|
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Autentisitas, memang menjadi wacana yang terlalu
penting untuk dilewatkan dalam kajian hadis. Hadis sebagai pedoman yang cukup
menginspirasi manusia dalam dinamika kehidupannya, pula sebagai bekal serta
sokongan bagi orang yang tengah mengejar nilai-nilai kebenaran, kini tengah
dipertanyakan banyak orang keotentikannya bila dihadapkan pada realita sejarah.
Realita historis peradaban Islam yang tak pernah bisa lepas dari noda hitam
sepanjang perjalanannya banyak mengundang rasa skeptis berhimpun di benak para
pengkaji intelektual.
Bukan lagi mempersoalkan tentang
posisi hadis dalam bingkai keagamaan, karena terlalu gegabah untuk diabaikan
dalam kehidupan beragama.
بِالْبَيِّنٰتِ وَالزُّبُرِۗ وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ [1]
“Dan kami turunkan kepadamu
al-Quran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”
Namun
yang lebih diperhitungkan adalah, bagaimana upaya purifikasi dengan
mengandalkan pertolongan dari kenyataan sejarah ini, berhasil membuktikan
autentisitas teks agama dan sejauh mana otoritas elemen-elemen di dalamnya
bernilai akurat.
Disini, transmisi menjadi poin
pertama yang perlu ditinjau lebih mendalam, karena berhubungan erat dengan
keabsahan historis, tanpa melupakan tinjauan esensi atau matan hadis. Proses
transmisi teraplikasikan melalui sistem sanad. Aplikasinya mirip dengan rantai,
saling sambung menyambung, hingga pada akhirnya jika terdapat seseorang yang
meriwayatkan sebuah hadis, bisa ditelusuri balik ke belakang hingga rantai
dapat terpautkan kepada Nabi SAW. Sekali lagi, guna mencapai tingkat kebenaran
yang tak lagi samar. Sehingga sudah barang pasti, hadis tak akan eksis sampai
kini tanpa keberadaan sanad dan matan. Karena keduanya merupakan komponen vital
yang tak bisa dipisahkan.
Indonesia,
sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, memiliki salah seorang ulama
yang mencapai derajat musnid. Bukan hanya sekedar musnid, namun ia merupakan
pemegang sanad tertinggi di masanya, sampai-sampai ia dijuluki musnid al-dun’ya,
yakni ulama ahli musnad dunia dalam bidang periwayatan hadis. Intelektualnya
yang berkualitas tinggi membuat banyak ulama timur tengah maupun pelajar
nusantara yang mengejar ijazah sanad hadis darinya. Dialah Syeikh Yasin
al-Fadani, sebagaimana yang tertoreh dalam media massa Republika, dikenalkan
sebagai putra Minang yang jadi guru di Makkah.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas hal-hal yang berhubungan dengan sosok Syekh Yasin al-Fadani, khususnya intelektualitas beliau dalam bidang hadis. Pembahasan serta mencantumkan riwayat hidup beliau.
B. Rumusan
Masalah
1. Siapakah Yasin al-Fadani?
2. Bagaimana pemikirannya dalam bidang hadis?
C. Tujuan
Penelitian
1. Mengetahui perjalanan
hidup Yasin al-Fadani
2. Mengetahui pemikirannya dalam disiplin ilmu hadis
D. Kegunaan
Penelitian
1. Memberikan
wawasan tentang riwayat hidup Yasin al-Fadani bagi penulis dan pembaca
makalah.
2. Untuk menjelaskan lebih spesifik bagaimana pemikiran Yasin al-Fadani dalam bidang hadis
E. Kerangka Makalah
Bab
I: Pendahuluan
a. Latar Belakang Masalah
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan Penelitian
d. Kegunaan
Penelitian
e. Kerangka Makalah
Bab
II: Pembahasan
a. Riwayat Hidup Yasin al-Fadani
b. Pemikiran Yasin al-Fadani dalam Hadis
Bab
IV: Penutup
Daftar
pustaka
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN :
- Biografi Imam Bukhari
- Kitab Sahih Bukhari
- Biografi Imam Shafi’i
- Imam Shafi’i Pembela Hadis Nabi Nasir Al-Sunnah
- Kedudukan Hadis Dalam Pandangan Imam Shafi’i
- Biografi Imam Malik Ibn Anas
- Al-Muwatta’ Imam Malik ibn Anas
BAB II
PEMBAHASAN
a.
Riwayat
Hidup Yasin al-Fadani
Bernama
lengkap Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadani al-Fadani al-Makki. Lahir di Mekkah,
tepatnya di al-Misfalah pada tanggal 17 Juni 1916 dan wafat di Mekkah, 20 Juli
1990 di usianya yang ke 75 tahun. Ayahnya juga seorang ulama yang hidup di
Mekkah bernama Muhammad Isa. Nama al-Fadani merupakan nisbat kepada daerah asal
keluarga besarnya, Padang Sumatera Barat. Guru Yasin al-Fadani ketika masih kecil ialah
ayahnya sendiri. Ia menghafal al-Quran sedari kecil. Bahkan, dirinya telah
menghafal beberapa syair atau nazm ilmu-ilmu asas Islam.[2]
Diceritakan,
ketika remaja Yasin mengungguli teman-temannya dalam menguasai ilmu agama,
meliputi bidang hadis dan fikih. Guru-gurunya pun kagum dengan kecerdasannya
ini. Kedua orang tuanya, Muhammad Isa al-Fadani dan Maimunah binti Abdullah
al-Fadani pun turut bangga dengan kemahiran Yasin. Selain berguru kepada orang
tuanya, ia juga banyak belajar dari pamannya sendiri yaitu Syekh Mahmud Engku
Hitam al-Fadani.[3]
Pada tahun
1346, ia meneruskan pelajarannya di madrasah Saulatiyyah. Madrasah Saulatiyyah
merupakan madrasah termasyhur ketika zamannya. Namun, di tengah ia berpindah ke
madrasah Dar al-Ulum. Perpindahannya ini dilatarbelakangi oleh perlakuan tidak
menyenangkan pihak madrasah Saulatiyyah
kepada para pelajar asing asal Asia Tenggara. Dikatakan Yasin al-Fadani
ikut berjasa dalam perkembangan Dar al-Ulum, hal ini terlihat ketika banyaknya
murid yang pindah ke Dar al-Ulum dari Saulatiyyah, jumlahnya mencapai 120
orang, padahal Dar al-Ulum termasuk madrasah baru kala itu. Kemudian
selanjutnya, ia menjabat sebagai wakil direktur madrasah Dar al-Ulum dan
mengajar di sana dan di tempat-tempat lainnya. Ia juga mengajar di Masjidil
Haram. Materi-materi yang ia sampaikan sangat luar biasa sehingga banyak
penuntut ilmu yang memenuhi majelis ilmunya, terutama yang berasal dari Asia
Tenggara. [4]
Kepribadiannya
sangatlah sederhana, low profile, ia tak segan untuk pergi ke pasar dan memikul
belanjaannya sendiri, meskipun ia sudah terhitung sebagai ulama terkemuka. Dirinya
sering terlihat mengenakan kaos oblong biasa dan sarung sambil menghirup shisha
di kedai teh. Rumahnya pun tak pernah sepi dari tamu-tamu ulama dan cendekiawan
dari berbagai penjuru dunia. Apalagi jika musim haji tiba, banyak tamu yang ia
temui hanya untuk berdiskusi mengenai perkembangan Islam. Gusdur pun pernah
menyambangi rumahnya. Syekh Yasin juga sering mengadakan kunjungan ke luar
negeri, terlebih ke tanah airnya Indonesia. [5]
b.
Guru-Guru
Yasin al-Fadani
Syekh Yasin
termasuk orang yang sangat rajin menimba ilmu kepada banyak guru. Hingga ada
yang mengatakan bahwa ia berguru kepada 700 syeikh. Ada yang berasal dari tanah
air dan banyak pula yang luar negeri. Apalagi berdomisili di Mekkah memudahkan
dirinya untuk bertemu dengan banyak ulama yang singgah sementara di tanah suci
untuk berhaji. Beberapa gurunya antara lain Syeikh Umar
Hamdan al-Mahrisi, Syekh Muhammad Ali bin Husain al-Maliki, Syekh Umar
Bajunaid, Mufti Syafi’iyah Makkah, Syekh Said bin Muhammad al-Yamani dan Syeikh
Hassan al-Yamani. Syeikh Muhsin bin Ali al-Musawa al-Falimbani, Sayyid Alawi
bin ‘Abbas al-Maliki al-Makki, Syeikh Hasan al-Mashshay, Syeikh Ahmad
al-Mukhallalati, Syeikh Muhammad al-Arabi al-Tabbani, Syeikh Muhammad Nur
Sayf, Syeikh Amin Kutubi al-Hasani, Syeikh Ibrahim al-Fatani. Beberapa yang
berasal dari luar tanah suci seperti Syeikh Ahmad bin Rafi’ al-Tahtawi, Syeikh
Muhammad Ibrahim al-Samaluti, Syeikh Muhammad Bakhit al-Muti’i, Syeikh Muhammad
Hasanain Makhluf, Syekh Muhammad al-Hafiz al-Tijani, Syeikh Muhammad al-Khidr
Husain, Syeikh Mahmud bin Muhammad al-Dumi, Syeikh Muhammad Anwar al-Kashmiri,
Syeikh Ashraf Ali al-Tahanawi, Syeikh Mufti Syafi’ al-Deobandi, Syeikh Ahmad
al-Siddi al-Ghumari, Syeikh Abdullah al-Siddi al-Ghumari, Syeikh Abd al-Hay
al-Kattani.[6]
Murid-Murid
Yasin al-Fadani
Banyak
pelajar yang berguru padanya hanya untuk memburu ketinggian sanad yang ia
miliki. Biasanya, di bulan Ramadhan beliau selalu membaca dan mengijazahkan
salah satu dari kutub al-sittah, hal ini sudah terjadi selama 20 tahun. Tidak
hanya pelajar saja, bahkan setingkat ulama pun banyak menimba ilmu sekaligus
sanad kepadanya. Syeikh Ali Jum’ah mufti Mesir misalnya. Beberapa muridnya
antara lain: Habib Umar bin Muhammad dari Yaman, Syeikh Muhammad Ali al-Sabuni
dari Syam, Muhammad Hasan al-Dimashqi, Syeikh Ismail Zain al-Yamani, Syeikh
Hasan Qatirji, H. M. Zaini Abdul Ghani dari Kalimantan, Tuan guru Haji Abdullah
bin Abdul Rahman dari Kelantan, Tuan guru Haji Hashim bin Haji Abu Bakar dari
Kelantan, Syeikh Muhammad Nuruddin Marbu al-Banjari al-Makki dari Bogor.
Sebagian muridnya selain diberi ijazah sanad adapula yang di izinkan untuk
mengajar di Dar al-Ulum seperti H. Sayyid Hamid al-Kaff, Dr. Muslim Nasution,
H. Ahmad Damanhuri dan Dr. Said Agil Munawwar.
Karya
Ilmiah Yasin al-Fadani
Diantara
karya-karyanya ialah:
·
Al-Durr al-Mandlud Sharh Sunan Abi Dawud, 20 Juz
·
Fath al-'Allam Sharh Bulugh al-Maram, 4 jilid
·
Nayl al-Ma'mul 'ala Lubb al-Ushul wa Ghayah al-wushul
·
Al-Fawaid al-Janiyyah Ala Qawa'idil Al-Fiqhiyah
·
Jam'u al-Jawani
·
Bulghah al-Musytaq fi 'Ilm al-Isytiqaq
·
Idha-ah an-Nur al-Lami' Sharh al-Kaukab as-Sathi'
·
Hashiyah 'ala al-Asybah wan an-Nazhair
·
Al-Durr al-Nadhid
·
Bulghyah al-Musytaq Sharh al-Luma' Abi Ishaq
·
Tatmim al-Dukhul Ta'liqat 'ala Makhdal al-Wushul ila 'Ilm al-Ushul
·
Nayl al-Ma'mul Hasyiyah 'ala Lubb al-Ushul wa sharhih Ghayah al-Wushul
·
Manhal al-Ifadah
·
Al-Fawaid al-Janiyyah Hasyiyah 'ala al-Qawaid al-Fiqhiyyah
·
Janiyy al-Thamar Sharh Manzhumah Manazil al-Qamar
·
Mukhtashar al-Muhadzdzab fi Istikhraj al-Awqat wa al-Qabilah bi ar-Rubi'i
al-Mujib
·
Al-Mawahib al-Jazilah sharh Tsamrah al-Washilah fi al-Falaki
·
Tastnif al-Sami'i Mukhtashar fi Ilmi al-Wadh'i
·
Husn al-Shiyaghah sharh kitab Durus al-Balaghah
·
Risalah fi al-Mantiq
·
Ithaf al-Khallan Tawdhih Tuhfah al-Ikhwan fi 'Ilm al-Bayan
·
Al-Risalah al-Bayaniyyah 'ala Thariqah as-Sual wa al-Jawab
Komentar Ulama
terhadap Yasin al-Fadani
Syeikh Zakariyya ‘Abdullah, salah seorang ulama Makkah yang masyhur
berkata: “Sewaktu saya mengajar Qawa’id al-Fiqh di
Saulatiyyah, saya seringkali mendapati kesulitan, Namun setelah terbit kitab al-Fawa’id al-Janiyyah karangan Syeikh Yasin al-Fadani, segala kesukaran menjadi
mudah semuanya, dan beban dalam mengajar menjadi ringan”.
Dr.
‘Abd al-Wahhab Abu Sulaiman dari Universitas Umm al-Qura di dalam kitabnya al-Jawahir al-Thaminah fi Bayan Adillah ‘Alim
al-Madinah berkata: “Syeikh Yasin adalah seorang muhaddis, faqih,
mudir Madrasah Dar al-‘Ulum, pengarang banyak kitab dan salah seorang ulama Masjid al-Haram”.
Syeikh ‘Umar ‘Abd al-Jabbar melalui pernyataannya dalam surat kabar Akhbar al-Bilad terbitan Jumat, 24 Dhulkadah
1379 H /1960 M berkata: “Bahkan yang terbesar dari pengorbanan Syeikh Yasin
al-Fadani adalah membuka madrasah puteri (al-banat) pada tahun 1362H. Meskipun
perjalanannya selalu menghadapi rintangan, namun beliau dapat mengatasinya
dengan penuh kesabaran dan ketabahan”.
Dr. ‘Ali Jum‘ah, mantan Mufti Mesir dalam kitabnya Hasyiah Almam al-Bayjuri ‘ala Jawharah al-Tawhid yang
ditahkiknya mengatakan bahawa beliau pernah menerima ijazah sanad dari Syeikh
Yasin al-Fadani yang digelarinya sebagai Musnid
al-Dunya. Habib Saqqaf bin Muhammad al-Saqqaf (m. 1373H), seorang
tokoh ulama dari Hadramaut menceritakan kekaguman beliau terhadap Syeikh Yasin
al-Fadani, dan menjulukinya sebagai ‘Suyuti
Zamanihi’.
Pemikiran
dan Kontribusi Yasin al-Fadani terhadap Hadis
Dengan kemahirannya dalam bidang hadis dan ilmunya, nama
Yasin al-Fadani sepadan dengan nama-nama ulama hadis terkenal lainnya, seperti
Syeikh Abu al-Tayyib Shams al-Din al-Azim Abadi, pengarang kitab ‘Awn al-Ma’bud
dan syeikh Muhammad Khalil al-Saharanfuri, keduanya merupakan pensharah kitab
Sunan Abi Dawud. Syeikh Yasin juga turut mensharhkan kitab Sunan Abi Dawud,
dengan judul al-Dur al-Mandud, setebal 20 jilid. Sayangnya, kitab tersebut
tidak diketemukan keberadaannya. Hanya saja, Syeikh Mahmud Mamduh mengakui
pernah melihat sebagian buku tersebut di perpustakaan pribadi Syeikh Yasin.
Syeikh Yasin al-Fadani adalah seorang yang gigih bertalaqqi (berguru
secara berhadapan) dalam menimba ilmu dan menghimpunkan sanad-sanad periwayatan
daripada alim ulama di zaman beliau. Tinggalnya beliau di Tanah Suci Makkah
memudahkan beliau bertemu dengan ramai alim ulama Islam, meliputi ulama tanah
suci dan luar tanah suci yang datang ke tanah suci, seperti dari Syria,
Lebanon, Palestina, Yaman, Mesir, Maghribi, Iraq, Pakistan, Rusia, India,
Indonesia dan juga Malaysia sehingga terkumpullah di sisi beliau pelbagai macam
sanad periwayatan ilmu dan hadis. Dikatakan,
keseluruhan guru-guru yang beliau pernah temui
atau beliau utuskan surat untuk meminta ijazah berjumlah sekitar 700
orang. Menurut Dr. Yahya al-Ghawthani, beliau memperolehi isnad
hadis daripada lebih 700 syeikh, dan jumlah itu sukar ditandingi oleh ulama
lain di masanya.
Jumlah yang besar ini menjadikan ketokohan Syeikh Yasin al-Fadani dalam
ilmu riwayat al-hadith
tidak ada tolok bandingnya di kalangan ulama muta’akhirin dunia Islam, kecuali
Syeikh ‘Abd al-Hayy bin ‘Abd al-Kabir al-Kattani (m. 1382H), seorang ahli hadis
besar dari Maghribi. Dikatakan kedudukan Syeikh Yasin adalah setelah beliau.
Meskipun guru al-Kattani hanya sekitar 500 orang. Maka dari itu Syeikh Yasin
dijuluki‘Musnid al-Dunya’
atau ‘Musnid al-‘Asr’.
-
Yasin
al-Fadani dan Sanad Hadis
Mayoritas buku-buku Yasin al-Fadani dalam bidang hadis berisi tentang
rekaman jalur-jalur sanad. Beliau gemar menyusun periwayatan sanad miliknya,
ataupun menyusun periwayatan sanad milik guru-gurunya. Buku Yasin al-Fadani
yang membahas wacana ini diperkirakan berjumlah sekitar 70. Mayoritas ia
terbitkan dengan uang pribadinya.
Sudah menjadi hal biasa, bila ulama merekam jalur periwayatan atau sanadnya
dalam sebuah kitab. Kitab-kitab ini dijuluki berbagai macam nama. Ahlu maghrib
atau ulama bagian barat Islam sekarang menyebutnya dengan istilah fahrasah.
Ulama timur menyebutnya thabat, ulama Andalusia menyebutnya barnamij. Sedangkan
orang-orang dulu menyebutnya dengan istilah mashakhah, adapula yang menggunakan
istilah mu’jam dengan alasan mereka mengurutkan nama-nama syeikh mereka
berdasarkan urutan huruf hijaiyah.
Di samping terdapat ulama yang
merekam jalur sanadnya. Adapula ulama yang tidak mengimpunnya dalam sebuah
kitab, atau ia menghimpunnya akan tetapi tidak seutuhnya atau tidak lengkap.
Kondisi seperti inilah yang biasanya membuat para murid ulama ini yang
menghimpunkan jalur sanad milik gurunya ini. Dan syekh Yasin al-Fadani adalah
orang yang cukup rajin dan tekun merekam sanad-sanad gurunya dalam sebuah
kitab. Hal ini ia lakukan, karena rasa prihatin dan perhatiannya terhadap
keilmuan guru-gurunya. Di antara guru-gurunya yang pernah ia himpunkan sanadnya
ialah al-Kuzbari, Ibn Hajar al-Haytami, ‘Abd al-Baqi al-Ba‘li, Khalifah
al-Nabhan, Sayyid Muhsin al-Musawwa, Muhammad ‘Ali al-Maliki, ‘Umar Hamdan dan
Ahmad al-Mukhallalati.
Mengenai ijazah sanad pun, Yasin al-Fadani mempunyai cara tersendiri. Ia
membagi pemberian ijazahnya menjadi tiga macam. Ijazah khas, ‘am dan mutlak.
Ijazah khas maksudnya, Yasin al-Fadani memberikan ijazah terhadap beberapa orang
dan ulama tertentu yang dipandang dirinya memiliki keistimewaan tertentu
terlebih dalam keilmuan. Beliau menyusun sendiri kitab sebagai bentuk ijazah
beliau kepada yang bersangkutan. Kitab tersebut berisi rekaman sanad-sanad
beliau yang khusus diijazahkan kepada yang bersangkutan. Selain itu, setiap
satu tokoh diberikan jalur sanad yang khusus yang tidak beliau berikan kepada
yang lain. Dengan kata lain, Yasin al-Fadani memberikan ciri khas tersendiri
dalam kitab ijazahnya bagi setiap tokoh yang mendapatkannya. Sehingga, antar
satu penerima ijazah khas ini dengan
yang lainnya tidaklah mendapat hal yang sama. di antara tokoh yang pernah
mendapatkan ijazah khas ini adalah Syekh Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki, Syeikh
Mahmud Sa‘id Mamduh, Syeikh Yahya Ghawthani, Syeikh Zakariyya Bila, al-Sayyid
Muhammad al-Hasyimi dan lain-lain.
Mengenai ijazah ‘am, sebagai contoh, dalam beberapa bukunya ia menyatakan
memberikan ijazah sanad kitab tersebut kepada semua orang yang hidup pada
zamannya dengan objektif agar bermanfaat bagi para pelajar yang menuntut ilmu
dan dapat menyebarkan sanad-sanad periwayatannya. Sebagai contoh dalam kitab al-‘Ujalah
fi al- ahadith al-Musalsalah beliau mengatakan: “Aku ijazahkan ini kepada
semua orang di zamanku yang ingin meriwayatkannya atau mendapatkan sanad
dariku”. Namun, ijazah dengan bentuk sepeti ini merupakan ijazah yang paling
lemah nilainya.
Yasin
al-Fadani juga merupakan sosok yang sangat peduli akan perkembangan intelektual
di nusantara. Dirinya termasuk orang pertama yang mempopulerkan posisi
intelektual ulama-ulama tanah air dalam periwayatan hadis. Beliau juga yang
memperkenalkan istilah “kyai” dalam Indonesia kepada penjuru dunia melalui
kitab-kitab rekaman sanadnya dikarenakan ia juga mengambil sebagian sanadnya
dari ulama tanah air. Di antaranya ; Syeikh Nawawi bin ‘Umar al-Bantani, Syeikh
‘Abd al-Samad bin ‘Abd al-Rahman al-Falimbani, Kyai Hasyim bin Asy‘ari
al-Jombangi, ‘Aqib bin Hasan al-Din al-Falimbani, Kyai Jam‘an bin Samun
al-Tanqarani.
BAB III
Penutup
1.
Muhammad Yasin
bin Muhammad Isa al-Fadani al-Fadani al-Makki. Lahir di Mekkah, tepatnya di
al-Misfalah pada tanggal 17 Juni 1916 dan wafat di Mekkah, 20 Juli 1990 di
usianya yang ke 75 tahun. Ayahnya juga seorang ulama yang hidup di Mekkah
bernama Muhammad Isa. Nama al-Fadani merupakan nisbat kepada daerah asal
keluarga besarnya, Padang Sumatera Barat.
2.
Kepribadiannya
sangatlah sederhana, low profile, ia tak segan untuk pergi ke pasar dan memikul
belanjaannya sendiri, meskipun ia sudah terhitung sebagai ulama terkemuka.
3. Syeikh Yasin juga turut mensharhkan kitab Sunan Abi Dawud, dengan judul al-Dur al-Mandud, setebal 20 jilid. Sayangnya, kitab tersebut tidak diketemukan keberadaannya. Hanya saja, Syeikh Mahmud Mamduh mengakui pernah melihat sebagian buku tersebut di perpustakaan pribadi Syeikh Yasin.
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
- Biografi Ibn Hajar Al ‘Asqalani
- Syaikh Nawawi Al-Bantani
- Kiai Ihsan Jampes
- K H Moenawar Chalil
- Muhammad Yasin Al-Fadani
- Pengertian Sahabat
- Pengertian Tabi'in
- Perawi Hadis Era Dinasti Umayyah
[1] al-Qur’an, 16: 44.
[2] http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/14/01/06/myz9jf-syekh-yasin-alfadani-putra-minang-yang-jadi-guru-di-makkah
[3]
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/14/01/06/myz9jf-syekh-yasin-alfadani-putra-minang-yang-jadi-guru-di-makkah
[4] https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Yasin_Al-Fadani
[5] http://www.nu.or.id/post/read/27657/syeikh-yasin-padang-layani-sendiri-gus-dur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar