Hadis yang menginformasikan Nabi Musa AS. menampar malaikat, meskipun terdapat sedikit
variasi matan, dapat dijumpai dalam beberapa kitab hadis antara lain dalam
kitab yang disusun oleh Imam al-Bukhari[1], Imam
Muslim[2], dan
lain-lain. Salah satu redaksi sanad dan matannnya dapat dilihat dalam kitab
Shahih Muslim sebagai berikut[3]:
صحيح مسلم - (ج 7 / ص 100)
6298
- حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا
مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو
هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. فَذَكَرَ أَحَادِيثَ
مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « جَاءَ مَلَكُ الْمَوْتِ
إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَقَالَ لَهُ أَجِبْ رَبَّكَ - قَالَ - فَلَطَمَ
مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ عَيْنَ مَلَكِ الْمَوْتِ فَفَقَأَهَا - قَالَ -
فَرَجَعَ الْمَلَكُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى فَقَالَ إِنَّكَ أَرْسَلْتَنِى إِلَى
عَبْدٍ لَكَ لاَ يُرِيدُ الْمَوْتَ وَقَدْ فَقَأَ عَيْنِى - قَالَ - فَرَدَّ
اللَّهُ إِلَيْهِ عَيْنَهُ وَقَالَ ارْجِعْ إِلَى عَبْدِى فَقُلِ الْحَيَاةَ
تُرِيدُ فَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ الْحَيَاةَ فَضَعْ يَدَكَ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ
فَمَا تَوَارَتْ يَدُكَ مِنْ شَعْرَةٍ فَإِنَّكَ تَعِيشُ بِهَا سَنَةً قَالَ ثُمَّ
مَهْ قَالَ ثُمَّ تَمُوتُ. قَالَ فَالآنَ مِنْ قَرِيبٍ رَبِّ أَمِتْنِى مِنَ
الأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- « وَاللَّهِ لَوْ أَنِّى عِنْدَهُ لأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ
الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الأَحْمَرِ ».رواه مسلم.
“Muhammad bin Rafi’ menceritakan kepada kami (berkata)
‘Abd al-Razzaq menceritakan kepada kami, (berkata) Ma’mar meneritakan kepada
kami (yang ia peroleh) dari Hammám bin Munabbih (yang berkata bahwa) : “ini
(adalah berita) yang diceritakan Abu Hurairah kepada kami (yang ia dapat) dari
Rasulullah saw (bahwa beliau) bersabda : “Malaikat maut datang kepada Musa AS.
seraya berkata :”Jawablah (panggilan) Tuhanmu”. Kemudian Musa AS. menampar Malaikat maut itu dan menyebabkan bola
matanya keluar. Malaikat kembali kepada Allah seraya berkata :”Engkau mengutus
saya kepada hamba yang tidak menghendaki kematian, sehingga bola mata saya
keluar seperti ini”. Allah mengembalikan matanya dan berfirman kepadanya :
“Kembalilah kepada hamba-ku kemudian katakan kepadanya apakah anda ingin tetap
hidup. Jika anda ingin tetap hidup, letakkan tanganmu di atas punggung lembu
jantan, dari setiap rambut yang ditutupi oleh tanganmu, anda akan hidup satu
tahun.”(setelah diterangkan kepada Musa) Musa bertanya :” Setelah itu
bagaimana? “Allah berfirman: “setelah itu anda mati.”Musa menjawab: “Jika demikian, (saya ingin mati) sekarang, (seraya meminta kepada Tuhannya) dekatkanlah tanah
suci sejauh lemparan batu. ”Kemudian
Rasulullah SAW.
bersabda: “Jika saya di sana, akan saya tunjukkan kuburnya berdekatan dengan
bukit pasir merah.
Dari sisi kritik sanad, Hadis-hadis tentang Musa menampar
malaikat ini memiliki sanad Muttasil, sehingga termasuk hadis marfu’ dan
berkualitas shahih. Namun dari kritik matan, hadis ini masih diperdebatkan oleh
sebagian kecil ulama, karena kandungan isinya bertentangan dengan nalar dan
logika manusia. Karenanya, hadis ini dikategorikan sebagai hadis aneh janggal (mushkil). Letak ke-mushkil-annya
disebabkan oleh beberapa kejanggalan berikut[4]:
a. Jika
seseorang menampar orang lain dan berakibat memberikan cacat orang lain, maka
perbuatan tersebut termasuk perbuatan fasiq. Bagaimana dengan hal ini jika
dilakukan terhadap malaikat? Tentu kefasikan dan kezaliman bertambah lebih
besar lagi dari hal tersebut. Apakah mungkin seorang rasul, Musa AS. melakukan perbuatan tersebut?.
b. Hadis
tersebut menyatakan bahwa malaikat maut datang ke Nabi Musa as dengan
menampakkan diri secara lahir, kemudian Musa dapat melihatnya. Apakah malaikat
maut dapat dilihat oleh orang.
c. Hadis
tersebut menunjukkan bahwa Nabi Musa as tidak mengetahui bahwa dirinya akan
meninggal. Bahkan Nabi Musa as ragu akan keabdiannya. Teks yang menunjukkan hal
itu adalah pertanyaan Musa AS. : Thumma mah (setelah itu bagaimana)? Yang
mengindikasikan bahwa Musa AS. tidak
mengetahui akan adanya kematian.
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang dijadikan dasar
untuk mendeskriditkan hadis tersebut sebagai hadis yang lemah dari segi matan,
sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian kecil ulama kontemporer, yang
menyatakan bahwa hadis ini bertentangan dengan akal dan logika manusia,
sehingga hadis ini dari segi makna sulit diterima akal dan tidak dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah.
Ke-mushkil-an hadis tentang Nabi Musa as menampar
malaikat maut -karena tidak logis- tidak menjadikan da’if (lemah) dari segi matan, Hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Pertama, pada awalnya, Nabi Musa AS. tidak mengetahui kalau yang datang tersebut adalah
malaikat yang diutus oleh Allah SWT. yang tampak dihadapannya adalah seorang
laki-laki datang dan ingin mencederainya. Jika ada orang datang, lalu dia
hendak mencelakakan bahkan ingin membunuhnya, maka tentu orang tersebut boleh
atau justru wajib membela diri. Peristiwa kedatangan malaikat yang belum
diketahui bahwa ia malaikat, pernah terjadi pada Nabi Luth as yang tidak
mengetahui ada orang laki-laki datang, kemudian diberitahu oleh orang tersebut
bahwa dia adalah malaikat.
Andaikata malaikat tersebut
tidak diizinkan untuk mengambil nyawa Nabi Musa as, tetapi Musa as memintanya
penundaan kepadanya, lalu ia tidak menjawab, kemudian terjadilah kejadian yang
tidak diinginkan, maka boleh jadi Nabi Musa AS. tidak bermaksud membuat matanya
keluar. Dalam Alquran
dijumpai peristiwa yang hampir sama, yakni Nabi Musa AS. membunuh orang Qibty sebagaimana yang dikisahkan
dalam Surat al-Qashash:
وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ
أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلَانِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا
مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ
عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ
الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ (15) قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ
نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (16)
“Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika
penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang
laki-laki yang ber- kelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan
seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya
meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu
Musa memukulnya, dan
matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata
(permusuhannya).[5]
“Musa
mendoa: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri
karena itu ampunilah aku." Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah
Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[6]
Dalam ayat tersebut, Nabi Musa as menyesal atas
kematian orang itu disebabkan pukulannya, karena dia sebenarnya tidak bermaksud
untuk membunuhnya, tetapi hanya senata-mata membela kaumnya.
Maksudnya hanyalah ingin membalaskan Bani Israil
dari pengikut Fir’aun. Selanjutnya Musa AS. memohon ampun kepada Allah SWT, dan Allah
mengabulkan permohonan Musa AS.
Kedua, secara anatomis, malaikat memang tidak
memilki kontruksi fisik seperti manusia. Namun dalam beberapa riwayat malaikat
dapat berubah wujud dalam bentuk manusia. Bahkan Alquran-pun merefleksikan
penjelasan ini, misalnya malaikat Jibril as datang ke Nabi saw di Gua Khira’
saat wahyu pertama turun sebagaimana malaikat datang ke Nabi Ibrahim AS. dan Nabi Lut AS. menyamar
sebagai tamu yang berwujud manusia sempurna. Hal ini sudah menjadi pengetahuan
umum di kalangan umat Islam yang tidak dapat dipungkiri dan bukan menjadi
sesuatu yang mushkil.[7]
Ketiga, kalimat tanya (istifham) yang
terdapat dalam hadis Nabi SAW. tidak
dapat disimpulkan dengan “ketidaktahuan atau keraguan Nabi Musa AS. akan datangnya kematian”, sehingga bertanya tsumma
mah/madza? (kemudian setelah itu bagaimana?). Istifham dalam bahasa
Arab memiliki jenis yang beraneka ragam, dan tidak harus dibarengi dengan
ketidaktahuan atau keraguan tentang apa yang dinyatakan. Alquran juga
menggunakan beberapa jenis istifham tanpa adanya keraguan seperti firman Allah”
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ (sudah datangkah kepadamu berita
tentang hari pembalasan?). Ayat ini dapat dipahami bahwa Allah (yang bertanya)
sudah mengetahui, bahkan Maha Mengetahui hal-ihwal yang dinyatakan,
tetapi Allah menggunakan istifham untuk bertanya kepada Nabi SAW. Hal
yang sama juga digunakan oleh Alquran ketika Allah menanyakan kepada Isa AS. (yang dari pola istifham ini tidak berarti
Allah tidak mengetahui keadaan) :
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا
عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ
إِلَهَيْنِ
“Dan
(ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu
mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan
selain Allah?”.[8]
Dalam hadis Nabi SAW. juga
banyak dijumpai pola istifham tersebut, yang dapat dipahami dari teks
dan konteks isi pertanyaan, seperti hadis tentang pertanyaan malaikat kepada
Nabi SAW. tentang
iman, islam, dan ihsan, padahal maliakat sudah mengetahui jawaban terhadap apa
yang dinyatakan. Demikian pula dengan ucapan Nabi Musa AS. yang bertanya “thumma mah” yang pada hakikatnya Nabi Musa AS. bukannya tidak mengetahui dan ragu terhadap apa
yang dinyatakan.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa hadis Nabi saw tentang Nabi Musa as memukul malaikat maut tidak mengandung ke-mushkil-an, dan tidak bertentangan dengan nalar atau logika manusia, serta sesuai dengan ajaran agama Islam. Bahkan hadis ini dicantumkan dalam Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim, yang diakui dan disepakati kedudukannya oleh ulama sebagai asah al-kutub ba’da Alquran.
- Hadis Tentang Nabi Musa Menampar Malaikat
- Hadis Tentang Nabi Musa Mandi Telanjang Di Depan Umum
- Hadis Tentang Cengkeraman Haid Terhadap Perempuan-Perempuan Bani Israil
- Hadis Tentang Hal-Hal Yang Menyebabkan Lupa
- Hadis Tentang Lalat Yang Masuk Ke Dalam Minuman
- Hadis Tentang Berbuat Adil Terhadap Anak
- Hadis Tentang Mahram Karena Susuan
- Hadis Tentang Perintah Patuh Kepada Pemimpin
- Hadis Melarang Makan Daging Keledai Kampung
- Hadis Keimanan Pezina, Pencuri, dan Peminum Khamr
- Hadis Tentang Memelihara Jenggot
- Hadis Tentang Kewajiban Menunaikan Zakat Fithrah
[1] Al-Bukhari, Shahih
al-Bukhari, (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987), 449.
[2] Muslim bin
al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.t.), 1843.
[3] Ibid.
[4] Salahuddin ibn Ahmad al-Adlabi,
Metodologi Kritik Matan Hadis, 256.
[5] Departemen
Agama, Alquran dan Terjemahannya, (Bandung: Sygma, 2009), 385.
[6] Ibid.
[7] ‘Abd Allah bin ‘Ali al-Najdi al-Qasimi, Musykilat al-Ahadits al- Nabawiyyah wa Bayanuna , (Beirut: Dar al-Qalam, 1985), 107.
[8]
Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, 106.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar