Kitab Sahih Bukhari merupakan salah satu buku yang menjadi pedoman dalam keilmuan Islam. Bahkan mayoritas umat Islam sepakat bahwa Sahih Bukhari merupakan buku yang paling sahih setelah Alquran. Bukan perkara mudah untuk menyusun kitab Sahih Bukhari. Imam Bukhari membutuhkan waktu selama 16 tahun untuk menyusunnya. Belum lagi perjuangan Imam Bukhari dalam mengambil hadis dari guru-gurunya dari berbagai macam negara. Tak semudah yang dibayangkan, seorang ulama’ sekaliber Imam Bukhari pun pernah mendapatkan fitnah yang menyebabkan ia diusir dari Naisaburi. Tentunya perjalanan hidup Imam Bukhari tersebut sangat menarik untuk dikaji lebih dalam, dibahas dan diteliti.
Ibn Solah menjelaskan dalam kitabnya muqaddimah ibn Solah bahwa ulama’ yang pertama kali mengarang kitab berisi hanya hadits-hadits sahih adalah Imam Bukhari (w. 256 H).[35]
Sebab pembuatan kitab tersebut adalah sebuah riwayat dari Ibrahim ibn Ma’qil al-Nafsy sebagai berikut:
كنا عند إسحاق بن راهوية فقال: لوجمعتم كتابا مختصرا لصحيح سنة النبي صلى الله عليه وسلم. قال: فوقع ذلك في قلبي، فأخذت في جمع الجامع الصحيح
berkata: Dulu ketika kita bersama Ishaq ibn Rahawiyah, dia berkata: Kalau kiranya kalian bisa mengumpulkan kitab mukhtashar sahih sunnah Rasulullah r. Bukhari berkata berkata: Terbesitlah dalam hatiku, dan aku membuat Jami’ al-Sahih.[36]
و عنه: رأيت النبي صلى الله عليه و سلم وكأنني واقف بين يديه وبيدي مروحة اذب بها عنه فسألت بعض المعبرين فقال لي أنت تذب عنه الكذب
Diriwayatkan dari Bukhari: “Aku melihat Rasulullah r (dalam mimpi), seakan-akan aku berdiri di hadapan beliau. Dan di tanganku ada sebuah kipas, yang mana dengan kipas tersebut akan mengipasinya. Lalu aku bertanya kepada ahli ta’wil mimpi”. Dia mengatakan kepadaku: “Engkau mengipas kebohongan-kebohongan dari Rasulullah r”.[37]
Dalam penyusunan kitabnya, Imam Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun.[38]
Jumlah Hadis Sahih Bukhari
Sahih Bukhari atau nama buku lengkapnya al-Jami’ al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min Umuri Rasulillah r wa Sunanihi wa Ayyamihi[39] merupakan kitab hadis yang berisi hadis-hadis sahih.
Zainul ‘Arifin[40] menukil perkataan Abu Shuhbah, bawah jumlah hadis Sahih Bukhari adalah sebagai berikut:
a. Jumlah hadis (ditambah hadis terulang-ulang, belum ditambah mu’allaq dan mutaba’at): 7.397 buah
b. Hadis mu’allaq: 1.341 buah
c. Mutaba’at: 384 buah (Zainul Arifin menyebutkan 344 hadis)
d. Jadi jumlah seluruhnya: 8.122 buah[41]. (Zainul Arifin menyebutkan 9.082 hadis)
Sedangkan menurut Shauqi Abu Khalil, Imam Bukhari dalam menyusun kitabnya terlebih dahulu menyeleksi 100.000 hadis. Dari 100.000 hadis tersebut terseleksi sebagai berikut:
a. 7.562 hadis (dengan hadis yang terulang).
b. Sedangkan jumlah hadis yang tidak terulang sekitar 4000 hadis.[42]
Zainul Arifin dalam Studi Kitab Hadis menyebutkan jumlah yang berbeda untuk mutaba’at dan jumlah hadis keseluruhan.
