemahaman pembaca.[23]
Di antara metode yang digunakan
Al-Baihaqi dalam meriwayatkan hadis ialah:[24]
1.
Al-Baihaqi
membatasi karya-karyanya dengan hadis-hadis sahih saja.
2.
Terkadang
Al-Baihaqi juga mencantumkan hadis-hadis selain sahih namun hanya
sebagai penjelas dan penguat hadis-hadis sahih yang telah disebutkan.
Buah karya Al-Baihaqi
cukup memadati khazanah keilmuan Islam dengan kualitas dan kuantitas yang tak
perlu lagi diperdebatkan. Di antara karya tulisnya yang monumental dan sangat
terkenal adalah di bidang hadis, yaitu kitab Al-Sunan. Al-Baihaqi
menulis dua macam kitab Al-Sunan, Al-Sunan Al-Kubra berupa 10
jilid dan Al-Sunan Al-Sughra 2 jilid.[25]
1.
Al-Sunan
Al-Kubra:
Kitab Al-Sunan Al-Kubra
ini ditulis oleh Al-Baihaqi dalam rangka membela fikih Al-Shafi’i dan
memperkuat pendapat-pendapatnya dengan mengemukakan hadis beserta shawahid nya.[26]
Al-Baihaqi mengklasifikasikan bab-bab pembahasan masalah fikih dalam kitabnya.
Dalam kitab ini Al-Baihaqi juga memaparkan status nilai sebuah hadis apakah sahih
atau da’if.[27]
Berikut beberapa poin
metode yang digunakan Al-Baihaqi dalam penulisan Al-Sunan Al-Kubra ini
–sebagaimana disebutkan oleh pentahkik di mukadimah kitab Al-Sunan Al-Kubra
--,:[28]
a.
Al-Baihaqi
memulai menulis kitab ini pada tahun 405 H. Zahir bin Tahir bin Muhammad
Al-Shami, salah satu perawi kitab ini, mengatakan bahwa Al-Baihaqi meriwayatkan
kitab ini secara qiraah kepada ayahnya pada bulan Sha’ban tahun 405 H
dan kitab ini rampung pada tahun 432 H.
Dari keterangan Zahir
bisa disimpulkan bahwa Al-Baihaqi mengumpulkan hadis dan memetakannya dengan
bab-bab fikih lalu mendektekannya kepada murid-muridnya selama kurang lebih 27
tahun.
b.
Al-Baihaqi juga
menulis mukadimah yang cukup panjang dalam kitabnya ini sehingga ia jadikan
pembahasan tersendiri dan ia beri judul Al-Madkhal ila Al-Sunan atau
Pengantar kitab Al-Sunan.
c.
Al-Baihaqi
memetakan kitabnya dengan urutan bab-bab fikih sepertihalnya Al-Muzani dalam Mukhtasar
nya. Al-Muzani memulai Mukhtasar nya dengan bab Al-Taharah
dan Al-Miyah, Al-Baihaqi juga mengawali kitabnya dengan bab Al-Taharah
dan bab-bab tentang Al-Miyah.
d.
Al-Baihaqi juga
selalu menjaga kesinambungan antar hadis-hadis dalam kitabnya.
e.
Salah satu
metode Al-Baihaqi adalah mengulang hadis seperti yang dilakukan Al-Bukhari
dalam Sahih nya. Terkadang Al-Baihaqi mengulang hadis yang sama dengan
sanad yang berbeda. Seperti pada pembahasan Al-Hudud hadis tentang bahwa
Rasulullah SAW senang memerangi orang-orang yang makar. Setelah mengulang hadis tersebut,
Al-Baihaqi mengomentari bahwa hadis tersebut ia ulang dengan sanad yang
berbeda.
f.
Al-Baihaqi juga
terkadang memberi pendahuluan atau pengantar sebelum masuk ke pembahasan secara
detail. Contoh pembahasan tentang Al-Janaiz, sebelum mengulas pembahasan
tersebut, Al-Baihaqi memaparkan 15 bab yang berhubungan dengan pembahasan
tersebut, seperti bab Qasru Al-Amal fi Al-Hayati Al-Dunya, Wujub Isti’dad
Al-Maut, Husnu Al-Zan bi Allah, dan lain-lain.
g.
Al-Baihaqi juga
mencantumkan status hadis dalam kitabnya ini apakah sahih atau da’if.[29]
h.
Hadis-hadis
yang dihadirkan Al-Baihaqi dalam kitabnya merupakan hadis-hadis yang merujuk
kitab-kitab hadis sebelumnya seperti Al-Sahihain dan Sunan Abu
Dawud, dan lain-lain.[30]
Kitab Al-Sunan Al-Kubra ini
diringkas oleh Al-Dhahabi dan diberi nama Al-Muhadhab. ‘Abd Al-Wahhab
Al-Sha’rani juga meringkasnya dan menamakannya Al-Manhaj Al-Mubin fi Bayani
Adillati Al-Mujtahidin.[31]
2.
Al-Sunan
Al-Sughra:
Dalam
mukadimahnya, Al-Baihaqi menyatakan bahwa kitabnya ini memuat tentang bab ibadah, muamalah,
nikah, hudud, biografi dan hukumat. kitab ini juga diperuntukkan
sebagai bayan ringkas terhadap
mazhab Ahlu Al-Sunnah wa
Al-Jama’ah dalam mengamalkan syariat. Al-Sunan Al-Sughra
bukanlah ringkasan dari Al-Sunan Al-Kubra karena tidak semua hadis dalam
Al-Sughra diambil dari Al-Kubra. Al-Sughra disusun untuk
memenuhi kebutuhan pencari ilmu sebagai rujukan dan tuntunan.[32]
Dalam kitab ini
Al-Baihaqi tidak fokus memaparkan hadis-hadis nabi saja, tapi juga mencantumkan
perkataan sahabat nabi, tabiin, bahkan ulama seperti Al-Shafi’i. oleh karenanya
Al-Baihaqi mencampurkan unsur fikih dan hadis dalam kitab ini tidak murni hadis.[33]
Dalam kitab ini hadis dan non hadis dipetakan oleh Al-Baihaqi dengan sangat
rapi dan sistematik. Berikut sistematika
kitab ini:[34]
NO |
PEMBAHASAN |
JUMLAH HADIS |
NOMOR HADIS |
1. |
Mukadimah |
3 |
1-8 |
2. |
Al-Taharah |
22 |
19-226 |
3. |
Al-Salat |
188 |
227-958 |
4. |
Fadail Alquran |
13 |
959-1033 |
5. |
Al-Janaiz |
16 |
1190-1321 |
6. |
Al-Zakat |
17 |
1190-1321 |
7. |
Al-Siyam |
35 |
1322-1484 |
8. |
Al-Manasik |
57 |
1485-1913 |
9. |
Al-Buyu’ |
78 |
1914-2374 |
10. |
Al-Faraid |
26 |
2375-2449 |
11. |
Al-Nikah |
55 |
2450-2759 |
12. |
Al-Khulu’ wa Al-Talaq |
18 |
2760-2879 |
13. |
Al-Ila’ |
26 |
2880-3087 |
14. |
Al-Wafaqat |
9 |
3088-3114 |
15. |
Al-Jirah |
15 |
3115-3211 |
16. |
Al-Diyat |
13 |
3212-3382 |
17. |
|
4 |
3383-3408 |
18. |
Al-Murtad |
4 |
3409-3435 |
19. |
Al-Hudud |
19 |
3436-3621 |
20. |
Al-Ashribah |
16 |
3622-3721 |
21. |
Al-Siyar |
28 |
3722-4049 |
22. |
Al-Jizyah |
10 |
4040-4148 |
23. |
Al-Said wa Al-Dhabaih |
26 |
4149-4356 |
24. |
Al-Aiman wa Al-Nudhur |
19 |
4357-4481 |
25. |
Adab Al-Qadi |
10 |
4482-4541 |
26. |
Al-Shahadat |
11 |
4542-4760 |
27. |
Al-Da’wah wa Al-Bayan |
5 |
4718-4760 |
28. |
Al-‘Itq |
8 |
4761-4823 |
29. |
Al-Makatib |
9 |
4824-4887 |
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
- MENGKAJI HADIS MISOGINIS
- KAJIAN TAFSIR AL-MARAGHI
- SUNAN AL-DARIMI
- SUNAN AL-BAIHAQI
- SUNAN IBN MAJAH
- MUSHANNAF ABD AL-RAZZAQ
- PERKEMBNGAN HADIS ABAD VII HIJRIYAH SAMPAI SEKARANG
- SEJARAH PENYUSUNAN KITAB SUNAN AL-NASAI
A.
Kesimpulan
1.
Al-Baihaqi
merupakan ulama terkenal bermazhab Shafi’i yang hidup pada abad 5 H. Ia
terkenal sebagai ahli hadis dan fikih. Karya-karyanya memadati jagat keilmuan
Islam hingga salah satu riwayat
mengatakan tidak ada orang yang seperti Al-Baihaqi di zamannya.
2.
Di antara karya
Al-Baihaqi yang monumental adalah dua kita Al-Sunan, Al-Sunan Al-Kubra
Al-Sunan dan Al-Sughra.
3.
Al-Sunan
Al-Kubra terdiri dari sepuluh jilid dan berisi tentang
hadis-hadis yang dipetakan sesuai dengan bab-bab fikih. Dalam kita tersebut
Al-Baihaqi juga mencantumkan status sebuah hadis. Al-Baihaqi juga
memakai metode Al-Bukhari dengan mengulang-ulang hadis yang sama. Hadis-hadis
dalam kitab Al-Sunan Al-Kubra merupakan rujukan dari kitab-kitab hadis
terdahulu seperti Al-Sahih karya Al-Bukhari dan Muslim, serta
kitab-kitab hadis lainnya.
4.
Al-Sunan
Al-Sughra bukanlah ringkasan dari Al-Sunan Al-Kubra,
karena tidak semua hadis di Al-Sunan Al-Sughra dari Al-Sunan
Al-Kubra. Al-Sughra ditulis oleh Al-Baihaqi supaya menjadi rujukan
dan tuntunan para pencari ilmu dalam melaksanakan syariat Islam. Dalam kitab
ini, Al-Baihaqi tidak hanya mencantumkan hadis saja tapi juga perkataan sahabat
nabi, tabiin, bahkan ulama seperti Al-Shafi’i.
B.
Saran
Sesuai kesimpulan di atas, penulis
menyarankan pembaca untuk merujuk langsung kitab-kitab biografi para ulama
untuk mengenal lebih jauh Al-Baihaqi. Untuk mengkaji lebih dalam tentang dua karya
Al-Baihaqi di atas, penulis juga menganjurkan pembaca untuk membuka langsung
dan membaca mukadimah kedua kitab tersebut.
Ajwah, ‘Isma’il. Manahij
Al-Muhaddithin Al-Riwayah wa Al-Dirayah wa Al-Rijal. Kairo: Maktabah Kulliyat
Usul Al-Din, 2014.
‘Alwan, Muhammad Sayid ‘Abd Al-Majid. Sunan
Al-Muhadditsin Manaratu li Al-Bahitsin. Kairo: Rashwan, 2001.
Amin,
Bakri Shekh. Adab Al-Hadist Al-Nabawi. Beirut: Dar Al-Shuruk, 1981.
Arifin, Zainul. Studi Kitab Hadis. Al-Muna: Surabaya, 2010.
Asnawi (al), ‘Abd
Al-Rahman. Al-Tabaqat Al-Shafi’iyah. Beirut:
Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1987.
Baihaqi (al),
Ahmad bin Husain bin ‘Ali. Al-Sunan
Al-Kubra. ditahkik oleh Islam Mansur. Kairo: Dar Al-Hadist 2008.
_________. Dalail Al-Nubuwat wa
Ma’rifat Ahwal Sahib Al-Shari’ah. ditaklik oleh ‘Abd Al-Mu’ti. Beirut: Dar
Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1985.
Dhahabi (al),Abu ‘Abdillah Muhammad. Tadzkiratu
Al-Huffadh. Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1987.
Hashim, Ahmad ‘Umar. Mausu’at A’lam Al-Fikr Al-Islami. Kairo: Majlis A’la, 2007.
Malik
bin Anas, Muwatho’ Malik.
Stuttgart: Maknaz Al-Islami Digital, 2010.
Siba’i (al), Mustafa. Al-Sunnah wa Makanatuha fi Al-Tashri’ Al-Islami. Kairo: Dar Al-Salam, 2012.
[1] Malik bin Anas, Muwatho’ Malik (Stuttgart: Maknaz Al-Islami), Hadis Nomor 1628.
[2] Mustafa Al-Siba’i, Al-Sunnah wa Makanatuha fi Al-Tashri’ Al-Islami (Kairo: Dar Al-Salam, 2012), 104.
[3] Bakri Shekh Amin, Adab Al-Hadist Al-Nabawi (Beirut: Dar Al-Shuruk, 1981), 41-47.
[4] Muhammad Sayid ‘Abd Al-Majid ‘Alwan, Sunan Al-Muhadditsin Manaratu li Al-Bahitsin (Kairo: Rashwan, 2001), 111.
[5] Ahmad ‘Umar Hashim, Mausu’at A’lam Al-Fikr Al-Islami (Kairo: Majlis A’la, 2007), 166.
[6] Ahmad bin Husain bin ‘Ali Al-Baihaqi, Al-Sunan Al-Kubra, ditahkik oleh Islam Mansur, (Kairo: Dar Al-Hadist 2008), 1/6.
[7] Ibid., 1/6.
[8] Ibid., 1/7.
[9] Ahmad bin Husain bin ‘Ali Al-Baihaqi, Dalail Al-Nubuwat wa Ma’rifat Ahwal Sahib Al-Shari’ah, ditaklik oleh ‘Abd Al-Mu’ti, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1985), 1/118.
[10] ‘Abd Al-Rahman Al-Asnawi, Al-Tabaqat Al-Shafi’iyah (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1987), 1/98.
[11] Al-Baihaqi, Al-Sunan Al-Kubra…, 1/8.
[12] Ibid., 1/8.
[13] Ahmad ‘Umar Hashim, Mausu’at…, 166.
[14] Al-Baihaqi, Dalail Al-Nubuwat…,1/94-109.
[15] Untuk mengetahui para guru Al-Baihaqi secara lengkap, silahkan merujuk ke buku-buku sejarah seperti Al Bidayah wa Al-Nihayah, Siyar A’lam Al-Nubala, Tabaqat Al-Shafi’iyah, dan lainnya.
[16] Ahmad ‘Umar Hashim, Mausu’at…, 166.
[17] Al-Baihaqi, Dalail Al-Nubuwat…,1/109-110.
[18] Ahmad ‘Umar Hashim, Mausu’at…, 166.
[19] Al-Baihaqi, Dalail Al-Nubuwat…,1/111-112.
[20] Ibid., 1/112.
[21] Ibid., 1/114-115.
[22] Abu ‘Abdillah Muhammad Al-Dzahabi, Tadzkiratu Al-Huffadh (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1987), 3/1133.
[23] Al-Baihaqi, Al-Sunan Al-Kubra…, 1/14.
[24] Ibid., 1/14-18.
[25] ‘Isma’il ‘Ajwah, Manahij Al-Muhaddithin Al-Riwayah wa Al-Dirayah wa Al-Rijal (Kairo: Maktabah Kulliyat Usul Al-Din, 2014), 54.
[26] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis (Al-Muna: Surabaya, 2010), 155.
[27] ‘Alwan, Sunan Al-Muhaddithin…, 123.
[28] Al-Baihaqi, Al-Sunan Al-Kubra…, 1/26-31.
[29] ‘Alwan, Sunan Al-Muhaddithin…, 123.
[30] Ibid., 123.
[31] Ibid., 123.
[32] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis.., 155.
[33] Ibid., 156.
[34] Ibid., 157-158.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar