1).
Berbuat adil terhadap anak.
2447 -حدثنا
حامد بن عمر حدثنا أبو عوانة عن حصين عن عامر قال سمعت النعمان بن بشير رضي الله
عنهما وهو على المنبر يقول
:أعطاني
أبي عطية فقالت عمرة بنت رواحة لا أرضى حتى تشهد رسول الله صلى الله عليه و سلم
فأتى رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال إني أعطيت ابني من عمرة بنت رواحة عطية
فأمرتني أن أشهدك يا رسول الله قال ( أعطيت سائر ولدك مثل هذا ) . قال لا قال (
فاتقوا الله واعدلوا بين أولادكم ) . قال فرجع فرد عطيته
Hadis
riwayat dari Nu‘man binBashir r.a. dia berkata : “saya telah diberi sesuatu
pemberian oleh ayah saya, tetapi (ibu saya) Amrah binti Rawahah tidak
merestuinya, sehingga (pemberian itu) dipersaksikan kepada Rasulullah saw.
Kemudian (ayah saya) datang menghadap kepada Rasulullah saw. Dan berkata :
sesungguhnya saya telah memberi anak saya yang dari Amrah binti Rawahah ini
sesuatu pemberian. Dia Amrah meminta saya untuk mempersaksikan pemberian
tersebut di hadapan anda ya Rasulullah. Beliau menjawab: apakah kamu memberi
semua anak kamu seperti yang kamu berikan pada anakmu ini. Dia menjawab: tidak.
Beliau bersabda: bertakwalah kamu kepada Allah swt. Dan berbuat adillah
terhadap anak-anakmu.
Nu’man
berkata: maka dia (ayah saya) pulang dan menarik(membatalkan) pemberiannya.[1]
Bersikap
adil merupakan salah satu ajaran Islam, termasuk orang tua terhadap anaknya,
maka cukup dengan pemahaman tekstual hadis tersebut menunjukkan salah satu ajaran Islam
yang bersifat universal.[2]Untuk
sifat keadilannya ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan sama dengan
pemberian waris yaitu anak laki-laki mendapatkan dua bagian dari perempuan, pendapat
lain mengatakan harus sama.[3]
2).
Mahram karena susuan.
2646 - حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى
بَكْرٍ عَنْ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ عَائِشَةَ - رضى الله عنها
- زَوْجَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - أَخْبَرَتْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
- صلى الله عليه وسلم - كَانَ عِنْدَهَا ، وَأَنَّهَا سَمِعَتْ صَوْتَ رَجُلٍ
يَسْتَأْذِنُ فِى بَيْتِ حَفْصَةَ . قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ أُرَاهُ فُلاَنًا . لِعَمِّ حَفْصَةَ مِنَ الرَّضَاعَةِ . فَقَالَتْ
عَائِشَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، هَذَا رَجُلٌ يَسْتَأْذِنُ فِى بَيْتِكَ .
قَالَتْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « أُرَاهُ فُلاَنًا » .
لِعَمِّ حَفْصَةَ مِنَ الرَّضَاعَةِ . فَقَالَتْ عَائِشَةُ لَوْ كَانَ فُلاَنٌ
حَيًّا - لِعَمِّهَا مِنَ الرَّضَاعَةِ - دَخَلَ عَلَىَّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
- صلى الله عليه وسلم - « نَعَمْ ، إِنَّ الرَّضَاعَةَ تُحَرِّمُ مَا يَحْرُمُ
مِنَ الْوِلاَدَةِ »
Sesungguhnya
susuan itu mengharamkan apa yang menjadi haram karena kelahiran (keturunan).[4]
Hadis Nabi di atas merupakan
penjelasan ketentuan al-Quran surat al-Nisa’:23. Nabi Muhammad melalui hadisnya
itu menjelaskan bahwa kemahraman atas susuan berkedudukan sama dengan kemahraman
atas dasar keturunan. Dan ketentuan ini bersifat universal. Artinya ketentuan
ini berlaku tanpa ada batasan waktu, terhadap siapapun dan dalam kondisi
apapun.[5]
3).
Hadis tentang perintah patuh kepada pemimpin.
7144- حَدَّثَنَا
مُسَدَّدٌ ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ ، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ ، حَدَّثَنِي
نَافِعٌ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم قَالَ : السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا
أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ
فَلاَ سَمْعَ ، وَلاَ طَاعَة.
Taatlah atas pemimpin baik terhadap sesuatu yang
menyenangkan atau yang meberatkan kecuali diperintah dalam kema’siatan, maka
tidak ada ketaatan dalam hal tersebut.[6]
Hadis ini dinilai sahih.[7]Hadis tersebut mengandung perintah taat kepada pemimpin masharakat (Ulu al-Amri) baik itu memberatkan atau menyenangkan supaya dipatuhi. Kecuali perintah untuk Ma‘siat,[8] Hadis ini dapat kita hadapkan dengan ayat al-Quran[9] dengan demikian dari segi matan, hadis ini bisa dipahami sacara tekstual, dimana muatan hadis tentang kewajiaban taat kepada pemimpin disini bersifat universal. Walaupun pengertian Ulul Amri masih diperselisihkan.[10]
- Hadis Dengan Pemahaman Tekstual Yang Bersifat Lokal
- Hadis Dengan Pemahaman Tekstual Yang Bersifat Universal
- Hadis Dengan Pemahaman Kontekstual Yang Bersifat Universal
- Hadis Dengan Pemahaman Kontekstual Yang Bersifat Lokal
- Hadist Ungkapan Simbolik
- Hadist Tamstil (Perumpamaan)
- Hadis Yang Singkat Padat Makna
- Hadis Tentang Nabi Musa Menampar Malaikat
- Hadis Tentang Nabi Musa Mandi Telanjang Di Depan Umum
- Hadis Tentang Hal-Hal Yang Menyebabkan Lupa
[1]Muhammad
b, Ismail Al-Bukhari, Sahih Bukhari. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,2008)2, 90.
[2]Ismail,
Suhudi. Hadis Tektual dan Kontekstual. (Jakarta: Bulan Bintang, 1994). 27-28
[3] Ibnu Hajar, Fath Al-Bari,
bab Hibah li al-Walad, Fath al-Bari, Beirut: Dar Ma‘rifah, 1379).5,214
[4]Muhammad
b, Ismail Al-Bukhari, Sahih Bukhari. (Beirut: dar al-kutub
al-ilmiyah,2008).3,222.
[5] Suhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual,(Jakarta: Bulan Bintang, 1994).12
[6] Sahih Bukhari, juz 9,78 no
7144, Sahih Muslim, juz 6,15 no 4869, (Musnad
Admad bin Hanbal). 2,142
no. 6278
[7]Husain
bin Mas’ud al-Baghawi, Sharhu al-Sunnah, (Beirut: Maktabah al-Islami,
1983).10, 43
[8]Abu
al-farj abdurrahman ibnu al-jauzi, Kashfu Mushkil Min Sahihain,(Riyad:
Dar al-Nashar,1997).1, 636
[9]Al-Quran, Surat al-Nisa’ 29
[10]Zuhri,
Muh. Tela’ah matan hadis: sebuah tawaran metodologis. (Yogyakarta:
Lesfi, 2003), 66
Tidak ada komentar:
Posting Komentar