a. Mutaba’at: 344 hadis
b. Jadi jumlah seluruhnya: 9.082 hadis[43]
Setelah menyeleksi hadis-hadis tersebut, lalu disesuaikan dengan bab-bab dalam fiqih dan diberi judul dengan jelas.[44]
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN :
- Biografi Imam Bukhari
- Kitab Sahih Bukhari
- Biografi Imam Shafi’i
- Imam Shafi’i Pembela Hadis Nabi Nasir Al-Sunnah
- Kedudukan Hadis Dalam Pandangan Imam Shafi’i
- Biografi Imam Malik Ibn Anas
- Al-Muwatta’ Imam Malik ibn Anas
Sahih Bukhari Merupakan Kitab sahih Pertama
Kitab Sahih Bukhari ini menjadi kitab sahih pertama karena kitab-kitab sebelumnya bercampur antara hadits mawsul, mauquf dan munqati’, sebagaimana dalam kitab Muwatta’ Imam Malik. Sedangkan dalam Sahih Bukhari hanya berisi hadits sahih saja.[45]
Meskipun begitu, ada keterkaitan yang erat antara Sahih Bukhari dan Muwatta’ Imam Malik, sebagaimana perkataan Abu Bakr ibn ‘Arabiy:
الموطأ هو الأصل الأول والبخاري هو الأصل الثاني. وعليهما بني جميع من بعدهما كمسلم والتمذي وغيرهما
Muwatta’ Malik merupakan sumber pertama dan Sahih Bukhari adalah sumber kedua. Dari keduanya ulama’ setelahnya mengarang kitab-kitabnya.[46]
Istilah sahih mujarrad
Ulama’ pertama yang mengenalkan istilah sahih mujarrad untuk kitab Sahih Bukhari adalah ibn Solah. Mengapa Ibn Solah menggunakan istilah tersebut?
Al-‘Iraqiy (w. 806 H) berpendapat bahwa Malik tidak mengkhususkan hadits sahih di dalamnya, melainkan juga memasukkan mursal, munqati’ dan balaghat. Dan diantara balaghat nya ada beberapa hadits yang tidak diketahui sebagaimana dijelaskan ibn ‘Abdil Bar.[47]
Ibn Hajar menambahkan dalam Nukat-nya, hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Muwatta’ itu sahih bagi yang berpendapat bolehnya berhujjah dengan hadits mursal, munqati’ dan aqwal sahabah.[48]
Metode penyusunan Sahih Bukhari
Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dalam disiplin ilmu hadis, diantara:
1. Menta’dil dan mentarjih
2. Menggunakan syarat mu’asarah dan liqa’
3. Menggunakan syarat-syarat yang sudah disepakati para ulama’, yaitu: Orang Islam, berakal, jujur, tidak mudallis, ‘adil, dabit, sanadnya muttasil, tidak shadh, tidak ada ‘illah.[49]
Penyusunan bab dilakukan di Masjidil Haram, kemudian dilanjutkan menulis pendahuluan dan pembahasannya di Rawdah Majid Nabawi. Lalu menempatkan hadis-hadis tersebut pada bab yang sesuai. Semua itu dilakukan di Makkah, Madinah dan beberapa negara tempat pengembaraannya.[50]
Ketelitian Imam Bukhari dalam menyusun Sahihnya
Imam Bukhari membutuhkan waktu selama 16 tahun untuk mengarang dan menyusun kitab Sahih Bukhari.[51]
Imam Bukhari mulai menyusun kitabnya di Makkah, dan dilengkapinya di Madinah, Bukhara dan Basrah. Ramadan Mutawalliy menjelaskan dalam A’imma Ilmi al-Hadith al-Nabawiy bahwa Imam Bukhari tidak pernah menulis satupun hadis kecuali setelah istikharah, mandi, sholat dua raka’at dan yakin akan kesahihan hadis tersebut.[52]
Kitab dan Bab dalam Sahih Bukhari
Mengutip dari Zainul Arifin dalam Studi Kitab Hadis[53], Imam Bukhari dalam menulis kitabnya membagi menjadi beberapa kitab. Setiap kitab dibagi menjadi beberapa bab.
Dia memulai dengan bab permulaan wahyu, kemudian disusul dengan:
· Kitab Iman
· Kitab ‘Ilmi
· Kitab Taharah
· Kitab Shalat
· Kitab Zakat
· Kitab Buyu’
· Kitab Mu’amalah (hukum perdata)
· Kitab Murafa’at (hukum acara)
· Kitab Sulh (perdamaian)
· Kitab wasiyyah
· Kitab Waqaf
· Kitab Jihad
Selanjutnya bab-bab yang tidak menyangkut fiqih, seperti bab tentang:
· Permulanaan penciptaan makhluk
· Biografi para Nabi
· Cerita surga dan neraka
· Manaqib,
· Fada’il
· Sadaqah.
Bab selanjutnya tentang Sirah Nabawiyyah, Maghaziy (peperangan) dan Kitab Tafsir.
Kemudian kembali lagi ke kitab fiqih (nikah, talaq dan nafaqah). Lalu membahas tentang:
· Al-At’imah (makanan)
· Ashribah (minuman)
· Tibb (pengobatan)
· Adab
· Birr
· Shilah
· Isti’zab
· Nuzur
· Kafarat
· Hudud
· Ikrah (paksaan)
· Ta’bir al-Ru’ya
· Fitan
· Ahkam
· I’tisham bi al-Kitab wa al-Sunnah
· Tawhid sebagai kitab penutup
Mengapa masih ada hadits munqati’ dalam Sahih Bukhari?
Jika terdapat hadits munqati’ dalam Sahih Bukhari itu bisa disebabkan karena dua hal:
1. Sudah ada hadits sebelumnya yang serupa, sehingga tidak perlu mengulang sanad dengan lengkap dengan tujuan agar kitab tidak terlalu tebal.
2. Sebagai istish-had (penguat) dan tafsir sebagian ayat al-Qur’an.[54]
Mengapa Sahih Bukhari lebih unggul daripada Sahih Muslim?
1. Imam Suyuti menyebutkan Rijal yang diriwayatkan Imam Bukhari sendiri (tanpa Imam Muslim) berjumlah 430an orang, sedangkan Ibn hajar menyebutkan dalam Nukatnya[55] jumlah rijal yang dianggap da’if dari Bukhari berjumlah 435 orang. Yang dianggap da’if berjumlah 80 orang. Sedangkan rijal yang diriwayatkan Imam Muslim sendiri (tanpa Imam Bukhari) berjumlah 620 orang. Yang dianggap da’if berjumlah 120 orang.
2. Imam Bukhari tidak mengambil banyak hadits dari rijal nya yang dianggap da’if kecuali tarjamah ‘ikrimah dari ibn ‘Abbas. Berbeda dengan Imam Muslim yang meriwayatkan banyak hadits dari rijal-nya yang da’if. seperti: Abu Zubair dari Jabir, Suhail dari ayahnya, ‘Ala’ ibn ‘Abdirrahman dari ayahnya, Hammad ibn Salamah dari Thabit dan lain sebagianya
3. Rijal yang dianggap da’if dari Imam Bukhari kebanyakan gurunya langsung yang mana Imam Bukhari bertemu langsung dan tahu keadaan mereka, tau yang jayyid dan yang tidak. Berbeda rijal yang dianggap da’if dari Imam Muslim yang kebanyakan pada masa tabi’in dan setelahnya.
4. Kebanyakan riwayat Imam Bukhari dari rijal tabaqal al-ula yang mempunyai daya hafal yang tinggi dan mutqin.
5. Imam Muslim beranggapan bahwa mu’an’an dihukumi muttasil apabila berada dalam satu masa (meskipun belum pasti bertemu). Sedangkan Imam Bukhari mensyaratkan harus bertemu.
6. Hadits dalam Sahih Muslim yang dikritik berjumlah sekitar 210 hadits, sedangkan dalam Sahih Bukhari kurang dari 80 hadits.[56]
Ibn hajar juga menyatakan: Imam Bukhari meriwayatkan dari Rijal yang dianggap da’if hanya untuk istish-had, mutaba’at dan ta’liqat. berbeda dengan Imam Muslim yang meriwayatkan dari mereka untuk ushul al-ihtijaj.[57]
Ibn Hajar berpendapat: Para Ulama’ bersepakat bahwa Imam Bukhari mempunyai kredibilitas lebih dari pada Imam Muslim dan lebih mengetahui ilmu hadits. Sedangkan Imam Muslim merupakan muridnya, masih mengambil faedah darinya dan mengikuti jejaknya. Sampai-sampai Imam Daru Quthni mengatakan:
لولا البخاري ما راح مسلم ولا جاء
Kalau sekiranya tidak ada Bukhari, niscaya tidak akan ada Muslim.[58]
Ta’liqat dalam Sahih Bukhari
Tidak bisa dipungkiri terdapat banyak hadis mu’allaq dalam Sahih Bukhari. Zainul Arifin menjelaskan bahwa jika ada hadis mu’allaq dan mauquf itu dimaksudkan sebagai penguat hal yang dibicarakan, bukan untuk dijadikan pegangan.[59]
Ibn Kathir mengutip perkataan sheikh Abu ‘Amru menanggapi ta’liqat yang ada di dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim: “Ta’liqat yang ada di dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim[60], dikatakan ada pada 14 tempat. Jadi hadits mu’allaq yang ada di Sahih Bukhari dengan sighah jazm seperti: “قال” dan “روى” dihukumi muttasil kepada dita’liq-kan. Tetapi jika sighah-nya tamrid seperti: “رُوِيَ”, “يُرْوَى” dan “يُذكر” maka tidak dihukumi sahih dan tidak pula dinafyikan kesahihannya.[61]
Ibn Hajar membantah perkatan Hafidz Abu Ja’far ibn Hamdan yang mengatakan:
إذا قال البخاري: "وقال لي فلان" فهو مما سمعه عرضا ومناولة
Apabila Imam Bukhari menggunakan simbol “وقال لي فلان” maka maksudnya beliau meriwayatkan ‘ardan[62] dan munawalatan.[63]
Apabila Imam Bukhari mengatakan “قال لنا”[64], “قال لي فلان كذا”, “زادني” atau semacamnya, hal tersebut dihukumi muttasil oleh kebanyakan ahli hadits.[65]
Istifadah kitab Sahih Bukhari
A. Sharh
Sahih Bukhari merupakan kitab yang sangat penting dalam keilmuan Islam, oleh karenanya banyak sekali ulama’-ulama’ setelah mengambil faedah dari kitab tersebut. Dari kitab ini muncullah sharh sebanyak 82 buah, diantara:
1. Fathul Bari oleh ibn Hajar al-Athqalani
2. ‘Umdatul Qari oleh Badruddin al-‘Ini
3. Al-Tauqih oleh Badruddin al-Zarkashi
4. Al-Tausiah oleh Jalaluddin al-Suyuti[66]
B. Dikumpulkan dalam musnad
Ibn al-Furad mengumpulkan hadis dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim dalam satu musnad yang kemudian diringkas, yaitu:
1. Al-Tajrid al-Sahih susunan al-Husain ibn al-Mubarak
2. Al-Tajrid al-Sahih susunan Abu al-‘Abbas Sharafuddin Ahmad al-Sharaji al-Zalidi
Selanjutnya kitab mukhtasar ini di sharh oleh al-‘Allamah Hasan Khan dan ‘Abdullah al-Sharqawi.[67]
Kritik terhadap Sahih Bukhari
Ibn Hajar mengatakan ada beberapa kekurangan yang ada di dalam Sahih Bukhari, diantara:
1. Ada yang berisi beberapa hadis saja, ada yang berisi satu ayat dan satu hadis saja, bahkan ada yang berisi ayat al-Qur’an tanpa hadis.
2. Terkadang mengungkapkan hadis dalam keadaan terpotong-potong dan kadang-kadang singkat.
3. Ada pula hadis-hadis yang dikemukakan tanpa sanad. Hal ini dilakukan apabila hadis tersebut sudah diketahui atau dikenal secara umum.[68]
Sementara Ahmad Amin dalam Duha Islam mengatakan:
1. Sistematika penyusunan kitabnya menyesuaikan kitab fiqih. Hal tersebut memberi kesan Imam Bukhari cenderung lebih menekankan pada tujuan istinbat hukum fiqih. Namun sayangnya tidak hanya memuat masalah-masalah fiqih, tetapi juga diselingi dengan masalah lain.
2. Dalam Sahih Bukhari hadis disebutkan secara terpotong-potong. Sebagian disebutkan pada suatu bab tertentu (dengan sanad muttasil) dan potongan lainnya disebutkan pada bab lain (dengan sanad munqati).
3. Sebanyak 80 rawi hadis yang terdapat pada Sahih Bukhari mendapat kritikan karena tidak thiqah. [69]
Kritikan terhadap Sahih Bukhari tidaklah mengurangi arti nilai dari kitab tersebut. Bahkan menurut Ahmad Umar Hakim dalam Qawa’id Usul al-Hadith, Sahih Bukhari merupakan kitab dari kutub sittah ranking pertama dan paling baik.[70]
BAB III
PENUTUP
1. Salah satu ulama’ besar sepanjang sejarah telah meninggal dalam sebuah perjalanan di malam Idul Fitri tahun 261 H. Dialah Imam Bukhari yang berjuang dalam menuntut ilmu mengarungi berbagai negara dan menyebarkan ilmunya tanpa mengharapkan imbalan apapun.
2. Imam Bukhari meskipun diberi kecerdasan dan daya hafal yang kuat oleh Allah, tapi ia tetap tekun, rajin dan berjuang dalam thalabu al-‘ilm. Itulah yang sepatutnya dicontoh bagi setiap penuntut ilmu.
3. Teguh pendirian adalah salah satu sifat yang dimiliki Imam Bukhari. Sebagaimana ketika beliau mendapat fitnah di Naisaburi dan sikap gigih beliau menentang penguasa ketika di Bukhara yang kurang menghargai seorang ulama.
4. Sahih Bukhari meskipun mendapatkan beberapa kritik tetapi mayoritas umat muslim sepakat bahwa Sahih Bukhari merupakan kitab paling sahih setelah Alquran Karim.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Muhammad, Studi Kitab Hadis (Yogyakarta: TERAS, 2009)
Amin, Ahmad, Duha Islam, Juz 2 (Kairo: Maktabah Nahdah al-Misriyyah, t.th.)
Arifin, Zainul, Studi Kitab Hadis (Surabaya: Pustaka al-Muna, 2010)
Bukhari, Imam, al-Jami’ al-Sahih (Stuttgart – Germany: Jam’iyyatu al-Maknaz al-Islamy, 2000)
Hajar, Ibn, Fathul Bari, Juz 1 (Beirut: Darul Ma’rifah, t.th.)
Hajar, Ibn, Hadyu al-Sari Muqadiimah Fath al-Bari (Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1963)
Hajar Ibn, Nukat ‘ala kitabi ibn Solah, Jilid 1 (Riyad: Daru Rayah, Cet. 3, 1415 H / 1994 M)
Kathir, Ibn, al-Baith al-Hathith (Riyad: Maktabah al-Ma’arif, Cet. 1, 1417 H / 1996 M)
Khalil, Shauqiy ‘Abu, Atlas al-Tarikh al-‘Arabiy al-Islamiy (Suriah: Darul Fikr, Cet. 15, 1430 H / 2009 M)
Khalil, Shauqiy ‘Abu, Athlas al-Hadith (Damaskus: Dar al-Fikr, 1423 H)
Al-Iraqiy, Al-Taqyid wa al-idah (Halab: Matba’ah ‘Ilmiyyah, 1350 H / 1931 M)
Mutawalliy, Ramadan Ramadan, A’immatu ‘Ilmi al-Hadith al-Nabawiy (Kairo: al-Hai’ah al-Misriyyah al-‘Ammah, 2010)
Shuhbah, Muhammad Muhammad Abu, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah (Kairo: Majma‘ al-Buhuth al-Islamiyyah, 1415 H / 1995 M)
Solah, Ibn, Muqaddimah ibn Solah (Halab: Maktabah ‘Ilmiyyah, Cet. 1, 1450 H / 1931 M)
Suyuti, Imam, Tadrib al-Rawi (Riyad: Darul ‘Asimah, 1424 H / 2003 M)
[35] Ibn Solah, Muqaddimah ibn Solah (Halab: Maktabah ‘Ilmiyyah, Cet. 1, 1450 H / 1931 M), 13.
[36] Imam Suyuti, Tadrib al-Rawi (Riyad: Darul ‘Asimah, 1424 H / 2003 M), 117.
[37] Ibid. Ibn Hajar, Fathul Bari, Juz 1 (Beirut: Darul Ma’rifah, t.th.), 7.
[38] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 100.
[39] Imam Bukhari, al-Jami’ al-Sahih, Muqaddimah Sahih Bukhari (Stuttgart – Germany: Jam’iyyatu al-Maknaz al-Islamy, 2000)
[40] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 100.
[41] Abu Shuhbah, Fi. Rihab al-Sunnah, 42
[42] Syauqi Abu Kholil, Athlas al-Hadith (Damaskus: Dar al-Fikr, 1423 H), 11.
[43] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 103.
[44] Ibid. 101.
[45] Imam Suyuti, Tadrib al-Rawi, 117.
[46] Ibn Hajar, Nukat ‘ala kitabi ibn Solah, Jilid 1 (Riyad: Daru Rayah, Cet. 3, 1415 H / 1994 M), 279.
[47] Al-Iraqiy, Al-Taqyid wa al-idah (Halab: Matba’ah ‘Ilmiyyah, 1350 H / 1931 M), 13.
[48] Ibn Hajar, Nukat ‘ala kitabi ibn Solah, 278.
[49] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 102.
[50] Ibid. 102.
[51] Mutawalliy, A’immatu ‘Ilmi al-Hadith al-Nabawiy, 381.
[52] Ibid.
[53] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 103.
[54] Imam Suyuti, Tadrib al-Rawi, 120.
[55] Ibn Hajar, Nukat ‘ala kitabi ibn Solah, 286.
[56] Imam Suyuti, Tadrib al-Rawi, 123.
[57] Ibn Hajar, Nukat ‘ala kitabi ibn Solah, 288.
[58] Imam Suyuti, Tadrib al-Rawi, 124.
[59] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 100.
[60]Ta’liqat yang terdapat dalam Sahih Muslim berjumlah lebih sedikit dibandingkan Sahih Bukhari. Dikatakan hanya terdapat pada 14 tempat. Ibn Hajar sampai membuat satu kitab khusus berjudul taghliqu al-ta’liq, lalu diringkasnya dalam muqaddimah Fathu al-Bari. Berjumlah 56 halaman. Lihat Ibn Kathir, al-Baith al-Hathith (Riyad: Maktabah al-Ma’arif, Cet. 1, 1417 H / 1996 M), 121.
[61] Ibid.
[62] Murid menunjukkan kitabnya kepada sheikh nya.
[63] Ibn Kathir, al-Baith al-Hathith, 123.
[64] Ibn Hajar berkata: “Aku menemukan di banyak tempat pada Sahih Bukhari simbol “قال لي”, tetapi setelah aku rujuk hadits yang sama pada buku hadits yang lain, mereka menggunakan “حدثنا”. Imam Bukhari membedakan simbol “حدثنا” untuk perawi yang memenuhi syaratnya, sedangkan simbol “قال لي” bagi perawi yang belum memenuhi syaratnya. Lihat Fathul Bari (1/156)
[65] Ibn Kathir, al-Baith al-Hathith, 122.
[66] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 101.
[67] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 101.
[68] Ibn Hajar, Hadyu al-Sari Muqadiimah Fath al-Bari (Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1963), 264-265.
[69] Ahmad Amin, Duha Islam, Juz 2 (Kairo: Maktabah Nahdah al-Misriyyah, t.th.), 116.
[70] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, 105.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar