HOME

21 April, 2022

Muhammad Yasin Al-Fadani

 


 

PENDAHULUAN

    A.  Latar Belakang Masalah

Autentisitas, memang menjadi wacana yang terlalu penting untuk dilewatkan dalam kajian hadis. Hadis sebagai pedoman yang cukup menginspirasi manusia dalam dinamika kehidupannya, pula sebagai bekal serta sokongan bagi orang yang tengah mengejar nilai-nilai kebenaran, kini tengah dipertanyakan banyak orang keotentikannya bila dihadapkan pada realita sejarah. Realita historis peradaban Islam yang tak pernah bisa lepas dari noda hitam sepanjang perjalanannya banyak mengundang rasa skeptis berhimpun di benak para pengkaji intelektual.

            Bukan lagi mempersoalkan tentang posisi hadis dalam bingkai keagamaan, karena terlalu gegabah untuk diabaikan dalam kehidupan beragama.

 

بِالْبَيِّنٰتِ وَالزُّبُرِۗ وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ [1] 

“Dan kami turunkan kepadamu al-Quran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”

 

Namun yang lebih diperhitungkan adalah, bagaimana upaya purifikasi dengan mengandalkan pertolongan dari kenyataan sejarah ini, berhasil membuktikan autentisitas teks agama dan sejauh mana otoritas elemen-elemen di dalamnya bernilai akurat.

            Disini, transmisi menjadi poin pertama yang perlu ditinjau lebih mendalam, karena berhubungan erat dengan keabsahan historis, tanpa melupakan tinjauan esensi atau matan hadis. Proses transmisi teraplikasikan melalui sistem sanad. Aplikasinya mirip dengan rantai, saling sambung menyambung, hingga pada akhirnya jika terdapat seseorang yang meriwayatkan sebuah hadis, bisa ditelusuri balik ke belakang hingga rantai dapat terpautkan kepada Nabi SAW. Sekali lagi, guna mencapai tingkat kebenaran yang tak lagi samar. Sehingga sudah barang pasti, hadis tak akan eksis sampai kini tanpa keberadaan sanad dan matan. Karena keduanya merupakan komponen vital yang tak bisa dipisahkan.

 Indonesia, sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, memiliki salah seorang ulama yang mencapai derajat musnid. Bukan hanya sekedar musnid, namun ia merupakan pemegang sanad tertinggi di masanya, sampai-sampai ia dijuluki musnid al-dun’ya, yakni ulama ahli musnad dunia dalam bidang periwayatan hadis. Intelektualnya yang berkualitas tinggi membuat banyak ulama timur tengah maupun pelajar nusantara yang mengejar ijazah sanad hadis darinya. Dialah Syeikh Yasin al-Fadani, sebagaimana yang tertoreh dalam media massa Republika, dikenalkan sebagai putra Minang yang jadi guru di Makkah.

Dalam makalah ini, penulis akan membahas hal-hal yang berhubungan dengan sosok Syekh Yasin al-Fadani, khususnya intelektualitas beliau dalam bidang hadis. Pembahasan serta mencantumkan riwayat hidup beliau.

    B.  Rumusan Masalah

1.    Siapakah Yasin al-Fadani?

2.    Bagaimana pemikirannya dalam bidang hadis?

    C.  Tujuan Penelitian

1.    Mengetahui perjalanan hidup Yasin al-Fadani

2.    Mengetahui pemikirannya dalam disiplin ilmu hadis

    D.  Kegunaan Penelitian

1.    Memberikan wawasan tentang riwayat hidup Yasin al-Fadani bagi penulis dan pembaca makalah.

2.    Untuk menjelaskan lebih spesifik bagaimana pemikiran Yasin al-Fadani dalam bidang hadis

    E.  Kerangka Makalah

Bab I:  Pendahuluan

a.       Latar Belakang Masalah

b.      Rumusan Masalah

c.       Tujuan Penelitian

d.      Kegunaan Penelitian

e.       Kerangka Makalah

Bab II: Pembahasan

a.    Riwayat Hidup Yasin al-Fadani

b.    Pemikiran Yasin al-Fadani dalam Hadis

Bab IV: Penutup

Daftar pustaka


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN :

BAB II

PEMBAHASAN

    a.      Riwayat Hidup Yasin al-Fadani

Bernama lengkap Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadani al-Fadani al-Makki. Lahir di Mekkah, tepatnya di al-Misfalah pada tanggal 17 Juni 1916 dan wafat di Mekkah, 20 Juli 1990 di usianya yang ke 75 tahun. Ayahnya juga seorang ulama yang hidup di Mekkah bernama Muhammad Isa. Nama al-Fadani merupakan nisbat kepada daerah asal keluarga besarnya, Padang Sumatera Barat.  Guru Yasin al-Fadani ketika masih kecil ialah ayahnya sendiri. Ia menghafal al-Quran sedari kecil. Bahkan, dirinya telah menghafal beberapa syair atau nazm ilmu-ilmu asas Islam.[2]

Diceritakan, ketika remaja Yasin mengungguli teman-temannya dalam menguasai ilmu agama, meliputi bidang hadis dan fikih. Guru-gurunya pun kagum dengan kecerdasannya ini. Kedua orang tuanya, Muhammad Isa al-Fadani dan Maimunah binti Abdullah al-Fadani pun turut bangga dengan kemahiran Yasin. Selain berguru kepada orang tuanya, ia juga banyak belajar dari pamannya sendiri yaitu Syekh Mahmud Engku Hitam al-Fadani.[3]

Pada tahun 1346, ia meneruskan pelajarannya di madrasah Saulatiyyah. Madrasah Saulatiyyah merupakan madrasah termasyhur ketika zamannya. Namun, di tengah ia berpindah ke madrasah Dar al-Ulum. Perpindahannya ini dilatarbelakangi oleh perlakuan tidak menyenangkan pihak madrasah Saulatiyyah  kepada para pelajar asing asal Asia Tenggara. Dikatakan Yasin al-Fadani ikut berjasa dalam perkembangan Dar al-Ulum, hal ini terlihat ketika banyaknya murid yang pindah ke Dar al-Ulum dari Saulatiyyah, jumlahnya mencapai 120 orang, padahal Dar al-Ulum termasuk madrasah baru kala itu. Kemudian selanjutnya, ia menjabat sebagai wakil direktur madrasah Dar al-Ulum dan mengajar di sana dan di tempat-tempat lainnya. Ia juga mengajar di Masjidil Haram. Materi-materi yang ia sampaikan sangat luar biasa sehingga banyak penuntut ilmu yang memenuhi majelis ilmunya, terutama yang berasal dari Asia Tenggara. [4]

Kepribadiannya sangatlah sederhana, low profile, ia tak segan untuk pergi ke pasar dan memikul belanjaannya sendiri, meskipun ia sudah terhitung sebagai ulama terkemuka. Dirinya sering terlihat mengenakan kaos oblong biasa dan sarung sambil menghirup shisha di kedai teh. Rumahnya pun tak pernah sepi dari tamu-tamu ulama dan cendekiawan dari berbagai penjuru dunia. Apalagi jika musim haji tiba, banyak tamu yang ia temui hanya untuk berdiskusi mengenai perkembangan Islam. Gusdur pun pernah menyambangi rumahnya. Syekh Yasin juga sering mengadakan kunjungan ke luar negeri, terlebih ke tanah airnya Indonesia. [5]

    b.      Guru-Guru Yasin al-Fadani

Syekh Yasin termasuk orang yang sangat rajin menimba ilmu kepada banyak guru. Hingga ada yang mengatakan bahwa ia berguru kepada 700 syeikh. Ada yang berasal dari tanah air dan banyak pula yang luar negeri. Apalagi berdomisili di Mekkah memudahkan dirinya untuk bertemu dengan banyak ulama yang singgah sementara di tanah suci untuk berhaji. Beberapa gurunya antara lain Syeikh Umar Hamdan al-Mahrisi, Syekh Muhammad Ali bin Husain al-Maliki, Syekh Umar Bajunaid, Mufti Syafi’iyah Makkah, Syekh Said bin Muhammad al-Yamani dan Syeikh Hassan al-Yamani. Syeikh Muhsin bin Ali al-Musawa al-Falimbani, Sayyid Alawi bin ‘Abbas al-Maliki al-Makki, Syeikh Hasan al-Mashshay, Syeikh Ahmad al-Mukhallalati, Syeikh Muhammad al-Arabi al-Tabbani, Syeikh Muhammad Nur Sayf, Syeikh Amin Kutubi al-Hasani, Syeikh Ibrahim al-Fatani. Beberapa yang berasal dari luar tanah suci seperti Syeikh Ahmad bin Rafi’ al-Tahtawi, Syeikh Muhammad Ibrahim al-Samaluti, Syeikh Muhammad Bakhit al-Muti’i, Syeikh Muhammad Hasanain Makhluf, Syekh Muhammad al-Hafiz al-Tijani, Syeikh Muhammad al-Khidr Husain, Syeikh Mahmud bin Muhammad al-Dumi, Syeikh Muhammad Anwar al-Kashmiri, Syeikh Ashraf Ali al-Tahanawi, Syeikh Mufti Syafi’ al-Deobandi, Syeikh Ahmad al-Siddi al-Ghumari, Syeikh Abdullah al-Siddi al-Ghumari, Syeikh Abd al-Hay al-Kattani.[6]

Murid-Murid Yasin al-Fadani

Banyak pelajar yang berguru padanya hanya untuk memburu ketinggian sanad yang ia miliki. Biasanya, di bulan Ramadhan beliau selalu membaca dan mengijazahkan salah satu dari kutub al-sittah, hal ini sudah terjadi selama 20 tahun. Tidak hanya pelajar saja, bahkan setingkat ulama pun banyak menimba ilmu sekaligus sanad kepadanya. Syeikh Ali Jum’ah mufti Mesir misalnya. Beberapa muridnya antara lain: Habib Umar bin Muhammad dari Yaman, Syeikh Muhammad Ali al-Sabuni dari Syam, Muhammad Hasan al-Dimashqi, Syeikh Ismail Zain al-Yamani, Syeikh Hasan Qatirji, H. M. Zaini Abdul Ghani dari Kalimantan, Tuan guru Haji Abdullah bin Abdul Rahman dari Kelantan, Tuan guru Haji Hashim bin Haji Abu Bakar dari Kelantan, Syeikh Muhammad Nuruddin Marbu al-Banjari al-Makki dari Bogor. Sebagian muridnya selain diberi ijazah sanad adapula yang di izinkan untuk mengajar di Dar al-Ulum seperti H. Sayyid Hamid al-Kaff, Dr. Muslim Nasution, H. Ahmad Damanhuri dan Dr. Said Agil Munawwar.

Karya Ilmiah Yasin al-Fadani

Diantara karya-karyanya ialah:

·         Al-Durr al-Mandlud Sharh Sunan Abi Dawud, 20 Juz

·         Fath al-'Allam Sharh Bulugh al-Maram, 4 jilid

·         Nayl al-Ma'mul 'ala Lubb al-Ushul wa Ghayah al-wushul

·         Al-Fawaid al-Janiyyah Ala Qawa'idil Al-Fiqhiyah

·         Jam'u al-Jawani

·         Bulghah al-Musytaq fi 'Ilm al-Isytiqaq

·         Idha-ah an-Nur al-Lami' Sharh al-Kaukab as-Sathi'

·         Hashiyah 'ala al-Asybah wan an-Nazhair

·         Al-Durr al-Nadhid

·         Bulghyah al-Musytaq Sharh al-Luma' Abi Ishaq

·         Tatmim al-Dukhul Ta'liqat 'ala Makhdal al-Wushul ila 'Ilm al-Ushul

·         Nayl al-Ma'mul Hasyiyah 'ala Lubb al-Ushul wa sharhih Ghayah al-Wushul

·         Manhal al-Ifadah

·         Al-Fawaid al-Janiyyah Hasyiyah 'ala al-Qawaid al-Fiqhiyyah

·         Janiyy al-Thamar Sharh Manzhumah Manazil al-Qamar

·         Mukhtashar al-Muhadzdzab fi Istikhraj al-Awqat wa al-Qabilah bi ar-Rubi'i al-Mujib

·         Al-Mawahib al-Jazilah sharh Tsamrah al-Washilah fi al-Falaki

·         Tastnif al-Sami'i Mukhtashar fi Ilmi al-Wadh'i

·         Husn al-Shiyaghah sharh kitab Durus al-Balaghah

·         Risalah fi al-Mantiq

·         Ithaf al-Khallan Tawdhih Tuhfah al-Ikhwan fi 'Ilm al-Bayan

·         Al-Risalah al-Bayaniyyah 'ala Thariqah as-Sual wa al-Jawab

Komentar Ulama terhadap Yasin al-Fadani

Syeikh Zakariyya ‘Abdullah, salah seorang ulama Makkah yang masyhur berkata: “Sewaktu saya mengajar Qawa’id al-Fiqh di Saulatiyyah, saya seringkali mendapati kesulitan, Namun setelah terbit kitab al-Fawa’id al-Janiyyah karangan Syeikh Yasin al-Fadani, segala kesukaran menjadi mudah semuanya, dan beban dalam mengajar menjadi ringan”.

          Dr. ‘Abd al-Wahhab Abu Sulaiman dari Universitas Umm al-Qura di dalam kitabnya al-Jawahir al-Thaminah fi Bayan Adillah ‘Alim al-Madinah berkata: “Syeikh Yasin adalah seorang muhaddis, faqih, mudir Madrasah Dar al-‘Ulum, pengarang banyak kitab dan salah seorang ulama Masjid al-Haram”. 

Syeikh ‘Umar ‘Abd al-Jabbar melalui pernyataannya dalam surat kabar Akhbar al-Bilad terbitan Jumat, 24 Dhulkadah 1379 H /1960 M berkata: “Bahkan yang terbesar dari pengorbanan Syeikh Yasin al-Fadani adalah membuka madrasah puteri (al-banat) pada tahun 1362H. Meskipun perjalanannya selalu menghadapi rintangan, namun beliau dapat mengatasinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan”.

Dr. ‘Ali Jum‘ah, mantan Mufti Mesir dalam kitabnya Hasyiah Almam al-Bayjuri ala Jawharah al-Tawhid yang ditahkiknya mengatakan bahawa beliau pernah menerima ijazah sanad dari Syeikh Yasin al-Fadani yang digelarinya sebagai Musnid al-Dunya. Habib Saqqaf bin Muhammad al-Saqqaf (m. 1373H), seorang tokoh ulama dari Hadramaut menceritakan kekaguman beliau terhadap Syeikh Yasin al-Fadani, dan menjulukinya sebagai ‘Suyuti Zamanihi’. 

Pemikiran dan Kontribusi Yasin al-Fadani terhadap Hadis

Dengan kemahirannya dalam bidang hadis dan ilmunya, nama Yasin al-Fadani sepadan dengan nama-nama ulama hadis terkenal lainnya, seperti Syeikh Abu al-Tayyib Shams al-Din al-Azim Abadi, pengarang kitab ‘Awn al-Ma’bud dan syeikh Muhammad Khalil al-Saharanfuri, keduanya merupakan pensharah kitab Sunan Abi Dawud. Syeikh Yasin juga turut mensharhkan kitab Sunan Abi Dawud, dengan judul al-Dur al-Mandud, setebal 20 jilid. Sayangnya, kitab tersebut tidak diketemukan keberadaannya. Hanya saja, Syeikh Mahmud Mamduh mengakui pernah melihat sebagian buku tersebut di perpustakaan pribadi Syeikh Yasin.

Syeikh Yasin al-Fadani adalah seorang yang gigih bertalaqqi (berguru secara berhadapan) dalam menimba ilmu dan menghimpunkan sanad-sanad periwayatan daripada alim ulama di zaman beliau. Tinggalnya beliau di Tanah Suci Makkah memudahkan beliau bertemu dengan ramai alim ulama Islam, meliputi ulama tanah suci dan luar tanah suci yang datang ke tanah suci, seperti dari Syria, Lebanon, Palestina, Yaman, Mesir, Maghribi, Iraq, Pakistan, Rusia, India, Indonesia dan juga Malaysia sehingga terkumpullah di sisi beliau pelbagai macam sanad periwayatan ilmu dan hadis. Dikatakan, keseluruhan guru-guru yang beliau pernah temui  atau beliau utuskan surat untuk meminta ijazah berjumlah sekitar 700 orang. Menurut Dr. Yahya al-Ghawthani, beliau memperolehi isnad hadis daripada lebih 700 syeikh, dan jumlah itu sukar ditandingi oleh ulama lain di masanya.

Jumlah yang besar ini menjadikan ketokohan Syeikh Yasin al-Fadani dalam ilmu riwayat al-hadith tidak ada tolok bandingnya di kalangan ulama muta’akhirin dunia Islam, kecuali Syeikh ‘Abd al-Hayy bin ‘Abd al-Kabir al-Kattani (m. 1382H), seorang ahli hadis besar dari Maghribi. Dikatakan kedudukan Syeikh Yasin adalah setelah beliau. Meskipun guru al-Kattani hanya sekitar 500 orang. Maka dari itu Syeikh Yasin dijuluki‘Musnid al-Dunya’ atau ‘Musnid al-‘Asr’.

-          Yasin al-Fadani dan Sanad Hadis

Mayoritas buku-buku Yasin al-Fadani dalam bidang hadis berisi tentang rekaman jalur-jalur sanad. Beliau gemar menyusun periwayatan sanad miliknya, ataupun menyusun periwayatan sanad milik guru-gurunya. Buku Yasin al-Fadani yang membahas wacana ini diperkirakan berjumlah sekitar 70. Mayoritas ia terbitkan dengan uang pribadinya.

Sudah menjadi hal biasa, bila ulama merekam jalur periwayatan atau sanadnya dalam sebuah kitab. Kitab-kitab ini dijuluki berbagai macam nama. Ahlu maghrib atau ulama bagian barat Islam sekarang menyebutnya dengan istilah fahrasah. Ulama timur menyebutnya thabat, ulama Andalusia menyebutnya barnamij. Sedangkan orang-orang dulu menyebutnya dengan istilah mashakhah, adapula yang menggunakan istilah mu’jam dengan alasan mereka mengurutkan nama-nama syeikh mereka berdasarkan urutan huruf hijaiyah.

Di samping  terdapat ulama yang merekam jalur sanadnya. Adapula ulama yang tidak mengimpunnya dalam sebuah kitab, atau ia menghimpunnya akan tetapi tidak seutuhnya atau tidak lengkap. Kondisi seperti inilah yang biasanya membuat para murid ulama ini yang menghimpunkan jalur sanad milik gurunya ini. Dan syekh Yasin al-Fadani adalah orang yang cukup rajin dan tekun merekam sanad-sanad gurunya dalam sebuah kitab. Hal ini ia lakukan, karena rasa prihatin dan perhatiannya terhadap keilmuan guru-gurunya. Di antara guru-gurunya yang pernah ia himpunkan sanadnya ialah al-Kuzbari, Ibn Hajar al-Haytami, ‘Abd al-Baqi al-Ba‘li, Khalifah al-Nabhan, Sayyid Muhsin al-Musawwa, Muhammad ‘Ali al-Maliki, ‘Umar Hamdan dan Ahmad al-Mukhallalati.

Mengenai ijazah sanad pun, Yasin al-Fadani mempunyai cara tersendiri. Ia membagi pemberian ijazahnya menjadi tiga macam. Ijazah khas, ‘am dan mutlak. Ijazah khas maksudnya, Yasin al-Fadani memberikan ijazah terhadap beberapa orang dan ulama tertentu yang dipandang dirinya memiliki keistimewaan tertentu terlebih dalam keilmuan. Beliau menyusun sendiri kitab sebagai bentuk ijazah beliau kepada yang bersangkutan. Kitab tersebut berisi rekaman sanad-sanad beliau yang khusus diijazahkan kepada yang bersangkutan. Selain itu, setiap satu tokoh diberikan jalur sanad yang khusus yang tidak beliau berikan kepada yang lain. Dengan kata lain, Yasin al-Fadani memberikan ciri khas tersendiri dalam kitab ijazahnya bagi setiap tokoh yang mendapatkannya. Sehingga, antar satu penerima ijazah khas ini  dengan yang lainnya tidaklah mendapat hal yang sama. di antara tokoh yang pernah mendapatkan ijazah khas ini adalah Syekh Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki, Syeikh Mahmud Sa‘id Mamduh, Syeikh Yahya Ghawthani, Syeikh Zakariyya Bila, al-Sayyid Muhammad al-Hasyimi dan lain-lain. 

Mengenai ijazah ‘am, sebagai contoh, dalam beberapa bukunya ia menyatakan memberikan ijazah sanad kitab tersebut kepada semua orang yang hidup pada zamannya dengan objektif agar bermanfaat bagi para pelajar yang menuntut ilmu dan dapat menyebarkan sanad-sanad periwayatannya. Sebagai contoh dalam kitab al-‘Ujalah fi al- ahadith al-Musalsalah beliau mengatakan: “Aku ijazahkan ini kepada semua orang di zamanku yang ingin meriwayatkannya atau mendapatkan sanad dariku”. Namun, ijazah dengan bentuk sepeti ini merupakan ijazah yang paling lemah nilainya.

Yasin al-Fadani juga merupakan sosok yang sangat peduli akan perkembangan intelektual di nusantara. Dirinya termasuk orang pertama yang mempopulerkan posisi intelektual ulama-ulama tanah air dalam periwayatan hadis. Beliau juga yang memperkenalkan istilah “kyai” dalam Indonesia kepada penjuru dunia melalui kitab-kitab rekaman sanadnya dikarenakan ia juga mengambil sebagian sanadnya dari ulama tanah air. Di antaranya ; Syeikh Nawawi bin ‘Umar al-Bantani, Syeikh ‘Abd al-Samad bin ‘Abd al-Rahman al-Falimbani, Kyai Hasyim bin Asy‘ari al-Jombangi, ‘Aqib bin Hasan al-Din al-Falimbani, Kyai Jam‘an bin Samun al-Tanqarani.

BAB III

Penutup

    1.      Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadani al-Fadani al-Makki. Lahir di Mekkah, tepatnya di al-Misfalah pada tanggal 17 Juni 1916 dan wafat di Mekkah, 20 Juli 1990 di usianya yang ke 75 tahun. Ayahnya juga seorang ulama yang hidup di Mekkah bernama Muhammad Isa. Nama al-Fadani merupakan nisbat kepada daerah asal keluarga besarnya, Padang Sumatera Barat.

    2.      Kepribadiannya sangatlah sederhana, low profile, ia tak segan untuk pergi ke pasar dan memikul belanjaannya sendiri, meskipun ia sudah terhitung sebagai ulama terkemuka.

    3.      Syeikh Yasin juga turut mensharhkan kitab Sunan Abi Dawud, dengan judul al-Dur al-Mandud, setebal 20 jilid. Sayangnya, kitab tersebut tidak diketemukan keberadaannya. Hanya saja, Syeikh Mahmud Mamduh mengakui pernah melihat sebagian buku tersebut di perpustakaan pribadi Syeikh Yasin.


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:


[1] al-Qur’an, 16: 44.

[2] http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/14/01/06/myz9jf-syekh-yasin-alfadani-putra-minang-yang-jadi-guru-di-makkah

[3] http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/14/01/06/myz9jf-syekh-yasin-alfadani-putra-minang-yang-jadi-guru-di-makkah

[4] https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Yasin_Al-Fadani

[5] http://www.nu.or.id/post/read/27657/syeikh-yasin-padang-layani-sendiri-gus-dur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...