HOME

14 April, 2022

IMAM MALIK IBN ANAS DAN KITAB AL-MUWATTA’

 

BAB I

PENDAHULUAN

    A.  Latar Belakang Masalah

Umat Islam sepakat bahwa al-Qur’an adalah sumber hukum yang pertama. Kedua, diisi oleh sunah Rasulullah SAW yang diutus oleh Allah SWT untuk menjelaskan isi al-Qur’an secara rinci. Rasulullah SAW sendiri adalah contoh praktis dalam mengamalkan ajaran agama Islam. Oleh karenanya, sejak zaman Nabi hingga sekarang kaum muslimin menjadikan sunah sebagai sumber hukum dan penuntun akhlak selain al-Qur’an.[1]

Sunah yang diwariskan Rasulullah SAW kepada umatnya memiliki kedudukan tersendiri untuk al-Qur’an. Apalagi fungsi sunah terhadap al-Qur’an yang menjadikannya istimewa tetapi tidak semua sunah bisa dijadikan hujjah. Hal ini karena banyak faktor semisal tingkat kecermatan perawi. Al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir dan ditulis sejak zaman Rasulullah saw sehingga tidak lagi diperdebatkan tentang keberadaannya. Berbeda dengan hadis yang ditulis jauh setelah Rasulullah saw wafat sehingga bermunculan dugaan bahwa hadis bukanlah sabda Rasulullah saw.

Kitab-kitab hadis yang muncul setelah wafat Rasulullah menjadi sasaran empuk kaum orientalis untuk menghujat umat Islam. Semisal Joseph Schacht yang meragukan otentitas hadis dalam kitab al-Muwatta’. Selain hadis yang diriwayatkan Imam Malik, dia juga mengkritisi tentang untaian sanad emas “Malik-Nafi‘-Ibnu ‘Umar. Bantahan yang dikemukakan oleh para orientalis bisa dipatahkan oleh Mustafa al-A‘zamy.[2] Oleh karenanya penting untuk mengetahui latar belakang kehidupan Imam Malik serta di ablik penulisan kitabnya al-Muwatta’. 

    B.  Rumusan Masalah

1.    Apa yang diketahui tentang riwayat hidup Imam Malik?

2.    Bagaimana proses penyusunan kitab al-Muwatta’?

    C.  Tujuan Penelitian

1.    Untuk mengetahui riwayat hidup Imam Malik.

2.    Untuk mengetahui proses penyusunan kitab al-Muwatta’.

 

BAB II

IMAM MALIK IBN ANAS DAN KITAB AL-MUWATTA’

    A.  Riwayat Hidup Imam Malik

1.    Nama dan nasab serta kelahiran Imam Malik

Nama lengkap Imam Malik adalah Abu ‘Abd Allah Malik ibn Anas Ibn Malik ibn Abi ‘Amir ibn ‘Amr ibn al-Harith ibn Ghaiman ibn Khuthail ibn ‘Amr ibn al-Harith.[3] ‘Abd al-Ghafur Sulaiman al-Bandary dalam kitabnya Mausu‘ah Rijal al-Kutub al-Tis‘ah menyebutkan bahwa nama lengkap Imam Malik adalah Malik Ibn Anas ibn Malik ibn Abi ‘Amir ibn ‘Amr ibn al-Harith ibn ‘Uthman ibn Hanbal ibn ‘Amr ibn al-Harith. Nama kunyahnya adalah Abu ‘Abd Allah sedangkan laqabnya adalah al-Asbahy, al-Madany, al-Faqih, al-Imam Dar al-Hijrah, dan al-Humairi. [4]

Dikatakan oleh Abu Zahwu dalam kitabnya al-Hadith wa al-Muhaddithun bahwa Abu ‘Amir selalu mengikuti peperangan pada masa Rasulullah kecuali perang Badar.[5] Sedangkan kakeknya yakni Malik salah satu dari keempat pemandu keranda jenazah Khalifah ‘Uthman ibn ‘Affan pada malam pemakamannya. Selain itu, Malik termasuk tabi‘in besar dan ulama kenamaan pada masanya.[6] Ia banyak meriwayatkan hadis dari ‘Aishah, ‘Uthman, Talhah, Abu Hurairah, dan Hasan ibn Abi Thabit. Ia juga termasuk penulis mushaf ‘uthmany.[7]  Imam Malik sendiri menjadi mufti di Madinah selama 60 tahun[8] dan termasuk salah satu tabi‘ al-tabi‘in.[9]

Menurut qaul al-asahh, Imam Malik lahir di Madinah pada tahun 93 Hijriyah[10] dari pasangan Anas ibn Malik dan ‘Aliyah binti Sharik al-Azdiyah.[11] Ada yang mengatakan bahwa ibu Imam Malik adalah al-Ghaliyah.[12] Ibn Bukair berkata, Imam Malik berada di dalam kandungan ibunya selama dua tahun,[13] ada pula yang mengatakan Imam Malik berada dikandungan selama tiga tahun.[14] Muhammad ibn Sa‘ad berkata bahwa Imam Malik meninggal di Madinah pada bulan Safar tahun 179 H. Sedangkan menurut Isma‘il ibn ‘Abd Allah ibn Uwais, Imam Malik  meninggal pada tanggal 14 Rabi‘ al-Awal 179 H dan dikuburkan di Baqi‘[15] pada hari ahad.[16]

Abu ‘Amr ibn ‘Abd al-Barr mengatakan bahwa Imam Malik memiliki empat orang anak yakni Muhammad, Hammad, Yahya, dan Ummu al-Baha’. Ada yang mengatakan bahwa Imam Malik memiliki tiga anak yakni Yahya, Muhammad, dan Fatimah yang dikenal dengan Ummu al-Mu’minin dan dia juga hafal kitab al-Muwatta’ milik ayahnya. [17]

2.    Pribadi Imam Malik

Imam Malik adalah sosok yang lemah lembut, sopan dan berbudi pekerti yang luhur. Ia orang yang tidak banyak bicara dan hanya berbicara seperlunya saja. Dibalik kelembutannya, ia memiliki kepribadian dan pendirian yang kuat. Hal ini terbukti dengan penolakannya untuk datang ke Istana dan menjadi guru keluarga kerajaan ketika pemerintahan Harun al-Rashid.[18] selain itu, ia pernah didera dengan cemita sehingga tulang punggngnya hampir putus dan keluar dari lengannya dan punggungnya hampir remuk.kemudian ia diikat diatas punggung unta dan di arak keliling Madinah agar ia mau mencabut fatwanya yang menentang pemerintah tetapi, ia tetap menolak.[19] Kejadian ini terjadi pada masa pemerintahan al-Mansur salah satu khalifah dari Bani ‘Abbasiyyah, ia diminta untuk memberikan fatwa tentang baiat secara paksa dan Imam Malik menjawab bahwa baiat tersebut tidak sah. Fatwa yang dikemukakan oleh Imam Malik kemudian dijadikan pendorong oleh kelompok Syiah untuk menentang pemerintah. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 147 H yang menyebabkan Imam Malik di tahan dan disiksa. Ketika musim haji tiba, al-Mansur mengunjungi Imam Malik dan memohon maaf atas perlakuan petugasnya di Madinah karena telah menyiksanya. Selain itu, khalifah al-Mansur meminta kepadanya agar menghimpun hadis yang bisa di jadikan pegangan umat. Awalnya Imam Malik menolak tetapi kemudian ia menyetujuinya.[20]


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN;


3.    Guru dan murid Imam Malik

a.    Guru-guru Imam Malik:

Imam Malik tidak pernah melakukan perjalanan dalam mencari hadis karena beliau sejak kecil hingga wafatnya berada di Madinah. Madinah adalah kota yang pada saat itu adalah pusat ilmu pengetahuan Agama Islam. Selain itu, Madinah adalah tempat yang banyak dihuni oleh tabiin yang belajar langsung kepada para sahabat bahkan, banyak ulama dari luar kota berdatangan ke Madinah untuk belajar.[21]

Ia belajar dan mengambil hadis dari sembilan ratus orang yang terdiri dari tiga ratus al-tabi‘in dan enam ratus dari tabi‘ al-tabi‘in.[22] Adapun guru Imam Malik yang terkemuka menurut Amin al-Khulli ialah:

1)   Rabi‘ah al-Ra’yi ibn ‘Abd al-Rahman Furukh al-Madany (w. 136 H). Ia adalah guru Imam Malik sewaktu masih kecil yang mengajari ilmu akhlak, ilmu fikih dan ilmu hadis. Ada 12 riwayat yang didapat dari Rabi‘ah yang terdiri dari lima hadis musnad[23] dan satu hadis mursal[24].[25]

2)   Ibn Hurmuz Abu Bakar ibn Yazid (w. 147 H). selama delapan tahun lamanya Imam Malik berguru kepadanya dalam bidang ilmu kalam, ilmu I’tiqad dan ilmu fikih dan mendapatkan hadis sebanyak 45-47 hadis.[26]

3)   Ibnu shihab al-Zuhri (w. 124 H). Imam Malik meriwayatkan hadis darinya sebanyak 132 yang terdiri dari 92 hadis musnad dan yang lain hadis mursal.

4)   Nafi‘ ibn Surajis ‘Abd Allah al-Jailani (w. 120 H). Ia hidup pada masa khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz dan menjadi pembantu keluarga Ibnu ‘Umar. Imam Malik meriwayatkan 80 lebih hadis dari Nafi‘.

5)   Ja‘far Sadiq ibn Muhammad ibn ‘Ali al-Husain ibn Abi Talib al-Madany (w. 148 H). Ia salah satu imam ithna ‘ash‘ariyah dan ahlu al-bait. Imam Malik belajar fikih dan hadis dan meriwayatkan hadis darinya dalam bab manasik.[27]

6)   Muhammad ibn al-Munkadir ibn al-Hadiry al-Taimy al-Quraishy (w. 131 H). Ia adalah saudara Rabi‘ah al-Ra’yi, ahli fikih Hijaz dan Madinah, ahli hadis, dan termasuk sayyidat al-qura.[28]

b.    Murid-murid Imam Malik:

Yahya al-Ansary, al-Zuhri, keduanya adalah termasuk gurunya, Ibn Juraij, Yazid ibn ‘Abd Alla ibn al-Hadi, al-Auza ‘i, al-Thauri, ibn ‘Uyaynah, Shu’bah, al-Laith ibn Sa ‘ad, ibn al-Mubarak, ibn ‘Aliyah, al-Shafi ‘i, ibn Wahab, Ibrahim ibn Haiman, al-Qa ‘naby, ‘Abd Allah ibn Yusuf, ‘Abd Allah ibn Nafi ‘, Yahya al-Qattan, ‘Abd al-Rahman ibn Mahdi, Ma’an ibn ‘Isa, ‘Abd al-Rahman ibn al-Qasim al-‘Ataqy al-Damiry, Abu ‘Asim al-Nabil,Ruh ibn ‘Abadah, al-Walid ibn Muslim, Abu ‘Amir al-‘Aqdy, Yahya ibn Yahya, Yahya ibn ‘Abd Allah ibn Bakir, ‘Abd al-‘Aziz al-Ausy, Qutaibah, Sa‘id ibn Abi Maryam, Sa‘id ibn Kathir ibn ‘Afir, Matraf ibn ‘Abd Allah al-Siyary, Waraqa’ ibn ‘Amr.[29] Murid Imam Malik tidak hanya yang disebutkan ini saja tetapi masih banyak lagi yang belum dipaparkan dalam makalah ini.

4.    Karya-karya Imam Malik

Selama hidupnya imam malik hanya dipegunakan untuk mencari ilmu. Banyak kitab yang telah ditulis, diantaranya:[30]

a.    Al-Muwatta’

b.    Kitab ‘Aqdiyah

c.    Kitab Nujum

d.   Hisab Madar al-Zaman Manazil al-Qamar

e.    Kitab Manasik

f.     Kitab Tafsir li Gharib al-Qur’an

g.    Ahkam al-Qur’an

h.    Al-Mudawwanah al-Kubra

i.      Tafsir al-Qur’an

j.      Kitab Masa’ Islam

k.    Risalah ibn Matruf Gassan

l.      Risalah ila al-Laith

m.  Risalah ibn Wahhab.

Namun dari sekian banyak karyanya yang sampai kepada kita hanya kitab al-Muwatta’ dan al-Mudawwanah.


    B.  Al-Muwatta’ Imam Malik ibn Anas

1.    Latar belakang penyusunan kitab al- Muwatta’

Imam Malik menulis kitab al-Muwatta’ sejak masa  Khalifah al-Mansur 137 H-159 H dan selesai pada masa al-Mahdi 159 H-169 H. Ketika pemerintahan Khalifah Harun al-Rashid 170 H-194 H, ia berusaha menjadikan kitab al-Muwatta’ sebagai kitab hukum yang berlaku umum pada masa kepemimpinannya namun, Imam Malik menolaknya.[31]

Kitab al-Muwatta’ ditulis oleh Imam Malik karena kondisi politik dan sosial agama. Keadaan politik pada saat itu sangat kacau karena bersamaan dengan masa transisi Daulah Umayyah-Abbasiyah sehingga muncullah golongan-golongan (Syiah, Khawarij, Keluarga Istana) yang mengancam integritas kaum Islam. Selain itu terjadi perbedaan khususnya dalam bidang agama yang berangkat dari penggunaan metode nash di satu sisi, yang lain menggunakan rasio.[32]

Disebutkan dalam versi lain bahwa penulisan al-Muwatta’ karena adanya permintaan dari Khalifah Ja‘far al-Mansur atas usulan Muhammad ibn al-Muqaffa’ yang merasa prihatin dengan perbedaan dan pertentangan yang terjadi pada saat itu. Oleh karenanya ia mengusulkan kepada khalifah agar membuat undang-undang yang bisa menengahi perbedaan tersebut. Maka kemudian khalifah meminta Imam Malik untuk menyusun kitab standar bagi seluruh umat Islam. Imam Malik menyetujuinya namun menolak kalau kitabnya dijadikan kitab standar atau kitab resmi Negara. Dikatakan bahwa selain terinisiasi oleh permintaan khalifah, Imam Malik juga memiliki keinginan untuk menyusunan kitab yang dapat memudahkan umat Islam dalam memahami agama.[33] 

2.    Penamaan kitab

Nama al-Muwatta’ adalah nama yang orisinil berasal dari Imam Malik. Adapun alasan mengapa ia menamakan dengan al-Muwatta’ menjadi perbedaan persepsi diantara ulama, diantaranya:

a.       Imam Malik telah menyerahkan kitabnya kepada 70 ulama fiqh Madinah dan mereka menyepakatinya. Diceritakan dalam suatu riwayat bahwa al-Suyuty mengatakan: Imam Malik berkata, aku mengajukan kitabku ini kepada 70 ahli fikih Madinah, mereka semua setuju denganku atas kitab tersebut, maka aku namai dengan.[34]

b.      Dinamakan al-Muwatta’ karena kitab tersebut “memudahkan” khalayak umat Islam dalam memilih dan menjadi pegangan hidup dalam beragama.

c.       Dinamakan al-Muwatta’ karena al-muwatta’ memperbaiki kitab-kitab sebelumnya.[35]

3.    Isi kitab

Kitab al-Muwatta’ memuat hadis Nabi Muhammad, fatwa sahabat, fatwa tabiin, ijma’ ahli Madinah dan pendapat ia sendiri. Mengenai jumlah hadis dalam al-Muwatta’ para ulama berbeda pendapat, diantaranya:

a.    Ibn Habbab yang dikutip Abu Bakar al-A‘raby dalam Sharh al-Tirmidhy mengatakan ada 500 hadis yang disaring dari 100.000 hadis.

b.    Abu Bakar al-Abhary mengatakan ada 1720 hadis dengan perincian 600 musnad, 222 mursal, 613 mauquf dan 285 qaul tabiin.[36]

c.    Muhammad Abu al-Laith al-Khaira ‘Abadi di dalam kitabnya ‘Ulum al-Hadith; Asiluha wa Mu‘ashiruha mengatakan bahwa Imam Malik menyaringnya dari 100.000 hadis yang telah diriwayatkan.[37]

Perbedaan ini terjadi karena para ulama berbeda dalam menghitung hadis dan karena perbedaan sumber periwayatan.

Riwayat Imam Malik yang tertuang dalam kitab al-Muwatta’ telah banyak diriwayatkan oleh para ulama dan telah banyak naskah yang menjelaskan itu bahkan menurut Imam al-Suyuty lebih dari seribu. Hanya saja menurut al-Suyuti naskah yang terkenal ada 14 naskah, sedang menurut al-Kandahlawy ada 16 naskah, berbeda dengan keduanya, qadi ‘Iyad berpendapat ada dua puluh  naskah.[38] Diantara naskah tersebut:

a.       Naskah Yahya Ibn Yahya al-Masmudi Al-Andalusy (w. 204 H). Ia adalah orang pertama kali yang mengambil al-Muwatta’ dari Yazid ibn ‘Abd al-Rahman ibn Ziyad al-Lahmy (al-Bushkatun) dan pembawa madhhab maliki ke Andalusia.

b.      Naskah Ibn Wahb (w. 197 H)

c.       Naskah Abu ‘Ubaid Allah aAbd al-Rahman ibn al-Qasim ibn al-Khalid Al-Misry (w. 191 H)

d.      Naskah Abu ‘Abd al-Rahman ‘Abd Allah ibn Musalamah ibn Qa‘nabi al-Harisy (w. 221 H)

e.       Naskah ‘Abd Allah ibn Yusuf al-Dimashqy Abu Muhammad al-Tunisy (w. 217 H)

f.       Naskah Mu‘an al-Qazzazy (w. 198 H)

g.      Naskah Sa‘id ibn ‘Uffair (w. 226 H)

h.      Naskah Ibn Bukair (w. 231 H)

i.        Naskah Abu Mas‘ab ibn ‘Abd Allah al-Zubairy (w. 215 H)

j.        Naskah Abu Mas‘ab Ahmad ibn Abu Bakar al-Qasim al-Zuhry (w. 242 H)

k.      Naskah Muhammad ibn al-Mubarak al-Qushairy (w. 215 H)

l.        Naskah Suwaid ibn Zaid Abi Muhammad al-Harawy (w. 240 H)

m.    Naskah Muhammad ibn al-Hasan al-Shaibany (w. 179 H)

n.      Naskah Yahya ibn Yahya al-Taimy (w. 226 H)

o.      Naskah Abi Hadafah al-Sahmy (w. 259 H)

4.    Sistematika kitab al-Muwatta’

Kitab al-Muwatta’, seperti yang di tahqiq oleh ‘Abd Baqi[39] terdiri dari dua juz, 61 kitab dan 1824 hadis.[40] Adapun perinciannya sebagai berikut:

Juz 1:

1.      Waktu salat, 80 tema, 30 hadis

2.      Bersuci, 32 tema, 115 hadis

3.      Salat, 8 tema, 70 hadis

4.      Lupa dalam salat, 1 tema, 3 hadis

5.      Salat jum‘at, 9 tema, 21 hadis

6.      Salat pada bulan Ramadan, 2 tema, 7 hadis

7.      Salat malam, 5 tema, 33 hadis

8.      Salat jamaah, 10 tema, 38 hadis

9.      Meng-qasar salat dalam perjalanan, 25 tema, 95 hadis

10.  Salat ‘idain, 7 tema, 13 hadis

11.  Salat khauf, 1 tema, 4 hadis

12.  Salat gerhana bulan dan matahari, 2 tema, 4 hadis

13.  Salat istisqa’, 3 tema, 6 hadis

14.  Menghadap qiblat, 6 tema, 15 hadis

15.  Al-Qur’an, 10 tema, 49 hadis

16.  Kitab al-jana’iz, 16 tema, 59 hadis

17.  Zakat, 30 tema, 55 hadis

18.  Puasa, 22 tema, 60 hadis

19.  I‘tikaf, 8 tema, 16 hadis

20.  Haji, 83 tema, 255 hadis

Juz II:

21.  Kitab al-Jihad, 21 tema, 50 hadis

22.  Nadar dan sumpah, 9 tema, 17 hadis

23.  Qurban, 6 tema, 13 hadis

24.  Sembelihan, 4 tema, 19 hadis

25.  Binatang buruan, 7 tema, 19 hadis

26.  ‘Aqiqah, 2 tema, 7 hadis

27.  Fara’id, 15 tema, 16 hadis

28.  Nikah, 22 tema, 58 hadis

29.  Talaq, 35 tema, 109 hadis

30.  Persusuan, 3 tema, 17 hadis

31.  Jual beli, 49 tema, 101 hadis

32.  Pinjam meminjam, 15 tema, 16 hadis

33.  Penyiraman, 2 tema, 3 hadis

34.  Menyewa tanah, 1 tema, 5 hadis

35.  Shuf‘ah, 2 tema, 4 hadis

36.  Hukum, 41 tema, 54 hadis

37.  Wasiat, 10 tema, 9 hadis

38.  Kemerdekaan dan persaudaraan, 13 tema, 25 hadis

39.  Budak mukatabah, 13 tema, 15 hadis

40.  Budak mudarabah, 7 tema, 8 hadis

41.  Hudud, 11 tema, 35 hadis

42.  Minuman, 5 tema, 15 hadis

43.  Orang yang berakal, 24 tema, 16 hadis

44.  Sumpah, 5 tema, 2 hadis

45.  Al-jami‘, 7 tema, 26 hadis

46.  Qadar, 2 tema, 10 hadis

47.  Akhlak yang baik, 4 tema, 18 hadis

48.  Memakai pakaian, 8 tema, 19 hadis

49.  Sifat nabi, 13 tema, 39 hadis

50.  Mata, 7 tema, 18 hadis

51.  Rambut, 5 tema, 17 hadis

52.  Kitab al-ru’ya, 2 tema, 7 hadis

53.  Salam, 83 tema, 8 hadis

54.  Minta izin, 17 tema, 44 hadis

55.  Bai‘ah, 1 tema, 3 hadis

56.  Kalam, 12 tema, 27 hadis

57.  Jahanam, 1 tema, 2 hadis

58.  Sadaqah, 3 tema, 15 hadis

59.  Ilmu, 1 tema, 1 hadis

60.  Dakwah orang yang teraniaya, 1 tema, 1 hadis

61.  Nama-nama nabi, 1 tema, 1 hadis

5.    Metode dan kualitas hadis

Imam Malik tidak secara tegas menyebutkan bahwa dalam menulis kitab al-Muwatta’ menggunakan suatu metode seperti yang dikemukakan beberapa ahli hadis. Hal ini secara implisit bisa diketahui dengan membaca kitab al-Muwatta’. Imam Malik dalam menyusun kitab al-Muwatta’ sesuai klasifikasi hukum Islam (abwab al-fiqhiyyah) dan mencamtumkan hadis marfu‘,[41] hadis mauquf[42] maupun maqtu‘[43].[44] Selain mencantumkan macam-macam hadis, Imam Malik juga menggunakan beberapa tahapan. Tahapan yang ditempuhnya; pertama menyeleksi hadis yang disandarkan kepada Nabi Muhammad. Kedua, fatwa sahabat, ketiga fatwa tabiin, keempat ijma’ ahli Madinah dan terakhir adalah pendapat Imam Malik sendiri. Tahapan tersebut tidak selalu dipaparkan secara bersamaan di setiap pembahasan  karena ia mendahulukan hadis dari Nabi Muhammad baru kemudian menggunakan fatwa sahabat dan seterusnya tetapi fatwa sahabat atau yang lainnya tidak selalu dihadirkan kecuali apabila diperlukan saja.[45]

Ada beberapa kriteria yang dilakukan Imam Malik untuk mengkritisi setiap periwayat hadis yakni; pertama, periwayat bukan orang yang berperilaku jelek. Kedua, bukan ahli bidah, ketiga, bukan orang berdusta dalam hadis dan keempat, bukan orang yang tahu ilmu tetapi tidak mengamalkannya.[46]

Para ulama berbeda pendapat dalam menilai kualitas hadis yang telah dihimpun oleh Imam Malik. Ada beberapa pendapat yang akan disebutkan dibawah ini:

a.    Sufyan ibn ‘Uyaynah dan al-Suyuti berpendapat bahwa seluruh hadis yang diriwayatkan Imam Malik adalah sahih.

b.    Abu Bakar al-Abahary berpendapat bahwa tidak semua hadis yang ada dalam al-Muwatta’ berkualitas sahih tetapi ada 222 hadis mursal, 623 hadis mauquf dan 285 hadis maqtu’.

c.    Ibn Hajar al-‘Asqalany berpendapat bahwa hadis yang terdapat dalam al-Muwatta’ sahih menurut Imam Malik dan pengikutnya. [47] Pendapat Ibn Hajar al-‘Asqalany adalah pendapat pribadi tetapi ulama yang lain berpendapat bahwa didalam al-Muwatta’ tidak ada hadis mursal maupun munqati’ kecuali sanadnya sampai kepada Rasulullah saw dari jalur lain.[48]

d.   Ibn Hazm dalam kitabnya Maratib al-Diniyah mengatakan bahwa dalam al-Muwatta’ terdapat 500 hadis musnad, 300 hadis mursal dan 70 hadis da’if.[49]

e.    Al-Ghafiqi berpendapat bahwa dalam al-Muwatta’ terdapat 27 hadis mursal dan 15 hadis mauquf[50].[51]

f.     Hasbi ash-Shiddiqi berpendapat bahwa dalam al-Muwatta’ terdapat hadis sahih, hasan dan da’if.

 

Salah satu ulama abad kelima, ibnu ‘Abd al-Barr mengarang kitab tentang ke-muttasil-an hadis mursal, munqati‘ dan mu‘dal yang ada dalam kitab al-Muwatta’. Dia berkata bahwa semua riwayat Imam Malik yang menggunakan kata balagha atau diriwayatkan dari orang yang terpercaya berarti termasuk hadis musnad dari jalur selain Imam Malik kecuali empat hadis.[52]

a.    Pertama pada bab amal dalam kitab al-sahwi

مَالِكٌ، أَنَّهُ بَلَغَهُ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «إِنِّي لأَنْسَى أَوْ أُنَسَّى لِأَسُنَّ»[53]

Bahwasanya ada seseorang yang telah menyampaikan kepadanya bahwa Rasulullah saw telah bersabda: aku lupa atau aku telah lupa karena itu mungkin yang aku kerjakan adalah sunah.[54]

 

b.    Terdapat di bab datangnya Lailah al-qadr dalam kitab al-I‘tikaf

مَالِكٌ؛ أَنَّهُ سَمِعَ مَنْ يَثِقُ بِهِ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ يَقُولُ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم أُرِيَ أَعْمَارَ النَّاسِ قَبْلَهُ. أَوْ مَا شَاءَ اللهُ مِنْ ذلِكَ. فَكَأَنَّهُ تَقَاصَرَ أَعْمَارَ أُمَّتِهِ أَنْ لاَ يَبْلُغُوا مِنَ الْعَمَلِ، مِثْلَ الَّذِي بَلَغَ غَيْرُهُمْ فِي طُولِ الْعُمْرِ فَأَعْطَاهُ اللهُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ، خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ[55]

 

Dari malik bahwasanya dia mendengar dari orang yenag terpercaya di antara ulamam berkata Rasulullah tellah diperlihatkan umur orang yang mati sebelumnya atau apa yang telah Allah kehendaki tentang itu dan itu menjadikan seakan-akan kehidupan umatnya terlalu pendek bagi mereka untuk melakukan perbuatan baik sebagaimana orang-orang sebelum mereka dapa melakukannya dengan usia mereka yang panjang, maka Allah memberikan kepadanya Lailah al-qadr yang lebih baik dari seribu bulan.[56]

c.    Terdapat dalam kitab al-jami‘

مَالِكٌ؛ أَنَّ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ قَالَ: آخِرُ مَا أَوْصَانِي بِهِ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم حِينَ وَضَعْتُ رِجْلِي فِي الْغَرْزِ، أَنْ قَالَ: «أَحْسِنْ خُلُقَكَ لِلنَّاسِ، مُعَاذُ بْنَ جَبَلٍ[57]

Dari Malik bahwasanya Muadh Ibn Jabal berkata: petunjuk akhir dari Rasulullah saw telah disampaikan kepadaku ketika aku meletakkan kaki di Sanggurdi, ia berkata: berkelakuan baiklah kepada orang hai Muadh Ibn Jabal.[58]

d.   Terdapat dalam bab al-istimtar bi al-nujum

مَالِكٌ؛ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقُولُ إِذَا أَنْشَأَتْ  بَحْرِيَّةً ، ثُمَّ تَشَاءَمَتْ؛ فَتِلْكَ عَيْنٌ غُدَيْقَةٌ[59]

Dari Malik bahwasanya telah sampai kepadanya bahwa Rasul bersabda ketika awan muncul dari arah laut dan pergi menuju syiria akan turun hujan besar.[60] 

6.    Kitab-kitab sharh al-Muwatta’

Banyak ulama yang telah men-sharh kitab al-Muwatta’, diantaranya:

a.       Al-Tamhid lima fi al-Muwatta’ min al-Ma‘ani wa al-Asanid  karya Abu ‘Umar ibn ‘Abd al-Barr al-Namiri al-Qurtubi (w. 463 H)

b.      Al-Istidhkar fi Sharh Madhahib ‘Ulama’ al-Amsar karya Ibn ‘Abd al-Barr (w. 436 H)

c.       Kashf al-Mughti fi Sharh al-Muwatta’ karya Jalal al-Din al-Suyuti (w. 911 H)

d.      Tanwir al-Hawalik karya Jalal al-Din al-Suyuti (w. 911 H)

e.       Sharh al-Ta‘liq al-Mumajjad ‘ala Muwatta’ Imam Muhammad karya al-Hayy ibn Muhammad al-Laknawy al-Hindi

f.       Al-Maswa karya al-Dahlawy al-Hanafi (w. 1176 H)

g.      Sharh al-Zarqany karya al-Zarqani al-Misri al-Maliki (w. 1014 H).[61]

h.      Aujaz al-Masalik ila Muwatta’ Malik karya Muhammad Zakariya al-Kandahlawi (w. 1402 H).[62]

i.        Al-Muntaqa  karya Abu walid al-Bajdi (w. 474 H).[63] 

7.    Pendapat ulama tentang al-Muwatta’

Diantara ulama yang memberi penilaian terhadap al-Muwatta’ Imam Malik adalah:

a.       Al-Shafi‘i: di dunia ini tidak ada kitab yang lebih sahih daripada al-Muwatta’ setelah Alquran.

b.      Al-hafiz al-Mughlati al-Hanafi: al-Muwatta’ karya Imam Malik adalah kitab sahih yang pertama kali.

c.       Waliyullah al-Dahlawi mengatakan bahwa al-Muwatta’ adalah kitab yang sahih, mashhur dan paling terdahulu pengumpulannya.[64]

 

BAB III

PENUTUP

    A.  Kesimpulan

1.    Imam Malik lahir di Madinah pada tahun 93 Hijriyah dan meninggal pada tanggal 14 Rabi‘ al-Awal 179 H. Ia meninggalkan tiga orang putra dan seorang putri. Ia tidak pernah melakukan perjalanan keluar Madinah untuk belajar hadis karena kota Madinah adalah pusat ilmu pengetahuan dan banyak orang yang berdatangan ke Madinah untuk belajar.

2.    Imam Malik menulis kitab al-Muwatta’ sejak masa  Khalifah al-Mansur 137 H-159 H dan selesai pada masa al-Mahdi 159 H-169 H. Ketika pemerintahan Khalifah Harun al-Rashid 170 H-194 H, ia berusaha menjadikan kitab al-Muwatta’ sebagai kitab hukum. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ketiga khalifah ini meminta kepada Imam Malik untuk menjadikannya kitab Negara namun, Imam Malik menolaknya. Nama al-Muwatta’ adalah ide dari Imam Malik sendiri. 


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN;



[1] M. Ajaj al-Khathib, Hadits Nabi Sebelum dibukukan, Terj. A. Akrom Fahmi (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 21.

[2] Nurun Najwah “Kitab al-Muwatta’ Imam Malik” dalam Studi Kitab Hadis (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009), 17-19.

[3] Shamsu al-Din Abu ‘Abd Allah Muhammad Ibn Ahmad ibn ‘Uthman ibn Qaimaz al-Dzahaby, Siyaru A‘lam al-Nubala’, juz. 8 (t.t: Mu’assasah al-Risalah: 1985), 48.

[4] ‘Abd al-Ghafur Sulaiman al-Bandary,  Mausu‘ah Rijal al-Kutub al-Tis‘ah, juz. 3 (Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1993), 494.

[5] Muhammad Muhamma Abu Zahw, al-Hadith wa al-Muhaddithun (Kairo: Dar al-Fikr al-‘Araby, 1378 H), 288.

[6] Muhammad ibn ‘Abd al-Baqi ibn Yusuf al-Zarqany al-Misry al-Azhary, Sharh al-Zarqany ‘ala Muwatta’ al-Imam Malik,  juz. 1 (Kairo: Maktabah al-Thaqafah al-Diniyah, 2003), 53.

[7] Abu al-Fadl al-Qadi ‘Iyad ibn Musa al-Yahsaby, Tartib al-Madarik wa Taqrib al-Masalik,  juz. 1 (al-Maghrib: Matba‘ah Fadalah, t. th), 113.

[8] Al-Azhary, Sharh al-Zarqany, 57.

[9] Abu Zakariya Muhyi ibn Sharf al-Nawawy, Tahdhib al-Asma’ wa al-Lughat, juz. 2 (Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.th), 75.

[10] Zahw, al-Hadith wa al-Muhaddithun, 288.

[11] al-Dzahaby, Siyaru A‘lam, 49.

[12] Abi ‘Umar Yusuf ibn ‘Abd Allah ibn ‘Abd al-Barr, Mausu‘ah Shuruh al-Muwatta’, juz. 1 (Kairo: t.p, 2005), 14.

[13] Abu ‘Amr Yusuf ibn ‘Abd Allah ibn Muhammad ibn ‘Abd al-Barr ibn ‘Asim al-Namiry al-QAurtuby,  al-Intiqa’ fi Fada’il al-Thalathah al-Aimmah al-Fuqaha’ Malik wa al-Shafi‘y wa Abi Hanifah (Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.th), 10.

[14] Al-Nawawy, Tahdhib al-Asma’, 79.

[15] Ibid.

[16] Al-Azhary, Sharh al-Zarqany, 57.

[17] al-Barr, Mausu‘ah Shuruh, 15.

[18] Moenawar Cholil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 110.

[19] Najwah, Studi Kitab, 4.

[20] Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, t.th), 254.

[21] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis (Surabaya: alMuna, 2010), 56-57.

[22] al-Nawawy, Tahdhib al-Asma’, 78.

[23] Hadis musnad adalah hadis yang sanadnya bersambung dan marfu’ kepada Rasulullah saw. Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis, terj. Mujiyo (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 363.

[24] Hadis mursal adalah hadis yang disandarkan kepada Rasulullah saw oleh seorang tabiin dengan mengatakan “Rasulullah saw berkata…” baik tabiin besar atau tabiin kecil. ‘Itr, ‘Ulumul Hadis, 387. 

[25] Amin al-Khulli, Malik ibn Anas (Bairut: Dar al-Fikr, t. th), 65.

[26] Ibid.

[27] Muhammad Hamid Husain, Kitab al-Muwatta’, “Muqaddimah” (t.t: Dar Kutub al-Islamiyyah, t. th), ba’-jim.

[28] al-Khulli, Malik ibn Anas, 96-97.

[29] al-Nawawy, Tahdhib al-Asma’, 75.

[30] Najwah, Studi Kitab, 6.

[31] Azra, Ensiklopedi Islam, 254.

[32] Noel J. Coulson, Hukum Islam dalam Perspektif Sejarah, terj. Hamid Ahmad (Jakarta: P3M, 1987), 59.

[33] Najwah, Studi Kitab, 8.

[34] Zahw, al-Hadith wa al-Muhaddithun, 246.

[35] Najwah, Studi Kitab, 8. Lihat pula Muhammad Abu al-Laith al-Khaira ‘Abadi, ‘Ulum al-Hadith;Aasiluha wa Mu‘ashiruha (Malaysia: Dar al-Shakir, 2011), 80.

[36] Jalal al-Din al-Suyuty, Tanwir al-Hawalik Sharh al-Muwatta’, juz. 1 (Bairut: Dar Ihya’ Kutub al-‘Arabiyyah, t. th), 9. Zahw, al-Hadith wa al-Muhaddithun, 249.

[37] Muhammad Abu al-Laith al-Khaira ‘Abadi, ‘Ulum al-Hadith; Asiluha wa Mu‘ashiruha (Malysia: Dar al-Shakir, 2011), 80.

[38] Muhammad Zakariya ibn Muhammad Yahya al-Kandahlawy, Muqaddimah Aujaz al-Masalik ila Muwatta’ Malik (India: Matba‘ah al-Sa’adah, 1973), 36-39.

[39] Malik ibn Anas ibn Malik ibn ‘Amir al-Asbahy al-Madany, Muwatta’ al-Imam Malik (Bairut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Araby, 1985), 2.

[40] Najwah, Studi Kitab, 12.

[41] Hadis marfu‘ adalah hadis yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan atau sifat. Lihat Mahmud al-Tahhan, Taisir Mustalah al-Hadith (al-Iskandariyyah: Markaz al-Huda li al-Dirasat, 1405 H), 97.

[42] Hadis yang disandarkan kepada sahabat baik berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan, al-Tahhan, Taisir Mustalah, 98.

[43] Hadis yang disandarkan kepada al-tabi‘in atau tabi‘ al-tabi‘in. al-Tahhan, Taisir Mustalah, 101.

[44] Mustafa Ali Ya’qub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), 76.

[45] Najwah, Studi Kitab, 14.

[46] Ahmad asy-Syarbasyi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzhab, terj. Sabil Huda dan A. Ahmadi (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), 104.

[47] al-Suyuty, Tanwir al-Hawalik, 9.

[48] Zahw, al-Hadith wa al-Muhaddithun, 247.

[49] al-Suyuty, Tanwir al-Hawalik, 9.

[50] Hadis mauquf adalah hadis yang disandarkan kepada sahabat yang tidak sampai kepada Nabi Muhammad saw. ‘Itr, ‘Ulumul Hadis, 338.

[51] al-Kandahlawy, Muqaddimah Aujaz, 44.

[52] Zahw, al-Hadith wa al-Muhaddithun, 247.

[53] Malik ibn Anas ibn Malik ibn ‘Amir al-Asbahy al-Madany,  al-Muwatta’, juz. 2 (t.t: Mu’assasah Zaid ibn Sultan Ali Nahyan li al-A‘mal al-Khairiyah wa al-Insaniyah, 2004), 138.

[54] Najwah, Studi Kitab, 15.

[55] al-Madany,  al-Muwatta’, juz. 3, 462. Lihat pula ‘Abadi, ‘Ulum al-Hadith, 80-81.

[56] Najwah, Studi Kitab, 15-16.

[57] al-Madany,  al-Muwatta’, juz. 5, 1327.

[58] Najwah, Studi Kitab, 16.

[59] al-Madany, al-Muwatta’, Juz. 2, 269.

[60] Najwah, Studi Kitab, 16.

[61] Zahw, al-Hadith wa al-Muhaddithun, 250-251.

[62] ‘Abadi, ‘Ulum al-Hadith, 82.

[63] Shamsu al-Din Abu ‘Abd Allah Muhammad Ibn Ahmad ibn ‘Uthman ibn Qaimaz al-Dzahaby, Siyaru A‘lam al-Nubala’, juz. 7 (Kairo: Dar al-Hadith, 2006), 174.

[64] al-Kandahlawy, Muqaddimah Aujaz, 23-24.

DAFTAR PUSTAKA

‘Abadi, Muhammad Abu al-Laith al-Khaira. ‘Ulum al-Hadith; Asiluha wa Mu‘ashiruha. Malysia: Dar al-Shakir. 2011.

Azhari (al), Muhammad ibn ‘Abd al-Baqi ibn Yusuf al-Zarqany al-Misry. Sharh al-Zarqany ‘ala Muwatta’ al-Imam Malik. juz. 1. Kairo: Maktabah al-Thaqafah al-Diniyah. 2003.

Bandari (al), ‘Abd al-Ghafur Sulaiman. Mausu‘ah Rijal al-Kutub al-Tis‘ah. juz. 3. Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah. 1993.

Barr (al), Abi ‘Umar Yusuf ibn ‘Abd Allah ibn ‘Abd. Mausu‘ah Shuruh al-Muwatta’. juz. 1. Kairo: t.p. 2005.

Cholil, Moenawar. Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab. Jakarta: Bulan Bintang. 1990.

Coulson, Noel J. Hukum Islam dalam Perspektif Sejarah. terj. Hamid Ahmad. Jakarta: P3M, 1987.

Dzahabi (al), Shamsu al-Din Abu ‘Abd Allah Muhammad Ibn Ahmad ibn ‘Uthman ibn Qaimaz. Siyaru A‘lam al-Nubala’. juz. 8. t.t: Mu’assasah al-Risalah: 1985.

Husain, Muhammad Hamid. Kitab al-Muwatta’. “Muqaddimah”. t.t: Dar Kutub al-Islamiyyah. t. th.

‘Itr, Nuruddin. ‘Ulumul Hadis. terj. Mujiyo. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2014.

Kandahlawi (al), Muhammad Zakariya ibn Muhammad Yahya. Muqaddimah Aujaz al-Masalik ila Muwatta’ Malik. India: Matba‘ah al-Sa’adah, 1973.

al-Khathib, M. Ajaj, Hadits Nabi Sebelum dibukukan. Terj. A. Akrom Fahmi. Jakarta: Gema Insani Press. 1999.

Madani (al), Malik ibn Anas ibn Malik ibn ‘Amir al-Asbahy. al-Muwatta’. juz. 2. t.t: Mu’assasah Zaid ibn Sultan Ali Nahyan li al-A‘mal al-Khairiyah wa al-Insaniyah. 2004.


                 , Muwatta’ al-Imam Malik. Bairut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Araby. 1985.

Nawawi (al), Abu Zakariya Muhyi ibn Sharf. Tahdhib al-Asma’ wa al-Lughat. juz. 2. Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah. t.th.

Najwah, Nurun. “Kitab al-Muwatta’ Imam Malik” dalam Studi Kitab Hadis. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. 2009.

Qurtuby (al), Abu ‘Amr Yusuf ibn ‘Abd Allah ibn Muhammad ibn ‘Abd al-Barr ibn ‘Asim al-Namiry. al-Intiqa’ fi Fada’il al-Thalathah al-Aimmah al-Fuqaha’ Malik wa al-Shafi‘y wa Abi Hanifah. Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah. t.th.

Suyuty (al),Jalal al-Din. Tanwir al-Hawalik Sharh al-Muwatta’. juz. 1. Bairut: Dar Ihya’ Kutub al-‘Arabiyyah. t. th.

asy-Syarbasyi, Ahmad. Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzhab. terj. Sabil Huda dan A. Ahmadi. Jakarta: Bumi Aksara. 1992.

Tahhan (al), Mahmud. Taisir Mustalah al-Hadith. al-Iskandariyyah: Markaz al-Huda li al-Dirasat. 1405 H.

Yahsabi (al), Abu al-Fadl al-Qadi ‘Iyad ibn Musa. Tartib al-Madarik wa Taqrib al-Masalik. juz. 1. al-Maghrib: Matba‘ah Fadalah. t. th.

Ya’qub, Mustafa Ali. Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2000.

Zahw, Muhammad Muhamma Abu. al-Hadith wa al-Muhaddithun. Kairo: Dar al-Fikr al-‘Araby. 1378 H.

Azra, Azyumardi. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve. t. th.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...