HOME

02 April, 2022

Hadis Tentang Nabi Musa Menampar Malaikat

 

Hadis yang menginformasikan Nabi Musa AS. menampar malaikat, meskipun terdapat sedikit variasi matan, dapat dijumpai dalam beberapa kitab hadis antara lain dalam kitab yang disusun oleh Imam al-Bukhari[1], Imam Muslim[2], dan lain-lain. Salah satu redaksi sanad dan matannnya dapat dilihat dalam kitab Shahih Muslim sebagai berikut[3]:

صحيح مسلم - (ج 7 / ص 100)

6298 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « جَاءَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَقَالَ لَهُ أَجِبْ رَبَّكَ - قَالَ - فَلَطَمَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ عَيْنَ مَلَكِ الْمَوْتِ فَفَقَأَهَا - قَالَ - فَرَجَعَ الْمَلَكُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى فَقَالَ إِنَّكَ أَرْسَلْتَنِى إِلَى عَبْدٍ لَكَ لاَ يُرِيدُ الْمَوْتَ وَقَدْ فَقَأَ عَيْنِى - قَالَ - فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيْهِ عَيْنَهُ وَقَالَ ارْجِعْ إِلَى عَبْدِى فَقُلِ الْحَيَاةَ تُرِيدُ فَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ الْحَيَاةَ فَضَعْ يَدَكَ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ فَمَا تَوَارَتْ يَدُكَ مِنْ شَعْرَةٍ فَإِنَّكَ تَعِيشُ بِهَا سَنَةً قَالَ ثُمَّ مَهْ قَالَ ثُمَّ تَمُوتُ. قَالَ فَالآنَ مِنْ قَرِيبٍ رَبِّ أَمِتْنِى مِنَ الأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَاللَّهِ لَوْ أَنِّى عِنْدَهُ لأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الأَحْمَرِ ».رواه مسلم.

“Muhammad bin Rafi’ menceritakan kepada kami (berkata) ‘Abd al-Razzaq menceritakan kepada kami, (berkata) Ma’mar meneritakan kepada kami (yang ia peroleh) dari Hammám bin Munabbih (yang berkata bahwa) : “ini (adalah berita) yang diceritakan Abu Hurairah kepada kami (yang ia dapat) dari Rasulullah saw (bahwa beliau) bersabda : “Malaikat maut datang kepada Musa AS. seraya berkata :”Jawablah (panggilan) Tuhanmu”. Kemudian Musa AS. menampar Malaikat maut itu dan menyebabkan bola matanya keluar. Malaikat kembali kepada Allah seraya berkata :”Engkau mengutus saya kepada hamba yang tidak menghendaki kematian, sehingga bola mata saya keluar seperti ini”. Allah mengembalikan matanya dan berfirman kepadanya : “Kembalilah kepada hamba-ku kemudian katakan kepadanya apakah anda ingin tetap hidup. Jika anda ingin tetap hidup, letakkan tanganmu di atas punggung lembu jantan, dari setiap rambut yang ditutupi oleh tanganmu, anda akan hidup satu tahun.”(setelah diterangkan kepada Musa) Musa bertanya :” Setelah itu bagaimana? “Allah berfirman: “setelah itu anda mati.”Musa menjawab: “Jika demikian, (saya ingin mati) sekarang, (seraya meminta kepada Tuhannya) dekatkanlah tanah suci sejauh lemparan batu. ”Kemudian Rasulullah SAW. bersabda: “Jika saya di sana, akan saya tunjukkan kuburnya berdekatan dengan bukit pasir merah.

Dari sisi kritik sanad, Hadis-hadis tentang Musa menampar malaikat ini memiliki sanad Muttasil, sehingga termasuk hadis marfu’ dan berkualitas shahih. Namun dari kritik matan, hadis ini masih diperdebatkan oleh sebagian kecil ulama, karena kandungan isinya bertentangan dengan nalar dan logika manusia. Karenanya, hadis ini dikategorikan sebagai hadis aneh janggal (mushkil). Letak ke-mushkil-annya disebabkan oleh beberapa kejanggalan berikut[4]

a. Jika seseorang menampar orang lain dan berakibat memberikan cacat orang lain, maka perbuatan tersebut termasuk perbuatan fasiq. Bagaimana dengan hal ini jika dilakukan terhadap malaikat? Tentu kefasikan dan kezaliman bertambah lebih besar lagi dari hal tersebut. Apakah mungkin seorang rasul, Musa AS. melakukan perbuatan tersebut?. 

b. Hadis tersebut menyatakan bahwa malaikat maut datang ke Nabi Musa as dengan menampakkan diri secara lahir, kemudian Musa dapat melihatnya. Apakah malaikat maut dapat dilihat oleh orang. 

c. Hadis tersebut menunjukkan bahwa Nabi Musa as tidak mengetahui bahwa dirinya akan meninggal. Bahkan Nabi Musa as ragu akan keabdiannya. Teks yang menunjukkan hal itu adalah pertanyaan Musa AS. : Thumma mah (setelah itu bagaimana)? Yang mengindikasikan bahwa Musa AS. tidak mengetahui akan adanya kematian.

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang dijadikan dasar untuk mendeskriditkan hadis tersebut sebagai hadis yang lemah dari segi matan, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian kecil ulama kontemporer, yang menyatakan bahwa hadis ini bertentangan dengan akal dan logika manusia, sehingga hadis ini dari segi makna sulit diterima akal dan tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Ke-mushkil-an hadis tentang Nabi Musa as menampar malaikat maut -karena tidak logis- tidak menjadikan da’if (lemah) dari segi matan, Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pertama, pada awalnya, Nabi Musa AS. tidak mengetahui kalau yang datang tersebut adalah malaikat yang diutus oleh Allah SWT. yang tampak dihadapannya adalah seorang laki-laki datang dan ingin mencederainya. Jika ada orang datang, lalu dia hendak mencelakakan bahkan ingin membunuhnya, maka tentu orang tersebut boleh atau justru wajib membela diri. Peristiwa kedatangan malaikat yang belum diketahui bahwa ia malaikat, pernah terjadi pada Nabi Luth as yang tidak mengetahui ada orang laki-laki datang, kemudian diberitahu oleh orang tersebut bahwa dia adalah malaikat.

Andaikata malaikat tersebut tidak diizinkan untuk mengambil nyawa Nabi Musa as, tetapi Musa as memintanya penundaan kepadanya, lalu ia tidak menjawab, kemudian terjadilah kejadian yang tidak diinginkan, maka boleh jadi Nabi Musa AS. tidak bermaksud membuat matanya keluar. Dalam Alquran dijumpai peristiwa yang hampir sama, yakni Nabi Musa AS. membunuh orang Qibty sebagaimana yang dikisahkan dalam Surat al-Qashash:

وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلَانِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ (15) قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (16)

“Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang ber- kelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa memukulnya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).[5]

“Musa mendoa: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku." Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[6]

Dalam ayat tersebut, Nabi Musa as menyesal atas kematian orang itu disebabkan pukulannya, karena dia sebenarnya tidak bermaksud untuk membunuhnya, tetapi hanya senata-mata membela kaumnya.

Maksudnya hanyalah ingin membalaskan Bani Israil dari pengikut Fir’aun. Selanjutnya Musa AS. memohon ampun kepada Allah SWT, dan Allah mengabulkan permohonan Musa AS.

Kedua, secara anatomis, malaikat memang tidak memilki kontruksi fisik seperti manusia. Namun dalam beberapa riwayat malaikat dapat berubah wujud dalam bentuk manusia. Bahkan Alquran-pun merefleksikan penjelasan ini, misalnya malaikat Jibril as datang ke Nabi saw di Gua Khira’ saat wahyu pertama turun sebagaimana malaikat datang ke Nabi Ibrahim AS. dan Nabi Lut AS. menyamar sebagai tamu yang berwujud manusia sempurna. Hal ini sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan umat Islam yang tidak dapat dipungkiri dan bukan menjadi sesuatu yang mushkil.[7]

Ketiga, kalimat tanya (istifham) yang terdapat dalam hadis Nabi SAW. tidak dapat disimpulkan dengan “ketidaktahuan atau keraguan Nabi Musa AS. akan datangnya kematian”, sehingga bertanya tsumma mah/madza? (kemudian setelah itu bagaimana?). Istifham dalam bahasa Arab memiliki jenis yang beraneka ragam, dan tidak harus dibarengi dengan ketidaktahuan atau keraguan tentang apa yang dinyatakan. Alquran juga menggunakan beberapa jenis istifham tanpa adanya keraguan seperti firman Allah” هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ (sudah datangkah kepadamu berita tentang hari pembalasan?). Ayat ini dapat dipahami bahwa Allah (yang bertanya) sudah mengetahui, bahkan Maha Mengetahui hal-ihwal yang dinyatakan, tetapi Allah menggunakan istifham untuk bertanya kepada Nabi SAW. Hal yang sama juga digunakan oleh Alquran ketika Allah menanyakan kepada Isa AS. (yang dari pola istifham ini tidak berarti Allah tidak mengetahui keadaan) :

وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ

Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?.[8]

Dalam hadis Nabi SAW.  juga banyak dijumpai pola istifham tersebut, yang dapat dipahami dari teks dan konteks isi pertanyaan, seperti hadis tentang pertanyaan malaikat kepada Nabi SAW. tentang iman, islam, dan ihsan, padahal maliakat sudah mengetahui jawaban terhadap apa yang dinyatakan. Demikian pula dengan ucapan Nabi Musa AS. yang bertanya “thumma mah yang pada hakikatnya Nabi Musa AS. bukannya tidak mengetahui dan ragu terhadap apa yang dinyatakan.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa hadis Nabi saw tentang Nabi Musa as memukul malaikat maut tidak mengandung ke-mushkil-an, dan tidak bertentangan dengan nalar atau logika manusia, serta sesuai dengan ajaran agama Islam. Bahkan hadis ini dicantumkan dalam Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim, yang diakui dan disepakati kedudukannya oleh ulama sebagai asah al-kutub ba’da Alquran. 


BACA ARTIKEL LAIN YANG BERKAITAN:


[1] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987), 449.

[2] Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.t.), 1843.

[3] Ibid.

[4] Salahuddin ibn Ahmad al-Adlabi, Metodologi Kritik Matan Hadis, 256.

[5] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, (Bandung: Sygma, 2009), 385.

[6] Ibid.

[7] ‘Abd Allah bin ‘Ali al-Najdi al-Qasimi, Musykilat al-Ahadits al- Nabawiyyah wa Bayanuna , (Beirut: Dar al-Qalam, 1985), 107.

[8] Departemen Agama, Alquran dan Terjemahannya, 106.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...